Vitamins Blog

The Angel’s Destiny – Bab. 2

Bookmark
Please login to bookmark Close
21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Azazil Satan memandang kebelakang, mengabaikan rasa nyeri di tubuhnya karena sekarang rasa nyeri di hatinya lebih mendominasi. Rumah mungil itu kini telah rata menjadi tanah, apalagi saat Azazil lebih sibuk dengan pertarungan dan tidak memperhatikan sosok yang harusnya dia lindungi.

Azazil berlutut memegang dada, merasakan jantungnya seolah hidup dan memukul rongga-rongga dadanya hingga membuat Azazil harus menekan di sana dengan kencang. Apa yang sudah dia lakukan? Kenapa hanya melindungi sosok mungil itu saja Azazil sudah tidak mampu? Apa dia memang selemah itu?

Bahkan pedang Angkara sudah berkedip-kedip saat sebuah fakta menggelayut sang Tuan. Jika bayi itu terbunuh, harusnya Azazil juga mati. Bukankah begitu? Tapi kenapa Azazil tidak ingin mati? Kenapa Azazil hanya merasakan sakit dan bukannya hampa? Ada yang aneh.

Jawaban dari pertanyaan itu datang sekejap mata saat suara isak tangis di antara reruntuhan bangunan itu terdengar kecil, dengan nyalang mata biru shappire Sang Azazil menatap. Langsung bangun dan setengah berlari kearah bangunan yang sudah hancur berantakan.

Dengan satu gerakan kecil di tangan Azazil bangunan itu langsung terangkat dan terjatuh di satu tempat hingga mata Azazil bisa melihat beberapa mayat yang beberapa menit tadi masih tersenyum lebar dengan kehangatan. Dan sekarang mata mereka semua hanya terbelalak lebar saat kematian menjemput.

Azazil menemukannya, disana. Di bawah tindihan seorang wanita. Mata Azazil melihat gerakan kecil dari tangan mungil pasangan takdirnya. Setengah berlari Azazil menghampiri, langsung mengangkat tubuh itu dan meletakkannya di samping bayi yang tengah menjadikan Azazil pusat tatapnya. Mata indah itu membalas mata Azazil yang terlihat berkaca-kaca. Azazil tidak pernah tahu kalau dia akan serapuh ini pada mahluk hidup apalagi mahluk fana, tapi sekarang dia memang ada di ambang rapuhnya.

Dengan hati-hati tangan Azazil mengangkat tubuh bayi itu dan langsung melebarkan senyum saat tangan bayi yang menggapai berhasil meraih wajahnya. Azazil sangat bahagia, bahkan selama ribuan tahun hidupnya moment ini yang paling membahagiakan buat Sang Azazil. Azazil menggenggam tangan mungil itu, mencium disana dan langsung menghirup aroma menenangkan dari sosok bayi yang teramat mungil.

“Aurora Satan, itu namamu.” Bayi itu mengerjap terlihat bingung membuat Azazil dengan senyum tipis menaruh jemarinya di pipi si bayi yang kembali terlihat memiliki semangat di mata uniknya. “Aku tidak akan pernah kehilanganmu lagi, selamanya.” Tak bisa menahan diri lagi Azazil akhirnya mendaratkan ciuman di pipi Bayi yang mulai kembali meraih apapun untuk di jadikan pegangan saat wajah Azazil jauh dari jangkauan.

Suara langkah kaki membuat pendengaran Azazil waspada, langsung mendongak dan menghirup aroma yang tentu saja sangat di kenal indera penciumannya. Azazil melangkah keluar dari area bekas rumah yang kini telah rata.

Sosok asing itu keluar dari semak belukar, masih dengan pandangan terpana saat mata merahnya menemukan beberapa bekas tulang belulang yang telah hancur menjadi abu. Mata merahnya terangkat saat inderanya yang tajam mampu mendengar suara bayi yang tengah merengek. Dirinya langsung waspada saat matanya langsung mengenal siapa yang tengah ada di depannya.

“Malaikat terbuang.” Tanpa bisa menahan suaranya lagi sosok itu bersuara membuat seringaian muncul di bibir tipis Sang Azazil.

Mata merahnya menatap malaikat terbuang yang tengah menggendong seorang bayi yang menurut indera penglihatannya sedikit janggal. Sejak kapan malaikat terbuang menyukai bayi? Apalagi itu bayi manusia. Ternyata aroma bayi itu yang membawa si mata merah untuk mendekat. Dan sekarang dengan naas dirinya harus berhadapan dengan malaikat terbuang, yang tentu saja tak akan mampu di tandingi oleh kekuatan miliknya. Bahkan malaikat rendahan juga tidak mampu di hadapinya apalagi malaikat yang ada di depannya ini.

“Vampir.” Azazil bersuara terlihat menyeringai dengan menyeramkan membuat si vampir harus mulai waspada. “Apa aroma pasanganku menarikmu menuju kematian?” Pertanyaan itu membuat si vampir bergerak waspada. Tahu betul kalau hari ini dia tengah sial.

Kenyataan yang lain kembali menampar si vampir rasanya, saat senjata milik Sang Azazil telah menampakkan diri. Melayang di atas kepala malaikat terbuang dan ketajaman yang mengarah ke arah Vampir yang kini ingin melarikan diri.

Itu pedang Angkara? Mata merah milik si Vampir tidak mungkin salah. Pedang itu memang pedang Angkara. Berarti yang ada di depannya adalah..

Azazil Satan.

Rasanya vampir itu hampir lemas tak berdaya, kenapa dia harus sangat tertarik dengan aroma itu? Kenapa dia harus serakus sekarang? Kematian ada di depan matanya.

“Aku memiliki penawaran untukmu vampir.” Suara mengejek di abaikan vampir itu karena kata-kata yang lebih terkandung arti di dalamnya.

Si mata merah mengangkat wajah, langsung merasakan kelegaan saat dia memang tidak salah dengar. Dengan cepat si Vampir berlutut dan menundukkan wajah. Langsung menaruh kedua tangan di lututnya dan mulai bersuara. “Akan saya terima Wahai Azazil asal bisa menyelamatkan nyawa saya.” Suara vampir itu bergetar hebat.

Azazil menganggukkan kepala saat namanya di sebut oleh sosok vampir asing yang tidak di kenalnya. “Ternyata kau tahu nama ku, Vampir.”

Vampir itu semakin menunduk dengan tubuh bergetar. “Saya hanya pernah melihat di buku tentang Anda Wahai Azazil, saya tahu Anda karena senjata milik anda.”

“Jadi Angkara lebih terkenal dariku.” Nada bercanda sang Azazil malah membuat vampir yang ada di depannya semakin bergetar ketakutan.

“Bukan begitu maksud saya..”

“Tenang saja Vampir, aku benar-benar tidak akan menyakitimu. Karena aku membutuhkanmu.”

“Apa yang bisa saya lakukan untuk anda Wahai Azazil?” Vampir itu merasakan kedinginan menghujam tubuhnya saat kepalanya terangkat matanya langsung melotot nyalang. Pedang Angkara telah ada di depannya siap menebas, detik itu juga vampir itu percaya kalau pedang kematian itu akan membunuhnya tapi ternyata pedang itu hanya menggores lehernya membuat vampir yang masih terkejut hanya menganga.

Setelah berhasil membuat dirinya olahraga jantung pedang itu kembali kepada pemiliknya dan terbang di atas sang Azazil dan bayi yang telah menggapai wajah Azazil.

Azazil mengambil pedang itu dan memasukkan kembali ke tubuhnya, membiarkan darah bekas vampir ada di telapak tangannya. “Bayi ini ditakdirkan menjadi pasanganku, tapi aku merasakan ada takdir yang lebih besar dari itu yang disiapkan untuknya. Aku hanya penjaganya sekaligus menjadikan dia kutukanku.” Azazil bersuara, mengoleskan darah vampir itu di bibir si bayi yang langsung memainkan mulutnya. Bayi itu menghisap darah vampir.

“Kenapa anda memberikan darah saya Wahai Azazil?” Tak dapat menyembunyikan kekagumannya si vampir bertanya, mengabaikan kelancangannya.

“Darahmu bisa menyembunyikan aroma miliknya, aku ingin kau menjaga pasangan takdirku vampir. Ada sesuatu yang harus aku lakukan dan keabadianmu menjadi miliknya. Jika ajalmu sudah menjemput nanti, suruh dia datang mencariku.” Azazil bersuara tapi matanya terus menatap kearah bayi dengan mata yang mulai memerah. “Aku bisa memperpanjang hidupmu, jika kau memang ingin memperpanjangnya datang padaku. Kau akan menemukanku. Aku akan menuntunmu.” Azazil mencium kening bayi yang kini menangis dan terus menangis seolah tahu kalau sosok yang tengah mendekap akan meninggalkan dirinya.

“Saya akan mengemban tugas yang amat mulia ini Wahai Azazil.” Vampir itu memang dari dulu ingin menyingkirkan keabadiannya tapi tak di sangka sekarang malah terwujud dengan sendiri.

“Namanya Aurora Satan, ku berikan namaku di akhir namanya agar mahluk apapun yang mendengar tahu kalau dia milikku.” Azazil meminta vampir itu mendekat, membuat si vampir langsung berdiri dan berjalan ke depan Azazil. “Di usia yang delapan belas tahun, darahnya akan kembali menguasai dirinya jadi sebelum itu terjadi dia harus bisa menemukan aku.” Azazil memberikan bayi itu mengabaikan rasa nyeri yang seolah menyayat hatinya.

“Saya akan menjaganya dengan seluruh nyawa saya Wahai Azazil.” Tak dapat menyembunyikan rasa bangganya si vampir bersuara.

“Kau tidak perlu menjaganya dengan seluruh nyawamu, karena saat bahaya mendatanginya aku akan selalu ada di sana. Dia tidak pernah sendiri karena aku ada di hatinya. Kami telah menyatu.” Dengan kata itu Azazil berbalik hendak berlalu membuat vampir itu bisa melihat sayatan panjang di punggung malaikat terbuang.

Mata vampir itu menatap bayi dan langsung mengulas senyum hangat. “Matamu benar-benar indah Aurora.”

*** TBC

 

11 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Yesss pertamaaaaa hihi

    1. Aku mah kpn ya dpt yg pertama, hhe

  2. Kenapa rumahnya jadi tiba2 rata? Aku kelewat bacanya yah?

  3. Aduuhhh gasabar nunggu Aurora berusia 18 tahun :GERAAH
    Nama vampir itu siapa yaaa hmmm :CURIGAH
    Ditunggu next nyaaa :KISSYOU

  4. mardilestari menulis:

    Ceritanya dqh mulai menarik…dan tata bahasanya juga dah enak…tq outhor..keep spirit ya :

  5. WidyaElfWidyaElf menulis:

    Ohhhhhhhhh menarik nih cerita nya.
    Cpt2 di lanjut kak
    Ditunggu

  6. Makin penasaraaan lanjutannya
    nunggu 18 thn, Azazil semangatttt
    Eh untk ka penulis nya jg semangatttt

  7. farahzamani5 menulis:

    Ahhhh kerennnn bngtttttt
    Untung aurora selamat yak pas rmh itu diancurin
    Azazil mau ngapain nih, ada kerjaan laen sambil nunggu aurora capai usia 18thn
    Penasaran sma aurora kecil dibawah asuhan vampire hihi
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya ka

  8. Duh pengen Aurora cepat 2 usia 18 yg, wkwkwk :LARIDEMIHIDUP

  9. fitriartemisia menulis:

    whoa namanya Aurora :YUHUIII

  10. Ahh namanya indahh, Aurora dan ditambah dengan nama belakang Satan jadi sedikit lebih wow~
    Menunggu sampai umur Aurora 18th untuk melihat mereka berdua bertemu >_<