Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 2

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

51 votes, average: 1.00 out of 1 (51 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

“Kakak Aaron…”

 

Aaron menoleh ke kiri dan kanan istal. Suara seseorang yang ia kenal memanggilnya. Tapi wujud tersebut tidak ada di sekitarnya. Apa mungkin suara tersebut berasal dari luar istal? Aaron melangkahkan kakinya menuju pintu istal yang terbuka lebar. Ia bisa merasakan jerami yang lembab menyentuh sepatu botnya.

 

Berlahan-lahan ia keluar sambil menoleh kesana kemari. Bulu kuduknya merinding dan ia merasakan hal yang tidak enak.

 

“Kak… tolong… panas.”

 

Aaron terdiam sejenak. Ia tahu itu suara siapa. Itu suara Ophelia. Jantungnya berdetak kencang saat ia menyadari bila Ophelia sudah lama mati dan sekarang ia bisa mendengar suaranya. Aaron melirik ke sekitarnya dengan tatapan gusar. Tidak, ini hanya halusinasi, pikirnya.

 

Aaron ingin melangkah kembali memasuki istal untuk mengurus kudanya, tapi langkahnya terhenti saat ia menemukan percikan api di bawah sepatunya. Ada titik api kecil yang menyelubungi jerami di bawah kakinya. Awalnya itu hanyalah api kecil hingga lama-lama api itu menjadi besar hingga mengelilingi dirinya. Aaron ingin keluar dari tempat tersebut tapi ia tidak bisa karena saat ini api tersebut sudah membesar hingga setinggi tubuhnya.

 

“Kakak… Kak Aaron… jangan tinggalkan aku sendirian….”

 

Aaron terkejut saat melihat sosok Ophelia yang berada di hadapannya. Tubuhnya terikat di tiang dengan tubuh yang setengah hangus terbakar api. Terlihat mengerikan dan juga menyedihkan. Matanya memancarkan api yang berkobar dan di pupilnya terdapat bayangan dirinya, diri Aaron yang tengah terkejut memandang Ophelia.

 

“Kau meninggalkanku Aaron. Tapi aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”

 

–{—

 

Aaron terbangun dari mimpi buruknya saat ia merasakan hawa dingin menusuk tulangnya. Nafasnya masih tersengal-sengal dan dirinya penuh dengan keringat. Ia menoleh ke kiri dan ke kanannya dengan was-was. Mimpi itu benar-benar tampak nyata. Sosok yang ia lihat di dalam mimpinya itu membawakan kenangan yang pahit baginya. Penyesalan dan juga kekecewaan.

 

Aaron memegang kepalanya sambil meremas rambutnya frustasi. Ophelia tengah menghantuinya saat ini dan itu karena dirinya yang meninggalkan Ophelia begitu saja. Ia masih ingat bagaimana Ophelia memohon kepadanya di penjara dan ia memilih untuk meninggalkannya meringkuk seperti tikus disana. Aaron bisa mengingat dengan jelas bagaimana Ophelia dibakar di alun-alun kota di tengah kerumunan. Seluruh tubuhnya di lingkupi oleh api dan ia hanya bisa berdiri di tiang pembakaran menyerah dalam takdirnya. Ia tidak sanggup melihat adik tersayangnya menderita seperti itu, karena itu ia memilih untuk segera pergi dari sana.

 

Aaron kembali di kejutkan dengan suara ketukan di pintunya. Aaron beranjak dari ranjangnya dan beralih ke pintu kamarnya sambil bertanya tanya siapakah yang sedang bertamu di tengah malam. Saat Aaron membuka pintunya, Aaron melihat anak laki-lakinya yang tengah berdiri sambil memasang wajah cemberut kearahnya. Rambut merah kecokelatannya tampak berantakan. Apa yang dilakukan oleh anak kecil ini di tengah malam?

 

“Ayah…” Rengeknya sambil mengerucutkan bibirnya.

 

“Ada apa, Phil? Apa yang kau lakukan tengah malam ini?” Tanya Aaron.

 

“Bolehkah malam ini aku tidur bersama ayah?”

 

Aaron menghela nafasnya dan akhirnya ia mengangguk menerima permintaan Philip. Philip melompat masuk ke dalam kamar Aaron. Ia lebih dulu memanjat ranjang dan tidur di samping Claudia. Aaron memberikan isyarat untuk tidak terlalu ribut agar Claudia tidak terbangun.

 

Aaron berbaring di samping Philip. Philip mendekatkan dirinya ke lekuk tubuh Aaron sambil memeluk ayahnya sayang.

 

“Apa yang membuatmu tidak bisa tidur?” Tanya Aaron.

 

Philip melirik kepada Aaron sejenak. “Dia terus menggangguku. Dia terus mengajakku bermain bersama sambil membawa kepala wanita.”

 

“Ke-kepala?” Aaron tidak mengerti apa yang dikatakan Philip. “Siapa yang kau maksud?”

 

“Namanya Abby. Dia seumuran denganku tapi dia sangat mengganggu. Terkadang aku takut bersamanya. Dia selalu membawa mayat wanita kepadaku dan berkata bila itu adalah bibiku yang dibunuh oleh Paman Charles.”

 

Aaron terdiam. Matanya melotot kaget di balik remangnya cahaya bulan. Bila Philip melihat wajah Aaron di kegelapan, ia bisa melihat raut wajah Aaron yang mulai pucat pasi. Aaron selalu menghindari semua prasangka ini, anaknya tidak mungkin adalah keturunan terkutuk. Tidak mungkin. Ia tidak ingin anaknya berakhir seperti Ophelia. Dibuang dan di bunuh karena takdirnya.

 

–{—

 

Gerobak-gerobak berisikan emas berdatangan dari gerbang istana. Semuanya di letakkan di depan gudang khusus yang berada di kawasan istana bagian selatan. Istana selatan mempunyai bilik-bilik bawah tanah khusus tempat persediaan senjata, harta, dan juga bahan-bahan makanan. Istana ini digunakan sebagai tempat para keluarga kerajaan berlatih ilmu perang dan senjata. Karena itulah istana selatan lebih banyak di isi oleh para prajurit kelas atas dan juga panglima dan jendral.

 

Charles melirik kesemua gerobak tersebut sambil melihat hadiah barunya dari tempat jauh di selatan sana. Berkarung-karung emas dan juga permata. Charles menjajah daerah India semenjak kematian Ophelia. Ia berpikir bila India tidak akan digunakan lagi dalam pembuangan para keturunan iblis. Semenjak kematian Ophelia, ia berpikir bila tidak ada lagi keturunan iblis lahir kembali. Hanya saja ia tidak tahu kebenarannya.

 

“Ini semua yang berada di pertambangan mereka?” Charles bertanya kepada abdi setianya, Demian.

 

“Iya, semuanya,” Jawabnya. “Dan kami juga mengambil emas dari para penduduk sana. Mereka sangat kaya akan emas. Semua penduduk disana memakai emas di badannya tidak peduli bila itu adalah rakyat jelata.”

 

“Mereka sangat kaya,” Gumam Charles sambil membuka tudung gerobak.

 

Emas tersebut mengkilat saat cahaya matahari menerpa mereka semua. Bagaikan bintang-bintang di siang hari, Charles tersenyum senang melihat hal itu semua. Ini dapat membuat kerajaannya menjadi lebih kaya dan makmur.

 

“Bawa emas ini ke ruang bawah tanah,” Perintahnya. “Lanjutkan pekerjaanmu.”

 

“Baik, Yang Mulia.”

 

–{—

 

“Apa yang harus aku lakukan?”

 

Gautama melirik kearah rumah-rumah rakyatnya. Ia bisa melihat tentara-tentara dari Eropa berkeliaran kesana-kemari. Semua rakyatnya sengsara dan juga keluarga kerajaan tidak berdaya untuk melawan mereka. Mereka memiliki senjata yang lebih hebat dari mereka. Senapan laras panjang yang dapat menembus hingga ke tulang mereka apabila pelurunya di lepaskan begitu saja. Salah satu menterinya terluka saat berusaha melawan mereka dengan sebuah pedang, dan sekarang kondisinya sedang kritis di bawah penanganan Sebastian.

 

“Aku tidak tahu, aku hanyalah seorang tabib,” Sebastian menjawab pertanyaan Gautama.

 

Ia tengah sibuk meracik obat untuk mengobati pasiennya. Gautama membalikkan badannya, menghadap kearah Sebastian.

 

“Apa kau tidak bisa memberikanku saran? Hanya kaulah yang bisa aku percaya saat ini,” Kata Gautama frustasi.

 

“Aku tidak pandai berdiplomasi. Dan juga aku tidak mau berurusan dengan mereka.”

 

“Kau berani melawanku, Sebastian!?”

 

Sebastian meletakkan batu gilingannya dan menoleh kearah Gautama. “Kau tahu Pangeran, kenapa aku pergi dari Prancis dan datang kesini?” Ia memberi jeda sejenak. “Aku benci orang-orang Prancis. Aku benci dengan tanah kelahiranku sendiri. Aku benci hal-hal yang berhubungan dengan Prancis! Mereka brutal, tidak tahu aturan, hanya memikirkan kekayaan dan tahta. Tidak ada kedamaian disana. Aku hanya ingin menjauh dari mereka dan sekarang— mereka sangat serakah! Mereka mengambil semua emas milik rakyat dan membawanya ke Prancis.”

 

“Dan setelah hal ini, apa kau ingin melarikan diri lagi dari mereka?”

 

Sebastian diam sejenak. Ia tampak berpikir.

 

“Aku… Aku tidak tahu…” Jawabnya ragu. “Aku tidak ingin…” Tanpa sadar Sebastian gemeletuk giginya terdengar olehnya. “Aku tidak ingin melihat orang mati lagi. Aku dengar… Aku dengar Ophelia sudah di hukum mati.”

 

Gautama membelalakkan matanya. “Apa?”

 

“Charles yang berkuasa dengan dibantu oleh Ratu Theresa. Aku mendapatkan kabar itu dari saudara tiriku.”

 

Gautama mengusap wajahnya frustasi. Ia kembali melihat kearah jendela sambil menghantukkan kepalanya ke dinding.

 

“Kalau begitu, aku harus ke Prancis.”

 

“Apa!?” Sebastian terkejut. “Pangeran pikir Prancis sama dengan India? Apa yang Pangeran ingin lakukan? Berdamai dengan mereka?”

 

“Apa yang harus aku lakukan disini!? Melihat rakyatku menderita? Setidaknya aku berjuang untuk kerajaanku. Ayahku sedang sekarat dan sebagai Putra Mahkota aku hanya diam saja?”

 

“Tapi….”

 

“Ini keputusanku,” Gautama memotong perkataan Sebastian dengan tegas. “Ini perintahku, kau harus ikut bersamaku ke Prancis besok.”

5 Komentar

  1. ish…. ne charles jadi org kq serakah bgt sih,hak negara lain di ambil seenaknya,sampe rakyat kecil juga :BANTING! :BANTING!

  2. StoryFanLover menulis:

    Mending charles di hukum mati aja… :DOR!

    1. afifah putri menulis:

      Aman, suatu saat dia akan mati heheh
      Mungkin harus mikir lagi dia mati dengan cara apa

  3. Aaron mau pembelaan gimanapun ttp msk blacklist…