Author Playlist : Xin Yi Xin Yuan – Cecilia Cheung
***
I want to control myself
I won’t let anyone see me cry
Pretend that I don’t care about you; I don’t want to think of you
I blame myself for not having courage
My heart hurts until I can’t breathe
I can’t find the traces you’ve left behind
***
Enjoy!
.
.
.
Saat ini tidak ada yang diinginkan Long Wei selain wilayah Kerajaan Angin yang subur dan makmur. Kaisar muda berusia dua puluh tiga tahun itu hampir memiliki semua, dan apa yang dimilikinya akan menjadi lengkap jika tanah makmur yang kini tengah diinjaknya ini menjadi miliknya.
Mungkin dengan begitu ia akan merasa puas. Mungkin dengan memiliki Kerajaan Angin maka hasratnya untuk terus berperang akan sirna. Mungkin dengan memiliki Kerajaan Angin yang dulu sering dielu-elukan oleh gadis kecil itu maka akan membuatnya berhenti mencari kebahagiannya? Entahlah. Hingga saat ini Long Wei sendiri tidak yakin akan jawabannya. Dia akan tahu setelah memiliki Kerajaan Angin dalam genggamannya, namun karena ide bodoh dari Perdana Menterinya, ia harus bersabar.
Tunggu hingga waktu yang tepat.
Long Wei gemeretak, merasa kesal saat ucapan Perdana Menterinya kembali terngiang-ngiang di telinganya.
“Satu hari lagi kita akan sampai di ibu kota Kerajaan Angin, Yang Mulia!” Wen Cheng berkata penuh hormat dengan kepala tertunduk dalam. Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih dua minggu, rombongan mereka yang berjumlah sepuluh orang kembali mengistirahatkan diri, kali ini di tepian sungai di kaki Gunung Heng yang subur.
Long Wei tidak langsung menjawab, tatapannya terarah lurus pada nyala api unggun yang menyala di hadapannya. “Kau harus ingat, saat di wilayah Kerajaan Angin kau harus memastikan semua prajuritmu untuk memanggilku Zhong Wei,” ucapnya tanpa ekspresi namun penuh penekanan. “Aku tidak akan segan-segan membunuh kalian jika penyamaranku terbongkar!” tambahnya dengan nada mengancam.
“Hamba mengerti, Yang Mulia!” jawab Wen Cheng tenang, sebelum berbalik, meninggalkan Long Wei yang memintanya untuk pergi, meninggalkannya seorang diri.
***
“Panglima Liu, apa kau merasa bosan?” tanya Chao Xing tiba-tiba, membuat Guang Li mengernyitkan dahi. “Maksudku, kau harus menerima tugas tidak penting ini,” terang Chao Xing. Keduanya saat ini berjalan santai, menyusuri jalanan ibu kota yang begitu sibuk, sore ini.
“Sudah menjadi tugas hamba untuk menjaga Anda, Tuan Putri,” jawab Guang Li membuat Chao Xing menghela napas panjang dan tersenyum tipis.
Chao Xing berhenti sejenak, menatap lurus Guang Li yang untuk seperkian detik membeku di tempat, terlalu kaget karena untuk pertama kalinya ia ditatap dengan begitu intens oleh seorang wanita. “Bakatmu terlalu besar, Panglima Liu,” ujarnya mengejutkan Guang Li. “Tidak seharusnya kau terjebak bersamaku,” lanjut Chao Xing sebelum kembali berjalan dengan tenang.
“Hamba tidak mengerti,” ujar Guang Liu membuat Chao Xing kembali tersenyum tipis. “Apa hamba sudah membuat kesalahan?”
Chao Xing menggelengkan kepala pelan. “Tidak,” jawabnya merdu. “Akulah yang sudah membuat kesalahan,” lanjutnya membuat Guang Li bertambah bingung. “Karena keegoisanku aku membuat bakatmu menguap sia-sia,” ujarnya terdengar merasa bersalah. “Seorang berbakat sepertimu seharusnya berada di samping kakak pertama, atau kakak-kakakku yang lainnya—”
“Hamba tidak keberatan untuk menjadi pengawal Anda,” potong Guang Li cepat. “Maafkan hamba! Hamba sudah begitu lancang memotong ucapan Anda, Tuan Putri.”
Chao Xing mengibaskan tangannya di udara. “Apa kau tidak bisa bersikap lebih santai?” tanyanya dengan decakan sebal. “Kau berperilaku seperti seorang hamba pada tuannya,” lanjutnya.
“Tapi kenyataannya memang seperti itu. Hamba hanya seorang pesuruh raja,” sahut Guang Li tenang.
Chao Xing mendesah keras. “Apa kau tidak bisa memperlakukanku seperti temanmu?” tanyanya membuat Guang Li bingung. Gadis remaja itu menarik napas panjang, lalu menghembuskannya cepat. “Aku tidak memiliki teman,” terangnya.
Hening.
“Coba lihat ekspresimu itu!” seru Chao Xing tiba-tiba, dengan tawa renyah. “Kau terlihat lucu,” tambahnya membuat rasa simpati Guang Li menguap cepat. “Aku hanya bercanda,” tambahnya seraya menepuk bahu Guang Li ringan. Chao Xing masih tertawa, mengabaikan ekspresi masam pengawalnya, ia terus tertawa hingga indra pendengarannya menangkap pembicaraan beberapa wanita bangsawan yang melintas di belakangnya.
“Hei… apa kalian sudah dengar tentang putri buruk rupa yang tinggal di istana?”
“Putri buruk rupa?” timpal wanita muda lain dengan nada tertarik.
Wanita pertama mengangguk dengan antusias. “Benar,” sahutnya serius. “Menurut desas-desus di kalangan bangsawan dia putri dari permaisuri,” lanjutnya membuat Chao Xing menatap punggung wanita itu penasaran hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti ketiga wanita bangsawan itu ke dalam Restoran Huo Guo. “Tapi ada juga yang mengatakan jika dia hanya putri angkat permaisuri,” lanjutnya tanpa menyadari jika pembicaraannya tengah dicuri dengar oleh seseorang.
Chao Xing memilih sebuah meja yang sangat dekat dengan meja ketiga wanita muda itu, memastikan ia bisa mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan oleh ketiganya.
Wanita muda yang mengenakan gaun sutra berwarna biru langit itu mencondongkan tubuhnya, berbicara pelan namun ucapannya masih bisa ditangkap dengan baik oleh Chao Xing yang duduk membelakanginya.
“Masih menurut desas-desus, wajah putri itu sangat jelek hingga Yang Mulia Raja sangat malu untuk memperkenalkannya di hadapan umum.”
“Aish… bukankah hanya bangsawan-bangsawan tertentu saja yang bisa melihat anggota kerajaan?” balas Mei Xia sembari mengibaskan sapu tangannya di udara. “Ayahku bahkan hanya beberapakali saja melihat wajah Putra Mahkota Jian Gui dan keenam pangeran lainnya.”
“Tapi kali ini berbeda,” lanjut Zao Wei, membuat Mei Xia dan Cing Er menatapnya dengan kedua alis bertaut. “Yang Mulia sama sekali tidak pernah memperlihatkan wajah putri tersebut.” Ia terdiam sejenak, memasang ekspresi serius. “Yang kudengar dari pejabat lain saat bertamu ke rumahku, Yang Mulia bahkan mengasingkan putri buruk rupa itu selama dua belas tahun, dan setelah putri kembali ke istana, Yang Mulia menempatkannya di sebuah paviliun terpencil di dalam komplek istana.”
Chao Xing tersenyum simpul mendengarnya, sementara Guang Li mengetatkan rahangnya, kedua tangannya terkepal erat, menahan emosi. “Jangan melakukan apa pun!” cegah Chao Xing tenang. “Aku ingin mendengar segala sesuatu yang berhubungan denganku,” tambahnya sembari menyesap tehnya dengan tenang.
“Kurasa dia hanya putri angkat permaisuri saja.” Ching Er menimpali. “Bagaimana bisa beliau memiliki putri berwajah jelek? Iya, kan?” tanyanya tak percaya. Ia terdiam sejenak, memasang pose berpikir. “Rasanya tidak mungkin jika putri itu berwajah jelek, pasti ada alasan lain hingga Yang Mulia mengasingkannya,” tambahnya serius.
Mei Xia mengangkat bahunya ringan dan menjawab dengan nada mencemooh, “Terlepas dari jelek atau tidaknya putri baru itu, hal itu sama sekali tidak akan mengubah peta kekuasaan para istri raja saat ini.” Mei Xia tersenyum sombong. “Sudah menjadi rahasia umum jika permaisuri sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap Yang Mulia Raja.”
Chao Xing tersentak, kedua matanya membola, kupingnya terasa terbakar mendengar nada tidak hormat dari wanita muda yang duduk membelakanginya saat ini. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan keras membuat buku-buku jarinya memutih.
“Permaisuri tidak memiliki kekuasaan apa pun—”
“Lanjutkan kalimatmu dan kau akan mati di tanganku!” Chao Xing menyambar pedang milik Guang Li yang diletakkan di atas meja. Ia memotong kalimat Mei Xia dingin.
Mata pedang yang kini menempel pada leher Mei Xia nyaris membuat putri bangsawan itu menjerit histeris sementara Zao Wei dan Cing Er berteriak kaget, meminta pertolongan pada siapapun yang bersedia menolong mereka saat ini. “Lanjutkan kalimatmu maka aku memiliki alasan kuat untuk memisahkan tubuhmu dari kepalamu yang cantik!” desis Chao Xing tanpa ekspresi sementara Guang Li berdiri di sampingnya dengan ekspresi tak terbaca.
“Apa yang kau lakukan, Nona?” teriak seorang pria paruh baya, berpakaian saudagar. “Apa kau tidak mengenalnya?” tanyanya pada Chao Xing dengan suara gemetar. “Dia putri dari Jendral Lu,” lanjutnya seolah hal itu merupakan sesuatu hal penting yang tidak bisa diabaikan, namun Chao Xing bergeming, terlihat sama sekali tidak terpengaruh.
Suasana restoran yang ramai pun berubah mencekam, para pengunjung saling berbisik, menebak-nebak siapa gerangan yang begitu berani menghunuskan pedang ke leher putri kesayangan Jendral Lu.
“Kau ingin mati rupanya?!?” Mei Xia berkata setenang mungkin, ketakutannya ditekannya kuat. Ia harus bisa menenangkan diri, tanpa kata memberi isyarat pada Zao Wei untuk mencari bantuan. “Justru kepalamu yang akan lepas dari tubuhmu jika ayahku mendengar tentang ini!” lanjutnya dengan nada mengancam.
Chao Xing tertawa renyah, dan membalas dengan nada angkuh, “Jika aku mati, maka aku akan membawamu serta bersamaku,” desisnya membuat tubuh Mei Xia gemetar.
Wanita muda yang tengah mengancamnya ini tidak main-main, kepercayaan diri dan nada tak terbantahkan dalam suaranya membuat Mei Xia bertanya-tanya siapa sebenarnya wanita yang tengah mengancamnya ini?
“Berani sekali kau menghunuskan pedang ke leher adikku!”
Chao Xing bergeming, tersenyum tipis sementara Guang Li segera bergerak, berdiri, menjadi tameng Chao Xing dari kemurkaan kakak tertua Mei Xia—Lu Ding Xiang. Pria berusia dua puluh lima tahun itu berdiri dengan kemarahan yang nyaris meledak, terlebih saat ia melihat Guang Li. “Bukankah kau putra dari Bangsawan Liu?” tanyanya pada Guang Li yang balas menatapnya tanpa ekspresi. “Kenapa kau diam saja saat melihat putri dari kolegamu diancam untuk dibunuh?” tanyanya gemeretak marah.
Guang Li tidak menjawab.
“Minggir!” gertak Ding Xiang marah. “Aku tidak akan segan-segan untuk melukaimu jika kau menghalangiku!” ancamnya geram pada Guang Li, sementara Zao Wei berdiri ketakutan di belakang punggungnya. “Aku akan pastikan hal ini didengar oleh Yang Mulia Raja agar keluargamu mendapat hukuman atas apa yang kau lakukan saat ini, Guang Li!”
“Panglima Liu tidak memiliki urusan apa pun tentang hal ini,” balas Chao Xing tenang, membuat Ding Xiang melotot. Chao Xing memiringkan kepala, menatap Ding Xiang dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Jadi kau putra dari Jendral Lu?” tanyanya merdu. Ia tertawa pelan, mencemooh. “Adikmu pantas mati,” lanjutnya membuat Ding Xiang gemeretak. “Adikmu sangat lancang, ia begitu berani menghina Permaisuri,” lanjut Chao Xing tanpa ekpresi membuat warna wajah Ding Xiang berubah pucat. “Kau pikir apa hukuman yang tepat untuk seseorang yang sudah berani menghina salah satu anggota keluarga kerajaan?” tanyanya dingin.
Ding Xiang tidak menjawab. Sebagai salah satu anggota dari pasukan elit istana ia sudah tahu betul hukuman apa yang akan diterima Mei Xia jika hal ini sampai terdengar di telinga Raja. “Ini pasti salah paham,” ujarnya membuat Chao Xing tersenyum masam. “Adikku tidak mungkin menghina permaisuri. Bukan begitu Ming Xia?”
Mei Xia menelan kering, dadanya berdetak cepat karena takut. “A…aku tidak menghina permaisuri,” sahutnya terbata.
“Jadi sekarang kau menuduhku berbohong?” tanya Chao Xing tenang, membuat Mei Xia semakin gugup karena mata pedang itu mulai menggores kulit lehernya.
“Guang Li, bisakah kita melupakan hal ini?” Ding Xiang setengah memohon saat mengatakannya. Dalam hati ia sudah tahu jika MeiXia tengah berbohong, namun bagaimanapun juga Mei Xia adik kandungnya. Akan menjadi sebuah skandal besar jika masalah ini didengar oleh raja. “Mengingat hubungan kekeluargaan kita, aku mohon, tolong lepaskan adikku!” pintanya parau.
“Aku tidak bisa melakukan apa pun,” balas Guang Li datar, membuat Ding Xiang melempar tatapannya pada Chao Xing. “Keputusannya ada pada Nona Chao Xing,” lanjutnya membuat Ding Xiang menekuk dahinya dalam.
Dimana aku pernah mendengar nama itu? Tanya Ding Xiang di dalam hati, dan ia pun segera jatuh berlutut saat menyadari siapa yang tengah di hadapinya saat ini. Mei Xia sangat sial. Bagaimana bisa ia membuat masalah dengan salah satu anggota keluarga kerajaan? Ding Xiang memang belum pernah bertemu dengan Putri Chao Xing, namun nama putri itu selalu disebutkan oleh Pangeran Keempat, dan hal itu membuatnya sangat yakin jika Chao Xing memiliki kedudukan tersendiri mengingat kedekatan sang putri dengan ketujuh pangeran.
“Mohon Tuan Putri berbelas kasih!” Ding Xiang menundukkan kepalanya dalam, sementara Mei Xia membeku di tempat, terlalu kaget mendengar penuturan kakak pertamanya. “Adik hamba terlalu polos hingga tidak menjaga ucapannya. Mohon putri berbelas kasih!” lanjutnya membuat Chao Xing mendengus, kesal sekaligus marah karena penyamarannya dibuka oleh Ding Xiang.
“Anggap kali ini kau sedang beruntung,” desis Chao Xing. Ia kembali menyarungkan pedang milik Guang Li lalu mengembalikannya pada pria itu. “Kita pergi!” serunya pada Guang Li datar sebelum berbalik pergi, melewati barisan pengunjung restoran yang segera menundukkan kepala takzim, memberikan jalan padanya setelah mengetahui identitas Chao Xing yang sebenarnya.
***
“Andai saja kau tidak berada di sana mungkin aku sudah membunuhnya saat itu juga,” ujar Chao Xing saat keduanya berjalan pelan menuju ke kediamannya. Chao Xing mendongakkan kepala, menatap langit sore, lalu kembali melirik ke arah Guang Li. “Mereka boleh menghinaku, tapi aku tidak akan tinggal diam jika mereka menghina Permaisuri,” lanjutnya geram.
Guang Li tidak menjawab.
Chao Xing menghela napas panjang. “Apa kau tahu sampai kapan kakak-kakakku berlatih tarian perang untuk persiapan perayaan pesta ulang tahun Yang Mulia?” tanyanya kemudian, mengalihkan pembicaraan.
“Lapor, Putri, hamba tidak tahu.”
Chao Xing kembali menghela napas panjang. “Mereka sangat sibuk hingga melupakanku,” keluhnya dengan senyum pahit. “Apa mereka akan terus berlatih hingga waktu perayaan tiba?” renungnya dalam. “Ah… Andai saja Kakak Guang ada di sini, dia pasti tidak akan membiarkanku seorang diri. Hah… Kenapa dari semua kakak-kakakku justru dia saja yang belum kembali?” tanyanya terdengar mengeluh.
Guang Li tidak menyahut, terlalu bingung. Sungguh ia hanya bisa menjadi pendengar yang baik, tapi tidak bisa menjadi seorang penghibur yang baik.
“Aku memiliki banyak saudara dan saudari namun pada kenyataannya aku merasa tidak memilikinya,” lanjut Chao Xing pahit.
“Aku memiliki seorang ayah penguasa Kerajaan Angin yang masyur, namun aku merasa tidak dicintainya.”
Guang Li masih membisu.
“Aku memiliki semua hal yang gadis lain inginkan, namun aku merasa tidak bahagia,” lanjut Chao Xing membuat Guang Li semakin bingung, memikirkan cara untuk menghibur tuan putrinya. “Karenanya, saat seseorang yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri dihina di hadapanku, aku tidak bisa tinggal diam.” Ia menunduk, menatap kedua tangannya lurus. “Kedua tanganku bahkan terasa sangat gatal ingin membunuh wanita tadi,” akunya dengan suara serak.
Chao Xing terdiam, dan kembali bertanya dengan nada suara serius, “Menurutmu, apa aku mengerikan?”
Guang Li tidak langsung menjawab. “Tidak, Tuan Putri,” jawabnya tenang. “Karena sudah menjadi hak Anda untuk melakukannya,” lanjutnya membuat Chao Xing kembali menatap kedua tangannya. “Apa pun yang terjadi, Anda tidak boleh lupa jika Anda merupakan putri dari Raja Jian Guo Yang Agung, dan tidak ada satu orang pun yang boleh menghina Anda karenanya,” tambahnya tenang.
.
.
.
TBC
Yuhuuuuu..chao xing publish d sini jugaa.. ana dah baca yg d wattpad Au…nunggu klanjutannha..
Kok bab 8 kak? Bknnya terakhir bab 9 ya kmrn??
OMG! Terakhir bab 9 yak? Maafkeun. Coba saya cek ulang. #DeepBow :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP
Waah cerita tentang kerajaan. Saya suka saya sukaa :MAWARR
Saya apa author nya salah yah
Kenapa, ya?
Saya apa author nya yang salah ya perasaan udah bab 9 deh
Iyah betul udah sampe bab 9 sebelumnya, dan ini bab 10nya. :ragunih
Oohhh inu toh
Aku uda baca yg di watty .. kali ini mengulang lagi ?
akhirnya update jg ampe lupa nama2nya :D
Aaaahhh baru baca lagi lanjutannya… :PELUKRINDU :PELUKRINDU
:dragonmuahsanasini
Yuhuui, ada disini juga yakk :tebarbunga :tebarbunga
:tepuk2tangan
:beranilawansaya :beranilawansaya :beranilawansaya
Baca lagi dengan sini, walaupun udah baca di watty, ditunggu ya lanjutannya di watty :KISSYOU
whoaaaa kayaknya Guang Li suka nih sama Chao hihihi
Chao tuh charming banget sih hehe
??
Ditunggu kelanjutannyaa
Udah lama aku masuk webset Sairaakira tapi aku baru tau kalo chao xing ada juga disini… kukira cuma di update di wattpad 😁