Vitamins Blog

Iris Merah [1: Sang Penakluk]

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

 2 votes, average: 1.00 out of 1 (2 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Iris merah itu menatap tajam ke arah deretan pegunungan bagian timur Kerajaan Altair yang membentang luas di hadapannya. Memperhatikan pemandangan deretan pegunungan luas yang tertutup kabut. Bukit-bukit dengan ujung yang menjulang tinggi dan tertutupi awan mendominasi kawasan pegunungan ini. Bagaikan sebuah negeri di atas awan kalau saja tidak tahu apa yang tersembunyi di balik bukit-bukit itu. Sekaligus menciptakan tempat persembunyian yang sempurna. 

Hembusan angin menerpa rambut hitam legamnya, membuatnya bergerak melawan pergerakan angin. Disertai dengan ikat kepala yang menutup dahinya, menyisakan bagian yang meliuk-liuk tertiup angin. Di tangan kiri sang iris merah itu tampak sebuah busur yang kokoh terbuat dari kayu terbaik hutan di Kerajaan Altair, disertai dengan tempat anak panah yang diletakkan di belakang punggungnya.

Hari ini sangat terik. Sang mentari sudah menunjukkan kuasanya. Namun mata tajamnya tidak terpengaruh dengan teriknya mentari untuk mengamati ke arah salah satu bukit dengan awan yang cukup pekat menyelimutinya. 

Suara kepakan sayap dengan kekuatan besar terdengar. Menimbulkan awan di sekitarnya menghilang tersapu oleh kepakan sayap itu. Disusul dengan suara erangan pelan memecahkan kesunyian. Sebuah seringai muncul di bibir sang iris merah itu. 

“Aku tahu Edgar, kau juga merasakannya ya. Kita kesana” ucap sang iris merah itu dengan tatapan gairah yang membara.

Suara erangan kembali terdengar diikuti dengan pergerakan sayap-sayap besar itu ke arah salah satu bukit yang diincar sang iris merah.

*** 

“Apa yang terjadi?”

Suara Adara terdengar di ruangan besar tempat pertemuan para petinggi Kerajaan Altair. Ryland yang tengah membicarakan masalah ini dengan para petinggi Kerajaan Altair yang lain menoleh ke arah sumber suara, diikuti dengan Avan yang sedang bersemedi di sudut ruangan tengah berusaha meminta jalan dari yang Maha Kuasa, apa yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Kerajaan Altair — membuka matanya dan menatap tajam ke arah Adara. 

Adara berjalan mendekati Ryland yang tengah berdiri di samping sebuah meja berbentuk persegi panjang di tengah ruangan. Sambil bersedekap, Adara menatap tajam ke arah Ryland menuntut penjelasan. Ryland yang ditatap seperti itu oleh Adara hanya menghembuskan napas pelan. Ryland sangat tahu karakter adiknya ini. Adara sangat tidak sabar jika dia di beritahu oleh sesuatu yang menimbulkan masalah di Kerajaan Altair dan sangat menuntut penjelasan. Kalau tidak, Adara tidak akan segan-segan melukai orang yang bertele-tele dengan pedang yang selalu dibawanya – meskipun itu saudaranya sendiri.

Sambil menghembuskan napas pelan sekali lagi, Ryland pun menjelaskan apa yang dikatakan oleh Avan kepadanya tadi. Adara menyimak dengan tatapan tajam tak teralihkan. Setelah selesai menjelaskan, Ryland melihat tatapan marah membara yang ditampilkan Adara. Tahu betul kalau Adara menahan amarah saat ini. 

“Tahan dulu, Adara. Kita pasti akan menemukannya lebih dulu” ucap Ryland berusaha menenangkan Adara.

Adara menggertakan gigi menahan amarah yang memuncak. Dengan tangan yang terkepal, dia menjawab. “Dimana Ruzgar. Dimana anak keras kepala itu!” ucapnya menahan amarah.

“Ruzgar sedang memburu naga-naga yang akan dia taklukkan. Mungkin besok dia akan pulang” ucap Avan tiba-tiba ikut dalam pembicaraan Ryland dan Adara. 

“Ini sudah jalannya, Adara. Kau tidak bisa menyalahkannya meskipun kau ingin. Waktu yang menentukan segalanya” ucap Avan lagi tahu apa yang akan diutarakan Adara.

Ucapan Avan benar. Adara tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Hanya Ruzgar yang bisa menemukan vezerlok. 

Adara mengusap wajahnya dengan kasar. Ia membenci keadaan dimana dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dan hanya bisa berpasrah pada keadaan. Sekarang yang bisa dia lakukan hanya menunggu Ruzgar pulang.

*** 

Iris merah itu menatap ke arah naga yang sedang memakan hasil buruannya di balik semak-semak. Mata tajamnya tak lepas dari naga itu. Iris merah itu mencoba memasuki alam sadar naga itu. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengikat ikatan batin antara dirinya dengan naga itu. Alam sadarnya terus berusaha menerobos pertahanan naga itu. Karena, tidak semua naga bisa ia taklukkan. Dia sedang berusaha mengembangkan kemampuannya untuk bisa menaklukkan semua naga – termasuk naga suci – leluhur para naga – bisa dikatakan raja para naga.

Sedikit lagi dia bisa menaklukkan naga itu sepenuhnya. 

Dan berhasil…

Seketika, naga itu terhenti dari aktivitas makannya. Karena, alam bawah sadar naga itu sudah di bawah kendalinya. Tapi tidak mengikat naga itu sepenuhnya. Hanya saja untuk lebih bisa mengendalikan naga itu agar tidak membahayakan lagi. Dan dia bisa mengatur apapun yang dia kehendaki. Sekalipun ikut berperang di bawah kekuasaannya. 

Langkahnya pasti keluar dari semak-semak menuju ke arah naga itu. Menampilkan sosok lelaki beriris mata merah dan berperawakan tinggi tegap menutupi sinar mentari di balik punggungnya. Dengan ikat kepala yang menutupi dahinya disertai busur besar di tangan kirinya. Sebuah seringai muncul di bibirnya. Menciptakan siluet mengerikan siapapun yang melihatnya. 

Iris merahnya meneliti setiap detail naga itu. Matanya lalu menatap ke langit-langit bukit yang tertutup hutan tropis yang rimbun. Tak lama kemudian sebuah siulan terdengar menggema di antara atmosfer sekitar bukit. Menandakan sesuatu sedang dipanggil. 

Tak lama kemudian, seekor naga besar datang dengan kepakan sayapnya yang menerbangkan pohon-pohon di sekitar. Naga itu berwarna merah, sama seperti warna iris mata lelaki tersebut. Menampilkan salah satu ciptaan Tuhan yang mengagumkan. Berdiri kokoh dengan cakar-cakarnya yang tajam siap menerkam apapun. Pada bagian punggung sampai ekornya, terdapat semacam duri besar yang berfungsi sebagai pengendali saat terbang melewati tikungan tajam. Memudahkannya tetap terbang dengan kecepatan tinggi tanpa khawatir menabrak sesuatu. 

Lelaki itu mendekat, dan mengusap kepala naga yang dipanggilnya dengan lembut. Naga itu pun sangat menikmati sentuhan yang diberikan oleh lelaki itu. 

“Kau punya teman baru, Edgar. Kau senang?” ucap iris merah itu kepada Edgar – naga yang dipanggilnya.

Sebuah erangan menginterupsi sebagai jawaban atas pertanyaan sang iris merah. Sebuah senyuman lepas terlihat di bibir lelaki itu. Lelaki itu kemudian berjalan mendekati naga yang baru saja ia taklukkan. Ia mengusap sekitar kepala dan leher naga itu, sama seperti yang ia lakukan pada Edgar – naga kesayangannya termasuk sahabat sejatinya. 

“Kita harus memberi dia nama. Kira-kira apa nama yang cocok untuknya ya…” ucapnya lebih kepada dirinya sendiri. 

Tiba-tiba sebuah hentakan keras menghantam dada sebelah kirinya. Membuat lelaki itu terhuyung ke belakang tanpa bisa ia kendalikan. Menyebabkan busur besar yang digenggamnya terlepas jatuh ke tanah. Namun dengan sigap, Edgar menopang lelaki itu dengan lehernya agar tidak terjatuh. Sambil memegang dada kirinya lelaki itu mencoba berdiri.

Rasa sakit ini muncul lagi. Rasa sakit yang selalu muncul beberapa tahun belakang dan selalu ia rasakan di tempat yang sama. Rasa sakit akibat luka masa lalu. Dia tidak mengerti. Luka itu sudah lama, hanya meninggalkan bekas samar yang hampir tidak terlihat. Namun, mengapa ia masih merasa sakitnya sampai sekarang…

*** 

8 Komentar

  1. Apakah rasa sakitnya ada hubungannya ma Vezerlock? Vezerlock itu apan ya?

    Btw, ratings-nya masih belum bisa dikik. Kakak udah klik [ratings] secara manual, kah?

  2. Dian Sarah Wati menulis:

    Sakit dari masa lalu??..
    Pgn klik ❤ masih ga bisa

  3. Penasaran banget

  4. Yeiii

  5. Tks ya kak udh update.

  6. Jejak

  7. lanjooott