Vitamins Blog

[Kamu Hanya Teman Yang Mengujiku Lewat Perasaan]

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

40 votes, average: 1.00 out of 1 (40 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Ketika aku tulis ini, aku berharap kamu membacanya. Aku mengenalmu lewat berbagai cara yang tak biasa seperti kebanyakan orang pada umumnya. Saat pertama kali kita tak sengaja saling tertawa hanya karena satu hal yang kita suka itu sama.

Pada saat obrolan panjang kita, kamu terus membuatku tertawa—membuat sebagian perasaanku makin susah untuk dijelaskan seperti apa. Lambat laun aku mulai ada ketertarikan denganmu. Lewat pertemuan yang tak direncanakan aku selalu senang. Kamu membuat aku merasa nyaman, dengan kesederhanaan yang kamu tunjukkan.

Aku paham tak seharusnya juga aku merasa seantusias ini padahal aku belum tahu perasaan kamu terhadapku seperti apa.
Apa kamu tahu? setiap pesanmu yang masuk selalu ku sambut dengan begitu senangnya, sampai sampai aku gemetar membalasnya.

Apa kamu tahu? ketika malam yang menurunkan rindu aku berharap kamu hadir sebagai bahu untuk bersandar, lalu berbincang perihal isi hati masing-masing diantara kita.

Apa kamu tahu? perhatian yang kamu berikan—selalu membuat hatiku luluh dengan sendirinya.

Apa kamu tahu? aku orang yang selalu tak luput membicarakan mu diam-diam dalam doa agar supaya aku bisa lebih didekatkan denganmu.

Apa kamu tahu? saat tak sengaja mata kita beradu akulah orang yang paling merasa gugup hingga perasaan jujur yang ingin ku katakan terpaksa kamu buat bungkam.

Jika kau tanya aku selalu merasa nyaman, harusnya kamu paham dengan apa yang aku rasakan ini bukan lagi perasaan sebagai teman.

Lagi lagi, aku harus memendam segala rasa ini untukkmu.
Lagi-lagi aku tak bisa mengatakannya di hadapanmu, karena kamu selalu membuatku lumpuh ketika aku menatap matamu.
Membiarkannya lenyap ditelan rasa takutku saat mengatakan itu.
Hingga akhirnya kamu memunculkan merona pada wajahku.

Memang sungguh menyesakkan ketika kita tak bisa mengatakan perasaan kita kepada seseorang yang akhirnya ia memilih tetap hadir sebagai teman.

Andai kamu bisa sedikit lebih melihatku. Lebih meneliti sikapku yang seolah menarikmu masuk ke dalam duniaku.
Aku hanya ingin kamu mengerti ada sebuah harapan besar yang aku tempatkan untukmu.

Sosokmu sudah terlalu melekat dalam diriku hingga saat aku ingin merasa menjauh pun luka lama ku kembali muncul, patah pada hati ini kembali terjadi. Aku tak ingin hal semacam itu menghancurkan diriku secara terus menerus. Membiarkan ku lebih lama merawat luka.

Salahkah aku jika ingin memilikimu bukan hanya karena cinta? aku ingin menjadikanmu seseorang yang begitu amat berarti.
Seseorang yang bisa kamu balas perasaannya dengan segala ketulusan mu saat ini.

Tapi sekali lagi, aku tak bisa memaksakan kehendak diriku sendiri. Sebab perasaan memiliki bukan karena terpaksa. Aku paham jika pilihanmu menginginkan kita hanya sebagai teman semata. Bukan untuk merasakan seperti apa besarnya cinta yang ku punya.

Ternyata kamu lebih senang dengan kedekatan kita sebagai teman, yang bisa kau ajak tertawa bersama melepaskan segenap masalah yang ada.
Ternyata hadirmu hanya untuk menjatuhkan perasaanku terhadap kecewa. Namun aku berusaha tak menunjukkan itu didepanmu.

Padahal, betapa bahagianya bila semua yang pernah kita lakukan akhirnya membuatmu mempunyai hal yang sama denganku, dengan apa yang kurasakan ini.
Setiap hari aku semakin ingin terus kamu ada menemaniku.
Itulah sebabnya aku tak membiarkan kamu menghilang. Meski sering kamu pergi begitu saja mengabaikan diriku yang khawatir tak terkira.

Aku paham, perasaanmu tetaplah perasaanmu. Aku tak bisa mengubah itu; juga hatimu tetaplah hatimu yang tak bisa ku sentuh agar aku berada didalamnya yang kau jaga dengan sepenuh jiwa.
Tak ada yang bisa disalahkan, aku membiarkan rasa ini untuk terus tetap ada—meski dirimu hanya menjadikan tanya.

Biarlah jika ini hanya sebuah harapan yang tak bisa menjadi nyata. Kamu tetap teman yang mengujiku lewat perasaan.

—kopiSore

(Lagi ga ada mood buat nulis,kebetulan nemu ini terus ngena jd di post deh hehe:))

17 Komentar

  1. SriRahayuYayuk menulis:

    Cinta tak tersampaikan yaa? jujur terkadang aku ingin bertanya? mengapa perempuan mudah sekali mengharapkan satu hal lebih ketika dia mulai merasa nyaman akan sesuatu? dan mengapa harus bungkam jika ada pilihan utk bicara agar tak memperdalam luka?

    1. rosianacamilla_ menulis:

      Ya namanya juga perempuan. Wajar kalo terlalu bawa perasaan dibanding bawa logika

  2. Apa kamu tahu? Jujur aku gak mau merasakan cinta yang seperti ini, pasti rasanya bikin nyesek ^_^

  3. :PATAHHATI :PATAHHATI

  4. Aduhhh kok merinding ya baca kisah diatas
    Klo hanya akan menambah luka saja, kenapa tidak ‘dibunuh’ pelan2 saja rasa itu, sungguh membayangkanny pun terasa sangat menyakitkan apalgi mengalaminya huhu
    Semangat trs ka

    1. rosianacamilla_ menulis:

      Kalo ga skit bukan cinta namanya

  5. jadi ikutan baper niih,, hati emang gk bisa dibohongi kadang kita ngerasa lebih pd temen sendiri,, jangan patah semangat kalo jodoh gk kemana

    1. Betul sekalihh

  6. Baper baperrr..

  7. Baper :TERHARUBIRU

  8. :TERHARUBIRU

  9. Hahahaha dari judulnya kyk nya orang e di_PHP

  10. KhairaAlfia menulis:

    Nyesek ya kalau udah kayak gini,,

  11. fitriartemisia menulis:

    haduh, kok aku bacanya baper :PATAHHATI

  12. Aku teringat ada seseorang pernah berkata bahwa cinta itu tidak pernah menyakitimu. Kesepian, penolakan, kehilangan seseorang, kecemburuan..itulah yang menyakitkan.
    Semangat kak, jika dia memang jodohmu pasti nanti akan berlabuh padamu.

  13. Bikin baperrr bacanya nih

  14. Sedih bangeeetttt :PATAHHATI