Vitamins Blog

Sweet Scandal 2: Trapped

Bookmark
Please login to bookmark Close
15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Satsuki menghela napas berat. Kepalanya pening karena ulah Arata. Ia meraih cangkir kopinya lalu meneguk cairan keruh di dalamnya. Baru saja hendak beranjak pergi dari meja kerjanya, seseorang memanggil namanya.

“Hey Satsuki!”

Yang dipanggil menoleh ke sumber suara. Didapatinya gadis berambut merah berjalan ke arahnya.

“Kau kenapa? Ada sesuatu yang terjadi padamu?” Gadis yang diketahui bernama Nakagami Haruka itu menelengkan kepalanya, menatap rekan pirangnya dengan tatapan khawatir.

“Ngg—ya..” Satsuki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ayolah katakan saja padaku.” Haruka tersenyum.

“Ini hanya masalah kecil kok, tentang jadwal wawancara dengan Arata yang begitu mendadak.”

Haruka ber-O-ria, kemudian mengalihkan pandangannya pada arloji yang bertengger di pergelangan tangan kirinya.

“Ah! Sudah waktunya makan siang. Kau bisa ikut makan siang denganku jika kau mau. Atau mungkin kau tidak bisa?”

Satsuki berpikir sejenak sebelum mengiyakan ajakan Haruka. “Aku rasa jika kita makan dengan cepat dan segera kembali kesini tidak masalah.”

“Baguslah! Ayo kita makan siang!”

Selama di cafeteria, gadis bermarga Sakuraba itu tidak dapat berkonsentrasi selama berbicara dengan Haruka di cafeteria. Pikirannya seakan entah berada di mana. Menyadari hal tersebut, Haruka menepuk pelan pundak Satsuki.

Nee—jadi bagaimana sih sebenarnya si Uchiha Arata itu?”

Satsuki tersentak dengan pertanyaan Haruka. “Kenapa kau bertanya tetang si Uchiha itu?”

“Habisnya dari tadi kau terus melamun. Aku kira kau sedang memikirkannya karena jatuh cinta padanya atau semacamnya.” Ujar Haruka sembari menyesap milk tea favoritnya. “Lagipula Arata itu tampan. Tidak ada salahnya sih kalau kau tertarik padanya.”

“Aku tidak memikirkan Arata! Aku memikirkan pekerjaan kok! Aku harus hati-hati mewawancarai boat racer itu. Jadi aku berusaha untuk tidak melakukan kesalahan.” Satsuki merengut.

“Baiklah. Tapi jangan menipuku ya! Selama ini kau hanya berbicara mengenai pekerjaan. Aku khawatir padamu. Tapi kalau kau benar tertarik dengan pria, ya aku sangat bersyukur karena itu artinya kau normal.”

“Haruka!” Satsuki hampir saja tersedak orange juicenya.

Haruka tertawa, “habisnya aku tidak pernah mendengar kau membicarakan tentang pria manapun. Aku jadi takut kalau-kalau kau ternyata memiliki kelainan dan justru tertarik dengan perempuan.”

Satsuki menghela napasnya. Rekannya yang satu ini memang benar-benar membuatnya gila. Tapi dia tidak sepenuhnya menyalahkan perkataan Haruka. Ia sendiri merasa bahwa Arata memang menarik tapi ia segera menggelengkan kepalanya. Jatuh cinta dengan Uchiha Arata? Yang benar saja!

Setelah makan siang dengan cepat, Satsuki segera berjalan menuju meja kerjanya. Ia mendapat FAX dari Arata berisikan peta menuju bengkelnya yang disertai sebuah pesan singkat.

Aku baru ingat untuk mengirimkan peta ini padamu. Aku akan berada di bengkelku besok. Kau tidak usah datang hari ini. Aku ingin  kau datang ke bengkel pukul 8 pagi. –Arata

Satsuki terbengong sejenak membaca pesan singkat yang disertakan di peta tersebut. Pantas saja aku tidak langsung menerima peta ini. Ternyata dia lupa mengirimkannya dan dia ingin aku berada di bengkelnya sepagi itu? Yang benar saja!

Gadis itu mendadak khawatir dengan pekerjaannya kali ini. Saat itu juga ia berdoa dan berharap tidak akan terjadi masalah apapun besok.

Esok harinya, Satsuki berangkat menuju bengkel Arata menggunakan kereta pertama—kereta terpagi yang beroperasi dan bergegas pergi menuju tempat yang dimaksud setibanya ia di stasiun yang tertuliskan di peta yang tidak jauh dari bengkel Arata. Ia tengah berada di sebuah pedesaan yang asri. Sepanjang perjalanan, Satsuki memerhatikan pegunungan dan pepohonan yang berjejer rapih. Sungguh ia tidak menyangka akan menemukan tempat seperti itu lagi. Ia kembali memandangi peta yang berada di tangannya, seraya berjalan menuju bengkel.

Lama berjalan, ia tidak kujung menemukan tempat yang dimaksud. Ia sedikit resah karena merasa tersesat. Satsuki kembali membuka petanya, dan menyadari bahwa ia telah berjalan begitu jauh hingga masuk ke hutan di kaki gunung. Ia panik. Ia mencoba berjalan lagi, berharap menemukan seseorang yang dapat menunjukkannya jalan tapi nihil, tidak ada seorangpun di sana. Sungguh saat itu juga ia benar-benar panik dan hampir menangis. Semakin jauh ia berjalan, ia semakin masuk ke dalam hutan dan jalan yang dilaluinya semakin gelap. Ia pun berjalan berbalik arah, membaca petanya lagi dan berusaha membaca petanya dengan benar untuk ke stasiun dan memulai lagi mengikuti peta dari sana.

Sayangnya, meskipun ia sudah berbalik arah dan merasa sudah mengikuti peta untuk kembali lagi ke stasiun, ia malah semakin tersesat lebih dalam lagi ke hutan. Ia benar-benar merasa kehilangan kemampuanya untuk mengikuti petunjuk pada peta. Terlebih lagi langit terlihat mendung dan tidak ada petunjuk arah di dalam hutan benar-benar membuatnya terjebak di sana.

Resah, awalnya Satsuki memutuskan untuk menelpon Arata untuk menanyakan arah sembari megistirahatkan dirinya yang mulai lelah dan memeriksa kakinya yang mulai sakit tetapi niat itu diurungkannya dan berencana untuk menelponnya nanti. Ia kembali memutuskan untuk kembali berjalan, berusaha keluar dari hutan. Untungnya, ia menemukan sebuah bangku dengan papan tanda bergambar bus. Ia segera mengeluarkan smartphonenya dan menelpon Arata.

“Halo…” Ujar suara di ujung sana.

Satsuki merasa sangat lega setelah teleponnya diangkat, “ini dengan saya, Sakuraba. Maaf Uchiha-san, saya tersesat. Sekarang saya berdiri di tempat pemberhentian bus dengan tulisan ‘Okura’—“

Belum sempat Satsuki menyelesaikan perkataannya, Arata lebih dulu berbicara.

“Apa yang kau lakukan? Kau itu benar-benar reporter atau bukan?”

“Saya minta maaf Uchiha-san…” Satsuki benar-benar merasa bersalah.

“Jika kau tidak mau mewawancaraiku, pulang saja! Aku tidak peduli denganmu!”

“A-aku benar-benar ingin mewawancarai anda, Uchiha-san. Aku benar-benar minta maaf!”

Terdengar helaan napas Arata di ujung telepon. Sat itu juga Satsuki merasa begitu bodoh.

“Tunggu di sana. Aku akan menjemputmu.”

“Apa? Uchiha-san tung—“

Arata memutus sambungan sebelum Satsuki menyelesaikan perkataannya.

Satsuki mendudukkan dirinya di bangku. Ia merasa senang sekaligus bersalah. Ia senang akhirnya Arata bersedia diwawancarai tapi juga ia merasa bersalah karena merepotkan Arata yang kini dalam perjalanan menjemputnya.

20 menit kemudian.

“Hey!”

“Uchiha-san! Aku minta ma—oh!”

Satsuki terkejut ketika berbalik menghadap Arata. Perkataannya terhenti saat memerhatikan Arata. Pemuda itu terlihat maskulin dengan setelan jersey dan rambut terikat, nampak sangat berbeda dengan sebelumnya mereka bertemu terlebih saat memerhatikan rambut Arata yang semula bergaya pantat ayam melawan gravitasi kini terikat rapi. Arata nampak tidak senang dengan keterkejutan Satsuki ketika melihat penampilannya yang berbeda.

“Apa yang kau lihat?” Ujarnya dingin.

“A-ah! Tidak, hanya saja anda terlihat berbeda dibandingkan kemarin. Hari ini—“

Lagi-lagi perkataan Satsuki dipotong oleh Arata.

“Kau pikir aku bodoh memakai pakaian bagus saat memperbaiki mesin? Yang benar saja!”

“Bolekah saya mengambil foto?”

“Tidak.” Jawab Arata ketus.

Bagi Satsuki, meskipun Arata tidak mengijinkannya mengambil foto, Arata tetap menarik.

“Ayo pergi dari sini! Reporter tukang nyasar!”

“Baiklah…” Satsuki mendengus mendengar ucapan Arata yang mengatainya tukang nyasar. “Saya benar-benar minta maaf! Saya jarang tersesat, saya tidak selalu seperti ini!”

“Ya-ya.” Ujar Arata sembari tertawa kecil seraya berjalan namun akhirnya tiba-tiba berhenti. Arata berbalik, bertemu pandang dengan Satsuki kemudian meraih pergelangan tangan gadis itu. “Ayo.”

Satsuki terkaget dengan apa yang Arata lakukan padanya tapi ia menurut saja. Ia merasa tangan Arata begitu hangat, membuat jantungnya berdebar kencang dan sulit menenangkan diri. Mereka terus berjalan hingga Arata perlahan melepaskan gengamannya. Untuk beberapa alasan, Satsuki merasa sedikit sedih. Arata berjalan di depan Satsuki dengan langkah cepat hingga Satsuki tertinggal cukup jauh dan berlari kecil untuk menyamai langkahnya dengan Arata.

“Omong-omong…” Arata memulai percakapan saat Satsuki sudah berjalan di sampingnya.

“Ya? Ada apa?”

“Kau tadi berjalan sangat jauh karena kau berjalan menuju arah sebaliknya dari bengkel.”

Satsuki terbelalak, “apa?! Benarkah? Saya benar-benar minta maaf sudah merepotkan anda.”

“Aku tidak peduli dengan itu tapi seingatku orang-orang sekitar sini tidak pernah ada yang berjalan sampai sejauh itu. Aku heran, mengapa kau bisa kehilangan arah?”

“Oh..” Terlalu lama memikirkan jawaban, Satsuki kembali tertinggal di belakang Arata dan Satsuki lagi-lagi menyusul Arata. Baru saja Satsuki berlari kecil untuk menepuk pundak Arata dan berkata padanya agar tidak berjalan terlalu cepat, pemuda Uchiha itu malah mendadak langkahnya.

“Aku rasa akan lebih cepat sampai kalau kita naik taksi.”

“Ap—“ Satsuki yang berlari hampir dekat dengan Arata tersandung karena tidak melihat ada batu cukup besar di depannya. Arata yang melihat Satsuki hampir tumbang segera menangkapnya. Seketika itu juga, Satsuki merasa wajahnya begitu panas. Sadar bahwa ia tengah berada dalam dekapan Arata, ia segera melepaskan diri.

“S-saya minta maaf…” Satsuki langsung menunduk setelah berhasil melepaskan diri dari Arata.

Melihat tingkah Satsuki, Arata tertawa. “Kau konyol sekali! Hahaha!”

Satsuki tertegun memerhatikan Arata yang menertawakannya. Ia merasa jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Tawa dan senyum Arata yang dilihatnya kali ini sama seperti yang dia lihat saat Arata memenangkan pertandingan.

Kalau saja aku bisa mengambil fotonya saat tersenyum seperti itu… meskipun ia menertawakanku, aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Pikir Satsuki.

Mereka memutuskan untuk tidak naik taksi dan terus berjalan hingga sampai pada sebuah bangunan yang nampak seperti sebuah cottage, tidak sebagus bangunan di kota seperti biasa dilihat Satsuki.

“Kita sampai.” Ucap Arata sambil berjalan melewati pagar bangunan tersebut dan membuka pintu masuk yang terkunci.

“Err—ini bengkel… anda?” Satsuki mendapat anggukan sebagai jawaban.

“Masuklah.”

Satsuki mengekor Arata. Seletah masuk Ia terbengong, masih tidak mengerti kenapa ia berada di tempat itu. Selagi Arata bersiap untuk melanjutkan pekerjaannya, gadis itu memberi pertanyaan pada Arata.

“Apa yang anda lakukan di sini?”

“Aku menyuruhmu kemari karena menjelaskannya padamu hanya akan membuang waktuku.” Arata tidak menoleh pada Satsuki dan tetap melanjutkan pekerjaannya. “Duduk saja dimanapun, diam dan lihat.”

“B-baiklah.”

Satsuki duduk pada sebuah kursi kayu yang terletak tidak jauh dari Arata yang memperbaiki mesinnya. Ia memerhatikan Arata dengan saksama. Meski begitu ia tetap tidak terlalu tahu mengenai boat racing sehingga ia tidak tahu apa yang sebenarnya Arata lakukan.

Apa yang harus aku lakukan? Aku harusnya bertanya beberapa pertanyaan padanya tapi—

Satsuki urung bertanya ketika melihat ekspresi Arata yang serius, memfokuskan dirinya pada mesin-mesin itu. Ini pertamakalinya Satsuki sulit bertanya pada narasumbernya. Ia mencoba menunggu waktu yang tepat untuk bertanya agar Arata tidak merasa diganggu. Setelah agak lama menunggu, ia merasa mendapat kesempatan bertanya ketika Arata berhenti sejenak dari pekerjaannya.

“Uchiha-san?”

“Apa?” Arata membalas pertanyaan Satsuki dengan nada yang ketus. Saat itu juga rasanya Satsuki ingin gantung diri karena narasumbernya sangat dingin padanya tapi ia bersikeras mencoba.

“Maaf saya mengganggu pekerjaan anda, tapi bolekah saya bertanya beberapa pertanyaan?”

“Hn.”

Satsuki menghela napas mendapat jawaban demikian. Ia segera mempersiapkan note dan alat tulisnya berikut perekam suara. Satsuki seketika teringat akan syarat yang diberikan Arata untuk tidak menghalanginya, karena itu Satsuki mencoba berhati-hati ketika bertanya pada Arata.

“Apa yang biasa anda lakukan di sini?” Satsuki mulai bertanya.

“Mempersiapkan barang-barang yang diperlukan untuk pertandingan.” Jawab Arata tanpa mengalihkan pandangan dari mesin di hadapannya. “Kebanyakan boat racer menggunakan tempat seperti ini.”

Satsuki mencatat apa saja yang baru didengarnya.

“Saya mengerti. Apakah anda bekerja sendiri di sini?” Tanya Satsuki lagi.

“Ada beberapa orang lagi yang membantuku tapi mereka sedang pergi.”

Satsuki mengangguk sembari mencatat lagi jawaban Arata. “Apakah ini tempat anda menyimpan boat yang akan anda pakai untuk pertandingan?”

“Tidak. Tempat ini diperuntukkan memperbaiki mesin dan membuat properti.”

“Properti apa?”

“Tebak saja sendiri.” Jawab Arata asal. Tidak tertarik dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Satsuki.

Satsuki berpikir sesaat, mengingat apa yang sudah dibacanya kemarin di ruang referensi. “Mungkin… baling-baling?”

“Hn.” Satsuki mengangguk, menganggap ‘ya’ jawaban Arata.

“Baling-baling yang dibuat di sini dipasangkan ke speedboat yang digunakan untuk pertandingan?”

“Kau pikir kami membuatnya untuk dipasangkan ke kepala untuk terbang?”

“Te-tentu saja tidak!” Satsuki tersenyum kecut.

“Tapi jika kau mau mencobanya, aku akan memasangkannya di kepalamu.”

Satsuki tertawa dipaksakan. Ia segera menolak dengan sopan tawaran Arata.

“Jadi apa yang sedang anda perbaiki di sini? Apakah anda sedang memperbaiki baling-baling?” Satsuki melirik mesin yang menyerupai sebuah tangki dengan baling-baling di belakangnya.

“Ini tangki bensin,” jawab Arata singkat.

“Bisa tolong jelaskan apa hubungan tangki bensin dengan baling-baling?”

“Tangki bensin ini merupakan patokan untuk pembuatan baling-baling perahu.”

Satsuki mengangguk mengerti kemudian menuliskan semua yang dikatakan Arata pada notenya. Setelah menuliskan semua yang sudah didengarnya, In kembali bertanya beberapa pertanyaan pada Arata yang menyadarkannya bahwa boat racing itu merupakan subjek yang cukup sulit untuk dimengertinya namun juga cukup membuatnya tertarik setelah Arata menjelaskan secara singkat dasar-dasar mengenai boat racing. Satsuki membalik halaman note nya, berniat untuk bertanya tentang Arata secara personal setelah dirasa cukup mendapatkan info mengenai boat racing.

“Sekarang saya ingin bertanya mengenai kehidupan pribadi anda.” Ujar Satsuki ragu.

“Bisakah kau lakukan itu nanti? Aku sibuk.”

Gadis Sakuraba itu menautkan kedua alisnya, “tapi bukankah anda tidak keberatan jika saya bertanya selama tadi anda bekerja? Saya akan mulai dengan topik yang tidak akan mengganggu pekerjaan anda.”

“Terserah kau.”

Satsuki kini sudah cukup terbiasa dengan jawaban seenak jidat dan cuek dari Arata.

“Apa yang anda lakukan jika sedang senggang?”

“Berlatih.” Arata lagi-lagi menjawab singkat pertanyaan Satsuki.

“Selain itu?”

“Aku berlatih seharian.”

Satsuki mengangguk. Ia berpikir tetang pertanyaan selanjutnya yang sekiranya dapat menghancurkan dinding yang Arata buat di antara mereka.

Arata medadak menghentikan pekerjaannya, “ada hal lain yang biasa aku lakukan.”

Mendengar hal tersebut, Satsuki langsung bersiap menulis lagi di notenya.

“Ah! Apa itu?” Satsuki penasaran.

“Makan, mandi, dan tidur. Oh, menonton liputan dan pertandingan boat race untuk diteliti lebih lanjut.”

Satsuki terdiam.

“Ayo tulislah. Bukankah ini sebuah wawancara?”

“S-saya sudah menulisnya.” Satsuki menatap note di pangkuannya. “Baiklah, bolekah saya bertanya mengenai hobi dan kemampuan anda yang lain?”

“Hobiku berlatih dan menonton boat racing, kemampuanku memperbaiki mesin speedboat dan mengendalikan speedboat.”

Satsuki kembali terdiam.

“Bisakah anda memberi jawaban selain yang tadi anda ucapkan? Maksud saya seperti membaca, menonton film atau bermain game?” Satsuki menelan ludah, “yah hal lain yang membuat anda tertarik selain boat racing?”

“Aku melakukan hal seperti itu kadang-kadang.”

Gadis pirang itu menghela napas pelan, “biar saya tebak. Anda pasti melakukan itu jika ada hubungannya dengan boat racing kan?”

“Tepat.” Jawab Arata datar.

Satsuki menggelengkan kepala. Ia merasa harus memberi Arata pujian sebagai orang yang cinta sekali dengan boat racing tapi mendengar semua jawaban Arata selama bertanya mengenai kehidupan pribadinya, Satsuki merasa itu bukanlah seperti wawancara yang biasa dilakukannya. Satsuki sebisa mungkin memutar otaknya untuk menyusun kata-kata yang akan dimuat di artikelnya mengenai betapa hebatnya Arata.

Satsuki kemudian melayangkan beberapa pertanyaan lagi pada Arata yang kembali dijawab dengan jawaban yang singkat dan tidak berhenti dari kegiatan memperbaiki mesinnya.

“Jadi—“ Satsuki menarik napas sebentar sebelum kembali bertanya, “—apa yang anda lakukan jika sedang tidak bertanding atau berlatih? Apa anda menghabiskan waktu di sini?”

“Hn.” Arata menjawab sembari mengecek tangki bensin menggunakan satu mata tertutup.

Satsuki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia mencoba bertanya dengan hati-hati, takut mengganggu konsentrasi Arata yang sedang bekerja dan memutuskan untuk keluar sebentar agar tidak menggangu. Ketika Satsuki berdiri dan berjalan menuju pintu, Arata malah memanggilnya.

“Hey.”

Satsuki menoleh, “ya?”

“Ambilkan aku tang pada rak di sana.” Arata menunjuk rak yang dimaksud.

Satsuki mengangguk dan mencoba meraih rak yang tinggi hingga cukup sulit untuk dijangkaunya. Ia berjinjit tapi masih tidak sampai dan memutuskan mencari barang untuk dinaikinya agar dapat menjangkau rak itu. Baru saja akan berbalik, ia merasa tubuhnya terangkat. Satsuki terkejut, dilihatnya Arata tengah memegang pinggangnya dan dengan mudah mengangkatnya.

“Ap—apa yang anda lakukan?!”

“Kalau kau tidak bisa menjangkaunya, seharusnya kau bilang padaku.”

“Tapi anda sedang bekerja—dan mengapa anda melakukan ini?“ Tanya Satsuki panik dan sedikit meronta.

“Karena kau bersusah payah menjangkau rak itu. Cepatlah ambil tangnya! Dan berhenti meronta! Kalau tidak, aku akan menjatuhkanmu!” Ancam Arata.

Satsuki segera mengambil barang yang dimaksud Arata, dan ia merasa kakinya kembali menapaki tanah. Arata segera mengambil barang yang diperlukannya dari tangan Satsuki.

“Terimakasih.” Ucap Arata singkat dan kembali bekerja.

Yang tadi dilakukan Arata padanya membuatnya urung beranjak keluar ruangan. Satsuki kembali duduk di tempatnya semula sembari menunggu Arata menyelesaikan pekerjaannya.

Beberapa waktu berlalu dan Arata menghentikan pekerjaannya.

“Aku mau mandi.” Ujar Arata sembari melongos pergi.

Satsuki geram melihat tingkah Arata yang seakan memanipulasinya. Baru saja pemuda Uchiha itu meninggalkannya untuk mandi, ia mendengar suara ketukkan dari luar ruangan. Akhirnya Satsuki beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu kemudian membukanya. Di balik pintu terdapat seorang pemuda yang memakai setelan jersey seperti Arata.

“Hah? Mana Arata?” Pemuda itu terkejut saat Satsuki muncul di balik pintu.

“Dia sedang mandi.” Jawab Satsuki.

Pemuda berambut pirang dengan kumis tipis di wajahnya itu menautkan kedua alisnya.

“Bisakah kau pangggilkan dia untukku?” Pinta pemuda pirang itu.

“Apa?!”

“Aku baru saja membeli barang yang ia butuhkan. Bisa tolong kau katakan padanya ada beberapa hal penting yang harus aku diskusikan dengannya? Ada hal lain yang harus kulakukan dan aku harus segera pergi.”

Satsuki terdiam beberapa saat.

“Tolong cepat panggilkan dia sekarang!”

“B-baiklah!” Satsuki bergegas masuk ke dalam dan mencari Arata.

Sebenarnya ia malu untuk berbicara dengan laki-laki yang sedang mandi, tapi sesuai dengan apa yang dipinta oleh pemuda tadi ia mencari kamar mandi untuk menemui Arata. Satsuki kemudian menemukan sebuah ruangan yang nampak seperti kamar mandi. Ia dapat mendengar suara shower dari dalam ruangan. Disaat yang bersamaan ia merasa jantungnya berdetak kencang.

“Ini memalukan sekali…” Satsuki berbicara pada dirinya sendiri.

Satsuki membayangkan Arata yang sedang berada dibalik pintu dan wajahnya merona seketika.

“Permisi, Uchiha-san!”

Tidak ada jawaban.

“Sepertinya dia tidak mendengarku. Kalau begitu aku akan berbicara lebih keras lagi.” Satsuki menghela napas berat.

“Uchiha-san! Ada orang yang mencari anda, dan dia bilang, dia membelikan barang yang anda butuhkan.”

Masih tidak ada jawaban. Padahal Satsuki merasa sudah meanggil Arata cukup lantang. Satsuki kemudian mengetuk pintu di depannya dan memanggil nama Arata.

“Uchiha-san! Uchi—“

Baru saja ia akan berteriak lagi, pintu terbuka dari dalam dan Arata muncul dibalik pintu.

“Apa? Aku tidak mendengarmu!“

Satsuki mendadak kehilangan keseimbangan saat Arata yang baru saja keluar dari kamar mandi buru-buru membuka pintu dan menubruknya keras hingga Satsuki mulai terjatuh.

“Aaaa—“ Satsuki kehilangan keseimbangannya

“Hey awas!” Pekik Arata panik.

Satsuki terjatuh. Namun ketika terjatuh, ia merasa tidak menyentuh lantai melainkan pada suatu benda empuk di bawahnya.

T-tunggu! Empuk?! Mata Satsuki yang semula tertutup, perlahan terbuka. Dilihatnya Arata berada di bawahnya, dan tengah memeluknya. Satsuki dapat merasakkan jantung Arata yang berdetak kencang. Suhu tubuh Satsuki mendadak naik.

“Um—“ Satsuki perlahan mengalihkan pandangannya dari dada telanjang Arata ke wajahnya. Arata pun melihat ke arahnya. Tubuh mereka begitu dekat. Tubuh Arata masih basah karena habis mandi. Aroma pinewoods menguar dari tubuh Arata. Tanpa sadar, tangan Satsuki meraih dada bidang Arata dan memandanginya cukup lama. Arata sadar dadanya sedang diperhatikan tetapi ia tetap diam. Malu, Satsuki langsung bergerak menjauh dari Arata.

Apa yang sebenarnya kulakukan?! Saat itu juga Satsuki merasa wajahnya begitu panas.