Cerita ini aku buat untuk memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 . Cerita ini terinspirasi dari channel Youtube bapak Presiden yang berjudul “Terang di Ampas, Papua”. Semoga melalui cerita ini kita berdua selalu bersyukur dalam suasana apapun.
Dan untuk kalian yang membaca , terima kasih sudah mau meluangkan waktunya. Salam dari pandwd mahasiswi tingkat akhir yang ingin merdeka dari skripsi. Maaf kalau feelnya kurang dapet. Saya masih belajar kakak hehe.
“Dika, kenapa TVnya tidak dimatikan kalau kamu sudah bosan? Buka gorden dan jendela kamarmu, kalau ingin kamarmu terang di siang hari!”, perintah ibu Dika.
Dika hanya menggerutu pelan lalu kembali menyantap makan siangnya. Dika adalah siswa kelas 6 sekolah dasar. Ia adalah anak sulung di keluarganya. Dika pulang dengan langkah gontai hari itu, setelah ia kalah dalam turnamen silat yang ia ikuti di kotanya, ia juga tidak lolos seleksi menjadi petugas upacara minggu depan. Ia merasa dalam seminggu ini keberuntungan tak berpihak padanya sehingga ia tidak mengikuti tata tertib yang ibunya terapkan di rumahnya. Setelah menghabiskan makanannya ia segera buru – buru menuju kamar, mengikuti perintah ibunya sebelum terkena omelan lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore ketika Dika bangun. Itupun dia terbangun karena teriakan adiknya yang hanya berjarak dua tahun dari usianya. Setiap sore tugasnya menyapu halaman depan serta membantu orang tuanya membereskan dagangan ibunya.
“Bu, besok aku akan melakukan pementasan kesenian di sekolah untuk merayakan Hari Kemerdekaan”, terdengar suara adiknya bercerita dari arah dapur.
“Wah hebat sekali, bagaimana dengan kostumnya? Dapat di sekolah kan?”,Tanya sang ibu.
“Iya bu, semua alat dan kostum sudah disediakan di sekolah, sumbangan dari kelurahan.” , cerita Sila adik lelakinya antusias.
Siswa kelas 4 akan melakukan pementasan dan Sila terpilih sebagai pemimpin pasukan perang. Dika yang mendengarnya hanya terdiam sambil meneruskan menyapu.
“Kenapa kamu murung begitu dari tadi?”, tanya Arya.
Arya baru saja mengikuti latihan upacara, ia terpilih menjadi pemimpin pasukan. Arya adalah anak yang cerdas dan juga santun. Ia adalah juara kelas, selain itu dia pandai menari tradisional hingga memainkan beberapa alat music tradisional dan juga modern prestasinya juga hingga ke bidang olahraga atletik.
“Aku merasa iri sama kamu dan juga Sila. Kalian terpilih ikut dalam kegiatan Kemerdekaan, aku tidak terpilih. Kamu juga kemarin menang di turnamen , kalau aku kamu tahu sendiri aku kalah.” , Dika menundukkan kepalanya sedih.
“Jangan begitu, kamu bahkan lebih beruntung dari aku, mau coba nginap di rumahku nanti? Besok kan kita Cuma sekolah setengah hari. Oh ya , bawa minyak kelapa punya ibumu ya sebotol. Nanti itu berguna, lihat saja nanti.”ajak Arya.
Dika kebingungan ketika menyiapkan barang bawaannya apalagi ketika meminta sebotol minyak kelapa. Ia kemudian berpamitan dan mengayuh sepedanya selama 20 menit dari rumahnya menuju rumah Arya. Dika sampai ketika matahari mulai tenggelam.
“Loh, kenapa disini gelap sekali? Kok kamu tidak menyalakan lampu?tanya Dika kebingungan karena kompleks perumahan Arya hampir tidak ada lampu yang menyala.
Hanya menggunakan sumber cahaya kecil yang Dika tidak tahu namanya. Sebelum Arya menjawab , terdengar suara dari dalam.
“Sini masuk dulu nak Dika, ibu sudah masak makan malam”, sambut ibu Arya sopan. Dika, Arya dan dua adik Arya menurut.
Di dapur hanya ada dua buah lampu dari sumbu yang perlu minyak untuk bias hidup. Arya meminta minyak milik dika untuk menambah sebuah lampu lagi.
“Ini namanya pelita. Walaupun kita di daerah yang sama, listrik di rumahku belum ada, mungkin dua bulan lagi, baru ada petugas dari kota untuk memasang alat.”
“Yang benar? Terus kamu belajarnya gimana? “Dika heran, karena Arya bias jadi juara kelas.
“Ya, kami sekeluarga pakai pelita ini, hingga jam 9 malam kalau aku sama adikku banyak PR. Kalau tidak aku biasanya sampai jam 7 malam saja dan besok pagi aku lanjutkan, aku belajarnya sungguh – sungguh, supaya benar-benar paham dalam waktu singkat. Kalau kamu sering lihat bukuku berminyak itu karena tidak sengaja terkena minyak pelita ini”.
Buku Arya memang kadang berminyak, Arya sudah sering ditegur guru, tapi ia hanya meminta maaf dan membersihkan bukunya lagi.
“Sudah malam, ayo kekamar masing – masing. Nak Dika, maaf ya disini gelap, tidak seperti rumah di kompleks sebelah, lampu terang hingga pagi.”kata Bapak Arya.
Malam itu, di tengah kegelapan yang pekat Dika mulai merenungi betapa beruntungnya dia. Mulai sekarang ia berjanji akan belajar yang rajin dan tidak boros listrik lagi. Sekarang Dika tidak heran kenapa ibunya cerewet soal langkanya listrik dan mahalnya listrik, setelah ia melihat kondisi Arya sahabat baiknya. Dia tidak lagi bersedih atas kekalahannya dan tidak terpilihnya menjadi petugas upacara. Dika berjanji akan berusaha lebih keras lagi agar bisa membanggakan orang tuanya.
Esoknya ada pengumuman bahwa Dika terpilih sebagai salah satu penyanyi di pementasan kelas 4. Kelas Sila kekurangan penyanyi, jadi Dika yang kebetulan punya suara bagus dipilih oleh guru kesenian untuk menyanyi. Dua hari kemudian , perayaan kemerdekaan dimulai. Semua siswa SD 17 sangat antusias, saling bergotong royong untuk acara mereka. Dika juga menyanyi dengan semangat. Begitu juga Sila dan Arya yang sudah memimpin upacara dengan baik. Setelah pementasan dan upacara selesai ada pembagian hadiah untuk siswa yang menang turnamen tingkat kota dan Arya sahabatnya salah satunya. Dika sangat bangga dengan sahabatnya itu, walau hanya dengan pelita, sahabatnya tetap bisa berprestasi.
judulnya apa ini y?
Pelita dan Sang Juara
Wah keadaan Arya sma nih kaya aku pas sd, dulu smpe sekarang dikampungku blm ada listrik nya jadi ya pake pelita dan itu mlh bikin aku malas belajar hehe..
Aku bangga sma Arya. Cerpen yg bagus kak :YUHUIII
aduh ada yang baca lagi. wah makasi banyak ya. senang rasanya banyak yg suka . daku terharuu :owlkasihbunga
Baca ini jadi inget masa lalu hihi
Sekarang alhamdulillah udah ada listrik,jadi lebih semangat lagi buat belajarnya.
Cerita yang menarik, terus berkarya yaa kak :semangatyangmembara
makasih sudah mampir, kalau berkenan mampir di cerita dongengku ya, axlat si pengangkut kecil, ditunggu saran2nya heh :sopan
Ngeliat sahabatnya tanpa lampu, dia jadi sadar kan untuk tidak boros. Apalagi belajar di tempat gelap, kan bikin mata rusak. Tapi Arya tetap belajar yaa. Kalo anak jaman skrg udah males kalo gada lampu mah wkwk. Ini kaya ngingetin bahwa semua kesempurnaan pasti ada kekurangan. Hehe
Ditunggu cerpen selanjutnya ya kak :YUHUIII
wah ada yang baca hahaha. makasih ya. mungkin kesannya agak maksa ya. tapi sepupuku pernah kayak gini lo waktu belum ada listrik dirumahnya,kebetulan kata kakakku rumahku duluan dapet listrik,tapi hebatnya dia ranking 1 terus malah. tapi gak pakai pelita sih, lampu teplok kalik ya namanya. ketauan banget kan aku sama sepupuku umur berapa jadinya haha
Maksa apa nih? Aku untuk bacakah? Kalo soal itu engga sama sekali. Karna aku niat mau baca. Hehe
Wah, hebat ya kak sepupunya. Zaman aku lahir sih udah ada lampu. Jadi belum pernah ngerasain tanpa listrik kecuali mati lampu haha. Tahun 90an nih kayanya yaa eh :BAAAAAA
Bukan, ceritaku kayak maksa gitu maksudnya kak. Kalau dipake logika kan jarang ada anak yang mau tetep belajar klo gelap2n. He he :HULAHULA
BTW aku 90an sepupuku 80an ahha
:MAWARR :MAWARR :MAWARR
makasi kak bett :sopan :sopan
selalu merinding kalo baca yg kayak gini, sama kayak baca buku laskar pelangi, gak berhenti menyesal sudah tidak tahu bersyukur :PATAHHATI :PATAHHATI
good story :YUHUIII
wah makasi banyakkk , salam knal @fitriartemisia :sopan :sopan
hai maaf baru lihat komennya, terima kasih sudah mampir ya
terima kasih sudah membaca senangnya