Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 5

Bookmark
Please login to bookmark Close
45 votes, average: 1.00 out of 1 (45 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Suara hentakan kaki prajurit bergema di seluruh dunia. Ringkihan kuda dan juga benda-benda yang membawa bola-bola besar yang siap untuk menghancurkan musuh. Gemuruh perang mulai terdengar dari bawah sini. Menuju hingga kelangit dan hampir membangunkan gadisnya yang tertidur lelap. Melalui penglihatannya, Samuel bisa merasakan deru perang yang akan di mulai sebentar lagi.

            Ia menghampiri Rosalie saat gadis itu gelisah di atas ranjangnya. Apa suara terompet perang terdengar sangat keras hingga menganggu gadis kecilnya? Samuel menyandarkan tubuh Rosalie di dadanya. Gadis itu masih setengah sadar. Samuel mendaratkan tangannya di dahi Rosalie, sambil mendekatkan bibirnya yang terasa hangat di telinga Rosalie.

            “Jangan tertiduru terlalu lama, sayang. Kau ketinggalan hal yang menarik nanti,” Bisik Samuel.

            Rosalie mengerang sambil menggesek-gesekkan kepalanya di dada Samuel seperti kucing. “Haruskah aku ikut bermain?”

            “Iya, sayang. Kau harus ikut. Tanpamu permainan tidak menyenangkan.”

            Samuel mendengar suara dengusan kesal dari Rosalie. Ia menyembunyikan wajahnya di dada bidang Samuel hingga akhirnya ia tertidur kembali.

{

            Aaron meneropong dari kejauhan. Sudut teropong yang berbentuk cembung menyerap semua bayangan dari kejauhan menampakkan Alexandre dan juga pasukannya datang dari arah Jerman. Mereka semua sangat banyak dari balik kabut yang mengelilingi lembah. Aaron menghitung setiap prajurit yang ada sambil membandingkan dengan prajurit miliknya. Ia tersenyum saat mengetahui mereka semua tidak sebanyak yang ia kira sebelumnya.

            Di sisi lainnya, Alexandre menyipitkan matanya saat mendapati pasukan dengan jumlah yang sangat besar menghalangi jalannya. Ia menarik tali kudanya dan memerintahkan seluruh pasukannya untuk berhenti. Ia tahu, itu adalah pasukan Aaron dari Prancis. Alexandre mendecakkan lidahnya kesal, mereka semua telah di kepung. Ini sangat berbeda dari rencananya sebelumnya.

            “Mereka sudah berada di depan sana, Yang Mulia,” Spancer, tangan kanannya yang paling terpercaya berkata kepadanya. Ia memajukan kudanya agar sejajar dengan Alexandre. “Apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia?”

            Alexandre menatap lurus kepada pasukan Aaron yang berada beberapa mil darinya. Mereka terlihat sangat tangguh, terencana, dan sangat siap untuk berperang melawannya. Ia tidak bisa berputar arah. Bila Aaron melihatnya dan mengatakannya kepada Charles, pria itu akan menertawakannya atas tindakan pengecutnya. Charles, raja brengsek itu pasti membuat rumor yang dapat menjatuhkan harga dirinya. Ia tidak ingin harga dirinya kembali di jatuhkan. Sudah cukup saat Charles mengusirnya dari Prancis karena menggoda seorang gundik milik Charles.

            Alexandre mendecakkan lidahnya. “Kita tak punya peluang.”

            Kabut yang membatasi mereka menghalangi penglihatan Alexandre. Samar-samar ia mendengar suara langkah derap kuda dan teriakan para prajurit. Ia tahu maksud dari suara tersebut. Waktunya sangat sempit untuk mengambil keputusan. Semua nyawa yang berada di belakangnya adalah taruhannya. Alexandre meraih pedangnya dan mengayunkannya ke depan, memberikan isyarat kepada para prajuritnya untuk menyerang.

            Ayunan pedang raja mereka memberikan semangat kepada para prajurit untuk berperang. Derap kuda Alexandre menandakan mereka semua harus menyerang pasukan yang berada di sebrang sana.

Kabut itu berlahan-lahan menipis disaat para prajurit dengan formasi segitiga melaluinya. Ujung-ujung tombak mereka di acungkan kedepan, kearah musuh yang siap menerjang. Bagaikan gerakan slowmotion, membuat langkah kaki kuda musuh terlihat berada mengambang di udara tapi tidak dengan tombak dan panah mereka.

Pasukan Prancis mengarahkan panah mereka semua ke Pasukan Jerman membuat mereka dihujani beribu anak panah. Suara teriakan, rintihan kesakitan terdengar dimana-mana. Tapi itu tidak sebanding dengan suara pedang yang beradu dan juga kuda-kuda yang tengah berada dalam hidup dan mati. Darah mengalir bagaikan sungai, tumpukan mayat mulai memenuhi lembah, perisah mereka tidak dapat melindungi mereka dari kematian.

Alexandre melihat semua prajuritnya tewas di medan perang. Hal yang membuat pikirannya kalut di saat yang tidak tepat. Ia melirik kearah Aaron yang berada tidak jauh darinya, melawan musuh dengan gagah berani bagaikan pahlawan. Alexandre berdecak kesal. Dengan brutal ia menghabisi semuanya, ia tidak tahu bila itu adalah prajuritnya ataukah prajurit musuh. Yang ada di dalam benaknya hanyalah kekalahan yang sedang menantinya. Seperti catur, walaupun pihak lawan memiliki pion yang lebih banyak, apabila telahskakmat maka pihak lawan akan kalah. Saat ini Alexandre hanya tertuju pada Aaron sebagai “raja” di pihak lawan.

Alexandre melangkah mendekati Aaron yang masih sibuk menangkis musuhnya. Hingga ia memberikan peringatan dengan sebuah sayatan pedang di sisi lengan Aaron. Aaron terkejut dan hampir saja menjatuhkan pedangnya setelah akhirnya ia memenggal prajurit Alexandre yang menjadi lawannya. Ia menggeram dan melirik kearah lengannya yang terluka.

Tanpa berkata-kata, Aaron mengayunkan pedangnya kearah Alexandre. Mereka bertarung satu sama lain. Menangkis, melawan, mengayunkan pedang, menendang. Mereka hanya fokus melawan satu sama lain hingga mereka tidak mengetahui keberadaan di sekitarnya.

Alexandre dengan segenap kemampuannya mencoba melawan serangan yang diberikan oleh Aaron. Musuh yang merangkap sebagai adik iparnya itu sangat tangguh hingga satu pun serangan yang ia berikan tidak bisa menumbangkannya.

Aaron menggertakkan giginya saat ia memberikan serangan yang bertubi-tubi kepada Aaron yang membuat langkahnya selalu mundur hingga ia menjatuhkan pedangnya. Pria itu tersungkur saat benda itu jatuh dari genggamannya dan melayang jauh darinya. Mata pedang Aaron telah berada tepat di lehernya, bagaikan ingin mengoyak dan menembus kulitnya. Alexandre menelan salivanya sambil melirik kesekitarnya. Semua prajuritnya telah habis dibunuh oleh prajurit Aaron. Hanya tinggal dirinya yang tersisa.

“Aaron….”

“Menyerahlah,” Perintahnya. “Hanya kau yang tersisa disini.”

Alexandre menegang saat mata pedang itu semakin tertuju ke kulitnya. Hanya dirinya dan tidak ada yang tersisa di medang perang ini. Prajurit dan sekutunya telah habis di bantai dan sekarang ia berlutut di atas tanah dengan darah kawanannya yang mengalir. Alexandre meremas tanah disampingnya sambil menatap ragu-ragu kepada Aaron.

“Haruskah….”

Aaron mengangkat alisnya saat satu patah kata itu keluar dari mulut Alexandre. Ia masih memegang pedangnya sambil mengarahkannya ke leher Alexandre sebelum ia mendapati sesuatu yang menghambat penglihatannya seketika. Alexandre melemparkan tanah yang ia genggam ke wajah Aaron yang membuat penglihatannya menjadi kabur dan sebagian matanya terkena debu. Aaron menggeram saat menyadari Alexandre kabur begitu saja.

“Tangkap dia!” Teriak Aaron.

Alexandre berlarian melewati medan perang. Ia hampir terjatuh saat kakinya tanpa sadar menyenggol mayat-mayat yang tergeletak di medan perang. Pikirannya hanya satu, lari dari maut yang mengejarnya di belakang. Tapi ia tidak akan selalu dapat menghindar dari maut. Salah satu panah menancap di kakinya sebagai peringatan dari maut. Alexandre meringis dan jatuh tersungkur di tanah dengan dadanya yang lebih dulu menyentuh tanah.

Aaron melangkah mendekati Alexandre yang telungkup di tanah. Tipuan Alexandre tidak akan mempan menghentikannya. Musuhnya itu menyembunyikan wajahnya di balik tanah dan lengannya bertanda ia telah menyerah dan malu. Tanpa aba-aba Aaron menancapkan pedangnya di punggung Alexandre.

Tusukan pertama membuat Alexandre tersentak hingga kepalanya terangkat dari balik lengan-lengannya. Aaron mencabut pedangnya dan membuat rasa nyeri di bagian punggung dan menjalar hingga perutnya. Itu adalah hal yang sangat menyangkitkan yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Dengan tenaga yang tersisa, Alexandre menyeret tubuh menjauh dari Aaron yang berdiri disampingnya, menunggu reaksi. Darah keluar dari celah-celah yang ada dan menyucur di tanah, membuat tanah yang ada di sekitarnya mulai memerah.

Tusukan kedua kembali membuat Alexandre tersentak. Ia tidak tahu ini adalah keberuntungan atau tidak. Yang pertama ia rasakan tentu saja rasa sakit di bagian jantungnya menembus hingga rongga dadanya. Ia bisa merasakan mata pedang milik Aaron menyentuh tanah. Hal yang kedua adalah rasa sakit yang berlahan-lahan menghilang saat darah keluar dari mulutnya, mengalir ke dagunya dan jatuh ke tanah. Yang ketiga yaitu kesadaran yang berlahan-lahan mulai menghilang. Dunia tampak kabur dan berputar-putar hingga membuat dirinya merasa pusing untuk beberapa detik dan akhirnya tidak sadarkan diri untuk selama-lamanya.

Aaron menghela nafas lega saat tubuh yang berada sejajar dengan kakinya itu tidak bergerak lagi. Ia membanting pedangnya ke tanah dan pergi meninggalkan mayat Alexandre yang tergeletak disana. Sambil melalui prajuritnya, ia memerintahkan mereka untuk merampas benda berharga yang Alexandre dan pasukannya bawa. Sebagian prajuritnya yang lain akan mendirikan tenda yang berada tak jauh dari medan perang. Mereka akan menginap di sini semalam.

Malam harinya Aaron memilih untuk beristirahat sejenak. Ia membawa persediaan makanan danwine yang ia bawa dari Prancis. Hangatwine ini dapat membuat tubuh-tubuhnya sehabis bertarung dapatrelax sejenak. Tubuhnya telah bersih dari darah dan kotoran. Pakaiannya diganti dengan pakaian kerajaannya yang terbuat dari benang emas dan merah. Bahan yang lembut yang terbuat dari sutra dan ringan. Tak lama lagi ia akan bersiap untuk tidur setelah peperangan yang melelahkan ini.

“Jendral….”

Salah satu prajuritnya memanggilnya sambil memasuki tendanya. Ia berlutut saat menyadari keberadaan Aaron. Aaron menegakkan tubuhnya sambil menatap salah satu prajuritnya itu.

“Ada apa?” Tanyanya.

“Kami menemukan sesuatu di tempat peristirahatan Pasukan Jerman yang telah kita kalahkan. Tempat peristirahatan itu berada beberapa mil dari tempat ini,” Katanya sambil terus menunduk dalam.

“Apa yang kalian temukan? Tunjukkan padaku.”

Prajurit itu berdiri dari posisi berlututnya. Ia membalikkan tubuhnya, menempatkannya di sisi kanan pintu masuk tenda, berdiri menyamping saat salah satu prajurit yang lainnya masuk dengan membawa sesuatu di kedua tangannya.

Itu bukan benda, hal pertama yang Aaron pikirkan. Itu adalah seorang gadis yang berumur kira-kira dua puluh tahun atau kurang. Bajunya yang berwarna putih tampak lusuh dan kotor dengan cabikan disana-sini. Ia tidak sadarkan diri di gendongan prajurit tersebut.

Aaron segera beranjak dari pinggiran ranjang dan menghampiri gadis itu. Ia memerintahkan agar meletakkan tubuh kecil itu di salah satu dipan miliknya. Kulitnya pucat, ada memar di pergelangan tangannya dan leher. Aaron memeriksa denyut nadinya. Ia masih mempunyainya walaupun terasa lemah.

Aaron mengusap rambut merah gadis tersebut. Gadis itu mengingatkannya kepada Ophelia, adik kecilnya yang telah tewas. Umur mereka terlihat sama, begitu juga dengan wajahnya yang terlihat hampir mirip. Aaron memerintahkan prajuritnya untuk memanggil tabib. Prajurit itu menganggukkan kepalanya dan segera pergi keluar tenda.

Aaron masih menatap gadis itu sambil mengelus rambutnya. Hingga beberapa saat ia melihat kelopak mata gadis itu tampak bergerak. Bulu matanya terlihat berayun-ayun hingga akhirnya kelopak mata itu terbuka. Hal yang pertama yang ia lihat adalah iris mata yang berwarna merah, Aaron terkejut melihatnya. Tapi disaat gadis itu mengedipkan matanya iris itu berubah menjadi warna hijau menyegarkan. Aaron berpikir bila ia salah lihat sebelumnya.

“Kau sudah bangun?”

Gadis itu masih mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Kau baik-baik saja?”

Gadis itu mengangguk. Ia menerawang kesekitar. Tempatnya terlihat berbeda dari sebelumnya, gadis itu berpikir.

“Dimana aku?” Tanyanya.

“Kau berada di tendaku. Prajuritku menemukanmu di tempat peristirahatan musuhku dalam keadaan tidak sadar. Kau baik-baik saja?”

“Prajurit? Tempat peristirahatan musuh?” Gadis itu tampak bingung.

“Iya,” Aaron mengerutkan kening. “Kau tidak mengingatnya.”

Gadis itu menggeleng.

“Siapa namamu?” Tanya Aaron.

“Aku?” Gadis itu tampak berpikir sejenak. Dan akhirnya ia menjawab: “Rosalie.”

6 Komentar

  1. makin seru aja, gk sabar nunggu aksi balas dendam rosalie

  2. Sist, kayaknya ini yg 5, atau aku kelewat yg ke-5?

    Daaaaaaaan, pembalasan dimulai! Hahahaa, rosalie dan aaron, yepp, apa yang bakal terjadi? What will sam do?

  3. balas dendam rosalie segera dimulai

  4. seruuu, kak akun wattpad kk nmanya apa

    1. afifah putri menulis:

      Afifahputri21 akun wattpad kakak, tapi di wattpad gak ada update cerita lagi

  5. apakah yg di rencana kan samuel dan rosalie? cus… ke part selanjutnya :LARIDEMIHIDUP