Vitamins Blog

Pandora’s Cursed : PART 8

Bookmark
Please login to bookmark Close
39 votes, average: 1.00 out of 1 (39 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ophelia membelalakkan matanya kaget. Saat ini dihadapannya adalah abangnya. Abangnya yang telah lama ia tinggalkan. Aaron tampak sangat dewasa saat ini, apalagi saat ia memakai baju besinya. Dia sangat gagah dan— tampan.

 

“Kakak?”

 

Aaron spontan memeluknya. Ia mencium pucuk kepala Ophelia sambil mengelusnya sayang.

 

“Aku sangat merindukanmu, Ophelia,” Gumamnya.

 

Ophelia mengangkat kedua tangannya dan membalas memeluk Aaron.

 

“Kakak—,”

 

Ophelia memejamkan matanya, merasakan kehangatan tubuh Aaron. Ia sangat senang, benar-benar senang telah bertemu dengan keluarganya kembali. Sebelum ia dikirim ke India, Ophelia hanya bisa mengingat saudara-saudaranya yang sedang menatapnya saat menaiki kapal. Semuanya menundukkan kepala saat itu. Begitu juga dengan saudaranya.

 

“Kau sudah besar sekarang,” Aaron melepaskan pelukannya. “Berapa umurmu?”

 

“Dua puluh tahun,” Jawab Ophelia.

 

Aaron terkekeh dan mengacak rambut Ophelia.

 

“Naiklah ke kudaku.”

 

Aaron membawa Ophelia melintasi jalanan menuju Paris. Tampaknya Aaron sangat tergesa-gesa menuju Calais. Ophelia masih bingung, bagaimana bisa Aaron mengetahui bila Ophelia tiba di Paris hari ini?

 

Aaron membawanya ke rumahnya yang berada di pinggiran Kota Paris. Rumah itu bagaikan semua pondok kecil. Aaron mengatakan bila rumah ini digunakannya sebagai tempat peristirahatannya saat selesai berperang.

 

“Kau bisa tinggal disini untuk sementara,” Kata Aaron sambil melepas pelana kudanya.

 

Ophelia melirik kesekitar pekarangan rumah tersebut. Rumah ini seperti tidak asing baginya. Ophelia menoleh ke pohon gingko yang sedang menggugurkan daunnya yang berwarna ke kuninga itu. Di bawah pohon gingko terdapat sebuah ayunan kecil yang bergerak kecil terombang-ambing oleh angin.

 

“Kau ingat ayunan itu?” Aaron menunjuk kearah ayunan yang dilihat oleh Ophelia. “Dulu kau sangat suka bermain disana.”

 

Ophelia menatap lurus kearah ayunan itu. Ia tidak terlalu ingat mengenai masa lalunya. Begitu juga dengan rumah dan ayunan itu.

 

Aaron menyuruh Ophelia untuk masuk ke dalam rumahnya. Rumah itu cukup besar bagi rumah yang terletak di pinggiran perkotaan. Semua interior terbuat dari keramik dan marmer. Karpet berwarna merah yang sangat tebal dan halus. Ophelia bisa merasakan kelembutannya di kakinya.

 

Aaron mengajak Ophelia ke lantai atas rumah itu. Aaron menempatkan Ophelia di kamar yang langsung menghadap ke ibu kota. Ophelia bisa melihat bangunan-bangunan ibu kota dari sana. Dan juga ia bisa melihat istana itu, dengan bendera yang berkibar di atas puncak menara.

 

“Kau sudah lama tidak melihat pemandangan di Prancis ini, bukan?” Aaron tiba-tiba saja muncul di sampingnya.

 

Ophelia melirik kearahnya sejenak sambil mengangguk. “Iya.”

 

“Bagaimana di India?”

 

“Sangat panas.”

 

Aaron tersenyum. Ia mendesah sambil memindahkan tumpuannya ke kakinya yang lain.

 

“Dulu, aku pernah ke India,” Ophelia langsung menoleh kearahnya. “Saat itu aku baru selesai memenang pertarungan pertamaku. Ratu memberikanku waktu untuk beristirahat sejenak. Aku berniat pergi ke India untuk menyusulmu. Pergi ke sana membutuhkan waktu dua minggu dengan menggunakan kapal. Aku mengakui disana sangat panas.”

 

“India bukanlah tempat yang bagus untuk berlibur.”

 

“Kau benar,” Aaron menimpali. “Setindaknya aku bisa melihat wanita dengan pakaian yang menampakkan perutnya,” Aaron melirik menggoda kepada Ophelia. “Aku berencana mencarimu saat itu. Tapi aku tidak tahu kemana mereka mengasingkanmu.”

 

Ophelia terdiam sejenak. Ia kembali menatap kearah kastil yang menjulang tinggi dari kejauhan.

 

“Apa kau tidak takut pada kutukanku?” Tanyanya.

 

Aaron menoleh kearahnya. “Aku tidak percaya mengenai hal itu. Dan juga, kutukan itu tidak berimbas kepada orang lain.”

 

“Bagaimana bila kutukan itu dapat mencelakakan orang lain?”

 

Aaron melirik kearah Ophelia. Begitu juga dengan Ophelia. Ophelia mengangkat sebelah alisnya, menunggu jawaban Aaron.

 

“Kalau begitu, aku tetap bersamamu.”

 

Jawaban yang tidak disangka-sangka oleh Ophelia. Ophelia membuka bibirnya ingin menjawab tapi, Aaron lebih dulu mendahuluinya.

 

“Aku akan terus bersamamu, walaupun itu akan berimbas buruk kepadaku. Bukankah itu namanya keluarga?”

 

Aaron tersenyum. Tapi, tidak dengan Ophelia. Senyum itu tidak menular sedikit pun kepadanya. Ophelia memalingkan wajah dari tatapan mata biru Aaron. Ia tidak ingin kembali membahas hal ini kepadanya.

 

–{—

 

Ophelia merasa kelelahan sehabis perjalanan ini. Aaron memberikannya satu pelayan kepada Ophelia. Pelayan itu menyarankan Ophelia untuk membersihkan dirinya, sedangkan Aaron akan pergi ke istana. Ia bilang, Aaron mempunyai urusan lain di istana.

 

Pelayan tersebut menyiapkan air hangat untuknya. Ophelia memasuki bak mandi yang terbuat dari perak itu dan merasakan air hangat menyentuh kulitnya yang kemerahan. Ophelia mengusap bagian pundak dan lengannya. Sudah lama ia tidak merasakan harum dan kenyamanan ini sebelumnya.

 

“Kau boleh pergi,” Ucap Ophelia kepada pelayannya.

 

Pelayan itu menundukkan kepalanya dan melangkah mundur meninggalkan Ophelia sendirian di bak mandi itu. Ophelia menghirup bau bunga mawar di bak mandinya. Semua penatnya hilang seketika setelah berendam sambil menghirup aroma terapi di bak mandi ini.

 

Air bak mandi ini tiba-tiba saja bergelombang, menyebabkan ombak kecil yang mengarah ke sisi bak mandi lainnya. Gelembung-gelembung keluar ke permukaan dan Ophelia menoleh kebelakangnya. Ia membelalakkan matanya saat melihat puncak kepala dengan rambut hitam yang mengkilat keluar dari balik air. Spontan, ia berteriak kaget. Samuel segera menutup mulut Ophelia dan mendekapnya langsung di dadanya.

 

“Diam, sayang,” Ucapnya.

 

Ophelia melirik ke wajah Samuel yang menetaskan air ke wajahnya. Samuel tersenyum jahil saat Ophelia mulai menggeliat di dadanya, membuat payudaranya yang montok bergesekan di dada Samuel.

 

“Kau sudah besar,” Gumam Samuel.

 

Ophelia mendorong Samuel dan mulai beringsut mundur hingga punggungnya menekan di sisi bak mandi. Reflex, ia menutup dadanya dengan kedua tangannya.

 

“Kau— kau mengagetkanku,” Kata Ophelia sambil menghindari tatapan jahil Samuel.

 

Samuel menghela nafasnya. Ia bergeser kearah Ophelia, sambil menyandarkan punggungnya dan merentangkan tangannya ke pinggiran bak mandi.

 

“Selamat, kau sudah sampai di Prancis dan bertemu keluargamu,” Kata Samuel. “Bagaimana perasaanmu?”

 

“Ehm..”

 

“Senang?”

 

Ophelia mengangguk. “Tentu saja aku senang. Sudah lama aku tidak bertemu dengan Aaron.”

 

Samuel tersenyum tipis. Ia menggeser tubuhnya menghadap Ophelia. Lalu, ia menyingkirkan anak-anak rambut yang basah di dekat pelipis Ophelia.

 

“Kau tahu? Ini bukanlah akhir cerita, Ophelia?”

 

Ophelia mengangkat sebelah alisnya. “Maksudmu?”

 

“Apa kau kira pulang ke Prancis akan membuat hidupmu bahagia?”

 

“Tidak,” Ophelia menjawab tegas. “Pulang ke Prancis sangat beresiko untukku. Kemungkinan aku akan dibakar atau pun di hukum mati apabila Sang Raja mengetahui keberadaanku.”

 

Samuel meraih tubuh Ophelia dan mendekapnya di dada. Ia membalikkan tubuh Ophelia dan meremas pundaknya. Samuel bisa melihat ada tanda aneh di belakang leher Ophelia. Tanda berbentuk bintang dengan enam sisi di sekelilingnya.

 

“Aku selalu di usir di setiap tempat.”

 

Ophelia tersentak saat Samuel menjilat tanda di belakang lehernya. Ophelia menggeliat geli dan melepaskan tautan tangan Samuel yang melingkar di perutnya.

 

“Hentikan, Samuel!”

 

Samuel menjauhkan bibirnya dari leher Ophelia. Seketika tanda itu mulai bercahaya merah dari balik leher Ophelia.

 

“Kau tahu makna sebenarnya dari kutukanmu itu?” Tanya Samuel.

 

Ophelia melirik dari balik bahunya. “Tidak.”

 

“Kutukan itu tidak akan mengakibatkan kemalangan bagi negara dan bangsamu seperti para anggota kerajaan takuti saat ini. Kutukan itu dapat menjadi sebagai kekuatan bagimu, bila kau tahu bagaimana cara menggunakannya.”

 

Samuel mencium tanda itu dan menjilatnya sejenaknya. Ophelia menahan nafasnya, merasakan sensasi aneh saat Samuel terus menjilat lehernya.

 

“Apa kau penasaran mengenai kutukanmu?” Bisik Samuel di telinga Ophelia.

 

Ophelia menganggukkan kepalanya.

 

“Kau harus memasuki istana agar kau bisa menngetahui makna di balik kutukanmu dan cara menggunakannya.”

 

Samuel membisikkannya dengan pelan dan tegas, bagaikan perintah. Ophelia tertegun seperti terhipnotis. Ia tidak menyadari bila Samuel telah menghilang di balik punggungnya.

 

Ophelia menyelipkan salah satu tangan di balik lehernya, merasakan tanda itu yang semakin panas membara seperti ingin menghanguskan lehernya. Ia bisa merasakan bekas gigitan Samuel yang masih tertancap di lehernya. Dan saat itu ia bangkit dari bak mandinya, berjalan keluar dengan memakai pakaian tipis yang tergantung di samping bak mandinya.

 

Bagaimana pun caranya ia harus bisa memasuki istana…

 

–{—

 

`           Aaron mendengar suara cekikikan para wanita di lorong tempat ia berlalu. Aaron menghentikan langkahnya dan berdiam di tempat. Suara cekikikan itu kembali terdengar dan kini ia juga medengar suara saudaranya yang tertawa.

 

Aaron beralih ke pintu yang di rambati bunga ivy di pinggirnya. Ia tahu bila itu adalah kamar Charles. Kamar Charles langsung menghadap ke lorong dengan pinggiran terbuka yang menampakkan tebing-tebing tinggi di pinggirnya. Istana ini berada di atas tebing yang berada di pinggiran kota. Karena itu, terkadang tanaman rambat liar menjalari bagian pinggir pembatas antar tebing dan istana.

 

Aaron terkejut saat pintu itu tiba-tiba saja terbuka dan menampakkan beberapa wanita cantik dengan pakaian yang sudah melorot di tubuhnya. Aaron menegang saat ia melihat payudara wanita-wanita itu yang sedikit menonjol dari balik kain tipis yang hanya membatasi dari dada hingga lutut mereka. Lalu, dari dalam ia melihat Charles yang tengah duduk di pinggir ranjangnya dengan pakaian dalam panjang longgarnya.

 

“Aaron,” Panggil Charles.

 

Charles melambaikan tangannya untuk menyuruh saudaranya itu masuk. Para wanita itu sudah pergi meninggalkan mereka. Aaron masuk ke dalam kamar Charles dan menyembrangi ruangan hingga ke tempat Charles berada.

 

Charles mengisyaratkan Aaron untuk duduk di meja yang berada di dekat jendela. Charles berjalan kesana sambil membawa gelas Aaron dan sebotol wine. Ia meletakkan gelas itu di depan Aaron dan menuangkan wine disana.

 

“Kau lihat gadis-gadis tadi?” Kata Charles memulai percakapannya. “Ah— sebaiknya aku tidak memanggil mereka gadis-gadis lagi. Mereka semua tidak perawan.”

 

Charles mengelilingi meja dan duduk di hadapan Aaron. Aaron meneguk sedikit wine di gelasnya.

 

“Mereka tampak bersenang-senang denganmu. Aku bisa mendengar suara mereka dari lorong.”

 

“Yah, mungkin kau juga bisa mendengar erangan mereka hingga berkilo-kilo meter dari sini,” Charles menghela nafasnya. “Mereka akan melakukan apa pun untuk mendapatkan uang,” Charles mengangkat gelasnya. “Para gundik itu,” Ia mengucapkan kata-kata terakhir dari balik gelasnya.

 

Charles meneguk semua wine itu hingga tandas. Lalu ia menghela nafas kasar sambil membanting gelasnya ke meja. Dari balik rambutnya yang berjatuhan, Charles melirik ke Aaron yang menatap tenang sambil memegang leher gelas.

 

“Kau tidak ingin bersenang-senang bersama mereka?” Tanya Charles.

 

Aaron hanya menggeleng sambil meneguk winenya. Charles menghela nafasnya lagi dan menggoyang-goyangkan cangkirnya.

 

“Wanita bukankah termasuk kebutuhan biologis pria? Aku merasa bingung kenapa kau selalu tidak ingin melakukanya.”

 

Charles mengambil sesuatu di sudut meja. Sebuah surat dengan segel elang. Melihat segelnya, Aaron langsung tahu pengirim surat itu.

 

“Surat cinta pertamamu.”

 

Charles menyodorkan surat tersebut kepada Aaron. Aaron menerimanya dan langsung mengikis bagian segel tersebut. Itu bukanlah surat resmi dan juga isinya yang berhubungan dengan politik. Seperti kata Charles, ini adalah surat cinta— dari Putri Claudia.

 

Claudia mengatakan di suratnya bila ia akan berkunjung ke Prancis tidak lama lagi. Aaron mengerutkan keningnya. Ada urusan apa ia akan datang ke Prancis? Mengenai hal itu, Claudia tidak menulisnya di surat.

 

“Apa isinya?” Kata Charles di balik cangkirnya.

 

“Putri Claudia ingin datang kesini,” Aaron melipat suratnya lagi. “Mengenai tujuannya ia tidak memberitahunya.”

 

“Bagus. Kita akan menyambutnya,” Charles menuangkan wine di gelasnya. “Mungkin dia bisa membayar hutang keluarga kerajaannya yang sudah menumpuk.”

 

Aaron meletakkan surat itu di meja dan meneguk winenya hingga tandas.

 

–{—

 

Ophelia berjalan di lorong gelap rumah Aaron. Ia ingin menemui Aaron kali ini. Di tangannya terdapat lilin dan ia berjalan sambil menarik gaunnya yang cukup berat dan panjang. Sudah lama ia tidak memakai korset dan juga gaun yang seberat ini. Sebelumnya ia hanya memakai sehelai kain panjang yang di balutkan ke seluruh tubuhnya.

 

Ophelia merasakan dingin yang menjalari tubuhnya. Walaupun gaun ini cukup tebal tapi Ophelia masih merasakan kedinginan. Ia benar-benar sudah lama tidak beradaptasi di iklim yang ekstrim seperti di utara.

 

Pintu ruangan kerja Aaron sedikit terbuka, menampakkan cahaya remang-remang dari lilin. Ophelia menggeser sedikit pintu ruangan Aaron. Ia bisa melihat Aaron yang tengah duduk di meja kerjanya yang sedang menulis sebuah surat. Dari sini ia bisa melihat dahi Aaron yang tengah mengerut serius di bawah cahaya lilin. Ia mencelupkan pena bulunya ke tinta yang berada di sampingnya.

 

Ophelia menggeser lebih lebar lagi yang menyebabkan suara berdecit yang menggema di ruangan ini. Ophelia terkesiap dan Aaron menghentikan aktifitasnya. Ia segera menoleh kearah pintu dan membulatkan matanya mendapat Ophelia disana.

 

“Ophelia,” Panggil Aaron.

 

Ophelia melangkah maju dari balik pintu. “Aaron.”

 

Aaron menggeser duduknya. “Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Aku mengira bila kau telah tidur.”

 

Ophelia menyengir sambil menggaruk tekuknya, membuatnya terlihat konyol. Sebenarnya ia tidak bisa tidur saat ini. Suhu udara di Prancis tidak begitu membuatnya nyaman.

 

“Aku kedinginan,” Katanya spontan.

 

“Kedinginan?” Aaron mengerutkan keningnya. “Saat ini masih musim gugur.”

 

“Sudah lama aku tidak beradaptasi dengan udara di Prancis. Aku terbiasa di tempat tropis.”

 

Aaron menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti.”

Aaron mengisyaratkan Ophelia untuk berdiri di depan perapian. Ophelia langsung menyeret gaunnya ke sana, menengadahkan tangannya ke perapian sambil menggosok-gosoknya.

 

“10 tahun di India banyak membuatmu berubah.”

 

Ophelia menoleh kearah Aaron. “Benarkah?”

 

“Rambutmu mulai memanjang, kau tidak suka dingin lagi, dan juga kulitmu sedikit gelap.”

 

Reflex, Ophelia melirik kearah kulit tangannya. Aaron terkekeh melihat tingkah Ophelia.

 

“Tapi kau tetap cantik seperti sebelumnya.”

 

Ophelia tersenyum malu. Ia tidak tahu bila pipinya mulai merona di balik cahaya kemerahan ini. Aaron terkekeh dari balik Ophelia. Tapi tawa itu tidak berselang lama, Ophelia melirik dari balik bahunya. Aaron kembali sibuk dengan kertas-kertas di mejanya.

 

Ophelia membalikkan badannya dan berjalan kearah meja Aaron. Ia sedikit mendongak ke surat yang tengah Aaron tulis.

 

“Apa yang sedang kau tulis?” Tanya Ophelia.

 

“Sebuah surat untuk Putri Claudia,” Jawab Aaron.

 

Ophelia mengerutkan keningnya. “Putri Claudia?”

 

“Putri Kerajaan Jerman,” Aaron beralih dari suratnya. “Ia mengirimkan surat tadi kepadaku. Aku merasa tidak sopan bila tidak menjawab suratnya.”

 

“Ah—,” Ophelia mengangguk mengerti.

 

Aaron kembali menyibukkan dirinya dengan surat itu. Ophelia memilih untuk berkeliling ruangan ini. Cahaya remang-remang dari lilinnya tidak membatasi penglihatannya. Ruangan ini mempunyai jendela besar yang terbuka, menampakkan bulan dengan bentuk penuh yang bercahaya terang dari atas sana.

 

“Aaron,” Panggil Ophelia. Aaron menjawab dengan gumaman. “Bolehkah aku ke istana untuk bertemu ayah?”

 

Jeda sejenak, ia tidak menjawab. Ophelia bisa menengar suara pena yang tengah di letakkan di atas meja. Ophelia menyandarkan dirinya di bingkai jendela sambil memandang keluar.

 

“Ini sudah cukup lama berlalu,” Kata Aaron. “Ayah sedang berada di Tiongkok untuk pengobatannya.”

 

Ophelia menoleh kepada Aaron. “Tiongkok?”

 

“Ya, ayah mendapati penyakit yang sangat serius sehingga ia harus menjalani pengobatan di Tiongkok. Kami dengar Tiongkok mempunyai ramuan yang sangat manjur untuk mengobati segala macam penyakit.”

 

Ophelia menganggukkan kepalanya. Ayahnya telah pergi ke negera yang sangat jauh dan kemungkinan ia tidak bisa menemuinya lagi dalam waktu dekat. Dia sudah sangat lama berada di India sehingga ia tidak mengetahui kabar mengenai keluarganya di Paris, sangat di sayangkan.

 

“Sayang…”

 

Ophelia terkesiap saat mendengar suara itu yang berhembus di telinganya. Ia menoleh ke belakangnya dan mendapati Samuel di luar jendela. Tubuhnya bagaikan mengambang disana, melawan gravitasi yang ada. Tubuhnya sedikit transparan dari balik cahaya bulan. Tapi Ophelia bisa melihat wajah pucat dan mata merah itu yang menatap intens kepadanya.

 

“Jangan takutkan Aaron. Ia tidak akan menyadarinya.”

 

Ophelia menoleh kembali ke Aaron. Aaron telah kembali menyibukkan dirinya dengan surat-suratnya. Ia sangat fokus hingga tidak menyadari apa yang menarik perhatian adiknya di luar jendela.

 

“Ophelia, dengar…” Samuel mendekatkan dirinya ke jendela, hanya berjarak beberapa centi darinya. “Peraturan pertama, jangan mudah mempercayai orang lain.”

 

–{—

 

Suara derap langkah kaki kuda mengalihkan perhatian Ophelia dari cermin yang berada di hadapannya. Ia berjalan ke arah beranda dan mendongak kebawah. Disana ia melihat segerombolan prajurit dengan pakaian besinya dan juga kereta kuda dengan berhiaskan ornamen yang indah. Setiap prajurit membawa bendera dengan lambang elang hitam dengan cakar dan paruh merahnya.

 

Ophelia pernah melihat tanda itu sebelumnya. Sangat lama sekali semenjak ia masih dalam pengawasan Kepala Pelayan Vivien. Ia membaca buka politik dan menemukan lambang itu di bagian bab kesekian.

 

“My lady,” Salah satu pelayannya memanggilnya.

 

“Lynn, apa itu?” Ophelia bertanya kepada pelayannya, Lynn sambil menunjuk ke gerombolan prajurit tersebut.

 

Lynn mendongak dari beranda. “Itu pasukan dari Jerman, My Lady. Para keluarga Kerajaan Jerman datang ke Prancis untuk membayar hutang-hutang mereka.”

 

Ah— Jerman, Ophelia mengingatnya sekarang. Gerombolan itu sangat banyak bagaikan aliran sungai yang mengalir dengan warna indigo mereka dari ujung jalan menuju gerbang masuk ibukota. Apa untuk membayar hutang harus membawa arak-arakannya sebanyak ini? Ophelia menelengkan kepalanya bingung.

 

“Sebaiknya kita turun untuk sarapan, My Lady.”

 

Ophelia mengangguk. Ia sedikit menarik ujung roknya dan berjalan menyebrangi ruangan menuju pintu. Lynn membukakan pintunya untuknya.

 

Ophelia menuruni tangga dari lantai dua dan sampai di ruang santai Aaron. Ruangan itu berwarna hijau pastel dengan gorden berwarna pink mawar. Setiap bingkai jendela diberi hiasan bunga di sampingnya. Ophelia tersenyum, Aaron yang menata ruang santai ini secantik mungkin saat Ophelia baru saja datang kesini. Sebelumnya ruangan ini hanya di dominasi oleh warna putih dan cokelat kayu dengan aroma maskulin dari Aaron.

 

Ia mendapati Aaron yang tengah menyantap makannya di ruang makan. Ophelia bisa mencium bau roti yang baru saja di panggang dan juga sup dengan aroma rempah-rempahnya. Aaron  mendongakkan kepala dan mendapati Ophelia yang berdiri di sebrangnya. Ia tersenyum kepada Ophelia dan mengisyaratkan untuk duduk di kursi yang berada di samping kirinya.

 

“Duduklah.”

 

Ophelia berjalan melewati sisi meja makan. Lynn menarik kursi untuknya dan Ophelia duduk disana, dengan hidangan yang telah terpampang di hadapannya.

 

“Bagaimana tidurmu tadi malam? Apakah nyenyak?” Tanya Aaron.

 

Ophelia mengangguk. “Terima kasih, sangat nyenyak.”

 

Ophelia meletakkan napkin di pangkuannya. Lalu, meraih sendok sup yang berada di sebelah kanan tangannya.

 

“Kau tidak kedinginan lagikan?”

 

Ophelia menggeleng. “Lynn menyalakan perapian sebelum aku tidur.”

 

“Baguslah.”

 

Aaron melirik kepada Lynn yang berdiri di sudut ruangan. Lalu, ia melanjutkan makannya.

 

Ophelia menyendok sup itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Sangat hangat hingga ke tenggorokannya. Ia sudah lama tidak merasakan masakan seperti ini. Saat di pengasingan ia hanya memakan roti yang hampir basi yang diberikan oleh Brahmana yang berada disana. Dan itu pun mereka memberikannya dengan melemparnya dengan jarak tertentu.

 

Dari balik sekat ruang makan dan ruang santai, seseorang dengan pakaian besinya dan tak lupa pedang yang bertengger di pinggangnya memasuki ruangan. Di belakangnya salah satu pelayan Aaron yang berumur separuh baya mengikutinya sambil menundukkan kepalanya. Aaron menegakkan tubuhnya dan bangkit dari posisinya. Itu adalah salah satu pengawal ratu, Oliver Hortbell. Ia selalu mengirimkan perintah dan pesan dari ratu. Aaron mengerutkan keningnya, ada pesan yang perlu disampaikan kepadanya?

 

“Pangeran Aaron,” Oliver memberikan salam kehormatan kepadanya.

 

“Ya, Hortbell. Ada apa kau datang ke mari?”

 

“Yang Mulia Ratu ingin kau pergi ke istana sekarang.”

 

–{—

 

“Aaron akan menyukainya.”

 

Charles melirik ke meja dan juga nampan yang berada di hadapannya. Emas, berliam, sutra, semuanya ada disana. Dan juga pedang yang terbuat dari besi yang sangat bagus dengan hiasan batu zamrud di sarungnya.

 

Ratu Theresa meneguk sejenak tehnya dan meletakkan cangkir itu di meja sampingnya.

 

“Ini sudah waktunya untuk dirinya. Dan juga ini bisa menjadi hubungan baru bagi Kerajaan Prancis dan Jerman.”

 

Charles mengangguk. “Aku bisa melihat adikku sedikit canggung saat bertemu dengan wanita,” Charles melirik kearah Claudia sejenak. “Aku harap kau bisa mengatasi kecanggungannya, adik ipar.”

 

Claudia tersipu malu saat Charles memanggilnya “adik ipar”, seolah-olah Aaron telah menikahinya sekarang.

 

“Aku bisa melakukannya, Pangeran,” Jawab Claudia.

 

Charles terkekeh melihat rona malu-malu di wajah Claudia.

 

Langkah kaki terdengar dari ruangan pertemuan ini. Dua langkah kaki yang saling berjalan beriringan. Ratu Theresa menegakkan tubuhnya, ia tahu itu adalah langkah kaki Hortbell dan yang satunya pastilah itu adalah Aaron.

 

Hortbell dengan pakaian besinya muncul lebih dulu dari balik arc yang diikuti oleh Aaron dibelakangnya. Hortbell memilih untuk berdiri di sudut ruangan, di dekat perapian yang gemericik oleh batubara yang berjatuhan. Aaron memindai semuanya, Ratu Theresa, Charles, dan dia tercengang saat melihat Alexander dan Claudia yang telah duduk disana.

 

“Raja Alexander.”

 

Segera ia menunduk hormat kepadanya. Alexander mengisyaratkan Aaron untuk berdiri.

 

“Kita bertemu lagi, Aaron.”

 

Aaron memberi hormat kepada ibunya dan begitu juga dengan Claudia. Ia mencium tangan Claudia dan memberikan senyuman kepadanya. Claudia memalingkah wajahnya, ia tahu bila wajahnya telah mulai merona.

 

“Seperti janjimu, Tuan Putri kau datang kemari. Suatu kehormatan untuk menyambutmu disini,” Ucap Aaron.

 

“Terima kasih.”

 

Aaron memlih tempat di samping Charles. Charles menyenggol sikut Aaron dan melirik penuh arti kepadanya.

 

“Kau tahu tujuan mereka datang kesini, Aaron?”

 

“Apakah untuk membayar hutang?”

 

Terdengar suara kekehan dari Charles dan juga Ratu Theresa. Alexander hanya tersenyum masam menanggapi lelucon itu. Ia menegakkan tubuhnya dan meletakkan wine-nya di meja.

 

“Lebih dari sekedar membayar hutang,” Ia mulai menjelaskan. “Kami menyadari bila hutang kami sangatlah banyak, Yang Mulia,” Ia melirik kearah Ratu Theresa. “Aku hanya ingin membayar hutang dan juga mengeratkan hubungan Prancis dan Jerman agar lebih baik lagi.”

 

Ada jeda sejenak dari Alexandre. Aaron menaikkan alisnya, penasaran dengan apa yang akan ia katakan selanjutnya.

 

“Kami ingin menikahkanmu dengan adikku Claudia, Jendral Aaron.”

 

Awalnya itu adalah perkataan yang biasa, hingga ia membelalakkan matanya terkejut. Spontan ia melirik kearah Ratu Theresa dan juga Charles. Mereka tampak santai dan bagaikan tahu hal ini akan terjadi.

 

“Kalian bisa mengambil sumber daya dan juga prajurit kami. Kami akan membantu kalian dalam berbagai hal, politik, ekonomi, atau pun perang.”

 

Aaron tidak merencanakan pernikahan sebelumnya. Tidak untuk saat ini. Yang ia harapkan adalah menikahi wanita yang benar-benar ia cintai, bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan.

 

“Aaron? Bagaimana pendapatmu?”

 

Ia hanya bisa diam, kaku, bagaikan patung. Tubuhnya tidak bisa digerakkan dan juga lidahnya kelu. Telinganya berdenging sehingga ia tidak bisa memahami apa yang baru saja dikatakan oleh Charles.

 

“Me-menikah?”

10 Komentar

  1. Eaaa eaaa hihi bagus kak hehe next yaa :MAWARR

  2. farahzamani5 menulis:

    Wahhh cpt jh nih Claudia tindakan ny hihi
    Trnyata Aaron blom pengen cpt2 nikah yak aihhh gmn dah ini jdinya
    Samuel ohh Samuel, aq padamuuuuu dah ehh haha
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya

  3. Keren bgt :)) salam kenal yaaa,
    Bikin addict nih wkwkk, can samuel be a human to be the one and only for opheliaaa??

    1. afifah putri menulis:

      Maaf baru respon hehe,makasih udh baca nih cerita abal-abal, tampaknya samuel akan terus jadi iblis nih soalnya dia akan selalu lindungin ophelia
      Sekali lagi makasih udh baca dan komeng ya ^^

  4. widih… aaron di lamar… :BAAAAAA

  5. fitriartemisia menulis:

    nahloh, Aaron belum mau nikah tapi mau dinikahin

  6. :YUHUIII

    1. ???

  7. Kirain aaron suka juga sama putri claudia, pernikahan politik

  8. nananafisah184 menulis:

    Kirain aaron emang suka sama claudia..?