Blurb
Segala hal tampak jelas. Cinta dan luka saling berdampingan. Tinggal menunggu waktu kapan luka ini benar-benar kadaluwarsa. Hingga menjadikan cinta satu-satunya hal ajaib yang tersisa. Perbedaan itu memang wajar. Namun, jika berujung perpisahan dan kasih sayang sudah mendarah daging, apakah masih bisa dibilang wajar? Dan kehilangan buatku merupakan momok paling menakutkan sepanjang eksistensiku di dunia ini.
Aku tak perlu mengeluarkan selembar tisu untuk menghapus jejak air mata. Sebab hujan lebih efektif menggantikan peran dari selembar tisu itu sendiri. Sayangnya, maskaraku tak terselamatkan. Aku sudah mirip setan dan sangat siap untuk diajak ke acara Halloween kalau perlu. Parahnya tak ada rasa simpati sama sekali di wajahnya. Padahal aku sengaja berdandan cantik hari ini untuk menyenangkannya, namun yang kudapat hanyalah ekspresi khasnya yang datar. Apa kebersamaan kami yang sudah-sudah tak berarti lagi di matanya?
“Bagaimana dengan sisi gelap yang aku miliki, Al?!” Nada suaranya setengah oktaf lebih tinggi di antara derunya hujan dan angin. Terdengar sangat frustrasi di telingaku.
“Aku juga punya. Semua orang punya!” kilahku. Tak kalah berteriak.
“Jangan mencoba menghiburku!”
“Aku nggak peduli dengan kegelapan yang menyelimutimu. Kegelapan yang membawamu pada rasa sakit dan kekecewaan. Izinkan aku yang jadi cahayanya. Agar bisa mendampingi pekatnya kegelapanmu dan kita akan hadapi sama-sama. Percayalah padaku!”
Aku berusaha meyakinkannya lewat tatapan mata, tapi ia hanya bergeming. Kebisuannya membuatku marah.
“Pokoknya kamu harus membayar momen paling mengenaskan sepanjang hidupku ini dengan cinta seumur hidupmu!”
Tiba-tba saja tawanya menyembur keras. Kelopak mataku mengedip dan mulutku menganga lebar. Memangnya perkataanku ini ada yang lucu?
Min, kenapa saya blom jd vitamin.. di konfirm doong.. ngefans beraat dg cerita” PSA ??
Greyy