Malam kian larut ketika ia memikirkan kilasan surat yang diterimanya tadi pagi. Dengan tidak patuhnya Biandra menolak untuk percaya apa yang tertulis didalam surat dengan kaki yang diangkat keatas Biandra memejamkan kedua matanya.
Namun makin menjelang malam, rumahnya yang memang selalu sunyi itu semakin membuatnya gelisah, bagaimana jika surat itu bukan surat iseng dan benar-benar perintah papanya. Apa yang ia lakukan sekarang jelas akan membawa dirinya kepetaka buruk dan berakhir ia ditemukan tak bernyawa dengan tulisan surat kabar seorang gadis ditemukan tewas didalam rumahnya karena tidak mematuhi surat ‘wasiat’ sang papa. Glek. Memikirkan itu membuat Biandra ngeri.
Belum hilang paranoid yang diderita oleh Biandra, Suara pintu yang terpaksa dibuka menyentak kesadaran Biandra. Ketakutan semakin menjalar keseluruh tubuhnya. Tak dipungkiri Biandra semakin paranoid dengan apa yang dipikirkannya.
Pintu kamarnya menjeblak dan disana berdiri makhluk hidup dengan tubuh ‘terbungkus’ pakaian hitam, hanya matanya yang terhindar dari bungkusan kain berwarna hitam. Sebelah tangannya memegang senjata. Senjata itu semakin terlihat jelas dengan silauan bulan purnama yang menyelusup dibalik tirai kamarnya. Dan itu pisau, mata Biandra membelalak, bagaimana rumahnya yang seaman istana negara bisa kebobolan maling seperti ini pikirnya.
Namun tidak berhenti disana makhluk ‘berbungkus’ hitam itu, membawa biandra kedalam pelukannya abaikan rasa hangat dipeluk kekasih, ini rasanya pelukan kealam neraka pekik batin Biandra. Sekujur tubuhnya semakin ketakutan tapi sang maling tetap berada diposisinya kemudian membawa pisau itu menuju kepelipis Biandra.
Biandra come on! Ingat kata-kata sensei, alirkan energi keseluruh tubuh dan fokuskan kebagian tangan dan kaki, tunggu aba-aba ketika sang maling mengendurkan pegangannya kemudian hempaskan dan serang pada bagian vitalnya.
Semua yang biandra lakukan nyaris berhasil ketika sang maling menyodorkan timah keemasan kearahnya dan DOORR…..
“Bodoh, apa yang kau lakukan, lihat! Sebentar lagi polisi datang. Cepat bergegas” hanya suara itu yang Biandra dengar sebelum kegelapan menyambutnya.
****
Biandra terbangun diruang serba putih, pusing melandanya. Dan sebelah tangannya terasa sakit karena suntikan yang mungkin didapatnya beberapa waktu lalu.
Kesunyian melandanya, memang hidup Biandra sangat jauh darikata keramaian meskipun ia tinggal dikota padat sepadat-padatnya, layaknya lagu Maudy Ayunda Jakarta ramai hatiku sepi….. jangan tanyakan lanjutan lagu ini karena hanya sepenggalan itu yang diputar pada acara music pagi itupun karena bik siti yang kerap kali menghidupkan televisi dan tidak bisa melewatkan salah satu presenter garapan ibu-ibu tersebut.
Mengingat bik siti, Biandra kembali murung ia teringat dengan keaslian surat yang didapatnya kemarin. Dan jika memang surat itu benar maka sebentar lagi ia akan mendapatkan informasi lanjutan yang tertera surat tersebut.
Biandra menekan tombol remote televise berita yang ia dapatkan memang berita yang tertera pada surat itu terpampang jelas dalam kotak persegi tersebut. Keluarga Deyan Yudhanwira dikabarkan menghilang.
Tidak ada kabar lanjutan dari menghilangnya keluarga Deyan Yudhanwira. Saat ini polisi tengah melakukan pencarian dihampir berbagai titik diibukota demi menemukan pensohor yang diisukan akan menjadi calon gubernur untuk ibukota tahun 2022 mendatang.
“apa yang mengincar nyawa papanya adalah orang-orang dari partai! Tidak mungkin, tapi siapa lagi?” biandra terus memikirkannya namun taka da apapun yang berhasil dipecahkan dari pemikiran tumpulnya.
Kerutan dikeningnya makin mendalam pasalnya didalam layar segi empat itu tengah menyorot kediaman mereka dan tulisan ‘DISITA’ tertera disana. Lalu apa yang akan terjadi dengan dirinya sekarang. Seakan semua masalah menghantamnya dengan bertubi-tubi dan menunggu dirinya untuk menyelesaikan, hanya satu hari untuk mengacau namun butuh beberapa hari ah tidak mungkin minggu mungkin juga tidak bisa terselesaikan. Lalu bagaimana dengan dia sekarang?.
***
keadaan rumah sakit sama sekali tidak mendukung untuk menemukan penyebab dari semua maslaah yang terjadi. Semua slide yang terjadi berputar terus menerus dalam otak kecilnya seakan ini semua adalah wabah penyakit yang tidak dapat diselesaikan.
“Sialan semuanya brengsek”teriaknya dikamar putih itu
“Sekarang apa yang mesti gue lakuin.”teriakan yang berakhir dengan isak tangis itu pun mengsisi ruangan tersebut.
***
Keluar dari rumah sakit bukannya membuat Biandra lega malah hidupnya makin runyam, kenapa dia harus hidup dengan dram melo seperti ini. kenapa? Dan lagi ini bukan sinetron yang harus selalu menjemput masalah disetiap episodenya. Ini hidunya, hidupnya bukan tontonan orang se Indonesia. Meskipun saat ini keluarganya juga tengah menjadi sorotan. Dan orang yang menjadi sorotan pun entah dimana? Adilkah ini? kenapa harus dia sendiri yang merasakannya.
Angin berhembus menerbangkan rambut yang belum tersisir itu terlihat semakin mengerikan. Biandra hanya bisa meleletkan lidahnya ketika sekumpulan orang-orang menatap aneh kearahnya. Tetap berjalan tak tentu arah meninggalkan perkarangan rumah sakit. Ketika kakinya berhenti ia terduduk disamping jalan menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya.
Waktu seperti berjalan cepat meningggalkan dirinya dan tiba-tiba saja ada yang menubruknya. Ia hendak mengacuhkannya namun apa yang dia dengar selanjutnya, membuat ia naik pitam.
“orang gila! Orang gila! Orang gila!” Biandra mengangkat wajahnya seketika ia dihadapkan pada anak-anak dengan baju basah khas keringat jangan lupakan kotoran yang menempel dengan mudah disudut-sudut bagian entah itu leher, lengan, baju, celana atau yang lainnya.
Mereka terus meneriaki Biandra dengan teriakn “orang gila” Biandra semakin menggeram marah, pasalnya saat ini pun anak-anak tak tau diri itu ikut mengejek dirinya yang tiba-tiba menjadi lusuh seperti gembel. Menambah-nambah beban yang memang sudah sangat banyak mebebani hidupnya beberapa hari ini.
“Pergi lo semua bocah osngong! Siapa yang lo teriakin gila. Lo bocah! Yang gila” teriak Biandra dengan menunjuk-nunjuk anak-anak itu.
Sebagian anak-anak itu mengkerut mendapati wajah mengerikan yang menanggapi teriakan mereka. Padahal yang anak-anak katakana gila itu adalah perempuan disamping Biandra. Perempuan dengan rambut acak-acakan lebih parah dari biandra memakai baju pasien rumah sakit jiwa yang tertulis jelas di bagian depan bajunya. Biandra masih melotot kearah mereka. Ketika dirasanya anak-anak itu diam dan sebuah suara menganggunya.
“Hihi… hiihi, sayang ada artis lagi syuting marah-marah mau minta kamu kayaknya dari mama, mama nggak bakalan ngasih meskipun dia artis favorit mama” kemudian perempuan itu menendang Biandra. Biandra terpaku ditempatnya. Jadi yang dikatakan ‘orang gila’ bukan dirinya melainkan orang yang benar-benar gila.
Salahkan nasib yang menyebabkannya terjebak dalam suasana gila. “AArrrgghhkkk” Biandra ingin membalas tendangan yang didapatnya, tapi ia ingat bahwa melakukan kekerasan terhadap orang gila sama saja ia melakukan kekerasan pada bayi. Mereka sama-sama tidak tau apa-apa. Begitulah prinsip yang dipegang Biandra, meskipun selama hidupnya baru inilah ia melihat orang gila untuk pertama kalinya.
Biandra mendengarkan bunyi khas ambulan mendekat dan orang-orang berbaju putih keluar dari dalam mobil menangkap perempuan yang menyandang status gila itu, perempuan itu memberontak keras, lebih tepatnya meraung-raung dan tindakan seperti menendang mencakar sepertinya semua alat geraknya aktif menarik perhatian massa untuk menonton bukan untuk membantu. Biandra mendapati tontonan itu untuk pertama kalinya hanya bisa syok, dan yang ingat Biandra terakhir kalinya perempuan gila itu menarik tangannya seakan tidak ingin dibawa sendiri, layaknya remaja perempuan sekolahan yang ke toilet selalu harus didampingi. Meskipun sekolah itu sudah terjamin penjagaannya.
Dan juga para petugas itu juga menarik Biandra kedalam ambulan tersebut. Beberapa kata-kata masuk kedalam gendang telinga Biandra “Kasihan ya, padahal cantik begitu! Amit-amit deh”
“Amit-amit, pasti itu Karena diputusin pacarnya”
“Anak jaman sekarang! Diputusin pacarnya kalau nggak bunuh diri pasti gila. Jangan sampai deh”
Biandra ingin sekali merobek-robek mulut yang dengan seenaknya menjudge itu. Mereka dengan serampangannya mengatakan apa yang ada di otak kecil mereka tanpa mengetahui kebenarannya. Apa yang akan mereka lakukan kalau kenyataan tidak seperti yang mereka katakkan. Mereka past hanya mendengus dan kembali menduga-duga hal buruk lainnya. Tak ada maaf sama sekali. Buruknya sikap bangsa saat ini. tapi jangan pikirkan itu Biandra, pikirkan kemana tujuan Ambulan ini! ya tentu saja tujuannya kerumah sakit jiwa.
Kamvreet! Kenapa seorang Biandra harus dibawa kerumah sakit jiwa, MEREKA YANG BERMULUT PEDAS YANG SAKIT JIWA, MEREKA YANG SUKA MENJUDGE ORANG LAIN TANPA BUKTI APA-APA YANG GILA! MEREKA. SHIT!
Ini masalahnya apa ya??
kok aku gagal paham ya,,
:bearbertanya :bearbertanya
Poor Biandra…. Sial amat nasibnya… hahahaaa
:LARIDEMIHIDUP :nangisgulinggulingan
nahloh, Biandra beneran gila atau enggak ya ternyata? hmmm
Aku bingung ama alur cerita
:nangisgulinggulingan