Aku terus menatap Langit yang masih dengan santainya menyantap nasi bakar plus bebek sambal hijau dengan lalapan sebagai pelengkapnya. Dia masih sama, suka bebek goreng dan selalu memesan porsi sambal lebih banyak. Aku masih heran, dia sangat suka makanan pedas, padahal maag nya dulu sering sekali kambuh.
Pernah dulu waktu masih SMA dia makan bakso super pedas di kantin, padahal dari pagi dia belum sarapan apapun. Di kasih tahu malah ngambek, alhasil perutnya langsung sakit, dia langsung drop dan harus opname di rumah sakit selama lima hari karena lambungnya infeksi. Kupikir setelah kejadian itu dia akan kapok dan lebih berhati-hati lagi kalau mau makan apa-apa, tetapi ternyata tetap sama saja nggak pernah bikin dia berubah.
Mungkin karena merasa terus kuawasi dia menoleh ke arahku.
“Nggak usah gitu juga kali kalo ngliat, awas jatuh itu mbak ilernya,” ucapnya ngaco. Aku memutar bola mataku sebal.
Dia terkekeh pelan lalu menyuapkan lagi suwiran daging bebek goreng yang sudah ia cocol terlebih dahulu dengan sambal hijau kesukaannya.
“Maag kamu udah sembuh emang? Itu sambel banyak amat.”
“Yang penting nggak sampe telat makan. Nanti kalau kambuh ya tinggal minum obat. Beres.”
“Giliran nanti perut kerasa perih baru deh tau rasa.”
“Yaelah pendek, kamu kok doanya gitu banget,” gerutunya.
“Please berhenti panggil aku pendek Lang!”
“Emang kamu pendek.”
Kesal, aku melemparnya dengan gulungan tisu. “Ishhh aku udah nggak pendek lagi tau!” kulihat Langit malah tertawa cekikikan.
Memang sih, dulu diantara kami berlima -Aku, bang Rizal, Ozi, Langit, dan Sanaz- aku termasuk paling pendek dan bertubuh paling mungil dari mereka. Sehingga julukan pendek selalu melekat pada diriku, meskipun tubuhku sekarang bisa dikatakan tidak pendek lagi. Dengan tinggi 160 centi, kurasa itu tidak termasuk golongan pendek kan? Tapi sepertinya Langit sangat menyukai julukan itu untukku.
Langit mengambil tisu untuk mengusap keringat yang mulai mengucur di wajahnya. Terlihat wajah itu sedikit memerah karena kepedasan.
Tak tega aku menyodorkan jus apukat milikku kearahnya, karena jus jeruknya sudah tandas sejak tadi. Dia menerima gelas itu dan langsung meneguk hingga hanya menyisakan seperempat gelas.
“Kamu beneran nggak mau makan?” tanya Langit setelah menghabiskan semua makanan di meja kami.
Aku menggeleng.
Aku memang tidak memesan makanan apapun. Bukan karena sedang diet, tapi memang aku sedang tidak nafsu makan. Dia berdiri menuju wastafel di dekat pintu toilet untuk mencuci tangan. Setelah beberapa menit dia kembali duduk di depanku.
“So, sekarang jelasin semuanya.” Aku bersedekap menunggu Langit membuka suara.
“Yaelah J, santai dulu kali jangan tegang gitu, aku jadi berasa mau diinterogasi emak-emak yang kehilangan anak ayamnya nih,” ucapnya mulai ngelantur. Aku mendelik kesal ke arahnya dan mengabaikan gurauan Langit.
“Kamu lagi PMS ya? Cemberut mulu deh,”
“Lang! Ihhh. Jelasin ke aku sekarang!” ucapku tak sabar, membuat Langit terkekeh pelan.
“Iya-iya, cuman aku bingung mau jelasin dari mana.” Dia menatapku seolah memikirkan sesuatu. Kali ini dia menurut untuk tidak bercanda lagi, dia menghentikan tawanya dan mulai mengatur napasnya pelan. Guratan wajah konyol dan menyebalkannya sekarang berubah serius bahkan samar kulihat dia sedikit, gugup? Tangannya selalu bergetar pelan jika dia sedang gugup akan sesuatu, dan Langit akan selalu mengetukkan jarinya ke meja atau apapun untuk menyamarkan kegugupan itu, seperti sekarang.
Entah kenapa tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak.
Kulihat Langit mulai bersuara, kemudian meluncurlah cerita demi cerita yang langsung membuat tubuhku lemas.
Kenyataan apa lagi ini?
***
Sudah pukul satu dini hari, tapi rasa kantuk tidak juga segera menghampiriku. Lelah berbaring, aku memutuskan turun dari ranjang dan mengambil jaket beludru yang tersampir di meja rias.
Menyalakan lampu dapur, aku segera membuka kulkas dan mencari beberapa kotak susu UHT dan beberapa roti cokelat.
Kubawa semua itu menuju balkon dan meletakkannya di meja. Aku duduk di sofa kemudian mengambil satu kotak susu dan segera meminumnya. Dingin susu langsung masuk mengaliri tenggorokanku.
Pikiranku tiba-tiba melayang akan ucapan Langit tadi siang.
—
“Aku pergi ke Ausie.” Oke, dia memang pernah bilang kalau dia ingin lanjut pendidikannya di Ausie. Tapi kenapa dia tidak memberitahu apapun, setidaknya ‘say good bye’ kepada sahabatnya sebelum pergi?
“Lanjut study kesana?”
Dia mengangguk.
“Kenapa nggak bilang? Kenapa pergi gitu aja?” ingin sekali aku langsung bertanya semua pada Langit, apa yang terjadi. Mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi kepalaku. Tapi niat itu kuurungkan saat dia mulai berbicara lagi.
“Aku nggak siap kehilangan.”
Ambigu.
Aku masih belum paham apa yang dia maksud. Hingga kalimat yang ia lontarkan selanjutnya membuat aliran darahku seolah berhenti seketika.
“Aku nggak sanggup lihat kamu nikah sama orang lain.”
Aku membeku. Apa maksudnya ini?
“Kamu tahu? Aku hancur saat denger kamu nikah sama Alfath J.”
“Yang aku pikirin saat itu aku udah kehilangan. Aku kehilangan sahabat kecil sekaligus orang yang aku cintai,” lanjutnya.
Deg.
Pernyataan Langit langsung menyentakku. Tak terasa air mataku mulai menetes.
Langit mencintaiku?
Bagaimana bisa? Dia bahkan sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Aku menyayanginya seperti aku menyayangi bang Rizal dan Ozi. Lalu bagaimana mungkin dia….
“Kamu bercanda kan Lang?” suaraku terdengar lirih. Kuharap dia hanya sedang bercanda dan paling tidak aku bisa melihat dia tertawa jahil seperti biasa.
Namun yang kulihat Langit hanya diam, tak bergerak. Cengiran tengil yang selalu menghiasi wajahnya hilang. Menyisakan keseriusan yang mampu membuatku semakin pias.
Langit kembali menatapku kali ini tatapannya benar-benar sendu, seolah menyiratkan betapa banyak luka yang ia pendam sendirian selama ini.
“Aku beneran cinta sama kamu,” ulangnya lagi.
Tak tahan, aku memejamkan mata. “Kenapa harus aku Lang?” bisikku lirih tanpa sadar.
Langit menggenggam tanganku erat. “Maaf, udah ninggalin kamu tanpa kabar. Maaf, aku nggak ada buat kamu dua tahun ini. Maaf, aku nggak bisa nahan perasaan aku buat nggak jatuh cinta sama sahabat aku sendiri. Maaf, maaf.”
Maaf saja tak bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Kupikir dia begitu menjagaku selama ini karena dia berusaha melindungiku seperti apa yang dilakukan abang dan Ozi. Ternyata dugaanku selama ini salah. Dan aku tidak mengerti sekarang aku harus melakukan apa.
“Aku tahu, aku tolol banget, aku….”
“Antar aku pulang,” kupotong ucapannya sambil melepaskan cekalan tangannya dengan cepat. Dia sedikit tersentak, tapi tak urung mengangguk pasrah.
Aku butuh jeda waktu untuk menerima semua kenyataan ini. Meskipun sebenarnya aku banyak berharap Langit besok kembali dan mengatakan kalau apa yang dikatakannya hari ini hanyalah ilusi.
—
Dan sekarang apa yang harus aku perbuat? Aku ingin marah padanya. Tapi untuk apa? Aku tidak bodoh untuk menyalahkan Langit dan semakin membebaninya.
Mengetahui lelaki itu menyimpan perasaan begitu dalam padaku saja sudah membuatku nelangsa, dan aku tahu aku sudah gagal menjadi sahabat lelaki itu jauh sebelum semua ini terjadi.
Aku tersentak saat dentingan musik Flash Light-nya Jassie J terdengar dari smartphone-ku. Kulirik benda persegi panjang itu yang terus berkedip-kedip.
+62812433xxxxx is calling….
Nomor itu lagi. Itu adalah nomor yang sama dengan yang mengirim sms tadi sore, sms permintaan maaf dari Langit. Aku menyerngit, kenapa dia telepon jam segini? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku belum tidur sekarang?
Aku hendak mengangkatnya, tapi kuurungkan. Aku tidak ingin berdebat. Aku lelah, aku ingin mengistirahatkan pikiranku dari masalah itu untuk sejenak.
Ponselku terus berkedip-kedip. Tidak ingin di ganggu, aku me-reject panggilan itu.
Kuletakkan kepalaku di lengan sofa lalu meringkuk seperti janin. Kupejamkan mataku rapat-rapat sambil menikmati sapuan angin yang membelai dingin menusuk kulit.
Dan dibawah buaian langit malam, kembali kubiarkan diriku terlelap ke alam mimpi.
***
Bagus
Smangat trus
Semangaaaats ??
lang , terkadang salah nangkep namanya itu gilang hihi , ceritanya keren dan baperr :PATAHHATI :PATAHHATI gilang suka sama jingga, dan jingga mau nikah? oh noo :NABRAKKACA
Langit, namanya. Hayuk kenalan sini biar nggak salah nyebut nama lagi ??? bukan mau nikah, tp emang udah nikah jingga nya sama Alfath meskipun uda kandas sih hiks
Wkwkwk, pantesan aku bingung, Gilang yg mana ini maksudnya, hhe
Suka cerita ini.
makasii kaaa (:
sikasik udah dilanjut, aku baca dulu ya kak :BAAAAAA
“Nggak usah gitu juga kali kalo ngliat, awas jatuh
itu mbak ilernya,”
ngeliat, kurang hurif E itu kak :)
huruf, typo ih :NABRAKKACA
wkwwkwk iya ihh typo, galfok waktu nulis ?
jadi langit ini sahabat jingga ya.
aduh sahabat jadi cinta dong :TERHARUBIRU
lagi-lagi baper, kasian banget langit sampe kabur gitu gara-gara patah hati :PATAHHATI
aku tunggu part selanjutnya ya kak, ceritanya makin seru :tepuk2tangan
semangat terus kak :MAWARR
masih boming ngga sih friendzone gitu haha , thanks kaa selalu intip2 ini cerita geje, eh btw aku panggil kak siapa nih
kayaknya sih masih ya.
iya sama-sama, ceritanya menarik makanya aku suka :inlovebabe
panggil daa aja hehe :BAAAAAA
hoho daa, kak daa? by the way salam kenal dari Maya ?
Naaah penasaran, kok Jingga marah kalo langit cinta sama doi? Biasa aja dong harusnya. Kalo awkward mungkin, tapi marah? Hmmm kenapa yaaa?
Jingga kenapa cerai sama Alfath? Aiihhh update dong thooorrr
aku Kasih tau di next next next…. chap selanjutnya yaa, hahahaha
Lahhh Makin penasaran ini aq ny haha
Ngapa Jingga bngi, ngapa Jingga bgtu, Langit jg dah ni aihhhhh bikin greget dah doi
Knp Jingga cere dah
Aduhhh ga enak bngt ya penasaran Haha
Ditunggu kelanjutanny
Semangat trs ya ka
haha greget sama jingga apa sama yg nulis nih #plakk
yuhuuu smngaaat ??
Emmmm dua2ny dah hahha
wah… aku kira langit itu mantan suami jingga,salah aku wkwkwk :BAAAAAA
hihihi, bukaaaan :p
Hha, iya nih Ling aku juga ngira gitu
cuma dianggap saudara. kasihan Langit..
sayangnya cuma sbg sahabat plus sodara hiks
kenapa jingga marah sama Langit?
penasaran deh
:TERHARUBIRU :TERHARUBIRU
Seru seru hihi
oh mantannya Jingga namanya Alfath toh,,
Menarikk
lah? hahaha
kirain yg di part 1 itu si langit yg ada di dialog prolog haha
ternyata Jingganya udah nikah, whoaaaaaa
Sama, aku juga ngira gitu, kirain malahsi langit mantan suaminya, wkwkwk
:YUHUIII
Ternyata langit sahabat nya
Yah ngk seharusnya marah ke langit td
Duh blm selesai ngetiknya, efek komen sambil ngantuk :LARIDEMIHIDUP
Ngk seharusnya marah ke langit
Kan cinta bisa datang kapan saja, tanpa pemberitahuan dan blm tentu bisa milih bakal jatuh cinta sama siapa, hhe