Ana menenteng aneka belanjaan yang mengantung di lengan kecilnya. Bahunya seolah mau copot mengingat beberapa bahan yang dibelinya cukup. Bibirnya menggerutu jengkel, salahkan Elang yang seenak perutnya memaksa Ana untuk belanja selama sebulan. Ah, harusnya saat itu ia tak menjanjikan untuk menuruti semua permintaan Elang. Ana dan mulut besarnya. Hah. Ia jadi harus bangun 2 jam lebih pagi untuk memastikan stok bahan didapur terpenuhi. Lupakan saja tidur cantik untuk bulan ini.
Lamunannya terputus ketika matanya bersirobok dengan seorang gadis asing berambut indigo yang tengah berjongkok di bawah jendela mengintip ke dalam kafe. Mencurigakan sekali. Ana mendesah, setelah meletakkan belanjaannya di dekat pintu masuk ia berjalan berlahan mendekati gadis itu. Dengan pelan ia menepuk pundak sang gadis.
“Sumimasen, ada yang bisa ku bantu?” tanya Ana sambil tersenyum mengabaikan lawan bicara didepannya yang masih berjongkok dengan wajah kaku yang memucat seputih mayat.
“Ano, hmmm …..” gagapnya, keringat dingin mulai membanjiri keningnya, membuat Ana merasa tak enak hati. Belum sempat Ana bereaksi apapun gadis itu tiba tiba berdiri dan dengan cepat membungkukkan badannya. “Ah, maafkan aku.” ucapnya keras sambil melarikan diri dari tempat itu.
Ana menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Dasar aneh.” ujarnya pelan, sambil menatap belokan tempat gadis itu menghilang. Samar-samar tercium aroma lavender di tempat gadis itu berdiri.
°°°°°°°°°°°°°°°
Ana berusaha mengabaikan gadis aneh itu tapi lagi dan lagi gadis itu muncul kembali, berdiri diposisi yang sama pada jam yang sama. Awalnya cuma Ana yang menaruh perhatian, tapi tingkahnya yang mencurigakan menarik rasa penasaran beberapa pengunjung kafe mereka di pagi hari. Bahkan Elang si antisosial itu sedikit banyak merasa terganggu.
Sudah seminggu dan gadis lavender itu terus datang. Di jam yang sama juga tempat yang sama. Tapi entah bagaimana begitu Anahendak menghampirinya gadis itu selalu pergi dengan tergesa, hanya menyisakan wangi lavender di musim panas.
Tidak satu hal pun terlihat muram hari ini.
Langit luar biasa bersih. Biru tegas. Tanpa semburat putih, tanpa gumpalan kelabu. Nyaris seperti kolam cat. Matahari menyala kuat. Udara panas dan lembap. Tidak ada angin. Rumput dan tumbuhan tegak tidak bergerak. Pucuk-pucuknya yang licin berkilat.
Ana dan perjanjian bodohnya juga tugasnya belanja yang menyiksa. Gerutunya sepanjang jalan pulang. Langkah kakinya terhenti ketika dilihatnya gadis bermata lavender itu, diposisinya yang biasa, kini dapat dilihat jelas bagaimana rupa gadis itu, tapi yang menyita perhatian Ana bukan rupa gadis itu yang bagai boneka, tapi pendar aneh di mata lavendernya yang tampak penuh cahaya.
Ana tersenyum kecil, diangkatnya keranjang belanjaan yang entah kenapa berubah menjadi lebih ringan.
°°°°°°°°°°°°°°
“Siapa?” tanya Elang dengan kening berkerut, Ana mencebik jengkel. Sia sia dia menahan diri tidak membicarakan teorinya tentang gadis lavender itu sepanjang hari, Elang yang tengah sibuk mengepel lantai dapur tampaknya sama sekali menyimak cerita panjang lebarnya.
Ana menghembuskan nafas lelah dengan perlahan dia berkata. “Menurutku gadis itu suka dengan Dini.”
Elang mendecih, “Ana apa kedobeanmu bertambah karena selalu kupanggil dobe?”. Ucapnya sinis. “Apa yang disukainya dari idiot satu itu.”
Ana mendesah panjang, semakin gemas menghadapi sikap Elang yang kelewat naif. Berbeda dengannya yang beberapa kali berpacaran sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, Elang sama sekali awam mengenai hubungan lelaki dan perempuan. Dibalik sikap dinginnya itu Elang tidak cukup berani tidak seperti Ana yang bahkan pernah mendekati lawan jenis terlebih dahulu.
“Berani taruhan gadis itu memang menyukai Dino.”
“Katakanlah kau benar. Apa yang an kaulakukan. Kau tak mungkin tiba-tiba memberitahu Dino perasaan gadis gadis itu bukan.”
Pembicaraan mereka terputus sejenak. Ana mengerutkan dahi, mencerna pertanyaan Elang, dan memikirkan jawaban untuk itu.
“Aku punya ide dan kau harus membantuku lagi sekarang.” putus Ana seenaknya membuat Elang menghela nafas lelah menghadapi gadis tukang ikut campur itu.
°°°°°°°°°°°°°°°
Hari ini Elang karena permintaan tidak masuk akal Ana memutuskan menutup kafe mereka. Menulikan protes pelanggan-pelanggan setia mereka ketika kemarin Ana menggumumkan akan menutup kafe hari ini.
“Gadis itu mungkin bahkan tidak datang.” ujar Elang sarkatis menatap kusen jendela tempat gadis itu biasa duduk berjongkok.
“Diam Elang. Aku yakin dia akan datang.” sentak Ana galak membuat rekannya memutar mata bosan.
Sepuluh menit menunggu, dan rasanya penantian itu tidak sia-sia. Begitu gadis itu terlihat, Ana langsung menampakkan diri didepannya dan seperti yang udah di duga gadis itu langsung berbalik dengan cepat membuatnya menubruk dada Elang yang memang menunggu dibelakangnya. Dengan erat dia memegangi lengan kurus gadis itu, membuatnya semakin bergetar ketakutan.
“Tenang saja nona. Kami tidak berniat menyakitimu.” ucap Ana dengan senyum ramahnya berusaha membuat gadis itu tenang “Bagaimana jika anda masuk dan mencoba menu baru kami.”
Tampaknya gadis itu tahu tak ada jalan melarikan diri, dengan kepala menunduk setelah Elang melepaskan cengkramannya dia megikuti Ana masuk ke bangunan yang biasanya hanya bisa diintipnya dari luar.
Perempuan itu menarik napas dalam-dalam, lalu berkata lirih,” Aku menyukainya,” Ujarnya setelah sekian lama diam.
“Siapa?” Ana menoleh kepadanya. Terkejut karena tak menyangka gadis itu akan membuka pembicaraan.
Dia menengadah sehingga pandangan mereka bertemu. Kedua pipinya luar biasa merah. Matanya berkaca-kaca. “Dino.”bisiknya. Lalu, dia kembali menunduk, bersembunyi dari tatapan Ana. Kini tangannya gemetar.
Ana tersenyum penuh kemenangan melirik Elang yang tengah sibuk menghias kue yang semalam Ana suruh untuk buatkan, sejenak pandangan mereka bertemu membuat Elang langsung memalingkan muka.
“Lalu apa yang akan kau lakukan nona. ”
“Aku takut dia tahu perasaanku.”
“Lalu bagaimana ia akan membalas perasaanmu kalau ia tak tau kau menyukainya. Kau mau dia direbut wanita lain. ” ucapan keras Ana tampaknya membuat gadis itu tersentak, sadar akan kemungkinan itu.
Belum sempat gadis itu menimpali ucapan Ana, Elang menyodorkan sepiring kue ke depan gadis itu. Dan Ana tak tahan untuk tersenyum.
“Nikmati kuemu nona. Aku harap kau tau apa yang harus kau lakukan setelah ini.” ucapnya sambil berdiri meninggalkan gadis itu untuk menghabiskan red velvet itu sambil berurai air mata.
°°°°°°°°°°°°°°°
Sejak Sejak itu, Ana sering melihat Gadis lavender itu dan Dino. Pada pagi hari di kafe mereka, atau pada jam istirahat siang yang singkat. Tak tau bagaimana mereka berkenalan. Tapi rasanya itu tak penting, karena dilihat dari semburat tipis dipipi Dino, Naruto tahu perasaan gadis itu tak bertepuk sebelah tangan.
“Terima kasih atas semangatnya. ” bisik gadis itu suatu pagi. Dan untuk pertama kalinya dia tersenyum lembut tanpa menundukkan kepalanya. Tanpa ragu Ana membalas senyumnya, memandang nya dari balik jendela ketika Dia dan Dino bergandengan tangan menyusuri trotoar depan, dan rasanya, dibanding senyum tulus itu tugas tambahan belanja bulan depan tak lagi membebaninya.
Mungkin kali ini ia harus memberi Elang reward, ciuman dibir mungkin. Pikirnya geli sambil menyambut tamu baru yang baru datang.
Wahhhh elang ana kembaliiii hehe
Pokokny sll ditunggu dah kisah kasih elang dan ana eaaaaaaa
Jngn ampe kepencet delete lgi ka hihi
Semangat
Okay deh… Hahaha :ragunih
Yeaaayyyy update si elang :NGEBETT
Si elang di update lg yah :tepuk2tangan :YUHUIII
Dibuang sayang….
Sok atuhh kasih kecupan basah untuk Elang hihihi~
Husss,,,, jangan keras-keras. Kasian jomblonya..:HULAHULA
weyyy, elang nongol hihi
Hiyeeee, jangan ditaksir low
Ini masih ada kelanjutannya ga yaa
Liat nanti, pengenku lanjut terus. Tp masih ada utang cerita di wattpad yang belum tamat… :’v