A Priori ch. 11 Permainan Nasib
Bacalah dengan posisi yang nyaman dan jangan membaca terlalu dekat, ingat 30 cm adalah jarak yang paling minimal untuk aman mata.
Zia menampilkan pose ingin muntahnya ketika melihat kedipan yang dilakukan Azka padanya dan sedikit merinding ketika menyadari sekarang dia harus lebih lama terlibat dengan Azka, walaupun di ujung ruang hatinya dia merasakan sebuah kehangatan yang kembali lagi setelah lama tidak ada satu orangpun yang bisa membuatnya merasakan ini lagi, yaitu kebahagian yang tidak perlu ia buat-buat.
Zia merasakan bahwa jika dia akan aman jika bersama dengan Azka walau itu tidak akan pernah dikatakannya langsung pada pemuda di sampingnya. Sekarang Zia sudah duduk manis di dalam mobil walau tepatnya di paksa masuk dengan sedikit dorongan. Matanya sesekali tertuju pada Azka yang tampak serius menyetir mobil, bahkan mereka tidak ada memulai sebuah pembicaraan sejak memasuki mobil, jadi Zia hanya memainkan hpnya walau hanya untuk mengisi waktunya.
Azka tentu mengetahui seluruh gerak gerik Zia yang sekarang di sampingnya, tentu karena dia merupakan pengamat yang baik. Senyumannya tidak bisa ia tahan lagi ketika Zia meliriknya yang sudah melebihi ke-3 kalinya, “Akh. Tangan ku terasa sikit.” Azka sedikit melirik kesamping untuk melihat bagaimana reaksi yang di tunjukan Zia.
Tepat seperti yang ditebak Azka, sekarang Zia memasang muka khawatir yang bahkan tanpa ditutupi sedikitpun. Zia membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa obat serta roti yang tadi sempat di tebusnya sendiri walau Azka tanpa peduli meninggalkan semua obat dan beberapa peralatannya.
“Sudah ku katakan seharusnya kamu meminum obat mu, dan hentikan mobil dulu baru makan roti ini.” Zia bahkan menatap Azka dengan sengit agar pemuda itu menurut padanya.
Azka melakukan apa yang dikatan Zia sepenuhnya, mula-mula di putarnya kemudi agar dapat merapat ke sisi jalan dan setelah itu diambilnya roti di tangan Zia sambil sesekali menatap dengan senyumnya. “Kau harus menjelaskan di mana rumah mu Zia, jika tidak bisa saja aku membawamu kerumah ku dan kau akan benar-benar menjadi peliharaan ku.” Azka membiarkan seluruh roti memenuhi mulutnya lalu minum obat dengan agak terburu-buru.
****
Raka berhasil membekuk pelaku penembakan bersama dengan Nadia walau sempat ada perlawanan dari pelaku, sehingga memutuskan untuk memborgol serta mesang penutup kepala agar si pelaku tidak memberontak kembali. Mereka sekarang berada di depan gang yang agak gelap dengan dua pembatas bangunan yang memiliki lantai dua sehingga terlindung akan bayangan yang membuat para pejalan kaki tidak bisa melihat mereka atau tepatnya memang jalan ini sangat sepi.
“Aku akan menyiapakan mobil, kau jaga dia. Dan pehatikan sekitar.” Ucap Nadia sebelum berlari kearah dimana ia mamparkrkan mobilnya.
“Kami sudah mendapatkannya dan akan segera ke markas. Lapor.” Ucap Raka melapor pada Ardi yang masih berada di kantor utama mereka.
Tapi sebelum Nadia sampai memarkirkan mobilnya tepat di depan gang, beberapa orang tak dikenali tiba-tiba saja datang dengan membawa pisau lalu menyerang kerah Raka dan pelaku yang sudah mereka amankan dengan membabi buta.
Raka yang sudah siap dengan posisi pertahanannya dengan cepat berusaha menarik pelaku untuk berada di belakangnya. Perkelahianpun terjadi, Raka terus menghindari beberapa pukulan dan sabetan pisau yang terus mengarah kepadanya. Nadia yang melihat itu segera mengarahkan mobilnya kegerumbunan sehingga beberapa dari mereka terlempar ke sisi jalan.
“Akh!!” teriak lelaki yang berada dibelakang Raka. Sebuah pisau sudah menancap tepat didada kiri yang bertepatan dengan letak jantung , rembesan darah mulai membuat baju hitam yang dikenakan lelaki itu semakin hitam pekat.
“Sial.” Ucap Raka ketika menyadari kelalaiannya, Nadia yang melihat itu segera turun dari mobil dan membantu Raka untuk membawa pelaku yang menajadi tanggung jawab mereka.
Orang-orang yang tadinya menyerang mereka telah pergi entah kemana, sudah pasti mereka merupakan suruhan dai ketua organisasi BR yang memastikan untuk menghilangkan nyawa salah satu pesuruhnya yang telah gagal melaksanakan tugas.
“Raka kita harus segera menghubungi anggota kesehatan khusus.” Nadia mulai menajalankan mobil terburu-buru. Raka yang mendengar penuturan Nadia segera menelpon beberapa kenalannya yang merupakan dokter untuk segera bersiap menerima pasien darurat.
****
“Kita kembali kecolongan.” Ucap Ardi yang membuat Azka tersedak dengan obat yang sedang di minumnya.”uhuk uhuk”. Azka terbatuk sambil menutup mulutnya, Zia yang melihat itu segera memukul-mukul belakang Azka berusaha membantu meredakan batuk.
“Hei, jangan terlalu terburu-buru. Sudah kubilang jangan minum obatnya sekaligus semua dan lihat apa yang terjadi.” Zia memberikan tepukan yang lebih keras agar Azka dapat mengerti apa maksudnya.
Setelah batuknya reda Azka menatap Zia jengkel karena sebenarnya yang dia katakan itu bukan merupakan penyebab iya tersedak lalu terbatuk tapi apa boleh buat mana mungkin dia bisa mengatakan bahwa pelaku penembakan sekarang berada di keadaan sekarat.
“Sudahlah. Tunjukan saja di mana rumah mu.” Azka kembali menyalakan mesin mobil.
Zia menghentakan kakinya jengkel ketika mendapatkan jawaban yang tidak sesuai harapannya, sebenarnya dia menginginkan mendengar ucapan maaf dan terimakasih dari Azka tapi lihat lelaki itu hanya terus memintanya untuk menunjukan jalan menuju arah rumah. “Lurus sampai Grean City, no 53” ucap Zia ketus sambil kembali memainkan Hpnya bahkan tanpa menatap Azka sedikitpun.
Azka hanya bisa membentuk senyum menyeringainya stelah berhasil membuat Zia yang kembali membuat wajah marahnya. Dilajukannya mobil lebih cepat agar bisa sampai lebih cepat karena ia takut jika orang-orang yang tadinya sempat menyerang Raka bisa saja juga bertujuan untuk mencelakai Zia.
*****
Di Rumah Sakit, Raka dan Nadia hanya bisa menunggu di luar ruang UGD untuk menunggu hasil kerja dari para tenaga medis yang mereka percayai sejak dulu.
Nadia menatap kearah Raka yang tampak menggenggam tanganya, dia tahu bahwa teman satu timnya itu memiliki ketakutan tersendiri ketika berhadapan dengan tempat yang didepan meraka yaitu UGD.
“Aku akan kembali ke markas, kau bisa mengurus ini sendiri kan Nad.” Raka berdiri sambil membawa tas yang tadinya di bawa pelaku. Nadia hanya menggangguk untuk menjawab ucapan Raka yang sudah berjalan meninggalkannya. “Adik macam apa dia.” Nadia hanya bisa tersenyum masam.
Raka yang sudah sampai di depan sebuah halte bus memukulkan kepalanya pada tiang jalanan yang tidak jauh didepannya. “Apa yang kau lakukan?” ucap seorang yang tiba-tiba menarik pergelangan Raka hingga dia menjauhi tiang.
Ketika Raka berpaling ia mengenali sosok wanita yang tampak dia kenali sebagai manager terdekat Zia, “kalau tidak salah dia Rina sang manager bukan. Kuharap dia tidak mengenaliku.” Panik Raka karena dia juga menyamar sebagai manager Azka selama di misi untuk membantu Azka lebih mudah dalam perannya sebagai bodygard.
“Hei sadarlah! Apa kepalama mu terbentur terlalu keras?” ucap Rina sambil menepuk-nepuk bahu laki-laki yang tampak lebih muda darinya, sebenarnya setelah mengurus seluruh jadwal yang harus dibatalkan karena kejadian yang selalu membahayakan Zia dia ingin pulang melewat sebuah halte bus, tapi saat di halte dia malah dikejutkan karena suara yang berasal dari benturan kepala yang beradu dengan tiang jalanan yang tepat di depannya.
Raka hanya menggeleng tanpa ingin mengeluarkan suara sedikitpun dan terus menunduk untuk menghindari kontak mata dengan Rina, tapi saat ia ingin berpaling kearah lain ia menemukan sosok laki-laki yang berada di balik pohon yang tidak jauh dari mereka dan segera bersembunyi ketika dia sempat menengok. Dengan gerakan cepat Raka menarik lengan Rina ketika bus tiba tepat di depan mereka, dan memastikan sebelum orang itu masuk pintu bus telah tertutup sehingga muncul seringai di wajahnya.
“Terimakasih, sebenarnya aku juga merasa ketakutan ketika ada yang mengikuti ku.” Rina mengatakan kelegaannya ketika melihat orang yang mengikutinya sejak tadi tidak dapat kembali mengikutinya karena pemuda didepannya. Walau sempat Rina terkejut karena ditarik dan untungnya bus yang mereka masuki benar untuk menuju arah rumahnya.
Raka mengggukan kepalanya untuk menjawab semua ucapan Rina yang didepannya sambil terus menunduk kebawah dan bersukurlah dia karena tampilannya sekarang sungguh berbeda ketika menjadi manager Azka yang selalu menggunakan setelan jas rapi agar dia terlihat dewasa dengan rambut naik keatas sedangkan sekarang dia menggunakan baju kaos hitam serta jins hitam serta tatanan rambut yang turun kebawah menutupi matanya hingga wajahnya pasti sulit untuk dikenali dengan jelas tapi dia mengkhawatirkan tentang suara karena dia sangat tidak pandai dalam hal merubah suara.
Rina bingung karena sedari tadi dia hanya mendapatkan sebuah anggukan maupun gelengan yang berupa gerakan tubuh sebagai jawaban untuknya, dan dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah pemuda yang didepannya karena selalu menunduk hingga sebagian wajahnya tertutupi rambutnya. “Lebih baik kita duduk dulu.” Ucap Rina sambil berjalan menuju kearah tempat duduk kosong di paling belakang sambil menarik balik si pemuda pendiam.
*****
Mobil aston martin hitam yang dikendarai Azka akhirnya berhenti di depan sebuah rumah dengan tingkat dua berwarna putih yang terlihat cukup megah, ditatapnya ke arah samping dimana Zia yang tengah tertidur. Beberapa saat Azka sempat melamun sambil terus menatap wajah Zia yang tampak sangat cantik ketika tertidur menurutnya tapi dengan cepat digelengkannya kepalanya untuk menghilangkan pikirannya.
“Zia. Bangun kita sudah sampai.” Bisik Azkta tepat di telinga kanan Zia.
SEE YOU ~~~
BY : RP
belum bisa koment ….. :bearbertanya
Next kak tam :YUHUIII
:YUHUIII :tepuk2tangan
Aq terakhir bca part brp yak hihi
Bntr ka, aq liat2 dlu dah ke part2 yg lalu
jangan2 ne manajer sma manajer bsa jatuh cinta juga ne :BAAAAAA
hmm ada asmara lain kah uhuhuyy
:MAWARR