“Aileen, kau bolos lagi?” aku mendengar suara merdu seorang anak perempuan. Seakan enggan membuka mata, aku membalas.
“Ya, begitulah. Aku bosan, Kak.”
Tunggu! Sejak kapan aku punya kakak berjenis kelamin perempuan?! Shit! kenapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku sendiri?!
Perlahan ‘aku’ mulai bangun dan mengerjapkan mata perlahan. Di hadapanku ada seorang gadis kecil yang sangat cantik. Tidak. Mungkin dia seorang Putri. Karena dia mengenakan gaun berwarna nila yang sangat indah. Entah kenapa, dengan melihat saja, aku mengetahui bahwa gaun nila itu terbuat dari kain satin berkualitas tinggi.
Aku atau tubuh yang sedang aku rasuki ini, perlahan bersandar pada pohon besar tepat di belakang ku. Si gadis bergaun nila ikut duduk di sampingku dan.. HEI! APA-APAAN ITU?! GADIS ITU TIDAK NORMAL. Rambutnya! Rambutnya berwarna putih! Warna matanya juga tidak normal! Mana mungkin manusia normal memiliki warna mata seperti batu amethyst?!
Aku menatap gadis itu, lalu menundukan kepala dan menatap ke ujung gaun-
Tunggu! Aku juga mengenakan GAUN?!
Sejak kapan seorang Aileen mengenakan GAUN?! Dan sejak kapan aku menyusut menjadi anak perempuan? Lihat kakiku! Begitu kecil dan mengenakan sepatu beludru biru tua!
“Aku mengerti. Tapi kau tahu kan, kita sebagai Putri Raja, tidak bisa bermalas-malasan seperti ini? Kalau kau sering melarikan diri, bagaimana bisa menjadi contoh bagi rakyat kita?” ujar gadis itu.
“Maaf, kak. Tapi hari ini aku sedang tidak ingin belajar,” jawabku
“Dan.. apa yang membuatmu malas belajar?”
“Tidak ada,” ujarku lagi dan entah kenapa, aku bisa merasakan degup jantungku yang semakin cepat. Lalu kemudian, aku merasakan kesedihan luar biasa, rasanya seperti ingin menangis.
“Kau berbohong,” kata gadis itu.
“Tidak. Aileen tidak berbohong,” jawabku lagi, tetapi berusaha keras agar air mata tidak keluar. Tentu saja terlihat bahwa ‘aku’ sedang berbohong. Dasar idiot. Menyebalkan sekali.
Aku mendengar gadis itu tertawa kecil, sambil membelai lembut kepalaku. Aku menoleh dan mendapatinya sedang tersenyum geli, lalu dia berkata,
“Pasti.. karena gossip itu, bukan?”
“Gossip apa? Aileen tidak tahu! Tidak mau tahu!” ujarku sambil menggelengkan kepala keras.
“Hahahahha! Kau! Cemburu kan? Mengaku saja kau sedang cemburu! Hahahaha!” si gadis itu kembali tertawa.
“TIDAK! AILEEN TIDAK CEMBURU! Untuk apa aku cemburu?! Aku tidak peduli!”ujar ku yang tiba-tiba dilanda amarah yang sangat-tidak-normal. Ya, karena aku belum pernah merasa semarah ini?
Aku berdiri dan sambil menhentakan kaki, berjalan pergi. Entah kemana. Mungkin ke tempat persembuyian lain anak ini. Meski mataku saat ini tergenang air mata, aku dapat melihat dengan jelas lingkungan di sekitar. Saat ini aku berada di sebuah taman.. bukan.. ini lebih terlihat seperti hutan. Lalu ‘aku’ terus berjalan menuju sebuah danau.
Sepertinya, ‘aku’ yang saat ini tidak menyadari bahwa si gadis bergaun ungu itu masih mengikutiku dalam diam. Lalu aku duduk di sebuah batu besar dan menatap ke permukaan air danau yang tenang. Airnya sangat jernih, aku bahkan bisa melihat dasarnya. Selain itu.. airnya merefleksikan ‘aku’ yang sedang menangis. Rambut ku.. saat ini.. rambutku berwarna silver! Silver yang benar-benar berkilauan seperti emas putih. Lalu.. Sejak kapan warna mataku menjadi biru?!
“Aileen.. ayo kita pulang saja,” si gadis mulai berbicara.
“Kakak?! Tidak! Aku belum mau pulang!” ujarku. Cih! Aku yang saat ini cukup menyebalkan ya!
“Kau yakin.. tidak mau tahu siapa calon tunangan Lucius?” tanya si gadis itu.
“Ti..tidak mau!” jawabku lagi. Bah! Aku benar-benar pendusta berat. Si gadis itu menghela nafas dan mulai berbicara lagi,
“Aileen.. Satu pelajaran yang perlu kau ingat hari ini. Jangan mudah terpengaruh oleh pembicaraan orang lain! Juga kenapa kau selalu berasumsi hal buruk? Kau tahu, Lucius tidak mengingkari janjinya padamu. Calon tunangan Lucius adalah kamu.”
Jantungku berdegup kencang. Kurasakan wajahku memanas. Bah! Dasar anak kecil!
“A-aku? Kakak, kau tidak berbohong?” aku memutar tubuhku dan berbalik menatap gadis itu dan saat itu juga. Ada dua orang anak laki-laki yang mendampingi gadis itu.
Seorang mengenakan kemeja putih dilapisi suit kuning pucat. Rambut anak itu berwarna chestnut. Dia berdiri di samping gadis itu, dan mata aquamarine nya menatapku sambil tersenyum lembut. Sementara anak laki-laki yang lain, berdiri agak lebih dekat denganku dia mengenakan kemeja hitam dan suit berwarna merah, berbeda dengan yang satunya, dia memiliki rambut hitam pekat, serta dia memiliki mata berwarna emas yang sangat cantik. Dia menatapku penuh arti dengan wajahnya yang sedikit tersipu, membuat jantungku berdegup tak karuan.
“A-aileen,” Suara jernih laki-laki itu memanggil namaku dan untuk pertama kalinya, aku mendengar suara yang bisa membuatku terpukau.
KRRRIIIIIIIIIIIIINGGGG!!!!
BRAAKKKK!!!
“HOLY SHIIITTT! AAAHHH! Kepalaku…”
Rasa sakit di kepalaku menandakan aku sudah kembali ke duniaku. Lebih tepatnya ke kamarku, terduduk sambil memegang kepalaku yang telah mencium lantai kamarku.
***
Aku melirik jam dari smartphone-ku dan menandakan sekarang sudah pukul delapan pagi! Kalian tahu apa artinya?! Yap! Seorang Aileen Nactalune akan terlambat ke sekolah LAGI! Dalam waktu 30 menit, bel masuk di sekolah akan berbunyi, artinya aku hanya memiliki 30 menit untuk bersiap-siap.
Dengan ‘kecepatan super’ milikku aku mandi dan bersiap dengan seragamku. Aku mengikat rambut hitamku asal dan segera turun menuju ruang makan, sambil berlari aku berteriak,
“ASTROOOOO!!! AYO ANTARKAN AKU KE SEKOLAAHH!”
“BERISIK! AKU SUDAH SIAP DARI TADI! KAU LELET! AKU BERANGKAT DULUAN!” jawab Astro dari lantai bawah.
” AAAHHH!! KAKAKKU YANG BAIK HATI DAN TIDAK SOMBONG, HAMBA MOHON UNTUK MENUNGGU SEBENTAR LAGI!” ujarku asal sambil berlari menuju ruang makan. Ibuku, Lucretia, tertawa mendengar adu-teriak antara Astro dan aku.
“Ai, kau ini. Aku tahu sekolah sudah tidak ada pelajaran, mengingat sebentar lagi akan libur pergantian semester, tapi tidak ada salahnya kan kau bangun lebih pagi agar tidak terlambat.”
“Iya ibu. Maaf, tapi kemarin aku asik bermain game sampai malam, jadi yaah.. begitulah..” jawabku sekenanya sambil mengambil bekal yang sudah di siapkan Ibuku dalam sebuah tas kecil berwarna hitam.
Aku mendekati ibuku dan memejamkan mata, meminta doa dan berkat. Yah, mungkin kalian terkejut, tetapi sudah menjadi keharusan bagi keluarga kami, jika akan pergi dari rumah, akan meminta doa dari ibuku.
Aku merasakan ibuku meletakan dua jarinya di tengah keningku dan merapalkan entah doa apa.. lalu kemudian dia mengecupnya. Seperti biasanya, setelah di berikan berkat oleh ibu, aku merasakan kehangatan nyaman melingkupi tubuhku, walau hanya beberapa detik saja.
“Yosh! Aku berangkat dulu!” dan langsung berlari menuju mobil.
“Ya, Hati-hati di jalan ya, Astro, Aileen!” ujar ibuku sedikit berteriak.
***
Berkat ketangguhan kakakku, Astro, Aku sampai di sekolah, tiga menit sebelum bel masuk berbunyi. Setelah mengucapkan beribu terima kasih pada penyelamatku, Astro, aku segera melesat menuju kelasku, berlari dengan kecepatan tinggi dan bisa masuk tepat sebelum wali kelasku datang. Beruntung, tahun ini aku mendapatkan kelas yang tak jauh dari gerbang masuk.
Ketiga sahabatku sudah berada di dalam kelas, Carla, Yume dan juga Raiden. Mereka sudah menyediakan tempat duduk untukku. Seperti biasa, tempat kesukaan ku, kursi paling belakang, dekat dengan jendela.
“Nee, Ai-chan. Kau beruntung lagi kali ini, sensei belum masuk ke kelas,” ujar Yume, sambil melirikku dari kursi depan.
“Yeah, namanya juga Aileen. Mau sejelek apapun kelakuannya dia bisa saja mencari alasan. Hahahaha,” timpal Raiden.
“Sialan, hahaha.” Jawabku sambil duduk di kursiku.
“Hah, lagipula jika Aileen bisa bangun pagi, mungkin dunia akan mendekati kiamat.” Timpal Carla tanpa repot-repot mengalihkan matanya dari novel yang sedang dia baca.
“Kau meremehkanku?! Baiklah kita taruhan! Kalau besok aku bisa bangun pagi dan tidak terlambat, kau harus membelikan ice cream untuk kita semua. Ice cream yang di café sebelah sekolah itu yah!” ujarku sebal. Apa-apaan. Mana mungkin dunia kiamat karena aku bisa bangun pagi?!
“Baik. Jika kau kalah, kau yang bayar.” Carla menyetujui tantanganku.
“Yumee! Besok kita akan makan ice cream mahal!” Kemudian Raiden dan Yume ber-highfive-ria.
Hari di sekolah berjalan sangat lama. Mungkin karena kami tidak ada kegiatan belajar mengajar mengingat sekarang menjelang akhir semester. Hanya satu hal yang membuatku tetap ingin berangkat ke sekolah hari ini, yaitu kegiatan club kendo. Kegiatan yang mengasah kemapuanku untuk menggunakan pedang. Bukan, bukan pedang asli. Hanya pedang kayu. Dan berkat kehebatanku dalam kegiatan pukul-memukul, aku menjadi salah satu Primadona di club.
Yap. Salah satunya.
Club Kendo memiliki tiga ‘Putri’ yang terkenal, Ada Ariella, kakak kelasku. Dia salah satu siswi keren yang terkenal. Banyak makhluk berjenis kelamin laki-laki yang berlutut di bawah pesonanya. Aku tidak begitu dekat dengannya, tetapi sepertinya dia bukan orang jahat. Dia tidak pernah menggunakan bakat dan kecantikannya untuk hal yang buruk. Bahkan bisa di bilang, Ariella cukup rendah hati.
Putri Kendo yang satu lagi adalah Yume. Ya. Yume sahabatku yang manis dan sangat feminine. Walau penampilannya sangat perempuan dan lemah lembut. Ohh, jangan tertipu dengan wajah manis Yume. Mata sayu bernetra hazel, rambut pendek berponi dan senyumnya yang berlesung pipi itu hanyalah tipuan belaka. Tangan mungilnya itu memiliki otot-otot tersembunyi. Aku pernah bertanding dengannya dan hasilnya seri. Bahkan Yume pernah menang melawan Raiden, mengejutkan bukan?
Raiden tidak ikut club kami, tetapi dia memiliki refleks yang bagus dan cukup ahli bermain pedang. Aku curiga dia pernah mempelajari ilmu pedang sebelumnya, karena kuda-kudanya sempurna. Gerakannya sangat smooth. Walau pada akhirnya, dia kalah oleh Yume. Entah benar karena dia kalah atau dia mengalah pada Yume. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Hari berlalu dengan cepat ketika aku sudah menjalankan kegiatan club. Tanpa sadar, sudah waktunya kegiatan berakhir. Yume dan Raiden serta Carla sudah pulang terlebih dahulu karena setelah kegiatan club berakhir, aku pergi ke perpustakaan untuk menjemput adik kelasku sekaligus tetanggaku.
Ketika perjalanan menuju perpustakaan, aku mendapati Aquino-adik kelasku itu- sedang di-bully tiga orang temannya. Pakaiannya sudah berantakan, kacamatanya entah menghilang kemana. Tas nya sudah terbuka dan isinya berhamburan kemana-mana. Tiga manusia brengsek itu mengelilinginya dan memojokan Aquino.
Kurasakan darahku mendidih, dengan segera, aku melempar tas ranselku asal ke lantai, lalu berteriak,
“MANUSIA KEPARAT! Apa yang kalian lakukan pada Aquino?!”
“Heeehh.. kami hanya meminta ‘sedikit’ uang anak ini.Tapi anak ini pelit sekali, tidak mau berbagi.” Jawab seorang brengsek berambut pendek.
“Jika kalian mau uang, cari sendiri, Brengsek!” jawabku lagi.
“Ahh, bos.. sepertinya Aquino memang pembawa keberuntungan. Tidak mendapat uang, kita mendapatkan gadis cantik. Lihat, tubuhnya sempurna untuk disentuh,” ujar seorang bajingan lain sambil menatapku dengan tatapan senonoh.
“Hmm.. benar juga kau, Nick. Hahaha.. Gadis manis.. kau mau membantu Aquino bukan? Kalau begitu ayo ikut kami ke kelas dan kami akan memberikanmu kenikmatan duniawi,” timpal brengsek berambut panjang yang di panggil ‘bos’ oleh brengsek-brengsek lainnya.
“Langkahi dulu mayatku!” dan dengan kecepatan kilat, aku berlari ke arah mereka dan menarik salah satu dari brengsek itu dan meninju tepat di bawah rahangnya dan membuatnya terjatuh. Dalam detik berikutnya aku menyerbu kedua brengsek lainnya. Bahkan mematahkan hidung salah satu dari manusia keparat itu.
Setelah ketiganya terkapar di lantai, aku segera berdiri di depan Aquino, menjadi tameng anak laki-laki itu. Dengan tatapan sinis dan dagu yang di angkat, aku berkata,
“Kau sentuh Aquino seujung rambut saja, akan ku pastikan kalian tidak bisa punya anak.”
“Kak Aileen, sudahlah. Aku tidak apa-apa. Mereka sudah babak belur,” Aquino menarik ujung lengan seragamku.
“A-apa?! Aileen?! Kau memanggilnya Aileen?!” ujar bos keparat.
“Ya! AKU AILEEN! Ada masalah dengan itu?!” jawabku sambil menatapnya garang.
Tiba-tiba ketiga makhluk keparat itu langsung mundur dengan tatapan ketakutan lalu berkata,
“Ma-maafkan kami Kak Aileen!!”
Dan mereka berlari dan menghilang.
“Dasar pecundang IDIOT! Apa yang mereka lakukan dengan ‘adik’ kesayanganku?!” aku masih menggerutu kesal sambil menatap wajah Aquino. Berusaha untuk lembut, aku menyentuh dagu Aquino dan membuatnya menatap wajahku agar aku bisa lebih jelas memeriksa apakah ada luka yang di buat oleh makhluk keparat itu.
“Ka-Kak.. Sudahlah aku baik-baik saja,” ujar Aquino gugup, wajahnya sedikit memerah karena malu.
Aaahh.. Aquino memang sangat menggemaskan. Benar-benar brengsek! Mereka tega menorehkan lebam di wajah Aquino yang lucu.
“Baik-baik dari mananya?! Jelas-jelas wajahmu lebam! Seharusnya kau bilang padaku kalau kau sering di ganggu mereka!” aku ‘menasehati’ Aquino, tetapi hal itu malah membuat netra biru gelap Aquino melirik ke arah lain dan dia bergumam pelan,
“Ma-maaf..”
Sial. Kenapa aku jadi merasa bersalah?!
“Kenapa kau minta maaf? Bukan Aquino yang salah,” jawabku sekenanya.
“Tapi.. aku merepotkan kakak..” jawabnya lagi dan kali ini dia menundukan kepalanya dan menatap ujung sepatunya. Urggh… menggemaskan…
“Aku tidak merasa di repotkan. Ayo, kita pergi. Kita obati dulu lukamu lalu baru pulang ke rumah. Dasar Vermillion tidak berguna! Dia tidak bisa menjaga adiknya sendiri?!” aku kembali menggerutu karena mengingat, sebenarnya Aquino punya kakak laki-laki disini. Sayangnya, kakak laki-lakinya itu selalu sibuk sendiri bermain futsal, basket dan kegiatan olahraga lainnya di banding memperhatikan adiknya yang lucu. Apakah perlu aku meminta ibu mengangkat Aquino menjadi adikku saja?!
———————————-
Aku harap kalian suka dengan cerita abal-abal buatanku semasa SMP. Penulisan dan percakapannya sudah di perbaiki tapi memang cerita ini belum sepat di selesaikan, jadi lebih gampang editnya.
Thank you so much buat yang sudah meluangkan waktu untuk membaca ceritaku.
L logged off
Keren SMP sudah mulai menulis