>Last Part..
Mizuki yang tidak percaya dengan cerita-cerita non fiksi merasa bosan karena seluruh sekolahan membiacarakan tentang Jack The Ripper yang akhir-akhir ini meresahkan Jepang. Ditambah lagi kalau Jack The Ripper yang ini juga menghisap darah korban dan setelah itu memutilasi tubuh korban.
Mizuki sangat tidak percaya dengan pemberitaan seperti itu, sampai akhirnya dia melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok yang di sebut Jack The Ripper penghisap darah tersebut. Mizuki dan Miharu, adik Mizuki, di minta tinggal di apartement kakak kelasnya, Kisaragi Takumi untuk alasan keselamatannya. Mizuki menuruti permintaan senpainya itu dan disanalah ia bertemu dengan sosok yang tengah menjadi bahan pembicaraan di Jepang, Jack The Ripper.
Dan akhirnya Mizuki bertemu dengan kawan dari si Jack The Ripper itu yang bernama Yukimura Kazama yang mengaku adalah paman dari si Jack The Ripper itu.
*Part 2..
Di ruang tamu tepatnya di apartement Takumi, sekarang beberapa orang termasuk Mizuki tengah menunggu penjelasan tentang laki-laki yang sudah melakkan ‘Sekuhara’ padanya.
“Sebelumnya, aku akan memperkenalkan diriku lagi. Namaku Yukimura Kazama, aku adalah paman dari bocah yang dipanggil ‘Ouji” ini. Dia adalah pangeran yang diasingkan ke dunia manusia karena sikap dan sifatnya yang keras, dan orangtuanya mempercayakan dia padaku. Karena itu—”
“Chotto!” sergah Mizuki
“Doushita, Mizuki-chan?” tanya Kazama.
“Se-sebelumnya aku mau tanya. Apa si ‘Sekuhara’ ini adalah Jack the Ripper?” tanya Mizuki dengan wajah penuh keingintahuan.
“Hmm~, benar. Entah siapa yang memberikan julukan itu padanya, tapi tebakanmu benar, Mizuki-chan.” Kali ini Kazama melempar senyum namun sorot matanya tajam.
GLEK!
“Yappari. Jadi benar kalau Jack The Ripper di Jepang ini ada. Shinjirarenai.’ Batin Mizuki.
“Kheh, tidak usah meruntuki nasibmu yang sebentar lagi akan menjadi makananku, Onna.” Ujar Hajime yang memang bisa membaca pikiran orang lain termasuk isi hati Mizuki barusan.
“Berhenti memanggilku Onna. Namaku itu Mizuki, Hanazawa Mizuki. Dasar hentai utsujin!” seru Mizuki yang sepertinya melupakan rasa takutnya.
“Berani sekali kau berteriak padaku, kau—”
“Ouji, hentikan perdebatan kalian.” Ujar Takumi melerai.
“Cih!” desis Hajime sedangkan Mizuki hanya memasang wajah cemberutnya.
“Saa~, Mizuki-chan, bisa kita lanjut pembicaraan kita?” ujar Kazama.
“Un, silahkan.” Ucap Mizuki.
“Ouji-sama ini mendapat hukuman dari ayahnya dan ia harus menjalani hukuman didunia manusia ini sampai dia bisa menemukan seseorang yang bisa mengontrol nafsu membunuhnya—eh maksudku nafsu ingin meminum darahnya dan ketidaksabarannya dalam mencari mangsanya. Karena jika hal itu terus berlanjut, sudah bisa dipastikan kalau Ouji-sama ini akan berada didunia manusia dan itu adalah hal yang sangat mustahil untuk ‘Kaum seperti kami’ jika tidak mempunyai kemampuan re-generasi yang kuat.” Jelas Kazama.
“Lalu apa hubungannya denganku? Apa dia selalu melakukan tindakan seperti yang dia lakukan padaku? Itu sama saja tidak sopan. Meski dia bukan manusia tapi setidaknya—” Mizuki baru menyadari kata dari ‘Bukan manusia’ yang ia ucapkan tadi.
“Tu-tunggu dulu! Ja-jadi si ‘Sekuhara’ ini benar-benar vampire dan kalian juga vampire?” seru Mizuki yang sepertinya baru connect.
“Selain cerewet kau juga bodoh, Onna.” Ujar Hajime datar.
“Urusai, baka hentai!” seru Mizuki.
Hajime menatap Mizuki dengan sorot matanya yang bisa dibilang sangat tidak bersahabat dan itu berhasil membuat Mizuki menciut.
“Kami adalah Klan Vampire yang hanya membunuh orang-orang yang meminta ‘kematian’ pada kami.” Ujar Kazama.
“Meminta kematian? Apa maksudmu, Yukimura-san?” tanya Mizuki bingung.
“Maksudnya adalah, kami tidak membunuh sembarang manusia. Dan bukan kami yang mengejar manusia itu, tapi manusia itulah yang mencari kami untuk kami hisap darahnya.” Kali ini Mizuki terkejut karena bukan Kazama atau hajime yang menjawab tapi Takumi.
“Senpai, ‘Kami’ yang kau katakan barusan itu, jangan-jangan…”
“Benar, aku adalah salah satu dari mereka. Tapi aku tidak suka meminum darah yang berasal dari manusia-manusia seperti yang mereka incar. Aku meminum pil yang khusus dibuat untuk vampire yang tidak suka minum darah secara langsung.” Terang Takumi.
“Ja-jadi, selama ini aku bersama dengan vampire?” terlihat raut cemas di wajah Mizuki.
“Mizuki, satu-satunya orang yang tidak ingin aku sakiti adalah kau. Jadi, jangan pernah berpikir kalau aku akan menghisap darahmu. Aku sudah bersumpah pada diriku sendiri.” Ujar Takumi penuh keyakinan.
“Senpai.” Mizuki mendapatkan kepercayaannya kembali setelah mendengar ucapan Takumi yang meyakinkan.
“Kalau begitu, apa benar kalau kalian memutilasi tubuh korban kalian setelah menghisap darahnya?” Mizuki cukup mual sebenarnya membicarakan hal ini tapi dia harus tahu.
“Itu hal yang sangat menjijikan yang tidak akan pernah kami lakukan, Mizuki-chan.” Tukas Kazama.
“Kalau begitu, siapa yang memutilasi tubuh korban yang sebelumnya kalian hisap darahnya itu? Semua bukti mengarah pada kalian.”
“Itu perbuatan Klan Ookami. Mereka sejak dulu memang tidak bisa hidup berdampingan dengan kami, para vampire. Klan Ookami adalah musuh bebuyutan Klan Vampire, karena itu mangsa yang sudah kami hisap darahnya menjadi mangsa mereka dan mereka mengoyak-oyak tubuh mangsa kami, dan—”
“Hentikan, Ouji!” sergah Takumi.
Hajime langsung menghentikan ucapannya dan mengerti kenapa Takumi menghentikannya, itu tidak lain karena Mizuki yang sudah memucat dan tangannya terus menutupi mulutnya.
“Haaah~, kalau kau tidak tahan dnegan penjelasan kami, jangan berlagak ingin tahu.” Ujar Hajime.
“Go-gomen, aku hanya ingin tahu, kenapa kalian yang bukan manusia bisa membaur dengan manusia yang ironisnya adalah mangsa kalian.” Ujar Mizuki masih dengan wajah yang memucat karena perutnya yang mual.
“Seperti yang aku katakan tadi. Kami tidak mencari mereka, tapi mereka yang mencari kami dan mengajukan permintaan mereka pada kami. Permintaan yang sama-sama menguntungkan. Baik itu dari pihak kami ataupun manusia itu sendiri.
“Oke, aku lumayan mengerti. Dan sekarang, aku mau bertanya padamu, Sekuhara-san.” Ujar Mizuki
“Berhenti memanggilku seperti itu, baka Onna.”
“Kalau begitu jangan panggil kau Onna.”
“Kau tidak bisa mengaturku, Ningen.”
“Haaah~, sekarang aku benar-benar mengerti dan paham kenapa kau bisa diasingkan didunia manusia. Kau sangat angkuh dan keras kepala.”
“Kau—”
“Hehehehe~, kalian berdua benar-benar cocok. Sama-sama tidak mau kalah.” Ujar Kazama yang tidak bisa menahan rasa ingin tertawanya dan menutupi mulutnya dengan kipas yang selalu ia bawa keman saja.
“Kazama-san, yamete kudasai.” Seru Mizuki.
“Onna, ikut aku.” Ujar Hajime.
“Eh? ke-kemana? Tidak mau. Jangan-jangan kau mau menghisap habis darahku dan membiarkan tubuhku di koyak habis oleh Klan Ookami itu, aku—”
“Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu barang seujung rambut pun. Tidak akan.” Ujar Hajime tegas.
DEG!
Sorot mata tajam dan penuh keyakinan bisa Mizuki lihat saat Hajime melontarkan ucapan yang berhasil membuat Mizuki terperangah.
‘Kenapa dia bicara seperti itu.’ Batin Mizuki penasaran.
“Onna, kau dengar aku tidak? Cepat ikut aku.” Hajime langsung beranjak dari tempatnya dan keluar dari kamar apartement Takumi.
“Mizuki, kau tidak usah khawatir. Ouji tidak akan menyakitimu dan dia serius dengan ucapannya tadi. Jadi, jangan takut.” Ujar Takumi meyakinkan.
“Tapi senpai—”
“Mizuki-chan, jangan khawatir. Aku akan mengawasimu dari sini. Tenanglah.” Kali ini giliran Kazama yang meyakinkan Mizuki.
“Baiklah.” Akhirnya Mizuki mengiyakan ajakan Hajime dan keluar dari kamar apartement Takumi lalu mengejar sosok Hajime yang sudah lumayan jauh.
“Kazama-san, apa Mizuki—”
“Seperti yang pernah aku ceritakan. Meskipun manusia, jika dia memiliki darah murni, dia tetap akan menjadi vampire seperti kita. Tergantung apa yang akan dipilih olehnya.”
Takumi benar-benar tidak percaya pada awalnya kalau dalam darah Mizuki terdapat darah murni seorang vampire yang bahkan dirinya tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Karena itulah sejak pertemuannya dengan Mizuki pertama kali, dia menjadi ekstra menjaga Mizuki.
Sekarang Mizuki dan Hajime berada di lantai paling atas, di atap gedung apartement itu.
“Hei, ma-mau apa kau membawaku kesini?” Mizuki benar-benar bersikap waspada setelah tahu kalah sosok yang didepannya ini adalah Vampire.
Hajime membalikan tubuhnya menghadap Mizuki dan itu membuat Mizuki salah tingkah karena ditatap tajam oleh Hajime.
Karena merasa aneh orang yang didepannya tidak juga kunjung bicara, Mizuki memberanikan diri menoleh kearah Hajime.
Onyx yang tajam tengah mengamati gerak-gerik Mizuki yang benar-benar salah tingkah dihadapan Hajime.
“Onna, kau percaya dengan reinkarnasi?” ujar Hajime datar
“Hmmm, antara percaya dan tidak.” Sahut Mizuki
“Jawab yang jelas.”
‘Dasar seenaknya.’ Batin Mizuki
Hajime yang memang bisa membaca isi hati orang lain hanya tersenyum saat membaca isi hati Mizuki yang tengah menggerutu.
“Ya, aku percaya dengan reinkarnasi. Sepertinya hal itu bisa saja terjadi.”
“Onna, kau takut padaku?” Hajime menanyakan hal yang tabu dengan sorot mata tajam menatap Mizuki.
“Te-tentu saja aku takut! Selain kau ‘sekuhara’ kau juga vampire. Aku manusia normal tentu saja takut!” seru Mizuki.
“Lalu bagaimana jika aku katakan kalau reinkarnasimu sebelum ini adalah kekasihku bahkan hampir menjadi ‘wanitaku’ seutuhnya?”
“Hah, tiduk mungkin. Aku ini hanya satu-satunya didunia. Aku memang percaya reinkaransi tapi aku tidak percaya kalau itu benar-benar ada.”
“Haaah~. Mulai saat ini kau adalah pelayanku. Dan harus kau tahu, besok aku akan bersekolah di tempat kau sekolah. Jadi, bersikaplah baik, Mi~zu~ki~.”
GLEK!
Seakan ada yang mengganjal di tenggorokannya, Mizuki bahkan sulit untuk menelan ludahnya sendiri.
Memikirkan bagaimana jadinya kalau si vampire yang ada didepannya satu sekolahan dengannya dan menghisap darah teman-temannya. Mizuki benar-benar takut memikirkan itu semua.
“Jangan berpikiran yang tidak-tidak.” ujar Hajime sambil memukul pelan kepala Mizuki.
“He-hei,kau tadi mengatakan tentang ‘pelayan’, maksudmu selama kau sekolah ditempat yang sama denganku, aku menjadi pelayanmu yang harus mengikutimu kemana pun kau pergi, begitu?”
“Ya.” Jawaban pendek dari Hajime benar-benar meruntuhkan pertahanan Mizuki.
“K-kau! Kau pikir aku ini siapamu, hah?! Aku tidak mau!” seru Mizuki tanpa sadar emninggikan suaranya.
“Kau adalah makananku.” Singkat Hajime.
‘Orang ini! Benar-benar menyebalkan!’ Mizuki terus menggerutu dalam hatinya.
“Dan satu hal lagi, kau tidak boleh membocorkan siapa diriku sebenarnya atau semua teman-temanmu akan mati.”
“Berani kau menyentuh teman-temanku, kau yang duluan akan kukuliti.” Ujar Mizuki tegas.
“Pfft.. hahaha! Mengulitiku? Jangan bodoh.” Wajah tertawa Hajime digantikan dengan wajah datar dengan seringaian yang mengerikan.
“Jangan berpikiran bodoh, sebelum kau mengulitiku, aku pastikan kau duluan yang kehabisan darah karena kuhisap.” Hajime menyeringai licik.
“haaah!! Sudahlah! Kau menyebalkan. Aku mau pulang!” sergah Mizuki dan meninggalkan Hajime.
Hajime terus memandnagi Mizuki sampi sosok Mizuki menghilang dibalik pintu tempat mereka masuk tadi.
“Kau tidak akan kubiarkan lari, Lumière (Cahaya).” Gumam Hajime lirih sambil menatap bulan yang membentuk sempurna.
“Apa-apaan dia itu? Dasar menyebalkan! Seenaknya saja dia menjadikanku pelayannya! Dasar Baka Sekuhara.” Gerutu Mizuki.
“Mizuki, darimana saja kau?” ternyata karena khawatir, Takumi mencari-cari Mizuki.
“Di atap gedung menemani si Baka Sekuhara. Takumi-senpai, sebaiknya aku pulang saja. Toh aku sudah bertemu dengan si Baka itu dan aku tahu apa yang menjadi kekhawatirnamu, jadi lebih baik aku pulang saja.”
“Kenapa? Apa kau tidak nyaman disini?”
“Maaf ya senpai.” Mizuki benar-benar tidak suka jika melihat raut sedih atau kecewa seseorang.
“Hmm, tidak apa-apa. Aku antar kau pulang.”
“Tidak usah. Lagipula aku mau sekalian mencari Miharu dan belanja di supermarket.”
“Memangnya kau tahu Miharu dimana?”
“Haaah~, kalau dia pergi dengan Shouta-senpai, aku yakin mereka berdua ada di Game Center.” Ujar Mizuki yakin.
“Hehehe, benar. Mereka berdua kan punya hobi yang sama. Sama-sama penggila Game.”
“Un. Ya sudah senpai, aku pulang sekarang.” Ujar Mizuki berpamitan.
“Baiklah. Telepon aku kalau kau sudah sampai rumah.” Pesan Takumi.
“Yes, sir!” seru Mizuki.
Takumi mengantar Mizuki keluar dari apartement nya. Karena jarak Game center tidak terlalu jauh dari apartement, Mizuki memutuskan untuk berjalan saja.
“Haaah~, malam yang melelahkan.” Gumam Mizuki sambil melemaskan otot lehernya.
“Kalau kau terus melakukan itu, tulang lehermu bisa patah.” Ujar seseorang
“KYAA! K-kau! Sedang apa kau disini?” seru Mizuki saat tahu siapa yang mengikutinya.
“Mengantarmu pulang.” Ujar seseorang yang tidak lain adalah Hajime.
“Eh, mengantarku pulang?” Mizuki memasnag wajah polosnya.
Hajime tidak menghiraukan pertanyaan Mizuki dan berjalan melewati Mizuki menuju Game Center.
“Dasar seenaknya.” Gumam Mizuki lirih
“Aku dengar itu.” Ujar Hajime
“Eh, dia mendengar ucapanku? Telinganya peka sekali seperti kelelawar.” Gumam Mizuki lagi.
“Aku juga dengar yang itu.” Seru Hajime lagi.
‘Mengerikan.’ Batin Mizuki lalu berlari menyusul Hajime.
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka berdua sampai didepan Game Center dan tanpa berkata apa-apa lagi, Mizuki langsung masuk kesana.
“Kau tetap diluar.” Ujar Mizuki sambil menunjuk tepat didepan hidung Hajime lalu masuk kedalam Game Center.
Tanpa membantah ataupun berkata apa-apa, Hajime menyenderkan punggungnya dan menghisap rokoknya sambil menungggu Mizuki yang sedang menjemput Miharu.
Didalam Game Center Mizuki langsung mencari sosok adik laki-laki dan senpainya. Tidak sulit mencari laki-laki berumur 18 tahun dengan rambut berwarna merah dan seorang anak laki-laki berumur 8 tahun disampingnya.
“Ehem! Senpai, jadi ini yang kau maksud dengan urusan laki-laki?” Mizuki berdiri dibelakang dua orang yang tengah fokus bermain race game itu.
Shouta menoleh kebelakang dengan cengiran garingnya saat melihat wajah Mizuki yang masam dan tangannya yang bertengger dipinggang.
“Shouta-senpai~, kenapa kau selalu mengajak Miharu ke Game Center? Kau tahu kan kalau Miharu masih harus belajar? Dan—”
“Mizu-chan~, kau kesini sendirian?” Shouta mencoba mengalihkan pembicaraan tapi kelihatannya gagal.
“Miharu, ayo pulang.” Ajak Kizuki sambil menarik tangan adiknya itu.
“Mizu-chan~, matte!” Shouta menyusul Mizuki yang sudah keluar dari Game Center.
“Mizu-cha—n! Ouji, sedang apa kau disini?” Shouta terkejut karena melihat Hajime tengah asyik menghisap rokok.
“Bukan urusanmu.” Sahut Hajime.
“Kalau kalian masih ingin mengobrol, silahkan saja. Aku mau pulang. Ayo Miharu.” Mizuki langsung meninggalkan Shouta dan Hajime.
Hajime membuang puntung rokoknya dan berjalan menyusul Mizuki juga Miharu. Sedangkan Shouta masih terpaku disana.
“Mereka berdua itu sejak kapan menjadi akrab?” pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
Karena Mizuki dna Miharu sudah ada Hajime yang mengantarnya, Shouta memnutuskan untuk kembali kerumahnya dan beristirahat.
“Nee-chan, kenapa dia mengikuti kita terus?” bisik Miharu sambil melirik sedikit kebelakang.
“Sssstt, jangan banyak bicara, biarkan saja.” Balas Mizuki dengan berbisik juga.
Miharu belum tahu siapa orang yang sekarang tengah berjalan dibelakangnya itu, makanya dia terus bertanya pada Mizuki karena merasa aneh ada orang yang mengikuti mereka.
“Kalian berdua berhenti.” Suara dingin dan tegas langsung menghentikan langkah Miharu dan Mizuki.
“Ada apa? Ini sudah malam, aku mau—”
Mizuki benar-benar dibuat terpana karena Hajime sekarang sudah berada didepannya dengan membentangkan satu tangannya seperti perisai.
‘Ce-cepat sekali!’ batin Mizuki.
“Mau sampai kapan kalian bersembunyi? KELUAR!” teriak Hajime dan membuat Miharu memeluk Mizuki.
“Kheh, seperti biasanya ya hidungmu memang tidak bisa di kelabui. Ouji-sama.” Muncul seorang laki-laki dari balik gang yang gelap.
“Sedang apa kau disini?” tanya Hajime tanpa mengurangi pertahanannya.
“Hanya berjalan-jalan, mencari udara segar.” Sahut laki-laki itu.
“Onna, menjauh dari sini.” Ujar Hajime sambil melirik kearah Mizuki.
“Berhenti memanggilku Onna—”
DEG!
“Aku bilang menjauh dari sini!” Mizuki tidak bisa menahan detak jantungnya yang langsung berdetak kerasa saat melihat perubahan warna mata Hajime.
“Nee-chan.” Miharu memeluk erat Mizuki dengan tubuhnya yang gemetar.
Melihat kondisi Miharu, Mizuki pun memutuskan menuruti perkataan Hajime dan menjauh dari sana.
“Sepertinya kau sekarang berubah profesi menjadi baby sitter mereka, mengharukan sekali.”
“Damare!” suara Hajime menjadi berat dan taringnya pun keluar.
“Ara, ara, apa tidak apa-apa melepaskan kemampuanmu didepan mereka yang sudah ketakutan bahkan si kecil itu sudha pingsan.”
Memang benar, karena takut Miharu jatuh pingsan. Tapi lain dengan Mizuki yang sepertinya menyiratkan kekhawatiran di matanya.
“Gadis itu lumayan juga. Aku merasakan aura yang hangat darinya. Kheh, pantas saja vampire berdarah dingin sepertimu betah didekatnya.
“Sudah kubilang— TUTUP MULUTMU!!” Hajime langsung menerjang laki-laki itu.
“HAHAHA! Tindakan bodoh menyerangku seperti ini!” Seru laki-laki itu dan langsung melayangkan cakarnya pada Hajime.
Hajime menghindari cakar itu dan membalas menyerang menggunakan kuku-kuku yang memanjang dan membentuk cakar juga.
Mizuki tidak mengedipkan matanya sekalipun melihat pertarungan didepannya itu. Apalagi melihat perubahan Hajime yang drastis dengan kedua bola mata merah, taring dan cakar. Benar-benar membuatnya takut.
“Kalau kau terus fokus padaku, aku tidak menjamin dua orang disana akan selamat! Hahahaha!!”
Hajime menghentikan serangannya dan melihat kearha Mizuki yang masih terududuk dengan Miharu yang berada dalam pengkuannya.
Pandangan mata mereka bertemu. Onyx dan Sapphire bertemu untuk kesekian kalinya. Jantung Mizuki langsung berpacu cepat saat mata Onyx itu menatapnya intens.
“Oi! Oi! Sampai kapan kalian mau saling berpandangan seperti itu, hah?! Ucapan laki-laki yang menjadi lawan Hajime langsung memabangunkan sang Pangeran dari lamunanya.
“Onna, tutup matamu.” Ujar Hajime sambil membelakabig Mizuki.
Tanpa banyak bertnaya, Mizuki langsung menutup matanya dan terus menggenaggam tangan Miharu yang masih pingsan di pangkuannya.
Merasa kalau Mizuki sudah melakukan yang ia perintahkan, Hajime meanrik nafasnya sambil menutup matanya.
“Hei, apa yang kau lakukan, Ouji-san?” lawan Hajime terus mengomporinya.
“Kau tahu perbedaan antara Bulan dan Bintang?” Hajime masih menutup matanya dan bersikap tenang.
“Hah? Apa yang kau bicarakan?!” seru laki-laki didepan Hajime.
“Bulan selalu menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Bulan selalu di agungkan. Bulan selalu menjadi yang teratas. Dan Bulan adalah sumber kekuatan. Karena itu…” Hajime menggantung ucapannya dan membuka kedua matanya yang berwarna merah.
“Karena itu, kau beruntung bisa melihat kekuatan dari Bulan itu sendiri tepat didepan matamu.” Lanjut Hajime dengan tatapan datar namun dingin.
“Kheh! Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Lalu apa perbedaan Bintang, hah?!”
“Hmm, ternyata kau tertarik. Akan aku jelaskan karena ini kali terkahir kau bisa merasakan udara melewati kerongkonganmu.”
“Cih!”
“Apa kau tahu kenapa Bintang bisa bersinar?” tanya Hajime
“Hah!”
“Karena Bintang itu menyedihkan. Dia tidak akan bisa bersinar jika tidak ada Bulan. Sederhana saja, kalian sama seperti bintang-bintang itu. Kalian semua tidak akan pernah bisa hidup tanpa adanya Klan ku. Kalian memakan bangkai yang kami sisakan untuk kalian. Rendah sekali.” Ujar Hajime dengan nada sarkastik.
“Berani sekali kau!!” seru laki-laki itu dan melemparkan sesuatu kearah Hajime.
Hajime berhasil menghindarinya, tapi…
‘Gawat!’ Hajime menyadari kalau senjata yang dilemparkan musuhnya itu bukan mengarah padanya tapi pada Mizuki yang masih menutup matanya.
CRAAT!!
Darah mentes dari telapak tangan Hajime yang menahan benda tajam yang hampir saja mengenai wajah Mizuki.
“O-ouji?” gumam Mizuki.
“Jangan buka matamu sebelum aku perintahkan.” Hajime kembali menatap musuhnya dengan tatapan dingin.
“Timing yang tepat, Vampire. Sepertinya waktu bermain kita cukup sampai disini dulu. Sayang sekali, padahal aku ingin sekali mengoyak tumbuhmu dan 2 orang dibelakangmu itu, tapi waktuku habis.” Ujar laki-lak iyang ternyata adalah anggota dari Klan Wolves itu.
Hajime hanya diam dan terus menatap laki-laki itu sampai menghilang dari pandangan matanya.
Hajime manarik nafas sambil memejamkan matanya dan kuku, taring juga bola matanya menjadi normal seperti biasanya.
“Buka matamu.” Ujar Hajime yang sekarang sudah berdiri didepan Mizuki.
Mizuki langsung membuka matanya dan mendongak untuk melihat Hajime yang berdiri menjulang didepannya.
“Apa yang terjadi hari ini anggap saja adalah mimpi. Jadi jangan pernah kau coba-coba membahas, ataupun menceritakannya pada siapapun. Beritahu juga pada adikmu kalau ini hanya mimpi.” Ujar Hajime panjang namun terkesan datar.
“Ouji—”
“Panggil aku Hajime.” Ucapan Mizuki terpotong oleh sang pangeran kegelapan.
“Hajime-kun.”
“Nani?”
“Antarkan aku pulang dan bisakah kau menggendong Miharu sampai rumah?” ujar Mizuki dengan tatapan mata memelasnya atau lebih tepatnya tatapan yang menyiratkan rasa takut.
“Haah~!” Hajime menghela nafasnya dan berjongkok didepan Mizuki.
“Naikan dia ke punggungku.” Ujar Hajime.
Awalnya Mizuki kaget karena tidak percaya kalau Hajime benar-benar mau menggendong Miharu tapi pada akhirnya senyuman kecil terukir dibibirnya.
“Onna.” Panggil Hajime
“E-eh, i-iya.” Mizuki pun menyandarkan Miharu dipunggung Hajime.
Merasa kalau Miharu sudah berada dalam gendongannya, Hajime langsung berdiri dan berjalan kearah rumah Miharu diikuti oleh Miharu disampingnya.
Hai,
Ditambahin sedikit kata [ratings] di bagian atas postinganmu.
Pake [r] di depan
Pake [s] di belakang
Tulisannya [ratings] tanpa spasi
Selamat mencoba. :YUHUIII
Waktunya habis knp ya?
Hm hm, tak apa lah bagus lagi dia pergi, hhe
Oh ya ada sedikit typo di bagian yg kesebut td
Oh iya coba tambahin tulisan ratings ya, biar bisa di vote tulisan mu