Ketika fajar menyingsing, maka siapkah kamu melepas semua rasa nyaman dan damai yang kamu miliki?
…
Kupikir semua akan baik-baik saja, namun nyatanya berbanding terbalik. Yang kulakukan hanyalah sebuah kesia-siaan. Adirama bukanlah pria baik-baik, dia tak lebih baik bahkan oleh pengemis sekali pun.
Tadi siang, di sela kesibukanku sebagai seorang guru kusempatkan untuk mendatangi Adirama, pacarku, yang katanya sakit itu di rumahnya. Dan kamu pasti bisa menebak apa yang kutemukan di sana, kan? Ya, Adirama berselingkuh di belakangku. Keterlaluan! Dasar hakim gadungan! Tidak sesuai dengan profesi!
Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju rumah setelah menghabiskan beberapa waktuku yang cukup berharga untuk menangis melampiaskan rasa kecewa di taman kota. Aku melihatnya sedang bercumbu dengan seseorang di kamar, posisinya membelakangi pintu sehingga mataku tak bisa menangkap siapakah seseorang yang dicumbunya itu.
Drrt drrt drrt.
Teleponku bergetar, tertera nama ‘Abang’ di sana. Tanganku terulur untuk mengambil benda itu dari atas dashboard dan mengangkat panggilannya.
“Ya, Bang?”
“Kamu di mana, Dek?”
“Lagi di jalan, nih,” jawabku berusaha mati-matian agar suaraku terdengar normal dan tidak serak. “Kenapa, Bang?”
“Jemput Abang, dong, Dek. Abang lagi di rumah temen, nih, gak bawa mobil, tadi mobilnya mogok.”
Aku mengernyit mendengar apa yang Abang katakan, tumben Abang mau keluar rumah tanpa mobilnya?
“Oo, iya, deh, Bang. Sekarang Abang lagi di mana? Kirimin alamatnya. Aku matiin teleponnya, ya. Bye.”
Beberapa saat kemudian sebuah pesan masuk, dari Abang. Kubaca alamat yang tertera di sana dan kembali mengernyit. Jalan Anyelir, Apartment Lucky. Loh? Serasa kenal dengan alamat ini. Tak mau ambil pusing segera kulajukan mobilku menuju alamat itu karena hari sudah mulai sore dan aku tidak ingin pulang ke rumah nanti hari sudah malam.
Macet!
Ih, kenapa harus macet, sih? Eh, iya lupa, deng, malam ini kan malam minggu. Harusnya malam ini aku jalan sama Ad–, eh? Duh! Plis, jangan coba-coba ingat cowok itu lagi!
…
Apartment Lucky di jalan Anyelir, eh ini kan tempat tinggalnya Adirama? Jelas serasa pernah dengar alamat ini. Berapa lama sih aku sudah gak ke sini? Sampai lupa kalau si cowok brengsek itu tinggal di sini.
Kuketikkan pesan singkat ke Abang untuk segera turun ke lobby di mana aku menunggunya, berusaha mengenyahkan pikiran dari hal yang kulihat tadi siang di sini. Tak berapa lama Abang mengirimkan balasan.
Abang: Tunggu bentar, Dek, Abang ada urusan dulu.
Aku mendengus, sebal. Abang nih kebiasaan, selalu lelet. Sambil menunggu kedatangan Abang aku mengedarkan pandang ke penjuru lobby dan pandanganku terpaku di satu titik. Air mataku luruh, dadaku berdenyut nyeri, lenih nyeri daripada tadi siang. Ya Tuhan, dosa apa hamba-Mu ini?
Kuputuskan untuk keluar dan menunggu Abang di mobil saja sambil menenangkan hatiku yang kini tercerai-berai. Air mata menganak sungai di kedua pipiku, isak tangis bahkan berhasil lolos. Kenapa? Kenapa ini yang harus terjadi di depan mataku?
Tok tok tok.
Jendela mobilku diketuk, tanpa menoleh aku membuka pintu dan berpindah ke kursi belakang, tak menghiraukan Abang sama sekali.
Lama kami saling diam di mobil dengan aku yang berusaha menahan isak tangis, kulirik Abang yang kini tengah serius mengemudi. Bibirnya terlihat membengkak dan aku tau apa yang membuatnya seperti itu.
“Bang, tadi Abang ngapain, sih? Kok lama amat.”
Abang melirikku sekilas, “tadi Abang ketemu rekan kerja Abang dan kita ngobrol sebentar, kenapa?”
“Abang bohong!” suaraku serak menjawab Abang. Alinya terangkat satu, “gak kok, Dek, ngapai-.”
“ABANG BOHONG! YANG TADI LAGI CIUMAN SAMA ADIRAMA SIAPA, BANG? SIAPA?” suaraku melengking nyaring, menggema di dalam mobil. Kulihat Abang membeku. Dahiku terantuk kursi kemudi karena tiba-tiba saja Abang mengerem.
“Kamu salah lihat,” ujar Abang pelan. Aku menatapnya nyalang, “bibirmu tidak bia berbohong,” ujarku melirik bibirnya yang bengkak. “Selamat, Bang, kamu berhasil menghancurkanku. Ini adalah kado terburuk di ulang tahunku.”
Aku melepaskan sabuk pengaman, keluar mobil meninggalkan Abang yyang masih terpaku.
Aku tak pernah menyangka Abang akan melakukan ini padaku. Mengapa? Mengapa Abang tega?
Di jalan yang sunyi ini tangisku mengiringi langkah. Telingaku mendadak tuli, tubuhku limbung seakan kehilangan gravitasi.
Ketika fajar menyingsing, maka siapkah kamu melepaskan rasa nyaman dan damai yang kamu milikki?
Ya. Lalu apa, Bang?
Kamu akan tau.
Percakapan di masa lampau antara aku dan Abang kembali terngiang, aku baru mengerti, mungkin inilah maksud perkataan Abang.
Ketika fajar menyingsing, maka aku akan membuka mata dan melihat neraka.
Abang adalah sang fajar dan apa yang kusaksikan hari ini adalah neraka.
[selesai]
:TERHARUBIRU
Sakit bngeet di khianati kaka sendiri
Whatttttt ini abangny nikung ceritany
Aihhhhhh anti mainstream bngt mi cerita yak
Hahaha
Okehh dah
Ditunggu karya2ny lgi
Semangat trs yak
Bener2 anti mainstream ya palah
Iyaa ka
Aduh gagal paham, si ‘aku’ baru mergokin adirama lagi sama seseorang siang, terus pas lagi asik galau di taman abangnya minta jemput di alamatny si adirama, eh si aku masa udh lupa kalo itu alamat apartemen pacarnya sampe bilang ‘berapa lama aku udh ngga ke sini’. LO BARU DARI SITU BEBERAPA MENIT LALU BROOOO. wkwkw
Semangat terus berkarya
Yekan galau bikin dia linglung
Gue kritik tapi gue vote loohhh heheh
Jadi ngeri sendiri bacanya
:LARIDEMIHIDUP
:LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP
wah, tega banget nih abangnya :ASAHPISAU2
Parah nih abangnyaaa :LARIDEMIHIDUP
abangnya………… :KAGEET :KAGEET :KAGEET
:LARIDEMIHIDUP
Vote dulu
Waduhhh, abangnya tega nian sih :LARIDEMIHIDUP
:LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP :LARIDEMIHIDUP