Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 9

Bookmark
Please login to bookmark Close
32 votes, average: 1.00 out of 1 (32 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Apa yang ia lakukan disini? Siapa yang sedang ingin ia jumpai? Dirinya sangat linglung. Ini hutan yang sangat lebat dan gelap. Hanya ada bebatuan lumut, pepohonan dengan batang ceking, dedaunan yang rontok, dan juga bau khas hujan yang sangat kentara.

            Philip menginjakkan kakinya di tanah lembab yang membuat sepatunya sedikit masuk ke dalam tanah. Rasa jijik tidak ia pedulikan karena rasa penasaran lebih mendominani dirinya. Dia hanya mengikuti arus pikirannya. Instingnya mengatakan bila ia harus berjalan menuju gua dengan dedaunan pohon yang panjang menutupi mulutnya yang berada tak jauh lagi dari dirinya.

            Tangannya yang tidak terkontrol itu menyibak dedaunan pohon tersebut. Kepalanya menyembul kedalam gua sambil matanya melirik kesana kemari. Awalnya ia berpikir bila gua itu sangat gelap, tapi tidak dengan kenyataannya. Ada cahaya hijau di ujung lorong yang membuat dirinya tertarik untuk mengikuti cahaya tersebut.

            Rasa penasaran semakin menggelinjang di dalam dirinya. Beberapa langkah ia memasuki gua, ia mendengar sesuatu. Suara wanita, hal itu yang pertama kali ia pikirkan. Tapi, suara itu sangat terdengar aneh untuk dirinya. Suara desahan, dan juga teriakan kecil wanita yang berada di dalam gua. Philip mempercepat langkahnya hingga menuju lorong berkelok di ujung gua.

            Matanya membelalak, jantungnya berdegup keras, dan sesuatu yang aneh muncul di dalam dirinya. Ia melihat seorang wanita dan juga pria yang tengah melakukan sesuatu yang menurutnya menjijikkan. Tapi satu hal, benarkah laki-laki yang berada di atas tubuh wanita itu seorang manusia? Lihatlah matanya yang menyala merah dan juga dirinya yang mengeluarkan aura mengerikan tapi tidak membuat sang wanita merasa ketakutan.

            Philip mundur beberapa langkah disaat dirinya merasakan ketidak nyamanan yang pekat. Gua itu sangat lembab dan licin. Philip tidak menyadari langkah di belakangnya hingga terpeleset dan terjatuh. Laki-laki itu mendongak dengan mata tajamnya memandang kearah Philip. Philip terkesiap dan berusaha untuk bangkit. Tapi lantai gua itu benar-benar licin. Dia kesulitan untuk menyeimbangi dirinya.

            “Kau…” Pria bermata merah itu menunjuk kearahnya— atau tidak. “Jangan mengambil pengantinku.”

            Philip tidak terlalu memahami perkataannya karena yang ada di benaknya saat ini adalah cara untuk pergi dari gua ini. Disaat pria bermata merah itu menggapai dirinya, sesuatu melesat dari belakang Philip. Sesuatu yang panjang dan cepat hingga menusuk jantung pria tersebut. Pria itu terkapar dengan panah di jantungnya yang mengeluarkan darah hitam yang sangat pekat.

            Philip masih tidak percaya akan penglihatannya. Dia berdiri dari posisinya, tapi sesuatu yang janggal mulai terjadi kepada dirinya. Penglihatannya mulai kabur dan disaat hitungan ketiga, langit-langit gua berubah menjadi tenda berperang kerajaan. Philip mengerjap-ngerjap sambil melirik kesekitarnya. Dia tidak berada di gua lagi, dia kembali ke tendanya.

            Philip mengambil posisi duduk di ranjangnya. Dengan tangannya, ia mengusap keringat yang bercucuran di wajahnya. Bila ia sedang bermimpi, mimpi yang ia alami ini bagaikan kejadian yang benar-benar nyata. Tapi sungguh, ia tidak mengerti maksud dari mimpi tersebut.

{

            Selama dua hari, Rosalie memacukan kudanya menuju Jerman. Ia tidak bisa tidur, tapi ia beristirahat beberapa saat untuk membiarkan kudanya makan dan minum sejenak. Ia dan Samuel berniat untuk menuju ke Jerman terlebih dahulu sebelum mereka, anggota kerajaan tiba lebih dahulu.

            Saat ini, ia telah berada di perbatasan Jerman. Kawasannya terlihat hijau di atas tebing ini. Hanya saja ia bisa melihat beberapa perkampungan kumuh disini. Rosalie kembali memacukan kudanya menuruni tebing dan menelusuri jalan perkampungan tersebut. Rumah mereka yeng terbuat dari kayu tampak ingin roboh. Semua penduduk terlihat sengsara. Sebagian tampak mencoba berkebun dengan tanaman yang telah mulai mencoklat dan kering. Mereka sangat menyedihkan dengan pakaian kumuh mereka.

            Rosalie mendengar sesuatu di salah bangunan –yang tidak layak di sebut dengan bangunan atau pun rumah— suara orang-orang yang terdengar mendiskusikan sesuatu. Dari luar ini, ia bisa merasakan bagaimana aura membara yang memancar dari dalam sana dengan suara yang terdengar sangat menyala-nyala. Ia memasuki pekarangan tersebut dan mengikat kudanya di tiang yang ada.

            “Kau ingin masuk kedalam?” Samuel bertanya kepadanya.

            Rosalie terkejut saat ia menolehkan kepalanya ke Samuel. Ia tidak tampak seperti iblis biasanya yang mengeluarkan asap atau aura menakutkan. Ia berpenampilan seperti— manusia.

            “Samuel?” Ucapnya kaget. “Apa itu kau?”

            Rosalie menyentuh pipi Samuel dan merasakan kehangatan disana. Ini sungguh Samuelnya. Samuelnya tersenyum melihat wajah keterkejutan Rosalie.

            “Ada apa, sayang? Kau terkejut melihatku dengan wujud seperti ini?” Samuel berucap dengan nada menggoda.

            Tentu saja ia sangat terkejut. Lihatlah betapa tampannya Samuel-nya dengan penampilannya seperti manusia. Rambutnya yang panjang dan ikal, matanya yang sama seperti seperti dirinya, dan juga lengan-lengannya yang berotot.

Dari pipinya yang tampak kemerah-merahan, Rosalie menyentuh rambut Samuel yang ikal. Samuel tersenyum geli dan meraih tangan Rosalie, mendekapnya dengan satu tangan dan menciumnya.

“Sayang, apa kau dengar yang aku katakan?” Samuel mencium bibir Rosalie sekilas untuk menyadarkan lamunannya.

Rosalie terperanjat. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan menarik tangannya dari genggaman Samuel.

“Oh…” Ia berdehem sejenak. “Ya, aku ingin masuk kesana. Setidaknya kita harus membeli beberapa makanan.”

“Yah— kau tahu bila aku tidak terlalu membutuhkan benda itu untuk tubuhku,” Samuel mengelus pipi Rosalie, lalu mengapirtnya dengan ibu jari dan telunjuuknya. “Tapi itu baik untukmu.”

Rosalie meringis merasakan cubitan Samuel. Ia mendengus dan menyipitkan matanya, merasa kesal dengan tingkah iblis itu. Samuel terkekeh melihat wajah imut dan kesal Rosalie.

Rosalie berjalan mendahului Samuel sambil menghentakkan kakinya. Sayangnya ia tidak menyadari lumpur yang menyelimuti sebagian besar pekarangan gubuk itu sehingga sepatunya masuk ke lumpur. Rosalie meringis kesal. Betapa bodohnya ia tidak menyadari tempat ini. Ia bisa melihat kandang babi dari kejauhan yang tengah bermandikan lumpur.

“Sepatu yang bagus,” Ucap Samuel sambil menunjuk sepatu Rosalie yang berlumpur dengan dagunya.

Lalu, iblis dengan wujud manusia itu melenggang masuk ke dalam gubuh lebih dulu sambil tertawa, meninggalkan Rosalie dengan raut kesalnya.

{

            Semua orang berkumpul di salah meja di sudut ruangan. Rosalie memandang aneh kepada mereka. Diantara mereka hanyalah petani, peternak babi, dna beberapa rakyat jelata lainnya dengan pakaian kumuh mereka. Ada sesuatu yang serius yang sedang mereka diskusikan, begitulah kelihatannya.

Samuel dan dirinya duduk di meja yang tak jauh dari mereka, mengarah ke pintu. Ia telah memesan makanan: sup, roti, dan dua gelas bir.

“Apa yang sedang mereka diskusikan?” Ucap Rosalie.

“Sesuatu yang sangat pentinga pastinya,” Jawab Samuel.

Rosalie menumpukan dagunya dengan satu tangan sambil menatap mereka yang tengah serius mendiskusikan sesuatu. Samar-samar ia dapat mendengar kata-kata “Prancis”, “Tentara”, “Boikot”, atau pun “Kekalahan”. Pastinya itu berhubungan dengan kedatangan Keluarga Kerajaan Prancis kesini.

“Pembicaraan yang sangat berat, bukan?”

Rosalie melirik kepada iblis itu. “Kau juga mendengarnya?”

Ia tersenyum miring. “Bagaimana tidak? Pria dengan topi rami itu mengatakannya dengan suara keras.”

Rosalie kembali melirik ke kerumunan dan kembali menoleh kepada Samuel. “Wah, kau memang iblis yang hebat. Kau mengetahui orangnya padahal kau tengah membelakanginya.”

Samuel terkekeh. “Itu adalah kemampuan dasar iblis, sayang.”

Samuel menoleh kebelakang, kearah kerumunan. Pria dengan topi jerami itu berbicarakan dan memberikan argumennya dengan sangat berapi-api. Ia meletakkan topi jeraminya di sisi meja dan berfokus di sesuatu yang terbentang di meja tersebut. Dengan telinga iblisnya, Samuel tahu apa yang tengah mereka bicarakan.

Rosalie menunggu makanannya tiba sambil melukis sesuatu di atas meja dengan telunjuknnya. Menunggu adalah hal yang membosankan.Ia ingin membicarakan sesuatu kepada Samuel tapi ia tidak melihat Samuel di hadapannya. Pria itu berjalan menghampiri kerumunan tersebut tanpa aba-aba. Rosalie terbelalak, terkejut dengan apa yang Samuel lakukan.

“Sa-Samuel!”

Rosalie bangkit dari kursinya dan ingin menyusul Samuel. Tapi, hidangannya telah datang sehingga menyulitkan dirinya untuk mengejar Samuel karena terhalang oleh pelayan di hadapannya.

Samuel berjalan menghampiri rakyat-rakyat jelata tersebut. Auranya yang gelap di sadari dengan cepat oleh mereka. Mereka berbalik, menoleh kearah Samuel dan beralih dari map yang terbentang di atas  meja. Tubuh Samuel sangat tinggi, mereka hanya setinggi telinga Samuel sehingga sebagian dari mereka harus mendongak melihat wajahnya.

Samuel mencoba untuk berbaur, menghilangkan aura iblisnya dan berusaha menjadi seperti manusia biasa. Pertama, ia memberikan senyuman kepada mereka. Lalu, ia melirik kearah map yang terbentang di atas meja. Di perkirakan itu adalah peta Jerman. Ada beberapa bagian yang telah di coret oleh arang. Tampaknya mereka akan merencanakan pengepungan disaat Prancis datang.

“Sepertinya kalian segerombolan orang yang membenci Prancis datang kesini,” Samuel mengeluarkan kata-kata dengan Bahasa Jerman yang lancar.

Pria bertopi jerami itu menyipitkan matanya. “Siapa kau?” Ia melirik dari atas hingga bawah tubuh Samuel. “Kau pasti bukan bangsawankan? Apa kau pengelana?”

“Ya, aku adalah pengelana dari Vina,” Samuel kembali tersenyum, tapi tidak dengan matanya. “Dan aku juga mempunyai perasaan dan prinsip yang sama dengan kalian.”

 

1 Komentar

  1. samuel keren deh