Salam kenal dari saya orang yang tidak terlalu penting, menulis adalah caraku mengalihkan dari pekerjaanku yang menumpuk..
“Apa yang terjadi dengannya?” Tanya Jhovan pada dokter Fitri sahabat baiknya itu. Perempuan cantik itu diam sesaat memandangi Ayya, lalu beralih pada Jhovan.
“Apa yang kamu lakukan padanya? dia kelelahan, kurang nutrisi dan istirahat.” Jhovan diam membisu dia tidak berani mengungkapkan perlakuannya pada istrinya.
“Kamu tidak perlu ikut campur urusanku” Jhovan menimpali setelah kegugupannya itu hilang.
“Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur dia sakit, dia di perlakukan bukan layaknya perempuan yang dinikahi. Ada apa sebenarnya dengan mu? dia istrimu, perempuan yang sangat baik seperti itu tidak layak kamu perlakukan seperti itu.” Fitri berkomentar cukup panjang dia tidak perduli lagi dengan perubahan raut wajah Jhovan, lelaki itu sungguh dalam mode ingin menelan hidup-hidup sahabatnya.
“Jhoni, antar dia keluar dari sini.” Mendengar perintah seperti itu, Jhoni siap bergerak untuk mengantar tetapi dengan cepat Fitri menepis dengan mengangkat tangannya tanda dia tidak perlu di usir sebab dia akan pulang sendiri.
****
Sepeninggal Dokter Fitri, Jhovan duduk di sisi ranjang dekat dengan istrinya, dia melihat beberapa memar di pergelangan tangan istrinya, ada rasa kecewa campur aduk bahkan sampai akhir perempuan itu terus saja melawannya hingga dia benar-benar pasrah dan diam seperti batu. Jhovan benar-benar frustasi hingga dia meremas kuat genggamannya, sudah melakukan segala cara bahkan menawarkan kemewahan yang bisa didapatkan oleh perempuan itu jika dia mau tinggal di sisinya tapi apa yang dia dapat istrinya itu terus saja melawan. Entahlah dia bahkan tidak rela istrinya itu pergi darinya, istrinya adalah cahaya dalam hidup semenjak Ayya hidup dan bernafas didekatnya dia merasa seperti manusia normal.
Jhovan mengulurkan menyentuh kening perempuan itu.
“Tidak adakah keinginan di hati paling dalam untuk tinggal denganku?” lelaki itu bergumam seolah-olah sang perempuan bisa membalas kata-katanya. Tak lama terdengar ketokan di pintu kamar utama memanggil sang tuan. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Adi sang asisten pribadi yang sangat setia terhadap tuannya.
“Ada apa?”
“Ada sedikit masalah di perkebunan” Awalnya Adi tidak ingin membahas tentang perkebunan milik tuannya itu tapi kali ini benar-benar genting.
“Apa kamu tidak bisa mengurus sendiri?” Tanya Jhovan dengan wajah datarnya dia seperti dengan menahan emosi karena terusik.
“Kali ini anda benar-benar harus melihatnya tuan” Terang Adi, padahal dia pun merasa sangat takut melihat aura gelap yang melingkupi tuannya. Dia sudah bertahun – tahun ikut dengan tuannya hingga gerak-gerik yang memancing emosinya dia sudah hafal betul. Sebenarnya perkebunan itu sangat jarang di urus oleh Jhovan karena itu adalah milik ibunya. Perkebunan yang terdiri berbagai bahan pangan itu di kelola oleh masyarakat sekitar dan laba dari hasil panen akan di bagi 3 dua bagian untuk pekerja sedangkan Jhovan hanya meminta satu bagian karena itu adalah amanah ibunya yang selalu dia jaga.
“apa yang terjadi?” Tanya Jhovan sambil melipat tangannya di dada.
“Seseorang telah melakukan penebangan liar, pohon-pohon ulin yang baru tumbuh 5 sampai 6 tahun di babat para penebang liar.”
“Apa masih orang yang sama?” Tanyanya serius.
“Sepertinya Tuan Abraham tidak memperdulikan peringatan anda sebelumnya”. Terang Adi hati-hati, sebab tuannya akan meledak jika mendengar nama dari sepupunya yang kurang ajar itu. Dia sudah cukup kaya dari hasil tekstil dan dan tambang timah mengapa masih saja mengusik miliknya.
“Kali ini aku sepertinya harus memberi pelajaran.” Jhovan berdiri siapa untuk pergi, sesaat dia memandang wajah istrinya.
***
Sesampainya di lokasi, panas terik matahari tak di hiraukan. Mobil Jhovan beserta anak buahnya membelah jalan berdebu karena itu perkebunan maka sangat wajar jalanan belum menggunakan aspal hanya mengandalkan tanah merah. Mobil itu berhenti di beberapa titik bekas penebangan pohon ulin. Pohon ulin sangat di sayang oleh para penduduk karena pohon itu akan di jadikan penyangga rumah bagi warga sekitar.
“Sisir semua tempat, mereka pasti belum jauh!” Perintah Jhovan pada anak buahnya. Secara sigap orang-orang itu menyebar untuk menyisir hutan yang tidak bisa dimasuki dengan mobil.
Jhovan dan Adi juga ikut menyisir hutan itu, sesekali dia memandang sekeliling. Banyak pohon-pohon yang tumbang akibat penebangan liar.
“Mereka benar-benar menjarah tempat ini.” Jhovan geram, perkebunan ini milik ibunya dan di serahkan lada warga untuk mengurusnya agar warga dapat penghasilan dari bumi yang mereka rawat tapi sekarang lihatlah para penebang serakah itu telah mengambil jatah orang miskin.
“Tuan, mereka sekarang sedang mengangkut dengan truk di ujung hutang sini” Salah satu anak buahnya mengabarkan berita keberadaan para perusak bumi.
“kita kesana sekarang!” Jhovan dan yang lainnya berlari membelah hutan demi meringkus perusak bumi, pengganggu yang harus di binasakan tanpa ampun.
***
Sesampainya di sana, para anak buah Jhovan sudah melumpuhkan beberapa orang yang terlibat. Hingga yang tersisa hanya satu orang yang berhasil kabur. Beberapa orang yang di lumpuhkan tadi semuanya ternyata bisu tak ada satu pun dari mereka dapat menjawab pertanyaan Jhovan makin geram lah dia. Ternyata sepupunya itu memanfaatkan kekurangan mereka agar bisa tutup mulut.
“Mereka semua bisu, tuan. kami sudah menanyakan siapa yang menyuruh mereka tapi tak ada satu pun dari 11 orang itu bicara”
“Ini memang sudah di atur agar posisi atasan mereka aman. Bawa dulu mereka serahkan ke pihak berwajib.” Adi mengangguk patuh dengan perintah tuannya.
“Selidiki secara diam-diam jika memang terbukti Abraham terlibat di dalamnya maka aku sendiri yang akan menghancurkannya”
“Baik Tuan” Jawab Adi.
Mereka berencana bubar untuk kembali tapi tiba-tiba ada tembakan yang menggema, hingga tembakan itu tepat mengenai punggung Jhovan mengakibatkan orang itu lumpuh dengan lutut bertumpu tanah, darah segar mengalir deras membasahi bajunya. Semua orang kaget karena hilang waspada, beberapa orang mengejar asal tembakan itu tapi keburu orang itu kabur dengan sangat gesit.
“Tuan!!” Adi dengan sigap membantu tuannya agar tidak tersungkur karena keseimbangannya mulai hilang. Terlihat jelas kepanikan di wajah Adi, tapi Jhovan malah menanggapi itu dengan santai tanpa merasa sakit sama sekali. Adi sangat tau jika luka tembak itu pasti. bersarang pada punggung Jhovan.
martapura
kalsel
typo bertebaran karena nulis di sela² kerjaan yang padat.😂😂
23 maret 2022
Selembut Sutra Bagian 2 { Milikku }
Aduhhh terlalu singkat
Tks ya kak udh update.
Makasih KK dah update.. seneng nya
Sdikit skli
Malasih sdh update
Puas banget lihat mas Jhovan diomeli dokter Fitri wkwkwk . Maacii sudah update
Kurang kurang ahahaha makasih up ny next k di banyakin y