You’re Not For Me

(13 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.Loading...

(No Ratings Yet)

Aku tahu saat dirimu berbohong padaku, akupun sadar akan hal itu. Entah ketika kau mengatakan jika kau pulang dini hari dalam keadaan lelah karena deadline pekerjaan yang selalu mengejarmu bak seekor cheetah yang mengejar buruannya, ataupun saat dirimu harus pergi jauh dariku. Aku menerima semua perkataanmu tanpa sanggahan. Karena aku disini selalu setia menantimu. Untuk membuka pintu hatimu akan keberadaanku.

Aku mungkin terlalu serakah, berharap agar kau melepaskan topeng yang selalu kau gunakan dihadapanku. Kuakui memang aku berharap terlalu banyak. Seharusnya aku memuji nikmat Tuhan karena dapat melihat senyuman itu. Senyuman yang selalu meluluhkanku dan melupakan segalanya walaupun senyuman itu tak pernah sekalipun ditujukan untukku. Setidaknya aku bahagia.

Kau tahu apa lagi yang membuatku sangat bahagia? Saat kau dan aku menjadi kita. Ketika Tuhan yang menjadi saksi bersejarah akan hari dimana kau dan aku menjadi satu.

Akupun sadar jika aku seorang pendosa.

Kepada Tuhan yang melihat segala takdir yang kupaksakan, dan kepadamu yang begitu setengah hati untuk terlihat gembira saat itu. Katakanlah aku kejam karena begitu bahagia diatas penderitaanmu karena kau telah menjadi milikku.

Banyak orang mengatakan bahwa kita seperti sepasang malaikat yang ditakdirkan bersama. Kau tahu apa yang lucu? Mereka salah. Karena aku adalah seorang iblis. Aku yang telah mengarahkanmu, sang malaikat untuk berdiri ditebing surga dan mendorongmu untuk terjun menuju nerakaku.

Kebohonganmu hanyalah dosa kecil dibandingkan dengan apa yang telah aku lakukan untuk menjeratmu. Aku sadar jika hatimu bukan untukku, dan kuakui jika seharusnya aku menyerah padamu. Tetapi rasa tergila – gila ini membuatku buta sesaat hingga akhirnya kaupun terpisah darinya. Seandainya kau tahu apa yang aku lakukan untuk menghancurkan hubunganmu dengannya, kau takkan pernah memaafkanku. Tetapi setidaknya aku bahagia karena kau telah menjadi milikku.

Dan kini kutahu kau telah kembali dengannya. Walaupun kalian bermain dibelakangku.

Kuakui jika kebohonganmu itu membuat hatiku sakit. Rasanya seperti ditusuk oleh sebuah anak panah dengan ujungnya yang telah berkarat tepat di dadaku. Seakan belum cukup dari luka itu, kaupun menaburnya dengan segenggam garam. Katakanlah aku bodoh dan dungu karena aku masih setia berdiri disini menantimu. Menanti akan segala kejujuranmu yang aku tahu takkan pernah kau ungkapkan kepadaku.

Kau mungkin berpikir aku tak menyadarinya karena kau merasa telah bermain begitu pintar hingga tak meninggalkan jejak yang dapat membuatku menaruh curiga terhadapmu. Kau berfikir mengenalku, tetapi kau tak tahu siapa aku.

Kau mungkin menganggap aku naif, tetapi sebenarnya aku sangatlah licik. Jika kau baru belajar berpura – pura dihadapanku, aku telah menguasai segala macam topeng sejak pertama kita bertemu. Kau takkan pernah melihat wujud asliku, karena aku hanya akan membukanya saat seluruh hatimu telah menjadi milikku. Tetapi kurasa itu tidak mungkin, kan? Bagaimanapun  juga impian seorang pendosa sepertiku takkan pernah menjadi kenyataan dan aku cukup sadar diri akan hal itu.

Aku tak tahu apa lagi yang dapat membuatmu luluh padaku jika hatiku yang telah kuserahkan padamu saja kau biarkan membusuk dan menanti waktu kematiannya. Hanya dari keberadaanmu yang membuat hati itu masih bertahan walau tengah sekarat.

Jika kau mengenalku sebagai seorang pendamping yang penurut dan pendiam, maka mereka mengenalku sebagai sosok yang kejam dan tak kenal ampun. Aku adalah seorang penguasa bagi orang – orang tertentu dan itu membuatku memegang kendali atas beberapa hal, dan dirimu adalah salah satunya walaupun kau tak pernah tahu. Kau mungkin tak percaya, tetapi akulah pemegang hidupmu sejak awal dan kini saat kuberikan hidupku padamu, kau tak pernah sadar akan kuasa itu.

Pernah sekali ingin kubuka paksa topeng yang saat itu kau gunakan karena rasa cemburu yang menggerogotiku karena mencium aroma asing yang sangat kuyakini miliknya berada ditubuhmu ketika aku memelukmu. Kau tak pernah tahu jika aku ingin sekali melenyapkannya dari muka bumi ini jika aku tak mengingat akan senyumanmu yang mungkin lenyap akibat hal itu. Karena aku menyukai senyuman sepenuh hatimu yang selalu hadir ketika kau melihat ponselmu yang aku yakini telah banyak dipenuhi pesan olehnya.

Aku tak akan pernah mengatakan maaf padamu. Juga takkan memohon ampunan darimu. Jika diperbolehkan, dapatkah aku meminta sebaliknya? Jangan pernah memaafkanku. Bukan karena seluruh dosa – dosaku. Tetapi agar aku selalu diingat olehmu walau dalam hal yang membuatmu sakit sekalipun. Bagaimanapun, inilah aku.

Aku berharap bahwa diriku akan menjadi orang yang memiliki kesabaran ekstra, tetapi aku hanyalah seorang manusia biasa. Kesabaranku berbatas dan hatiku yang telah sekarat untuk sekian lama kini telah mati dan membuatku tak memiliki kuasa lagi untuk memilikimu karena tak ada lagi yang dapat kuberikan padamu. Sehingga kuputuskan untuk membiarkanmu bebas sekarang.

Karena aku sadar, sekuat apapun aku memaksakan takdir yang terhubung diantara kita terdapat satu hal yang pasti dan takkan berubah.

Karena kau memang bukan tercipta untukku.

Sejak dulu, sekarang, dan untuk selamanya.

.

.

.

.

.

Tertanda,

Aku yang pernah memilikimu.