Vitamins Blog

Iris Merah [2: Tanda Lahir]

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

7 votes, average: 1.00 out of 1 (7 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Almeta sedang menyusuri jalan setapak yang membelah salah satu hutan luas bagian barat wilayah Kerajaan Altair. Rumahnya berada di pinggir aliran sungai, jauh berada di dalam hutan. Dan jauh dari pemukiman penduduk Altair yang rata-rata tinggal di desa-desa dekat Istana Altair. Walaupun rumahnya jauh dari pemukiman, tapi Almeta tidak mempermasalahkannya. Bahkan ia senang tinggal di rumah itu. Rumah mungil yang indah dan nyaman. Almeta hanya tinggal berdua saja dengan ibunya. Ayahnya sudah meninggal akibat serangan naga saat ia masih bayi. Sehingga ia tidak tahu seperti apa rupa ayahnya. 

Langkah kakinya ringan sambil bersenandung kecil mengikuti irama burung yang berkicauan di sekitar hutan. Hari ini ia mengenakan gaun panjang berwarna biru langit dengan lengan pendek. Sangat pas di tubuhnya yang mungil. Tampak sebuah pita berwarna biru yang senada dengan warna pakaiannya tampak melingkari pergelangan tangan kirinya. Panas mentari tidak menyengat kulit putihnya padahal hari sudah terik, dikarenakan pepohonan di hutan menjulang tinggi menutupi langit. Menyebabkan terhalangnya sinar mentari yang akan menerobos masuk. 

Iris birunya yang bening mengamati pemandangan sekitar hutan yang indah. Sekaligus mencari dedaunan obat yang diperintahkan oleh ibunya. Ibunya selalu berkata, kita harus selalu menyiapkan segala sesuatu jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Semua butuh persiapan. Itu yang selalu ibunya katakan. Karena kita tidak ada yang tahu masa depan apa yang menanti kita.

Langkah kaki itu terhenti di salah satu pohon yang ia cari. Tangannya lihai memetik beberapa daun dan memasukkannya ke dalam keranjang yang di bawanya. Kemudian, iris biru itu tak sengaja melihat sekumpulan tanaman bunga indah berwarna warni di belakang pohon obat yang diselubungi tanaman semak belukar yang berduri.

Almeta menipiskan bibir sambil mengamati tanaman bunga di hadapannya. Setelah selesai memetik beberapa daun yang dibutuhkan, ia langsung melangkahkan kakinya menuju tanaman bunga yang menarik perhatiannya. Iris birunya tampak menimang pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Alisnya berkerut menatap seksama tanaman bunga di hadapannya.

“Bunga yang indah. Tapi sangat sulit mendapatkannya. Butuh perjuangan ekstra untuk mendapatkannya” gumamnya pelan.

Setelah menimbang-nimbang dengan segala resiko yang ada, Almeta menyiapkan dirinya untuk memetik bunga yang indah itu. Sebuah dorongan impulsif seorang perempuan yang menginginkan bunga yang indah. Dan itu tidak bisa lepas dari sosok gadis beriris biru itu. Almeta sangat menyukai keindahan, segala sesuatu yang indah di matanya akan ia jaga dengan sebaiknya. Terkecuali bunga – Almeta tidak tahan kalau melihat bunga yang indah di hadapannya. Ia tidak akan melewatkan bunga yang indah begitu saja. Ia akan memetiknya dan menanam kembali di pekarangan rumahnya.

Sambil menghela napas pelan, langkah kaki iris biru itu mendekati semak belukar tempat bunga indah itu berada. Iris biru itu berbinar menatap bunga di hadapannya lebih jelas. Sebuah senyum manis tersungging di wajahnya.  

Tangan kanannya terulur untuk menggapai salah satu bunga yang paling indah. Tatapannya tak teralihkan, melupakan di sekitar tanaman bunga itu terdapat duri-duri tajam yang siap melukai siapapun yang mencoba mengambil apa yang dilindunginya.

Dengan sedikit membungkukkan badan dan berjinjit, tangan kanannya hampir berhasil menggapai bunga yang ia incar. 

Tapi tidak semua yang diinginkan dapat tercapai – takdir berkata lain. Sebelum tangan kanannya menggapai bunga indah itu, duri-duri tajam itu menusuk bagian nadi pergelangan tangannya. Menyebabkan iris biru itu mengernyitkan dahinya menahan sakit. Refleks Almeta mengangkat tangannya menjauhi semak belukar itu. 

Ditatapnya pergelangan tangannya, terdapat sebuah duri yang cukup besar menusuk bagian nadinya. Almeta mencabut duri yang menusuk bagian nadinya dengan hati-hati. Menyentakkan sedikit tubuhnya, karena menahan rasa sakit akibat duri tersebut. Memperlihatkan luka yang sedikit mengeluarkan darah. Iris birunya yang indah mengerjab melihat pergelangan tangan kanannya.

Almeta langsung melepas pita yang selalu ia pakai di pergelangan tangan kirinya untuk diikatkan di pergelangan tangan kanannya – untuk menutup luka akibat duri itu. Walaupun terdapat tanaman obat di sekitarnya, Almeta sama sekali tidak mengerti harus bagaimana menggunakan tanaman obat itu untuk menyembuhkan luka. 

Sebenarnya dia sudah sering meminta ibunya untuk mengajari bagaimana mengelola tanaman obat. Tapi ibunya selalu menjawab “Belum waktunya kamu belajar, akan ibu ajari saat kamu sudah siap”

“Siap untuk apa…” batinnya.

Almeta menghela napas memikirkan sikap ibunya itu.

Setelah merasa lebih baik, tatapannya teralihkan ke pergelangan tangan kirinya yang selalu tertutup pita, yang kini terlihat memancarkan sinar berwarna biru terang yang melingkupinya. Menampilkan sebuah tanda lahir yang menyerupai simbol air. 

Selalu saja, cahaya itu muncul saat dirinya terluka. Tapi bagaimana bisa. Saat dirinya tidak terluka, tanda itu hanya terlihat seperti ukiran di tangan kirinya. Seperti tanda lahir biasa. Namun saat ia terluka, seberkas cahaya biru itu selalu muncul. 

Ibunya selalu memerintahkan Almeta untuk menutup tanda itu. Saat ia bertanya kenapa, ibunya lagi-lagi memberikan jawabannya yang tidak pasti.

Untuk berjaga-jaga dari hal yang tidak diinginkan”

Almeta yang tidak mengerti hanya menuruti perkataan ibunya. Tapi ia tidak bisa untuk terus mencari jawaban mengapa tanda lahirnya harus ditutupi. Ia bahkan tidak malu untuk memperlihatkannya kepada semua orang. Menurutnya tanda lahir bukan sesuatu yang harus ditutupi. Itu adalah jati dirinya. Siapapun harus menerimanya, karena itu adalah apa adanya dirinya.

Pikirannya lagi-lagi dipenuhi oleh pertanyaan tak terjawab. Pertanyaan yang selalu muncul saat ia melihat tanda lahirnya. Mengapa tanda lahir saja harus ditutupi, seakan orang lain tidak boleh tahu kalau ia mempunyai tanda lahir ini.

*** 

Sedari tadi Adara tidak berhenti berjalan mondar-mandir di ruangan Avan. Wajahnya kusut, rambut coklatnya acak-acakkan, baju kerajaan yang ia kenakan terlihat berantakan. Dengan kancing bagian atas yang terbuka memperlihatkan kaos hitam di dalamnya. Tapi tidak mengurangi wajah rupawannya. Tatapannya frustasi disertai dengan sorot mengerikan siap membunuh siapapun yang berani mengganggunya. 

Avan yang sedang mempelajari lagi kitab peninggalan orang tua mereka, masih berusaha mencari setiap kemungkinan yang ada untuk menyelesaikan masalah – hanya menaikkan sebelah alisnya menatap Adara. Konsentrasinya terganggu oleh tingkah adiknya itu.

“Tidak bisakah kau duduk, Adara!” ucap Avan memperingatkan Adara dengan nada memerintah.

Seketika Adara balas menatap tajam ke arah Avan. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Avan yang sedang duduk di salah satu kursi di meja berbentuk persegi panjang itu. “Aku tidak bisa diam saja tanpa melakukan sesuatu. Kau tahu itu!” geram Adara sambil menggertakan gigi.

Avan tidak memperdulikan ucapan Adara. Dia sibuk meneliti kitab dihadapannya dengan seksama. Iris violetnya menatap seksama setiap tulisan yang tercantum di kitab itu. Barangkali ada sesuatu yang ia lewatkan dan bisa dijadikan sebagai petunjuk.

Iris violet itu terhenti di salah satu ulasan mengenai ramalan tentang Sang Penakluk dan Sang Pengendali – vezerlok. Walaupun sudah berkali-kali ia membaca mengenai ramalan itu, tapi perasaannya berkecamuk seolah memberitahu bahwa ia harus meneliti lagi setiap tulisan yang tertera di sana. 

Iris violetnya menajam memperhatikan tulisan mengenai vezerlok

 

Di katakan bahwa, vezerlok memiliki keterkaitan dengan vijeta – sang penakluk. Bagaikan yin dan yang, yang mendeskripsikan sifat kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan dan bagaimana mereka bisa saling membangun satu sama lain.

Vezerlok memancarkan aura biru saat ia terluka, sedangkan vijeta memancarkan aura merah saat ia terluka. Baik vezerlok maupun vijeta mempunyai tanda yang berbeda.

 

Tidak ada lanjutan untuk penjelasan itu. Sesaat, Avan membaca lagi penjelasan itu. Merasa menyadari sesuatu.

 

vijeta memancarkan aura merah saat ia terluka.

 

“Mengeluarkan aura merah? Apa maksudnya?” hatinya berkecamuk. 

Pikirannya nyalang memikirkan hal ini. Iris violet itu bahkan tidak menyadari apa yang terjadi dengan Ruzgar. Mungkinkah Ruzgar mengetahui hal ini. Dan aura merah seperti apa yang memancar di tubuhnya? Bagaimana bisa ia tidak mengetahui Ruzgar mengalami hal ini.

Iris violet itu menggertakan gigi seolah-olah sedang di permainkan oleh teka-teki dalam kitab itu. Avan mengusap wajahnya frustasi. Dihelanya nafas kasar, ia berusaha menenangkan diri dan memikirkan perihal Ruzgar lain waktu. Sekarang yang terpenting, dia harus berusaha mencari jawaban yang mungkin tersembunyi untuk menemukan vezerlok. Tak lama kemudian, iris violetnya yang tajam menangkap sesuatu yang ganjil pada bagian sudut kanan bawah kertas. 

Dia memperhatikannya dengan saksama. “Warnanya sedikit gelap dibandingkan yang lain. Bisa menipu siapa saja yang tidak memperhatikannya dengan jeli” batinnya.

Tangannya terulur untuk meraba permukaan kertas itu. “Kasar..”

Avan menyadari sesuatu. Sebuah senyum simpul terukir di bibirnya.

“Ambilkan obor!” perintahnya kepada Adara yang berdiam diri sambil bersedekap memperhatikan Avan. 

Dengan sigap Adara langsung menuruti permintaan kakaknya itu. Adara tahu betul kalau Avan telah menemukan sesuatu yang penting. 

Adara langsung memberikan obor dengan api membara kepada Avan. Avan menerima itu dan langsung mengarahkan obor itu ke sudut kertas yang ia raba tadi. 

Adara yang melihat itu langsung memekik marah membentak Avan. “Apa yang kau lakukan! Kau bisa membakar kitab itu!” geramnya.

Avan tidak mempedulikan Adara. Ia masih mengarahkan obor itu ke kertas yang dicurigai memiliki petunjuk. Seketika sebuah tulisan mulai muncul dari kertas kosong itu. Menampilkan sebuah kata disana. 

‘Llygad glas’.

 

Avan terus mengarahkan obornya di setiap sudut kertas itu berusaha mencari petunjuk yang lain.

‘Merch’.

‘Symbol dwr’.

 

Avan menghela napas. Menautkan alisnya tampak berpikir maksud dari tulisan itu. Iris violet itu membulat ketika menyadari sesuatu. “Ini bahasa kuno bangsa Altair” gumamnya. Bahasa yang digunakan para leluhurnya terdahulu. 

Adara yang tidak dihiraukan, akhirnya membentak Avan. “Hey! Jawab pertanyaanku. Mengapa kau bakar kitab itu!” geramnya marah.

Avan merasa kesal dengan sikap Adara yang tidak sabaran, membalas dengan tatapan sengit mengintimidasi.

 “Ini kertas ignis. Kertas yang hanya bisa dibaca oleh api!” jawabnya dengan tatapan mencela ke arah Adara.

“Aku curiga kertas ini memiliki tulisan tersembunyi. Dan terbukti, terdapat beberapa bahasa kuno bangsa Altair tertulis di sini” ucapnya menambahkan sambil memperlihatkan beberapa kata yang tertera di kertas itu.

Adara membelalakkan matanya  mendengar penjelasan Avan. Mulutnya setengah membuka karena saking terkejutnya. Tapi tidak lama ia kembali mengatupkan mulutnya kembali dan balas menatap sengit ke arah Avan. 

“Lalu apa artinya?” tanyanya sambil bersedekap dengan ekspresi dingin.

Avan hanya menghela napas kesal menahan amarah melihat sikap Adara. “Aku akan mencari tahu, Adara. Tidak bisakah kau tidak menggangguku!” geramnya.

Pintu ruangan Avan yang tadinya tertutup tiba-tiba saja terbuka. Adara hanya menaikkan sebelah alisnya menatap pintu terbuka itu, mengerti akan maksudnya. “Kau mengusirku”  ucapnya dingin.

Avan yang mempunyai kekuatan menggerakkan sesuatu, menggunakan kekuatannya untuk mengusir halus Adara dari ruangannya. Avan sudah mengalihkan perhatiannya penuh untuk menatap Adara. Dengan tatapan sengit, ia menjawab. 

“Aku butuh konsentrasi untuk mencari petunjuk yang lain. Ada kau disini bukannya membantu, malah membuatku kesal!”

“Kau tinggal tunggu hasilnya saja. Jadi bersabarlah. Dan silahkan pergi!” ucapnya lagi tanpa basa-basi, dan langsung mengalihkan pandangannya kembali ke kitab tanpa menoleh ke Adara lagi.

Adara tidak terpengaruh dengan tatapan sengit yang diberikan Avan. Ia hanya menaikkan alisnya menatap Avan dan tanpa permisi, Adara langsung keluar ruangan dengan sedikit membanting pintu dengan keras di belakangnya. Meninggalkan Avan sendirian di ruangan.

Sepeninggal  Adara dari ruangannya, Avan sempat berpikir. Apakah ia harus memberitahu perihal mengenai aura merah yang terpancar dari tubuh Ruzgar kepada saudara-saudaranya – terlebih kepada Ruzgar?

Mungkin lain waktu ia akan memberitahu hal ini. Karena sekarang yang terpenting adalah mereka harus menemukan vezerlok terlebih dahulu.

*** 

11 Komentar

  1. Yay, akhirnya bisa kasih vote. ❤️

    Vezerlok=Almeta
    Vijeta=Ruzgar

    Woaaaah, menarik banget nih ceritanya. Ga sabar nunggu kelanjutannya.

    Apa Ruzgar dannAlmeta bakal ketemu ya di part selanjutnya?
    Mungkin Ruzgar lihat cahaya biru yg keluar dari Almeta kemudian mendekat terus cilukbaaaaaaa ketemu deh mereka. :NGAKAKGILAA

    Makasih udah update. Ditunggu dengan sangat part selanjutnya. :kisskiss

  2. Dian Sarah Wati menulis:

    Vezerlock itu almeta
    Makin menarik…lanjut thor…

  3. 🌻SERAFINA MOON LIGT🌙❤💡 menulis:

    PERDANA mampir di karya ini,kisah ny bagus, semangat thor :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah!

  4. Makin menarik… semangat buat lanjutin..

  5. Semangat buat lanjutin

  6. Tks ya kak udh update.

  7. makin menarik aja nih thor ceritanya,,, ditunggu lanjutannya ya kak semangattt :kisskiss

  8. Bagus ceritanya

  9. makin penasarann cara mereka menemukan vezerlock :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah!