Vitamins Blog

THE PIECE OF PUZZLE – PART I

Bookmark
Please login to bookmark Close

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...
Loading…
Loading…

Warning! Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Maafkan typo yang bertebaran.

Samantha Grace Collins, gadis berusia 22 tahun yang sekarang berdiri di depan gedung Russel’s Corporation. Perusahaan yang termasuk dalam kategori Perusahaan terbesar di dunia. Russel’s Corporation atau yang biasa di singkat RC merupakan sebuah Perusahaan otomotif terbesar di dunia yang berbasis di New York dan mempunyai berbagai cabang yang terdapat hampir di setiap negara.

Russel’s Corporation membawahi beberapa merek mobil seperti Audi, Bentley Motors dan juga Bugatti Automobiles. Samantha memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di Russel’s Corporation atas rekomendasi Emily teman satu apartemennya yang memang bekerja di Perusahaan tersebut sebagai Marketing Manager.

Emily berkata bahwa Russel’s Corporation sedang membutuhkan Corporate Secretary. Tadinya Samantha tidak yakin ingin melamar di Perusahaan besar tersebut sebagai seorang Sekretaris, memang Samantha sebelumnya pernah menjadi Sekretaris di sebuah Perusahaan biasa di bidang periklanan. Namun, karena Samantha mendapat perlakuan yang tidak diinginkan oleh atasannya ia memilih keluar dari Perusahaan tersebut, dibandingkan ia harus bekerja dengan tidak nyaman disana. Samantha mulai melangkah memasuki gedung tersebut yang ternyata sudah di sambut di lobby oleh Emily.

“Samantha, akhirnya kau datang juga. Ayo, aku antar menemui Asisten Mr. Russel.” Samantha mengernyit bingung, bukankah seharusnya ia menemui HRD terlebuh dahulu pikirnya. “Bukankah aku harus menemui HRD terlebih dahulu, em?”, tanya Samantha. “Kau tidak perlu menemui HRD, Daniel sendiri si Asisten Mr.Russel yang meberitahuku untuk membawamu langsung menemuinya.” Samantha hanya menggedikan bahunya sambil mengikuti Emily untuk menemui Asisten Mr.Russel.

Mereka sampai di lantai 20, tepat setelah mereka keluar dari lift seorang pria -yang kelihatannya menunggu mereka- menunggu dengan tangan dimasukkan ke dalam kedua saku celananya sambil memandang Samantha dan Emily.

“Baiklah Emily kau boleh pergi dan melanjutkan pekerjaanmu.” ucap pria tersebut dengan nada bercanda. “Aku bahkan belum berbasa-basi mengenalkan temanku padamu.” sahut Emily dengan nada tersinggung.

Sedangkan Daniel hanya tersenyum jahil dengan tangan seolah mengusir Emily agar segera pergi. “Sudahlah kembali bekerja Emily Carter.” usir Daniel. “Dasar kau menyebalkan Daniel! Baiklah, Samantha, aku harus kembali berkerja. Good luck, honey.” kata Emily. “Ya, kembalilah bekerja.” ucap Samantha. Emily mulai memasuki lift dan menyisakan Samantha dengan Daniel.

“Perkenalkan, aku Daniel Petterson, Asisten Mr.Russels.” ucap Daniel sambil mengulurkan tangannya kepada Samantha. “Aku Samantha Collins.” Samantha menjabat tangan Daniel. “Oke Samantha, sebaiknya kita cepat bergegas menuju ruangan Mr.Russel, karena ia bukanlah orang yang suka menunggu lama.” ucap Daniel sambil melangkah menuju ruang Mr.Russel yang terletak di ujung koridor.

Samantha mengikuti Daniel dari belakang, dan tiba-tiba ia merasa sangat gugup sambil memikirkan mengapa ia harus interview langsung dengan CEO salah satu Perusahaan terbesar di dunia, mungkin ia tidak akan terlalu gugup jika hanya interview dengan HRD terlebih dahulu.

Samantha dan Daniel sampai didepan pintu ruangan Mr.Russel. Dan Daniel pun langsung masuk terlebih dahulu dengan Samantha yang mengikutinya dari belakang. “Russel, lihatlah aku sudah membawa wanita yang dari tadi kau tunggu-tunggu. Dan Samantha, perkenalkan ia adalah David Alexander Russel.” ucap Daniel santai.

Bahasa yang Daniel gunakan tidak seformal tadi saat berhadapan dengan Samantha dan Emily. “Mungkin mereka bukan sekedar Atasan dan Asisten. Dan apa tadi katanya? Apa maksudnya wanita yang di tunggu-tunggu?” pikir Samantha heran.

Pria yang tadinya duduk membelakangi Samantha dan Daniel memutar balik kursinya menghadap kearah mereka berdua. Pria tersebut menatap Daniel dingin, “Kembalilah bekerja, Petterson.” ucapnya ketus. Daniel menanggapinya dengan senyum jahil namun mematuhi perkataan Bosnya tersebut lalu keluar dari ruangan.

Hanya tersisa Samantha dan Mr.Russel. Samantha masih dalam posisinya yang berdiri dan sedikit terperangah karena CEO dari Russel’s Corporation ternyata masih muda, sekitar 25 tahun mungkin. Yang ada dipikiran Samantha atasannya itu mungkin sudah tua dan memiliki keluarga, namun nyatanya masih sangat muda dan tampan. “Astaga, apa yang kau pikirkan Samantha.” pikir Samantha dalam hati.

Samantha melihat Desk Sign di atas meja kerja pria itu. “David Alexander Russel.” Samantha mengeja nama pria tersebut dalam hati, seperti ada getaran dalam hatinya saat mengeja nama tersebut, lalu Samantha menundukan kepalanya. Mengapa bertemu dengan pria ini ia merasa dapat membuatnya berpikiran seharian.

“Apa kau ingin berdiri seharian disitu dan menatapi ujung sepatumu? Duduklah.” pria itu menatap Samantha dengan tatapannya yang menurut Samantha sangat tajam. “Baik, Mr.Russel” ucap Samantha gugup.

Samantha duduk di hadapan pria itu, Samantha mengaitkan kedua jari-jari tangannya diatas pahanya sambil menunduk. Pria itu menatap Samantha yang menunduk dengan senyum yang tidak dapat diartikan. Kebanyakan wanita yang akan melamar di Perusahaannya setelah bertemu dengan dirinya pasti akan berlomba-lomba memasang wajah menggoda untuk menarik perhatiannya, namun tidak dengan wanita ini. Dari wajahnya yang polos wanita itu sepertinya sangat gugup berhadapan dengannya.

“Samantha Grace Collins. Baiklah, kau sudah bisa langsung bekerja hari ini juga. Kau bisa taruh barang-barangmu di meja itu.” David menunjuk dengan dagunya ke arah meja lengkap dengan kursi serta barang dan peralatan yang dibutuhkan seorang Sekretaris. “Apakah tidak ada proses interview untukku, Sir?” tanya Samantha. Samantha menatap kedua iris mata abu-abu milik David. 

“Ku rasa itu tidak perlu, aku akan langsung membiarkanmu terjun langsung menjadi Asisten ku dan akan mengawasimu beberapa bulan kedepan. Ku harap kita dapat bekerjasama dengan baik. Apa kau keberatan?” ucap David sambil menatap Samantha tajam. Samantha yang ditatap tajam oleh David pun langsung menjawab “Ti..tidak Sir, aku bersedia” dengan gugup Samantha memberanikan diri menjawab, karena pikir Samantha ini adalah sebuah keberuntungan tidak melewati proses interview yang panjang pada saat melamar pekerjaan. Samantha bertekad untuk bekerja dengan giat dan profesional kepada atasan-nya tersebut. “Bagus. Segeralah kau tempati mejamu” ucap David.

“Baiklah, aku akan segera mulai bekerja” dengan sedikit membungkukkan tubuhnya sopan pada David kemudian melangkah ke meja kerjanya yang terletak tidak jauh dari pintu masuk ruangan David.

Samantha meletakkan bokongnya di atas kursi tersebut, ia bingung dengan apa yang harus di kerjakannya terlebih dahulu. Dengan gugup Samantha menoleh ke arah David, “Sir, apa yang harus saya kerjakan terlebih dahulu? Saya belum mengetahui daftar jadwal aktivitas anda sebelumnya.” David menatap Samantha dengan mata abu-abunya yang tajam. Mereka berdua bertatapan, yang satu memandang dengan tajam dan yang satu dengan tatapan gugupnya. “Sementara ini kau periksa setiap email yang masuk ke email Perusahaan lalu kau buat daftar jadwal aktivitas untukku.” ucap David. “Baiklah, Sir.” jawab Samantha.

Samantha memutuskan kontak mata dengan David. Samantha adalah wanita yang bekerja secara profesional, apapun itu keadaannya. Namun kenapa bertemu dengan David membuatnya sangat gugup. Apakah karena pria itu bersikap sangat dingin, karena sebelum-sebelumnya saat Samantha menjadi Sekretaris di Perusahaan lain ia selalu mendapatkan Atasan yang bersikap baik dan tidak sedingin David, tapi tidak dengan Atasan Perusahaan yang terakhir kali Samantha bekerja, ia memang baik dan ramah tapi Samantha tidak akan betah bekerja disana jika Atasannya itu bersikap kurang ajar kepada seorang Wanita dalam satu ruangan, maka dari itu Samantha memilih resign dari Perusahaan itu.

Setelah kebisuan berlangsung beberapa menit, tiba-tiba ada yang membuka pintu ruangan tersebut dan masuklah wanita yang menurut Samantha cantik, berperawakan tinggi seperti model. Wanita itu memasuki ruangan melewati meja Samantha tanpa menengok sedikitpun dengan senyum lebar sambil menatap David yang menatapnya datar. “David, kapan kau sampai di New York? Mengapa kau tidak memberitahuku?” ucap wanita tersebut yang langsung menghampiri David dan memeluk lengan pria itu.

“Apakah aku harus memberitahu apa yang selalu aku lakukan Avery? Darimana kau tahu aku sudah di New York!” David terlihat tidak begitu senang dengan kedatangan wanita yang bernama Avery tersebut. “Aunty Laura yang memberitahuku dan menyuruhku mengunjungi kantormu.” ucap Avery. David melepaskan tangan Avery yang menggelayuti lengannya. “Sebaiknya kau pulang, aku ada meeting. Samantha tolong siapkan berkas untuk meeting hari ini.” ucap david menatap Samantha yang saat ini menghentikan aktivitasnya dan menatap David heran, karena sebelumnya David belum membicarakan tentang meeting hari ini.

David melangkah kearah meja Samantha dan menarik tangan Samantha, Samantha sontak berdiri dari kursinya dan mengikuti langkah David ke luar ruangan meninggalkan Laura yang menatap mereka berdua sebal. Dengan langkah yang terseok-seok Samantha meringis kecil saat lengannya dicengkram erat oleh David.

“Sir, bisa kau lepaskan tanganmu?” ucap samantha meringis. David berhenti membuat Samantha juga berhenti dan menatap David, David menatap tangannya yang mencengkram erat lengan Samantha lalu bukannya melepas malah beralih menggenggam telapak tangan Samantha yang mungil. David melanjutkan jalannya dan Samantha hanya mengikutinya dalam diam sambil berusaha menyamai langkah David yang lebar dengan jantungnya yang berdetak kencang karena genggaman tangan David.

David membawa Samantha memasuki lift khusus untuk para Direksi yang mempunyai jabatan tinggi. Lift tersebut dapat langsung mengarah ke basement. David masih menggenggam tangan Samantha sesampainya mereka di depan mobil David, David menuntun Samantha masuk ke dalam mobil. Samantha ingin protes namun ia sangat takut dengan raut wajah David yang sepertinya sedang marah besar. Hanya karena wanita bernama Avery, pria itu bisa semarah ini pikir Samantha.

Maybach Exelero hitam itu melaju kencang menuju ke luar gedung Russel’s Corporation. Dan di dalam mobil mereka berdua hanya diam. Melihat rahang David yang mengeras dan hanya menatap lurus ke depan Samantha tidak berani memulai pembicaraan. Samantha hanya meremas kedua jarinya yang saling bertautan di atas pahanya. Ia kebingungan, ia ketakutan karena David melajukan mobilnya begitu kencang.

Ini cerita pertamaku. Maaf kalau ceritanya sedikit tidak masuk akal hehe

 

7 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Hai hai
    Saran, gmn klo ditambahin kata [ratings] diatas tulisan dikau spy nnt muncul lope lope bwt kita2 klik untuk mengapresiasi karya ny dikau
    -Pake kurung [ ]
    -Pake huruf r
    -Pake huruf s dibelakangny
    Jdi diedit dlu sedikit
    Dan klo mau nulis cerita lainny nnt, tulis [ratings] ny diketik ulang yak, jngn dicopas, klo copas nnt ga muncul lope2nya
    Yuks dicba
    Mga berhasil
    Ps: tp klo dikau ga mau pake lope2 jg ga apa2 kok hehe

  2. Litarizau20 menulis:

    Oke terimakasih atas sarannya kak hehe @farahzamani5

    1. farahzamani5 menulis:

      Sippp
      Sma2 yak hehe

  3. farahzamani5 menulis:

    Knp David bsa langsung nerima Samantha kerja disana?apa sblmny dia dah kenal sma Samantha atau gmn?
    Cuzz ke part berikutnya

  4. fitriartemisia menulis:

    saran aku, untuk percakapan coba dibuat line nya sendiri, jadi gak di gabung dengan narasi, jadi lebih enak bacanya hehe
    semangat nulisnyaaaaaaaaaa

  5. Berkat komen palah jadi keinget gimana caranya ngerating hihi
    David kayakmya udh kenal ya sebelumnya… Hmn penasaran :ayojadian

  6. Dejavu?