“Akasia!”
“Sebentar Ayah, Sedikit lagi aku mendapatkannya.”
Burak terheran-heran. Akasia, anak satu-satunya terlihat senang memanjat pohon jambu air. Disaat gadis lain sibuk merias diri, Akasia begitu gembira hanya dengan sebatang pohon berbuah lebat. Tangan-tangan mungil miliknya nampak cekatan meraih buah jambu dan memasukannya ke dalam keranjang. Setelah dirasa berat dan penuh, barulah ia turun diakhiri lompatan ceria. “Bagaimana Ayah, Aku hebat bukan?” katanya penuh percaya diri.
Burak mengulum senyum, mengusap pelan kepala Akasia. “Ayah tidak bangga dengan kemampuanmu memanjat pohonmu, Nak. Tapi Ayah bangga sekaligus berayukur karena kau berhasil menapak tanah dan selamat tanpa segores luka.”
Mendengar ucapan Sang Ayah, Akasia merengut dan kemudian tertawa kegirangan. “Dasar Ayah Tampan.” Asia berlalu membawa sekeranjang penuh buah jambu. Diekori Burak kemudian. Lelaki setengah baya berperawakan tegap itu menatap punggung Akasia dengan waspada. Anaknya sudah berusia dua belas tahun, tumbuh menajadi perempuan remaja yang cantik dan cerdas. Burak selalu berharap semoga Tuhan memberinya umur panjang, atau sampai ia menemukan pria dewasa yang pantas untuk menggantikan posisinya menjaga Akasia.
***
Ankara, Panglima Tertinggi Kekaisaran Persia. Pergerakan dibidang militer ada dibawah komandonya. Menguasai berbagai macam ilmu, tidak ada yang lebih setia terhadap Kekaisaran Persia selain dirinya. Namun meski kenyataan dia memiliki kesempurnaan dalam membentuk suatu kepemimpinan dan seorang ahli dalam strategi perang, dia tidak menginginkan kekuasaan ataupun pangkat. Ankara tidak pernah mengemis posisi Panglima. Bahkan tidak berniat mengajukan diri. Ia dipercaya oleh Kaisar Arda memimpin kekuatan militer Persia. Satu yang dipegang teguh olehnya, yaitu ketika diperintah untuk bertugas, tidak pernah ia mengatakan tidak.
“Sudah saatnya kita melakukan serangan ke wilayah Anbar.” Jenderal Kisra bersuara kepada Panglima Ankara yang sedang mengamati peta wilayah kekuasaan Persia.
“Mereka masih keras kepala menolak membayar pajak.” Lanjut Kisra.
“Sumpah setia mereka terdahulu hanya berupa gonggongan anjing. Sekelompok orang-orang munafik dan pengkhianat.” Tubuh Ankara berbalik, berhadap-hadapan dengan Kisra. “Berapa banyak pasukan yang kau kerahkan?”
“Sepuluh ribu prajurit siap untuk melakukan penyerangan, Panglima.”
“Bagus. Kita akan berangkat pada malam hari dan bersembunyi di siang hari. Misi kita adalah menaklukan mereka yang gencar membangkang. Aku melarang para prajurit melukai orang tua renta, anak anak dan kaum wanita. Tidak menebang pohon kecuali terpaksa. Jika kau sudah mengerti, Kisra. Kau boleh pergi.”
“Baik, Panglima Ankara. Saya mohon undur diri.” Jenderal Kisra hendak berbalik untuk keluar ruangan, namun Panglima Ankara lebih dulu menginterupsi.
“Aku sendiri yang akan memimpin pasukan.”
Pasukan dibawah kepemimpinan Panglima Ankara bergerak. Kekuatan sepuluh ribu prajurit pemberani tentu saja akan mengalahkan para mengkhianat itu. Setalah tiba di wiliayah Anbar. Pasukan Ankara langsung menyerbu, menghabisi mereka yang munafik. peperanganpun pecah. Kekalahan telak dipihak lawan, meski ada juga dari pasukan Ankara yang terbunuh namun hanya satu dua orang. Ankara menghentikan serangan ketika musuh sudah tidak berdaya. Mereka yang mati dibiarkan. Dan yang hidup ditawan. Kemudian pasukan bergerak menuju perkampungan Anbar. Hanya ada beberapa orang yang bertahan.
“Periksa setiap jengkal perkampungan ini. Jangan ada yang terlewat.”
“Baik, Panglima.” Jenderal Kisra dan anak buahnya berpencar. Dan yang mereka temukan tidak lebih dari dua puluh orang anak-anak dan wanita yang sebagian besar sudah menjadi janda karena peperangan ini. Tetapi dari semua tahanan anak-anak dan wanita. Ada satu anak remaja yang mencuri perhatian Panglima Ankara. Seorang gadis berparas cantik menangis tersedu sedu memohon agar mengembalikan Sang Ayah.
“Aku mohon, kembalikan Ayahku. Namanya Burak, dia bukan pengkhianat. Ayah selalu membayar pajak. Ayah tidak ingin berperang tetapi mereka mengancam akan menjualku.” Ya. Gadis itu adalah Akasia. Dengan berurai air mata, dia menangis memohon kepada siapapun yang ada di dekatnya.
Ankara mendekat, Akasia menatap laki-laki itu dengan penuh harap. “Tidak ada yang tersisa gadis kecil. Seluruh kaum laki-laki sudah mati. Yang kami sisakan hanya orang tua renta, wanita dan anak-anak.” Seketika jerit tangis Akasia pecah tidak ditahan-tahan. Tangannya berusaha menyakiti Ankara, melampiaskan kesedihan teramat dalam.
“Tentara Jahat! Aku ingin Ayahku!!!” Akasia terus memukuli Ankara sekuat mungkin. Awalnya tidak dihiraukan Ankara, tetapi lama-kelamaan pukulan Akasia mulai mengganggunya.
Ankara memegang paksa tangan Akasia yang masih juga bernafsu memukuli, meninju apapun guna melampiaskan kemarahannya. “Siapa namamu?” tanya Ankara. Akasia bungkam sembari melemparkan tatapan kebencian.
“Namanya Akasia, dia adalah tetanggaku.” Seorang janda tua menjawab.
Ankara sedikit berlutut mensejajarkan wajahnya, “Nah, Akasia. Aku bukan laki-laki kejam, aku tidak akan meninggalkan kalian semua bertahan hidup terlunta-lunta disini. Kami akan berbaik hati membawamu dan para tawanan ke ibu kota. Jika Ayahmu terbukti bukan bagian dari para pengkhianat, maka aku sendiri yang akan menebusnya.”
“Kau Tentara sombong! Aku tidak butuh uangmu dasar penjahat.” Teriak Akasia menantang. Hampir saja Jenderal Kisra menarik Akasia menjauh supaya tidak mengatakan hal-hal yang memancing kemarahan Ankara. Dan rupanya Ankara tidak tersulut, emosi laki-laki itu setenang air. Entah, Ia merasa takjub dengan sifat pemberani Akasia. Ia yakin Akasia akan tumbuh menjadi wanita lembut yang tangguh. Ya, baru saja Akasia menangis tersedu-sedu, tidak ada sepuluh menit gadis itu beraninya menantang Sang Panglima.
Ankara mengulum senyum geli, “Kau,”
“Apa!”
“Kalau kau tidak menginginkanku menjadi seorang penjahat, kau tentu bisa mengajariku cara menjadi laki-laki baik supaya tidak berbuat jahat lagi, bukan begitu Akasia?”
Mata Akasia melebar, Ankara sedang mengancamnya. “Aku tidak sudi ke kota!” Akasia mengambil ancang-ancang, hendak berlari kalau perlu kedalam mulut gua yang penting tidak terlihat Ankara. Dia merasa ketakutan sekarang.
Pada akhirnya Kisra paham, begitu ia meraih Akasia dan memanggulnya sambil lalu, “Turunkan aku paman jahat! Aku tidak mau ke kota!” Akasia memberontak.
Ankara memerintahkan anak buah yang lain untuk mencari jasad Burak. Kemudian menggiring para tawanan ke dalam tenda-tenda.
Dari kejauhan dia melirik Akasia dalam panggulan Kisra. Ankara sudah memutuskan akan mendidik Akasia dengan tangannya sendiri.
“Karena kau sudah mengambil perhatianku, selanjutnya tidak akan mudah untukmu Akasia.”
***
Uwaaaaaaaaa,I like the story hehe :PATAHHATI
Terima kasih ^^
Ini masih berlanjut apa gmn? Menarik…
Terima kasih sudah membaca. ^^
Thor ini prolog ato bab 1 nya ya?
Sepertinya bukan prolog.. ini hanya bagian bagian cerita dari imajinasi ku. Terima kasih sudah membaca ^^
Ini prolog ya? :ragunih
Terima kasih sudah membaca.. ^^ sepertinya bukan. Ini hanya bagian bagian imajinasi. Semoga suka :-)
Oalaaah. Suka kok sukaaaaa hehehe
Ceritanya bagus tapi engga bisa kasik lope2. Bisa ditambahin [ratings] diatas ceritanya :HULAHULA
Terima kasih sudah membaca.. ^^ hmm.. aku tidak tau cara menambahkan ratings love love itu. Boleh beritahu?
Tambahin [ratings] gitu aja diatas ceritanya
Nah tulis [ratings]
Pake [r] di depan
Pake [s] di depan
Pake kurung buka[]
[ratings] tanpa spasi.
Selamat mencobaaa
Kareeen, baru baca awl ny aj udh love..love..love…drunggu klanjutny ????
Terima kasih sudah membaca ^^
Aduuuhhh swiitt banget .. aku kira bakalan kek aslan mischa ternyata legawa sekali ankara
Terima kasih sudah membaca ^^
:LARIDEMIHIDUP gimana nasibnya akasia.. ceritanya bagusss.. :NYAMAN
Ini akan ada kelanjutannyakan??
Ini masih dilanjut?
dududu perhatiannya Ankara udah diambil sama Akasia, aheyyyy
Ditunggu kelanjutannyaa