Sebastian berjalan menuju istal kudanya yang berada di area tabib miliknya. Semua orang yang ada di istana telah tertidur, hanya para prajurit yang sedang berlalu-lalang menjaga area istana. Para prajurit di area tersebut telah memakhlumi bila Sang Tabib yang menyukai berjalan-jalan di tengah malam. Dan biasanya, Sang Tabib akan datang di pagi hari dengan membawa sekeranjang penuh tanaman obat-obatan.
Tapi, kali ini ia tidak sedang ingin berjalan-jalan seperti biasanya. Perkataan Gautama mengenai gadis dari daerah utara yang bernama Ophelia itu masih terngiang-ngiang di benaknya. Apakah Ophelia yang dimaksud Gautama adalah saudara tirinya? Sebaiknya ia harus memastikannya sekarang.
Sebastian menaiki kudanya dan mulai mengendarai kudanya mengeluari tembok pembatas antar mansion miliknya dengan padang luar yang langsung mengarah kehutan. Gautama mengatakan bila ia bertemu dengan Ophelia di perjalanan pulang dari Kuil Samnath. Sebastian mengendarai kudanya menelusuri jalan setapak yang berada di hutan. Tampaknya bulan tidak ingin membagikan cahayanya malam ini. Karena itu, Sebastian tampak menerawang berjalan menelusuri hutan.
Cukup lama ia mengendarai kudanya menuju tempat itu, Sebastian akhirnya menghentikan kudanya sejenak di tengah perjalanannya. Sebastian melirik ke sekitar. Ini berada di dekat perbatasan Kerajaan Bengal dengan Kerajaan Mughal. Yah, bisa di bilang bila Kuil itu juga berada di dekat perbatasan kedua kerajaan itu. Itu berarti bila Kuil itu berada tidak jauh lagi dari sini.
Sebastian menghentakkan tali kudanya dan kudanya kembali melaju menelusuri jalanan di hutan ini. Tapi, baru beberapa saat ia melajukan perjalanannya, Sebastian mendengar suara aneh dari balik pepohonan. Suara seseorang yang tengah berlari. Sebastian menarik tali kudanya dan menelusuri seluruh area. Apa ada orang disana? Berlahan-lahan ia kembali melajukan kudanya. Tapi suara itu terdengar lagi olehnya. Kali ini Sebastian memilih untuk mengikuti suara itu.
Sebastian mengarahkan kudanya ke sebelah kiri jalan setapak. Ia menajamkan matanya mengamati area itu. Prasangka terburuknya mengatakan bila ia akan bertemu dengan komplotan pencuri atau pun pembunuh bayaran di area ini. Biasanya orang-orang seperti itu selalu bersembunyi di hutan sambil menghidupkan api unggun dan memikirkan cara selanjutnya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara yang sangat menjijikkan.
Sebastian kali ini tidak menemukan apa-apa. Ia kembali memutar arah kudanya. Sebastian menghentakkan tali kudanya dan kuda itu melaju kembali menelusuri jalan setapak hutan. Tapi beberapa saat ia melajukan kudanya, kudanya tampak menabrak sesuatu di depannya dan membuat kudanya meringkih dan menaikkan kedua kaki depannya. Sebastian mengeratkan pegangannya di tali kudanya agar ia tidak terjatuh.
“Hei, tenang,” Ujarnya kepada kudanya.
Sebastian mendongak dari balik leher kuda tersebut. Lalu ia terkejut saat menemukan seorang gadis yang tidak sadarkan diri di depannya. Sebastian segera turun dari kudanya. Ia menghampiri gadis itu dan melihat kondisinya. Untungnya ia hanya pingsan, Sebastian bisa bernafas lega. Cahaya bulan muncul dari balik awan gelap. Sebastian terkejut saat ia melihat warna pirang keemasan rambut dan juga garis wajah gadis itu. Gadis itu adalah orang daerah utara. Dan ia adalah Ophelia, adik tirinya.
“Ophelia…”
Sebastian tanpa sadar bergumam sambil mengangkat kepala Ophelia ke pangkuannya. Ia mengamati setiap diri Ophelia. Gadis itu tampak kumuh dan juga kurus, sangat tidak terawat. Ia merasa kasihan kepada adiknya itu yang mengalami hal seperti ini semenjak ia berumur delapan tahun. Dan kali ini akhirnya ia berhasil menemui adiknya, disini, di India tempat ia bekerja sebagai tabib.
Sebastian mengangkat tubuh Ophelia dan membawanya ke kudanya. Lebih baik ia mengobati Ophelia di mansion tabibnya. Masalah kutukan, ia tidak takut akan hal itu. Ia percaya bila kutukan itu tidaklah nyata. Orang-orang yang berada di kerajaan hanya terlalu sensitif kepada Ophelia sehingga mereka menuduh Ophelia sebagai akar dari masalah. Ia bisa merawat Ophelia di ruangan rahasia di mansionnya. Itu lebih baik bila ia membiarkan Ophelia di pengasingan dalam kondisi seperti ini.
–{—
Ophelia berlahan-lahan membuka matanya. Rasa pusing tiba-tiba merayapi kepalanya. Tapi itu hanya sejenak hingga ia bisa mengingat semua yang terjadi kepadanya. Semuanya, di mulai saat orang-orang itu ingin membunuh dirinya hingga ia berlari di hutan. Kali ini ia mengerutkan keningnya saat ia menyadari tempat dirinya berada sekarang. Ini bukan kuil, atau pun bukan istana tempat dia berada di Prancis. Ukiran mandala dan juga tulisan-tulisan aneh di dinding dan juga langit-langit ruangan ini tampak seperti hal baru baginya. Ini dimana?
Ophelia beranjak dari tempat tidurnya. Ia mengamati ruangan di sekitarnya. Hanya ada ranjang kecil, satu meja kayu, dan juga kursi kayu yang terletak di samping jendela ruangan ini. Ruangan ini tampak seperti ruang pengobatan. Dan juga Ophelia bisa mencium bau obat-obat dari balik pintu ruangan ini.
Berlahan ia berjalan kearah pintu tersebut. Ia menimbang-nimbang sejenak, apakah dia merasa aman di tempat ini ataukah ini adalah salah satu tempat pengasingannya yang lain tapi dengan fasilitas yang lebih bagus? Tampak konyol memikirkan hal itu. Ophelia mulai meraih ganggang pintu yang berwarna kuning keemas-emasan tersebut. Saat ia ingin menarik pintu tersebut, pintu itu terdorong kearahnya dan membuatnya mundur beberapa langkah dari pintu.
Seseorang dengan rambut berwarna pirang sepertinya dengan mata hijau zamrudnya yang menawan menatap kearahnya yang berdiri terpaku di samping pintu. Ophelia terkejut saat ia menyadari keperawakan pria itu sama sepertinya, hanya saja dengan pakaian tabib ala Daerah India ini. Pria itu tersenyum kepadanya dan meletakkan nampan yang berisikan obat di meja kayu di dekat jendela ruangan.
“Kau sudah bangun, Ophelia.”
Ophelia sedikit memiringkan kepalanya. “Kau mengenalku?”
Sebastian tersenyum tipis. “Aku mengenalmu, Ophelia. Kau adalah putri dari Kerajaan Prancis yang diasingkan di Tanah Arya ini. Aku Sebastian, saudara tirimu.”
Ophelia terperanjat. Lalu, ia memperhatikan Sebastian dengan seksama, menilai pria yang baru saja ia temui ini yang mengaku sebagai saudara tirinya.
“Sa-saudara tiriku?”
“Apa kau tidak mengingatnya?” Sebastian menatap Ophelia sambil tersenyum kecil.
Ophelia menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak mengingatmu.”
“Waktu itu kau masih sangat kecil,” Sebastian mencoba mengukur-ngukur tinggi Ophelia waktu dulu. “Kau hanya setinggi betisku dan kau selalu bermain di taman istana sambil berbicara sendirian disana.”
“Benarkah?” Ophelia masih merasa ragu dengan apa yang dikatakan Sebastian.
“Tidak apa-apa bila kau tidak mengingatnya.”
Sebastian menyuruh Ophelia duduk di pinggir ranjang. Sebastian duduk disamping Ophelia dan mencoba untuk memeriksa denyut nadinya. Ophelia terus mengamati apa saja yang dilakukan oleh Sebastian, sambil menerka-nerka tentang dirinya. Dia mempunyai perawakan yang mirip seperti dirinya. Rambut pirang, wajah tegas ala orang eropa, kulit putih, hanya saja yang membedakan mereka berdua adalah mata mereka yang berbeda. Ophelia mempunyai mata biru sedang Sebastian mempunyai mata berwarna hijau.
“Bila kau adalah saudaraku, apa yang kau lakukan disini?” Tanya Ophelia akhirnya.
“Aku hanya berkelana,” Sebastian memasukkan daun teh kedalam poci. “Aku ingin menjadi tabib dan disini adalah tempat yang cocok.”
“Benarkah?”
Kalau begitu, apakah ia tahu bila Ophelia mempunyai kutukan sehingga ia diasingkan disini? Ophelia mencoba untuk menanyakannya.
“Apa kau tahu mengenai kutukanku?”
Sebastian mendongakkan kepalanya, melihat kearah Ophelia sekilas. “Aku tahu semua tentang dirimu dan juga kutukanmu.”
“Apa kau tidak takut bila kutukanku akan membawa bencana kepada orang disekitarku?”
“Aku rasa tidak. Aku yakin kutukan itu tidak berimbas di Tanah Arya ini.”
Ophelia tersenyum tipis. Walaupun ia terkena kutukan itu, ia tidak terlalu tahu-menahu mengenai kutukan itu. Ia hanya pernah mendengar bila kutukan itu diakibatkan karena salah satu istri raja terdahulu melanggar sumpahnya dengan iblis sehingga membuat keturunan mereka terkena kutukan. Mungkin karena itu Samuel selalu berada di sekitarnya.
“Aku ada dimana?” Tanya Ophelia sambil melihat kesekitarnya.
“Kau ada di istana Bengal.”
Ophelia membulatkan matanya. “Istana?!”
“Iya, aku membawamu kesini,” Jawab Sebastian.
“Tapi—,” Ophelia merasa kacau dan juga bingung. “Bukankah itu adalah hal yang beresiko membawaku kesini? Bagaimana bila ada orang yang tahu bila aku…”
“Mereka tidak akan tahu bila kau mempunyai kutukan, Ophelia.”
Sebastian segera memotongnya. Ophelia mengatup kedua bibirnya, menatap Sebastian dengan tatapan bingung.
“Kau tidak tahu mengenai kutukan itu,” Ujar Ophelia.
“Ya, aku memang tidak tahu.”
Sebastian memposisikan duduknya menghadap Ophelia. Ia memegang kedua tangan Ophelia dan menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa terbaca oleh Ophelia. Sebastian mendesah sesaat dan mulai membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu hal kepada Ophelia.
“Kutukan itu bukanlah sebuah hukuman untukmu. Kutukan itu hanyalah hukuman yang akan diberikan kepada Kerajaan Prancis terutama para bangsawan dan keluarga kerajaan. Kau hanyalah pembawa hukuman itu untuk mereka, jadi jangan salahkan dirimu sendiri akan hal itu,” Jelas Sebastian.
Ophelia menautkan kedua alisnya. “Hukuman untuk keluarga kerajaan? Bukankah kita termasuk dalam hal itu?”
Sebastian tersenyum tipis. “Hanya anggota kerajaan yang pantas mendapatkan hukuman kutukan itu.”
“Seperti… Putri Marlene dan Ratu Marie Antonio?”
“Yah— Bisa dibilang seperti itu.”
Ophelia menganggukkan kepalanya. Ia tahu tentang masalah Keluarga Kerajaan di masa lalu, walaupun ia tidak terlalu tahu. Pelayan Vivien mengatakan bila Putri Marlene yang juga terkena kutukan seperti dirinya, akhirnya menjadi gila dan selalu suka membunuh para pelayan dan juga memakan jantungnya. Para Pendeta dan Paus yang ada di Prancis tidak bisa menghilang kutukan tersebut dari dirinya. Satu-satunya cara adalah ia harus di hukum mati dengan cara di bakar di alun-alun kota. Hukuman yang sama di terima oleh para praktek sihir pada zaman itu. Dan Ophelia harap ia tidak akan bernasib sama seperti Putri Marlene, walaupun mungkin takdirnya akan tertuju pada hukuman mati seperti itu.
Tapi kali ini ia tidak ingin bernasib sama seperti mereka semua, orang-orang terdahulu yang juga terkena kutukan seperti dirinya.
“Ya, sayang. Lakukan sesuatu sebelum mereka mulai menghancurkanmu berlahan-lahan hingga menjadi kepingan yang tidak berguna…”
–{—
Ratu Theresa menyeduh tehnya saat ini. Ia menghirup aroma teh tersebut dan menyerumputnya sedikit demi sedikit. Charles II melirik sejenak kearah ibunya. Acara minum teh kali ini dilakukan di taman yang berada di dekat kamar ibunya. Hanya mereka berdua saja disana, mungkin di tambah dengan pelayan-pelayan mereka yang berada tak jauh dari mereka. Mereka memilih untuk menjaga jarak agar percakapan privasi antara Sang Ratu dan Pangeran tidak terdengar oleh mereka.
“Kau sudah cukup baik dalam menjalankan pemerintahan ini,” Ujar Sang Ratu.
Charles II tersenyum kecil. “Aku hanya melakukan apa pun yang aku inginkan,” Ia memilih untuk melirik kearah bunga-bunga yang bermekaran disampingnya. “Aku harap mereka tidak ada yang mengetahui rahasia kecil kita.”
“Apa bila kau bersikap hati-hati, rahasia kecil itu tidak akan terbongkar.”
“Kau tahu, ibu? Yang aku takutkan adalah mereka mengetahui hal itu. Dan semuanya akan menjadi kacau-balau.”
Ratu Theresa menghela nafasnya. “Kau terlalu penakut Charles, itu tidak akan terjadi. Semua itu ibu akan mengaturkannya untukmu.”
Charles II menganggukkan kepalanya sambil menyesap tehnya. Tiba-tiba, ia teringat akan sesuatu hal. Kerajaan Jerman melakukan perjanjian hutang dengan Kerajaan Prancis. Dalam surat perjanjian, utang itu akan dibayar minggu depan. Charles II berencana pergi ke Jerman untuk menangih hutang tersebut. Dia tersenyum miring. Awalnya ia mengira bila Kerajaan Prancis-lah yang terpuruk saat ini. Banyak hal yang terjadi di Kerajaan Prancis saat ini, tapi tampaknya ada yang lebih terpuruk dari mereka.
“Ibu, aku berencana untuk pergi ke Jerman besok hari,” Kata Charles II.
“Kau ingin menagih hutang kepada mereka,” Ujar Ratu Theresa.
“Ya. Aku akan kembali dalam waktu yang cukup lama.”
Ratu Theresa ingin mengizinkan Charles II sebelum seseorang utusan datang ke meja jamuan mereka. Pria itu berlutut di hadapan mereka berdua. Ratu Theresa dan Charles II mengalihkan pandangan kearah pria tersebut. Ratu Theresa mengerutkan keningnya. Ia merasa seperti ada kabar buruk yang datang menghampiri mereka. Dan prasangka itu semua menjadi kenyataan saat utusan itu mengeluarkan satu patah kata yang membuat mereka berdua melebarkan matanya. Ophelia.
“… Dia berhasil kabur dari pengasingannya,” Lanjut Si utusan.
Ratu Theresa mengerjapkan matanya. Rasanya semua oksigen yang berada di sekelilingnya terkuras habis dalam hitungan beberapa detik. Ini gawat, ini sangat gawat!
“Bagaimana bisa gadis itu melarikan diri!?” Kata Charles II.
“Aku tidak tahu,” Si utusan tampak berpikir sejenak, ia menimbang-nimbang apakah ini baik untuk dikatakan kepada mereka berdua. “Semua orang yang berada di kuil secara misterius mati dengan sangat mengenaskan. Dan kami tidak berhasil menemukan jejak Ophelia.”
Ratu Theresa menguatkan cengkramannya di ujung meja. Charles II melirik kearah ibunya. Ia bisa merasa ke khawatiran Sang Ratu dan ketakutannya. Itu semua sangat jelas terpancar oleh matanya dan alunan nafasnya yang tampak melaju cepat. Charles II mengayunkan tangannya dan segera Si utusan itu meninggalkan tempat mereka. Charles II mencondongkan sedikit tubuhnya kearah Sang Ratu.
“Ibu, kau baik-baik saja?” Tanyanya.
Ratu Theresa memejamkan matanya sejenak. Ia mengatur nafasnya kembali normal. Lalu, beberapa saat ia mencoba untuk menenangkan dirinya, ia menatap kearah Charles II.
“Jangan pergi…” Perkataan yang cukup tegas yang membuat Charles II bingung. “Jangan pergi ke Jerman. Aku tidak ingin terjadi sesuatu denganmu nantinya.”
“Apa maksud ibu?”
“Aoa kau tidak tahu bahaya dari kutukan yang menimpa gadis itu, huh? Kutukan itu akan menimpa seluruh keluarga kerajaan dan aku tidak ingin kau mengalami hal buruk saat di perjalanan nanti,” Ratu Theresa menghirup nafas dalam-dalam. “Sebaiknya kau menyuruh Aaron untuk pergi ke Jerman. Kau adalah Putra Mahkota jadi aku tidak mau kau mengalami hal buruk dan mengganggu penobatanmu nantinya.”
Charles II menganggukkan kepalanya. Ratu Theresa menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Ia meraih cangkirnya dan meminumnya sedikit.
“Dari dulu aku ingin sekali untuk memusnahkan gadis itu, tapi entah kenapa dia sangat sulit di musnahkan,” Ratu Theresa memiringkan kepalanya. “Dia seperti di lindungi oleh perasai yang cukup kuat. Seperti ada sesuatu yang gaib yang selalu mengelilinginya.”
–{—
Ophelia memiringkan tubuhnya ke arah jendela. Jendela di ruangannya sengaja ia bukakan agar udara segera bisa masuk ke dalam ruangannya. Dan juga ia tidak bisa tidur kali ini. Pikirannya berkelana jauh kesana, menuju masa lalunya. Masa lalunya yang sangat menyenangkan sebelum ia menginjak umur sembilan tahun. Ia selalu bermain di taman belakang istana. Menikmati harumnya bunga di musim semi dan sesekali mencoba untuk menangkap kupu-kupu yang selalu berkeliaran di taman tersebut.
Ia masih ingat saat pertama kali bertemu dengan Samuel. Ophelia melihatnya pertama kali saat di lorong istana menuju taman belakang. Samuel sedang berdiri sambil menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan saat itu. Pria itu selalu datang di saat Ophelia membutuhkannya. Hingga sekarang….
Ophelia menghela nafasnya. Terkadang ia merasa bersalah dengan Samuel. Ia selalu menghindari iblis itu dan terkadang menyusahkan dirinya. Jujur, mengingat Samuel adalah seorang iblis yang kejam dan rela membunuh siapa pun yang menyakitinya, ia merasakan sedikit ketakutan pada dirinya. Ia takut bila takdir yang menyatukannya kepada iblis Samuel itu akan berakhir tragis. Ia takut bila Samuel mempermainkannya dan akhirnya mencampakkannya dengan cara keji apabila waktu bermain mereka telah selesai. Ophelia berpikir, apakah Samuel selalu menjaga dirinya karena ia membutuhkan Ophelia akan sesuatu hal?
Ophelia membalikkan badannya. Seharusnya ia tidak memikirkan hal itu. Seharusnya ia memikirkan bagaimana caranya ia bisa hidup bebas tanpa harus di kejar-kejar oleh orang lain.
Tiba-tiba saja ia terkejut saat ia mendengar suara jendela yang terbanting dan menimbulkan bunyi yang cukup keras di telinganya. Spontan ia terperanjat dan terduduk di ranjangnya. Ia mengamati jendela yang bergerak terhembus angin. Ophelia menegakkan sedikit tubuhnya dan menutup jendela tersebut. Ruangan sedikit gelap karena cahaya bulan tidak masuk lagi ke dalam kamarnya kini. Ophelia membalikkan dan berencana untuk kembali membaringkan badannya ke ranjang. Tapi, ia kembali di kejutkan dengan sosok Samuel yang tiba-tiba saja berbaring miring sambil menyangga kepalanya dengan sebelah tangannya. Ia menatapa Ophelia sambil mengangkat sebelah alisnya.
“Kau tidak bisa tidur, sayang?” Samuel menepuk-nepuk bagian samping ranjang, sambil berkata: “Tidurlah di sampingku.”
Ophelia mendengus dan akhirnya ia memilih untuk membaringkan tubuhnya di samping Samuel. Samuel membelai kepala Ophelia.
“Apa yang kau pikirkan? Aku?” Ujarnya.
Ophelia tersenyum mengejek. “Aku tidak mempunyai waktu untuk memikirkanmu, Iblis Samuel.”
“Ah— Kau mulai berani melawanku,” Samuel mencubit pipi Ophelia pelan. “Sebaiknya aku membunuhmu dan menyantap jantungmu.”
Tangan Samuel turun ke leher Ophelia. Membelainya sebentar lalu kembali turun ke dada Ophelia. Ia memposisikan tangannya ke dada sebelah kiri, tepat di jantung Ophelia. Ophelia merasakan hal aneh saat Samuel berlahan tampak menggodanya di bagian sana. Lalu, ia menghentikan gerakan tangan Samuel dan menatap kedua bola mata merah tersebut.
“Samuel,” Ucap Ophelia. “Jangan macam-macam.”
Samuel terkekeh. “Aku hanya bercanda.”
Tangan Samuel turun dari dada Ophelia. Kali ini Ophelia menghela nafasnya sambil memutar kedua bola matanya. Ia benar-benar tidak bisa tidur dan kali ini Samuel telah datang menemuinya. Ia tidak mungkin terus menerus berbaring di ranjang ini dengan Samuel di sampingnya. Akhirnya, Ophelia bangkit dari posisinya dan duduk di sisi ranjang. Samuel mengikuti gerakan Ophelia dan duduk di samping Ophelia.
“Aku benar-benar tidak bisa tidur kali ini,” Ophelia menoleh kearah Samuel. “Aku ingin menhirup udara segar, bisakah kau membantuku untuk keluar dari sini tanpa di ketahui oleh para pengawal?”
Samuel tersenyum miring. “Tentu bisa, sayang.”
Samuel meletakkan tangannya di paha Ophelia. Ia memberikan isyarat mata kepada Ophelia untuk memegang matanya. Ophelia akhirnya memegang tangan Samuel. Dan kali seperti ada hentakan yang membuat tubuhnya terasa sedikit melayang membuat Ophelia refleks memejamkan matanya.
Sebastian melakukan teleportasi kepadanya. Dan kali ini ia bisa menghirup udara segar di malam hari. Ophelia bisa mendengar suara jangkrik di sekitarnya. Lalu jari-jari kakinya bergerak dan merasakan sensasi lembut dari rerumput hijau di bawahnya. Berlahan, Ophelia membuka matanya. Dia sedang tidak berada di area istana. Tapi, ini tampak di sebuah padang bunga yang berada di tengah-tengah hutan.
Ophelia menoleh ke sekelilingnya. Padang rumput ini di penuhi oleh bunga gandum yang berwarna putih. Dan ia bisa merasakan angin sepoi-sepoi yang menjalar di sela-sela rambutnya. Ophelia menghirup udara malam kali ini. Sangat segar dan membuatnya tenang.
“Ini benar-benar udara segar,” Gumamnya.
Ophelia menunduk dan mengambil beberapa bunga gandum tersebut.
“Kau menyukainya?” Kata Samuel.
Ophelia menoleh kearah Samuel. “Iya,” Jawabnya smabil menganggukkan kepalanya.
Samuel menyodorkan sesuatu dari balik punggungnya. Seikat bunga gandum yang baru saja ia petik dari padang bunga ini. Ophelia tersipu malu dan mengambilnya dari genggaman Samuel.
“Terima kasih,” Ujarnya.
“Aku hanya ingin membuatmu senang.”
Samuel meraih anak rambut di sekitar telinga Ophelia. Lalu ia menyematkannya ke balik daun telinga Ophelia.
“Kenapa kau merasa terbebani dan takut?” Tanya Samuel.
Ophelia mendongakkan kepalanya. “Apa maksudmu?”
“Aku bisa membaca pikiranmu, Ophelia sayang. Apa yang kau resahkan saat ini?”
Ophelia menundukkan kepalanya. Ia memeperketat genggamannya di tangkai bunga gandum miliknya. Samuelnya menatapnya intens sambil mengangkat kedua alisnya.
“Aku—,” Ophelia melirik kearah Samuel. “Aku ingin kembali ke Prancis.”
“Hm? Kembali ke Prancis?”
Ophelia mengangguk. “Aku ingin bertemu dengan seseorang disana…”
“Aaron maksudmu?”
Samuel segera memotong perkataan Ophelia. Ophelia mendongakkan kepalanya kepada Samuel. Lalu, ia mengangguk membenarkan.
“Aku ingin bertemu dengan Aaron dan juga ayahku,” Ophelia menggigit bibirnya. “Tapi aku takut bila mereka melakukan sesuatu kepadaku seperti yang terjadi pada Putri Marlene beberapa tahun yang lalu.”
“Mereka sangat brutal, dan licik…”
Samuel tiba-tiba saja mengatakan hal itu membuat Ophelia membelalakannya matanya. Ia tahu yang dimaksud oleh Samuel. Itu adalah para keluarga kerajaan, menteri, dan juga para baron.
“… mereka seperti binatang yang selalu membunuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kanibal, dan memakan sesama mereka dengan rakusnya. Hanya keegoisan yang mereka punya di dalam hati mereka. Tidak ada belas kasihan dan juga rasa peduli. Mereka lebih kejam dari iblis dan lebih hina dari binatang.”
Sebastian maju satu langkah kearah Ophelia. Ophelia mendongakkan kepalanya. Mereka benar-benar sangat dekat hingga Ophelia mengangkat dagunya melihat mata merah kecokelatan yang bersinar terang itu. Ada sesuatu di mata Samuel, lebih tepatnya mata itu seperti ingin mengatakan sesuatu kepadanya.
Samuel menundukkan kepalanya, menatap mata biru Ophelia. Gadis ini sudah berumur 20 tahun. Ia sudah dewasa sekarang. Sekelebat memori saat Samuel menjaga Ophelia kecil muncul tiba-tiba di hadapannya. Saat itu Ophelia masih ceria dan tidak di bebani apa pun. Dan kali ini Samuel ingin Ophelia melakukan sesuatu hal. Sesuatu yang bisa mengubah nasib mereka selamanya dan juga nasib rakyat, pemerintahan, dan negara mereka.
“Miliki tahta itu,” Kata Samuel tegas sambil menatap tajam Ophelia.
Ophelia yang mendengar perkataan itu merasa terkejut dan mengerutkan keningnya.
“Apa?”
“Prancis akan hancur bila mereka mempunyai pemimpin seperti mereka. Dan juga apabila kau mendapatkan tahta itu, kau tidak lagi bernasib seperti ini.”
“A-aku… Aku tidak bisa. Bagaimana dengan kutukan ini?”
“Akulah kutukan itu dan aku bisa mengendalikan diriku sesukaku!”
Samuel berubah menjadi emosional seketika. Ophelia terkejut dan mundur beberapa langkah.
“Aku bisa memilih kepada siapa aku harus tinggal di dalam diri mereka. Aku bisa memilih kepada siapa kutukan ini akan kutuju. Aku bisa memilih kepada siapa yang akan kulayani. Dan itu semua, aku memilih dirimu.”
Ophelia tidak mengerti dengan perkataan Samuel. Kali ini Samuel tampak ambisius dan emosional. Dan hal itu membuat dirinya takut. Mata merah itu menyala-nyala seperti akan menusuk dirinya dan membelahnya menjadi dua. Ophelia hanya bisa beringsut mundur sambil mengenggam erat bunganya.
“Dapatkan tahta itu, Ophelia. Aku akan membantumu.”
Samuel menghirup nafas dalam-dalam. Ia memegang kedua pundak Ophelia.
“Ophelia, lihat aku,” Perintahnya tegas.
Ophelia memilih untuk menatap mata Samuel walaupun tubuh ini sudah di rayapi oleh ketakutan.
“Aku berjanji untuk terus bersamamu, bukan sebagai kutukan tetapi sebagai perisaimu. Aku akan menjadi perisai dan pedangmu untuk menuju tahta. Aku akan menjadi apa pun yang kau mau. Aku akan menjadi pelayanmu, sahabat, teman, dan juga kekasihmu….
Bersambung
Wahhhh… Iblis kok so sweet banget…. :inlovebabe :sangatterpesona :dragonmintacium
Love the devil…?
:KAGEET
So sweet yak
Ayooo ophelia rebut tahtanya
Rahasia apa yg disimpan ratu theresa dan pangeran charles, pasti menyangkut ophelia
Wahhhh Samuel so sweet bngt sih
Sukaaa deh ehhh hihi
Nahh kan bnyk pula yg msh ga dimengerti
Cuzz ke part selanjutnya
Semangat trs yak
So sweett
duh, Samuel, manis bener mulutnyaaa :LARIDEMIHIDUP
Aaiihh.. So sweetnya ini ibliss?
Samuel cool bgt.. :KETAWAJAHADD