The Little Girl (Part 2: Si Jomblo Ngenes, Si Androgyny, Si Bungsu)

17 Juni 2017 in Vitamins Blog

18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Loading…

Terima kasih untuk:

@farahzamani5 @lovesela @xixihana @alvinabb @fitriartemisia dan terima kasih yang sudah like sayangggg. Tambah semangat aku hi hi hi

Maaf jika ada typo, typo udh ibarat kaya penyakit yang melekat mulu. Susah dihilangin.

Part ini spesial karena aku bawa om-om rasa oppa. Yuhuuuu. Ya udah ya cantik kita capcus aja. Makasih loh atas dukungannya….

※※※

Happy Reading

Tempat penuh dosa.

Tempat yang menyajikan sebuah janji manis namun terasa pahit. Tempat yang menjadikan hiburan kesenangan manusiawi walau hanya satu malam. Tempat dimana orang berbondong-bondong hilir mudik setiap malam menjelang. Tempatnya dimana orang-orang melarikan diri dengan cara mencari kesenangan yang salah namun dianggap mereka itu benar.

Gemerlap cahaya duniawi. Musik menghentak, hampir sepadan dengan denyut jantung yang berdetak. Liuk-liuk tubuh bergoyang dengan cekatan tak tahu malu. Pakaian minim yang mampu mengundang tamu hidung belang. Dibelai dan diraba tidak masalah bagi mereka, asalkan uang dan kesenangan yang mereka dapatkan setelahnya. Kesenangan sesaat namun menambah dosa secara bersamaan. Pria maupun wanita tidak ada yang peduli itu.

“Tambah lagi”

Gelas minimalis terbuat dari kaca bening diangkat tinggi-tinggi. Mendarat mulus tepat pada meja bartender.

Mendengus kasar. “Sadarlah kau itu sudah meneguk banyak minum. Kau semakin menyedihkan jika seperti ini terus.”

Tegur pria yang berwajah cantik. Tipikal wajah yang mampu mengundang wanita iri dengan paras cantik nya seperti wanita sungguhan. Kalaupun di dunia modeling wajah-wajah seperti ini akan masuk dalam jejeran kelas model Androgyny. Yang dimana maskulitas dengan feminitas banyak diincar oleh kalangan desainer ataupun fotografer. Dan Kim Heechul memiliki itu, memiliki wajah yang bertemakan Androgyny.

Kim Heechul, marga Kim adalah kepunyaan dari keluarga besar ibunya. Ketika Heechul berkunjung ke Korea dengan secara otomatis namanya akan disematkan menjadi Kim Heechul. Beda lagi jika ia sudah diluar Korea Selatan, dirinya akan berganti nama dengan nama yang sebenarnya— Casey Louis. Darah Perancis dan Korea mengalir deras di setiap pembuluh daranya. Gen ibunya lebih dominan, tampangnya tidak terlalu mencolok seperti orang-orang Eropa. Jauh berbeda dengan adiknya— Sakura Louis.

“Sudah biarkan, percuma Hyung protes terus menerus seperti itu. Nasehat mu tidak akan di dengar olehnya.”

Menyengir. Membuat gusinya terlihat sangat menawan. Rahang kokoh. Iris mata hitam nan sipit namun tajam.

Orang-oranya selalu memanggilnya Eunhyuk. Itu nama kerennya, jauh berbeda dengan nama aslinya Lee Hyuk Jae. Keluarga besar Lee, marga yang disematkan oleh ayahnya.

Eunhyuk menggoyang-goyangkan gelas minimalis yang berisikan sampanye dengan dua es batu kecil. Menyeruputnya perlahan, memejamkan mata hanya untuk bisa menikmati sensasinya. Sadar ia tidak boleh mabuk, hanya untuk berjaga-jaga saja. Heechul mana sudi akan mengurus dua pria mabuk sekaligus.

Dirinya terlalu baik atau barang kali setia kawan dengan pria yang berada disampingnya yang masih belum mau membuka mulut.

“Aku jadi gatal ingin meninju mukanya.”

Eunhyuk terkekeh geli. Lantas ia hanya melirik si korban yang di maksud mereka. Ah, Kyuhyun. Pria ini begitu menyedihkan. “Tidak seru kalau kalian berkelahi tapi yang satunya ternyata masih dalam pengaruh alkohol. Apa namanya itu— ah ya! Namanya kurang gentleman” Balas Eunhyuk sedikit berteriak. Heechul mendengkus kuat-kuat.

“Sudah berapa tahun ini?” Tanya Heechul cukup absolut.

Serius, Eunhyuk tak bisa menahan alisnya mengkerut. Dia tidak mengerti.

Otak cantik Heechul siap tanggap menerangkan. “Maksudku sudah berapa tahun bocah tengik itu tak kunjung move on dengan wanita sialan itu?”

Lidah dan suara tak sudi menyebut nama wanita yang membuat sahabatnya berubah menjadi pria brengsek menjadi lebih brengsek lagi. Tak perlu melirik lagi, sebab Heechul sudah melihat keadaan Kyuhyun yang asyik akan dunianya yang Kyuhyun buat sendiri. Tenggelam pada rasa sakit yang tak kunjung sembuh. Tenggelam pada masa lalu percintaan yang tak mulus.

Eunhyuk mengangguk mengerti. “Ah biar ku hitung secara manual. Umur Kyuhyun sudah berapa tahun?”

Jari-jari Eunhyuk sudah siap menghitung.

“Dua puluh tujuh tahun”

Balas Heechul cepat. Ia melihat gelagat Eunhyuk yang sok menjadi guru matematika gadungan. Menghitung secara manual dengan hitungan mundur.

“Sembilan tahun”

Finish. Selesai. Dan detik berikutnya Eunhyuk terpingkal karena derai tawanya sendiri. Membuat kursi yang di dudukinya ikut terguncang. Baginya ini lucu. Tidak tahu reaksi Heechul akan seperti apa. Si korban bully tak kunjung bereaksi.

Jomblo ngenes.” Celetuk Heechul. Membawa bahasa yang asing didengar oleh Eunhyuk. “Bahasa apa lagi itu?”

“Biasa, bahasa Indonesia. Aku jadi ikut-ikutan karena ulah Sakura. Adik ku yang satu itu dalam kehidupannya selalu berbicara dengan tiga bahasa. Korea, Perancis, Indonesia. Rumit kalau kau tidak memahami nya.”

Yeah, serumit kepribadiannya.

Celetuk Eunhyuk menambahkan.

“Dan artinya?”

Dilanda penasaran.

Yakin tidak yakin Heechul memilih tidak yakin. Jujur dirinya tidak terlalu buruk untuk mengerti atau memahami bahasa Indonesia walaupun tak sepandai adiknya. Lebih dulu dirinya menyeruput cairan yang bewarna oranye dengan beberapa kali tegukkan. Menoleh ke samping, menatap kawan karibnya— Eunhyuk.

Jomblo yang berarti single, tak terikat dengan hubungan special lawan jenis.  Ngenes, nah… kalau kosa kata itu aku tidak terlalu yakin untuk menjabarkannya. Tapi jika digabung menjadi satu, jomblo ngenes bisa kau pahami seperti Kyuhyun seorang single yang terpuruk. Well, itu bisa menjadi judul sinetron.”

Musik menghentak dengan volume level tinggi tak mengusik derai tawa Eunhyuk yang terlihat berlebihan. Seratus persen Eunhyuk menjadi yakin Heechul lebih cocok menjadi seorang komedian yang berlidah tajam.

Heechul seorang antimainstream sejati.

“Apaan itu? Jomblo ngenes, kukira artinya tidak seburuk apa yang kau katakan. Ini sih namanya konspirasi hati.”

Timbal Eunhyuk dengan menepuk dadanya berulang kali. Ada batuk-batuk samar tanpa direncanakan. Niatan untuk menghentikan derai tawanya sebelum bertambah mengerikan.

“Asik membully ku? Perlu ku cuci dulu mulut kalian dengan deterjen di rumah ku? Tenang saja kalian tak perlu membayar. Gratis untuk kalian.”

Si Biksu akhirnya mau membuka mata. Korban bully angkat bicara. Akhirnya peka dengan sekitar. Bau-bau orang ditindas seketika membuat Kyuhyun berubah menjadi sensitif. Sadar sepenuhnya bahwa ia korban bully oleh kawan sejati brengseknya. Mendesis dengan umpatan kasar yang tak mampu membuat dua sejoli anak adam gagal beringsut ketakutan.

Gagal menakuti. Disambut cengiran Eunhyuk yang membuat hati menjadi panas dingin. Emosi labil efek dari patah hati tak kunjung sembuh. Heechul tampang kalem, tak menoleh sekali pun.

“Kau marah? Berarti kau membenarkan perkataan Heechul Hyung secara tidak langsung.”

“Aku tidak terpuruk seperti apa yang kalian lihat”

Lamat-lamat Kyuhyun kembali bicara dengan membela diri atau pelarian diri dari kenyataan? Heechul hanya bisa mendengus remeh, bola mata diputar satu kali. Eunhyuk membiarkan sang tertua diantar mereka kembali berkicau. Siap-siap kuping panas kawan.

“Buta akan diri sendiri. Tak memahami dirimu. Keluar masuk klub malam. Minum. Mabuk. Perokok berat. Jika sedang bosan fatal nya mau bisa menumpahkan cairan perjakamu pada wanita barbar. Yeah, walaupun kau tak main sembarangan dan menjaga keamanan dengan cantik. Siklus hidupmu seperti itu terus. Apakah itu bisa disebut gaya hidup sehat? Jawabannya tidak. Kau itu terpuruk Tuan muda. Ada kalanya aku gemas ingin meninju muka mu. Terus saja kau lari dari kenyataan, mengaku pada dirimu bahwa kau itu tidak terpuruk padahal dilain sisi kau itu butuh pertolongan.”

Jeda.

Kyuhyun mendapatkan pelajaran didikan nasehat keramat Heechul secara gratis.

Pundak Kyuhyun ditepuk pelan oleh Eunhyuk. Mimik prihatin sama seperti Eunhyuk mengatakan

Perhatikan apa yang dikatakan Heechul Hyung.

Tersenyum sinis. “Yeah mudah bagimu mengatakan seperti itu. Karena kau sendiri tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Perlu uji coba terlebih dahulu? Baru kau bisa menilai nanti.”

“Perlu kau ketahui, aku tidak buruk dalam masalah percintaan. Aku berpengalaman Tuan muda.”

Sangkal Heechul dibalas tak kalah sinis dan sadis.

Keadaanya bisa digambar seperti ini. Bayangkan kalian melihat pertandingan ring tinju. Sebelah kanan dan kiri masing masing sudah menyiapkan jagoan mereka. Siap adu jotos. Perlu kekuatan, kecermatan, ketangkasan namun alih-alih adu jotos kini berubah menjadi adu bacot— adu mulut bahasa yang lebih kerennya.

Kyuhyun versus Heechul. Marcus versus Casey. CEO versus Model Androgyny. A versus AB. Kilat lempar sindiran buat Eunhyuk diam tak berkutik. Berada ditengah-tengah dan diapit dua orang yang sama-sama tak mau mengalah. Rasanya pengap. Oksigen nyaris langkah. Musnah.

“Cih.” Seru Kyuhyun. Perasaan muak mulai menggeluti hati yang sensitif. Alih-alih lempar sindiran namun Kyuhyun pria yang berperawakan menawan lebih dulu buat ancang-ancang ingin minum lagi.

Bibir siap menempel cairan laknat. Namun semuanya tidak terjadi semudah itu. Sebab, lengan tangan Kyuhyun ditahan. Suara hembusan nafas Eunhyuk keras, dirinya siap akan melihat perang lagi.

Ah, gawat.

Gelas minimalis yang berisikan cairan laknat diambil alih secara paksa. Sang empu pemilik nya terlihat tidak terima. Heechul tidak peduli.

“Apa-apaan kau!”

Teriak Kyuhyun geram. Tubuhnya menjulang, beranjak dari tempat duduk dan mulai berdiri, disusul Heechul setelahnya. Suara teriakan Kyuhyun tak menimbulkan kerusuhan. Kecuali di titik tertentu. Dan secara ajaibnya Kyuhyun bisa menyeimbangkan tubuhnya walau masih dalam pengaruh alkohol.

“Kau yang apa-apaan!”

Heechul tak ingin mengalah.

“Aku tak suka kegiatan ku diganggu!”

Eunhyuk lebih baik diam.

“Cih! Akupun tak suka melihat kau minum terus seperti orang kesetanan. Kau itu sudah minum terlalu banyak Tuan muda. Jangan jadikan minuman sebagai sebuah pelarian.”

Tangan Kyuhyun mengibas dramatis. “Terserah apa kata mu! Aku tidak peduli!”

“Hallo kawan, kita masih di tempat umum. Jadi jaga sikap kalian tuan-tuan. Aku tidak ingin menjadi orang yang paling menderita karena harus menanggung acara adu jotos dadakan.”

Kali ini Eunhyuk mulai melerai. Berperan sebagai penengah. Ditepuknya kedua pundak sejoli anak adam yang berbeda umur walaupun hanya berkisar jarak satu tahun.

Eunhyuk menyuruh Heechul untuk duduk kembali. Untung saja si wajah Androgyny tak susah dibujuk, lain lagi untuk Kyuhyun. Eunhyuk berpikir Kyuhyun akan mulai melenggang pergi namun tebakannya salah. Sekian per detik akhirnya Kyuhyun berhasil dibujuk untuk duduk manis.

Ketiganya mengabaikan tatapan orang-orang yang akan penuh tanda tanya.

“Seharusnya Dennis dan Siwon ikut bergabung. Aku jadi repot sendiri mengurusi kalian.” Keluh Eunhyuk.

“Dennis dan Siwon terlalu beradap untuk datang ke tempat seperti ini.”

Eunhyuk menoleh kearah Heechul.

“Wow, kau secara tidak langsung mengatakan bahwa kami tidak beradab. Begitu maksudmu?”

Mimik Eunhyuk pura-pura terluka namun ia tertawa garing. Pundak Heechul mengedik acuh.

“Kau cepat peka rupanya. Untunglah akulah manusia satu-satunya yang masih sadar dan tau diri.”

“Yeah, terserah kau sajalah.”

Eunhyuk menyengir.

Situasi kembali kondusif walaupun masih tercium bau-bau permusuhan diantara keduanya. Hening sesaat, Eunhyuk berharap tak ada lagi sesi adu jotos untuk kedua kalinya. Bersumpah jika itu sampai terjadi Eunhyuk akan langsung menghubungi Dennis dan Siwon.

Heechul menatap lekat gelas yang berisikan cairan jeruk. Terbatuk perlahan lalu suaranya berbunyi ehem ehem. Kalau sudah begini jadinya kemungkinan besar ada maksud yang terselubung. Heechul berbicara pelan. “Aku dengar dari Dennis kau akan bertunangan dengan Adiknya, apakah itu benar?”

Seseorang bereaksi berlebihan. Mulut menampung sampanye yang niatnya akan diminum malah beralih fungsi seperti membikin air mancur. Eunhyuk menyembur. Meja bartender tak lagi klinis dan bersih. Eunhyuk bergidik ngeri. Berulang kali bersitatap dengan Heechul dan Kyuhyun. Mulut menganga dengan pupil mata mendadak melebar dengan dramatis. Shok. Terkejut. Takjub.

“Apa!” Pekik menusuk telinga Heechul dan Kyuhyun.

Kyuhyun tersenyum miring. Ah, ternyata ada orang lain yang tau dengan masalah ini. “Apa yang keluar dari mulut Dennis itu benar.” Aku Kyuhyun tanpa mengangguk.

Kelereng mata Eunhyuk tak kunjung berkedip. “Apakah hanya aku yang baru tahu tentang berita ini?” Eunhyuk meringis.

“Mungkin kau adalah satu-satunya orang yang belum diberitahu oleh Dennis. Aku tidak akan menyalahkannya, karena memang akulah yang pertama menghubungi dia duluan dan Dennis menceritakan masalah ini. Ah jadi benar ya, ku kira itu hanya gurauan semata.” Heechul mengangguk samar. “Aku tidak mengerti apa yang kalian rencanakan. Apa yang membuat mu menyetujui perjodohan konyol seperti ini tanpa berpikir panjang dulu Tuan muda? Sejak kapan selera wanita mu mulai berubah drastis jadi penyuka gadis-gadis remaja? Cho, itu bukan gaya mu, aku tahu kau.” Kening mengkerut-kerut.

Pikiran berkelana dalam sebuah dugaan-dugaan yang mungkin bisa saja terjadi.

Adik Dennis. Adara Fang, hanya pernah bertemu dalam beberapa hitungan jari tak lebih dari lima kali ketemuan. Gadis itu Pendiam. Tenang. Dan ah, semacam remaja yang tidak normal menurut Heechul. Perilakunya berbeda jauh dari gadis remaja lainnya jika hanya sekali pandang dalam pertemuan mereka.

Perjodohan?

Ck, sangat konyol. Memangnya ini jaman dulu. Dan pengecualian untuk orang-orang yang berkecimpung dalam dunia bisnis yang mengerikan. Bagi mereka perjodohan itu lumrah, alasannya hanya untuk masalah bisnis. Dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.

“Anak itu menarik. Yeah, kau benar. Bocah-bocah labil bukalah tipeku sama sekali.” Kyuhyun meracau tak jelas. Fokus tak fokus.

Semua bungkam ketika Kyuhyun berkicau diambang batas kesadaran. Heechul baik Eunhyuk tahu bahwa Kyuhyun sudah mabuk berat. Situasi yang gampang untuk mengorek informasi dari Tuan muda Cho Kyuhyun. Namun mereka tak akan mengambil cara yang kotor, kecuali dalam keadaan darurat— seperti sekarang ini.

Cukup diam dan dengar kan. Kyuhyun secara setengah sadar akan bicara jujur tanpa di minta oleh orang lain. Kadang kala orang pemabuk itu menguntungkan sekaligus merepotkan.

“Lalu kenapa?” Eunhyuk bertanya penasaran. Cukup absolut dan sulit dimengerti.

“Lalu kenapa apanya bocah? Bicaralah yang jelas.”

“Maksudku lalu kenapa kau menerima perjodohan ini seperti membalik telapak tangan dengan mudah?”

Mendengus kasar. Mendecit. “Kemauan ayah. Dia mengatakan bahwa aku harus berkenalan dengannya, bersikap baik atau apalah. Bau-bau modusnya sudah ku hapal betul keinginan kecilnya”

“Kau langsung menyetujuinya?” Eunhyuk terperangah.

“Situasi tak memungkinkan aku berkata tidak. Dia bilang aku harus mencobanya”

“Lalu kenapa kau mengatakan bahwa Adara menarik seperti apa yang kau katakan barusan? Oh! God! Atau jangan-jangan kalian—”

“Tidak! Jika otak mu berfikiran kalau aku sudah bertemu dengannya secara langsung maka ku jawab tidak. Tidak untuk sekarang, tapi besok. Aku melihat fotonya yang diperoleh dari ayah. Percaya atau tidak, setiap malam aku selalu memandang fotonya itu. Aku tidak mengerti kenapa”

Semua tahan nafas.

Sisi lain terkuak kepermukaan. Raut terkejut tak bisa disembunyikan. Heechul maupun Eunhyuk membikin mimik terperangah.

Perlu dicatat baik baik. Kalian tidak mungkin akan salah dengar. Ha ha ha apa katanya tadi? Kyuhyun memandang foto adik Dennis setiap malam menjelang? Gerangan apakah itu?

“Kau menyukainya?” Heechul tak bisa menahan diri untuk bertanya.

Bukannya menjawab namun yang ia dapatkan adalah suara tawa khas laki-laki yang jantan. Maskulin. Berwibawa. Tidak berlebihan. Dan menawan.

Heechul menatap bingung Kyuhyun.

“Omong kosong macam apa itu? Terkutuk lah hatiku ini jika hal itu sampai terjadi”

Masih tertawa dengan mata setengah terpejam.

“Setiap hari aku selalu mengutuk mu Tuan muda, kau perlu tahu itu”

“Trims. Kau memang benar-benar sahabat terbaik ku”

Kyuhyun. Heechul. Bersitatap. Heechul mendecit.

“Ck, aku tidak mengerti apa yang kau pikirkan. Setahu ku kau bukan tipikal seseorang yang mudah mengambil keputusan. Saran ku Cho, lebih baik kau jangan mengambil tindakan gegabah. Wanita yang kau hadapi berbeda jauh dari wanita yang sering kau mainkan. Aku tahu betul dia, jika kau sampai menyakiti Dara sama saja kau akan menyakiti Dennis juga. Seperti sebuah virus penyakit, flu akan sepaket dengan batuk begitu juga dengan sebaliknya. Dalam artian Dennis sudah satu paket dengan Dara—  kakak beradik satu sama lain saling melengkapi.”

Nasehat keramat Heechul sudah terlanjur terucap, namun pihak yang dinasehati lunglai tak berdaya. Terhisap akan ke dimensi lain. Tak sadarkan diri. Membuat Heechul harus menghela nafas lelah.

Eunhyuk sibuk menepuk-nepuk pipi Kyuhyun kanan kiri. Namun reaksi nya tetap sama. Diam. Tidak bergerak. Mata tak kunjung membuka lebar.

“Nihil” Eunhyuk menggeleng pelan sembari menyengir.

Hati Heechul lelah. “Biar ku bantu membawanya pulang”

Kalem. Heechul memberikan bantuan yang diharapkan oleh Eunhyuk.

“Trims abang Heechul. Ku harap Kyuhyun tidak bertindak gegabah” kata Eunhyuk khawatir.

“Amin saja. Karena jika itu sampai terjadi, Kyuhyun sama saja akan menyakiti Dennis secara tidak langsung. Aku tahu betul bahwa Dennis sangat menyayangi adiknya. Lebih dari apapun.”

The Little Girl (part 1 New House)

3 Juni 2017 in Vitamins Blog

16 votes, average: 1.00 out of 1 (16 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Untuk part ini saya khusus buat dan didedikasikan untuk farahzamani5, lovesela, alvinabb, Azmi Zeddani dan 14 people yang sudah like prolog The Little Girl ya— entah 14 people itu siapa saja orangnya karena aku tidak tau. Makasih banget atas respon kalian yang membuat saya semangat. Enggak nyangka baru awal aja udah ada yang mau minat baca ha ha ha.

Ok sebelumnya aku minta maaf, karena niatannya aku mau upload ceritanya minggu lalu. Tapi karena ada insiden yang tak terduga, alias tiba-tiba tulisan ku yang ku buat menghilang. Entah ini salah ku atau bagaimana, jadi yeah dengan perasaan campur aduk saya buat lagi. Untunglah sebagain besar masih ku ingat bagaimana kalimatnya.

Dan jeng jeng jeng akhirnya aku bisa menyelesaikan part pertama ku ini dengan susah payah. Dan ternyata setelah ku tulis ulang banyak ide yang masuk. Alhamdulillah ya, sesuatu banget.

Ya udah ya, selamat baca cintaaaaaaa….

※※※

Happy Reading

Ketika dihadapkan ketidaktahuan. Sampai mengira ini hanyalah mimpi yang tak kunjung menemukan titik terang. Nyatanya apa yang terjadi tak pernah terlintas dalam pikiran.

Terlalu melelahkan. Sungguh. Sebab delusi akut yang tersaji membuat dirinya meyakini, mungkin ia akan menjalani kehidupan yang baru?

Ck serius, apa perlu ia memberi ucapan selamat? Karena kepindahannya secara mendadak seperti ini. Diluar ekspektasi pula. Jiwa dan raga seutuhnya bukan lagi mendarat di bumi kelahiran yang sebenarnya, melainkan bumi pertiwi negara kelahiran ibunya.

Baiklah, selamat datang di Korea Selatan.

Entah sudah berapa tahun Dara tak pernah berkunjung. Dan entah sudah berapa lama Dara tak menempati kamar pribadinya yang terasa asing tak asing.

Tubuhnya baru tersentak. Putus pandangan yang sibuk akan menyoroti perabotan-perabotan yang terpajang manis di kamar pribadinya. Batin mengatakan tak ada yang berubah. Walau Dara tidak terlalu yakin untuk itu.

Bunyi kebisingan lambat-lambat mulai mendekat. Pintu terbuka, memperlihatkan siluet pria yang diyakini memiliki ikatan darah yang sama dengannya. Dennis Fang. Pria itu terlihat sibuk. Dara buang pandang.

“Taruh disana saja.” Perintahnya pada beberapa pelayan yang sibuk membawa koper. Tak perlu bertanya koper itu milik siapa. Sebab, seutuhnya milik Dara.

Diam-diam Dennis melirik sang adik. Menaruh rasa bersalah yang membuat hatinya menggelitik tak nyaman.

Minta ampunan kepada Tuhan. Sebab Dennis telah menyetujui rencana sang ayah. Walau setengah tak merelai. Persetan dengan semunya! Dipikir-pikir lagi ini demi kebaikan Dara juga. Shit! Dennis benci pilihan.

Membentuk sebuah perjodohan dan berharap kekuatan cinta dapat merubah mereka.

Fix! Dennis sudah ketularan gila seperti ayahnya.

Dan sesuai rencana. Ayah menyuruhnya untuk memboyong Dara ke Korea.

Beberapa pelayan sudah beranjak satu-persatu. Maka sekarang hanya mereka yang tersisa. Hening melanda membuat Dennis merasa tak betah. Maka diawali pembicaraan dengan terbatuk penuh konteks misteri. Ehem.

“Aku hanya ingin memberitahu.” Katanya, cepat sekali bungkam. Menggantung diakhir kata.

Gugup melanda lebih cepat dari yang dikira. Saat kedua mata saling mengunci dan bertumpuk. Dennis yang lebih dulu buang pandangan. Menetralisir rasa bersalah yang semakin memuncak. Ia tak bisa pandang lama-lama adiknya.

“Kamar ku berada di depan mu kalau tak ingat.”

Dara melirik keluar kamar, yang kebetulan pintu tengah terbuka lebar.

Dennis mafhum.

Dennis gatal tak bersua. “Kalau kau membutuhkan sesuatu panggil saja aku, atau pelayan. Buatlah dirimu senyaman mungkin, itu akan membantu walau tak banyak. Aku tau kau sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, tapi setidaknya berusahalah.”

“Trims.”

Singkat padat dan jelas. Menjadi kakak yang baik haruslah bisa menahan kekesalan. Jadi mohon bersabar, karena ini ujian berat.

Dennis mengerti, mungkin adiknya tengah kelelahan akibat perjalanan mereka yang panjang.

“Lebih baik kau istirahat.” Genggaman mengerat pada gagang pintu. Badan berbalik ingin lekas pergi.

Niatannya seperti itu. Namun rupanya tak pernah terjadi. Sebab, sebuah panggilan sang adik lebih dulu menginterupsi.

“Kakak.”

Sadar reaksinya berlebihan. Dennis buru-buru menoleh.

“Kenapa? Kau membutuhkan sesuatu?” Tanya Dennis.

Dara menggeleng pelan. Terlalu samar untuk dilihat. “Tidak.” Jawabnya singkat. Dagu diangkat untuk memandang Dennis lurus-lurus di depannya.

“Aku hanya—”

Hening

Okey, aku hanya apa?

Suatu kebiasaan ketika dilanda kebingungan. Jari-jemari saling mengait satu sama lain. Dennis terlihat bingung. Tahu betul jika Dara ingin menyampaikan sesuatu. Namun tertahan karena ketidakyakinan ingin berkata.

“Hanya? Hanya apa?” Serius, Dennis tengah menahan rasa gemasnya.

“Aku hanya ingin bertanya.” Jeda. Memandang ragu. “bisakah kau mau menjawab? Sesuai apa yang kau ketahui, aku tidak akan memaksa jika kau tidak ingin menjawabnya. Jadi—”

“Apa? Tanyakan apa yang ingin kau tanyakan. Aku bersedia untuk menjawabnya karena aku adalah kakak mu. Sudah ku bilang berulang kali kau tak perlu sungkan untuk apapun. Apa gunanya kau memiliki kakak? Aku lelah terus memperingati dengan kalimat yang sama.”

Dara mendecit.

Suasana berubah lebih kondusif. Maka tak tahan Dennis ingin tersenyum kecil.

Mengembuskan nafas pelan. Menatap jengkel sang kakak. “Baiklah aku tidak akan basa-basi lagi. Aku yakin kau tidak suka itu. Jadi, aku hanya ingin tanya. Kenapa Ayah menyuruh ku untuk ikut bersama mu?”

Ah!

Shit!

Andai aku bisa bicara jujur pada mu.

Dennis menahan bulat-bulat keinginannya.

“Apa Ayah tidak mengatakannya? Atau kau lupa untuk menanyakannya?” Sengaja melempar balik bertanya.

“Ayah memang mengatakannya.”

Karena pada dasarnya tugas untuk mencari alasan telah diurus oleh sang ayah. Dennis hanya mengikuti prosedur.

Ha! Tidak mungkinkan ia harus ikut mencerca panjang lebar untuk memperjelas semuanya? Bisa mati kutu! Cukup untuk ini! Dennis tak sanggup menipu lagi.

“Lalu apa masalahnya sekarang?” Serius, jijik sekali. Pura-pura tidak tau dan sekarang pasang tampang pura-pura kebingungan.

Dara menundukkan kepala, terangkat lagi tak berselang lama. “Tidak ada masalah. Aku hanya kebingungan.” Wajah cantik mengkerut di titik tentu. Dara pandang lekat Dennis tepat dimatanya. “Aku tidak mempermasalahkan apapun. Aku tidak keberatan untuk ikut bersama mu, sesuai dengan permintaan Ayah. Hanya waktunya yang menurutku tak tepat. Aku sudah kelas tiga, kau tau sebentar lagi aku akan mengikuti ujian Negara. Dan seharusnya aku tidak boleh pindah sekolah. Kau mengertikan apa maksudku?”

Dara ingat betul alasan kenapa ia disuruh pindah kemari.

Sekolah disana lebih bagus. Ayah ingin kau mendapatkan pendidikan terbaik.

Nyatanya di China tak kalah bagusnya. Sekolah bagus atau tidak, Dara berpikir itu tidak akan mempengaruhi apapun karena pada dasarnya kepintaran akan didapatkan oleh usahanya sendiri. Semua sekolah sama menurutnya. Hanya tergantung dari masing-masing orang yang mau berusaha atau tidak.

Dara berpikir alasannya tak begitu logis. Maka itu ia perlu bertanya. Barangkali memang ada alasan yang lain.

“Ah itu…” Gelagapan. Diam-diam Dennis memaki.

Shit! Sia-sia saja ayahnya beralasan. Dennis tidak bisa berpikir jernih. Ia butuh sebuah alasan yang bisa membuat adiknya bungkam atau tidak lagi menimbulkan keraguan.

Atau sebuah alasan yang sedikit menyakitkan.

Menghembuskan nafas tak tertahan. “Aku tidak bisa menyembunyikan ini terus menerus. Ku pikir kau perlu tau kebenarannya.”

And then show time!

Dennis tak gila untuk memberitahu yang sebenarnya. Ia punya cara sendiri.

Sesuai dugaan, Dara terlihat tertarik ingin mengetahui. “Apa maksud mu?”

Jeda.

Hening menyelimuti.

“Sebenarnya ini semua inisiatif ku. Aku yang meminta ayah untuk membawa mu ke Korea.”

Tercetus sudah fakta baru.

Menatap tak percaya. “Kenapa kau lakukan ini?”

“Dara.” Desah Dennis. “Rupanya kau tidak cukup peka. Aku lakukan sejauh ini karena aku sudah lelah.”

Dara kebingungan. Tanpa diduga hatinya diselimuti desiran tak enak untuk dirasa. Setitik rasa sakit entah karena apa. Padahal Dennis belum mengatakan secara menyeluruh. Pikir nya ini akan berujung tidak baik.

“Aku tidak mengerti maksud mu.” Sungguh Dara tidak tau alur pembicaraan ini akan menuju kemana.

“Maksud ku sudah jelas. Aku sudah lelah terus mendengar keluhan Ayah tentang mu.”

Tubuh tiba-tiba mematung saat ia mendengar Ayahnya terungkit dalam pembicaraan ini.

Apa?

Keluhan?

Dara menerka-nerka apa ia punya salah? Sehingga beliau mengadu kegundahannya pada Dennis. Kegelisahan kini Dara rasakan.

Dilain hati Dennis merasa tak enak dengan adiknya. Apa daya lah dia, pikirnya ini jalan satu-satunya. Walau harus berujung untuk menyakiti. Namun untuk dilain sisi ini perlu diungkapkan, agar Dara mengerti.

Sebab, alasan yang ia buat sekarang sepenuhnya adalah fakta. Memanglah ayahnya terus mengeluh tentang Dara, tapi nyatanya Dennis tak ambil pusing. Dennis tak sepenuhnya berbohong, tapi ia mengerti bagaimanapun juga sikapnya salah. Karena begitulah, alasan yang Dennis buat bukalah alasan yang sebenarnya melainkan hanya kedok belakang.

Dennis tak membiarkan Dara berbicara. Ia ingin semuanya segara berakhir disini. Lama-lama tak kuat juga hatinya. “Memanglah sepele, dan terdengar kekanak-kanakan. Namun jika alasan itu tercetus dan membuat Ayah resah maka tak ada kata main-main dan gurauan. Ayah terus mengeluh karena sampai detik ini kau tidak memilik teman. Sikap sosialisasi mu bahkan nol besar. Ayah sampai menyelidiki pihak sekolah mu dulu apakah kau terkena kasus bully. Tapi nyatanya kau yang mengasingkan diri. Tau lah bagiamana ayah mu itu, beliau hanya terlalu takut. Takut jika kau memiliki gangguan, berujung pada tekanan batin dan fisik.” Dennis menghembuskan nafas kasar. “Sudah berapa tahun ini Dara? Kau tidak boleh seperti ini terus. Mulanya aku masa bodoh dan tidak peduli namun semakin kesini aku sudah terlanjur muak. Ya, aku juga khawatir sama seperti Ayah. Bagaimanapun juga aku ini kakak mu. Kami ingin yang terbaik. Begitupun dengan ibu dan Haru, mereka pasti sedih melihat mu seperti ini terus. Ingat bagaimana permintaan terakhir Haru? Kau tidak mungkin lupakan?”

Dara buang pandang.

Kontak bersitatap sengaja Dara putus secara sepihak. Tolonglah, hatinya berubah nelangsa. Menahan sesuatu yang menggeliat pada hati, rasa sesak yang perlahan membuatnya mati rasa.

Dara sudah terlatih untuk hal semacam ini. Namun selalu sama, selalu ada saja alasan air matanya ingin tumpah, tenggorokan kini berubah menjadi sesak. Seperti ada yang mengganjal. Sebab beginilah, menahan rasa amarah yang entah didedikasikan untuk siapa.

Kalau aku tidak ada, apa kau mau sendirian terus? kalau begini jadinya, dalam keadaan matipun aku tak tenang Dara.

Tersenyum miris.

“Aku sudah terlalu banyak bicara sekarang. Kau ada baiknya istirahat. Kalau perkataan ku tadi mengusik mu, anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa. Aku minta maaf untuk ini. Istirahatlah. Aku pergi dulu.”

Pintu tertutup pelan. Tak meninggalkan suara.

Hening kembali menyelimuti. Sebab, hanya dia seorang. Cukup lama Dara memejamkan matanya. Otaknya terlalu banyak berpikir sekaligus beban yang sering kali membuatnya lelah.

Kelopak mata terbuka pelan. Perlahan-lahan ia melempar pandang kearah pintu.

Sendu ketika Dara menatapnya. “Apa aku terlihat begitu terpuruk? Sehingga kalian sampai mengkhawatirkan aku seperti ini? Aku, tidak membutuhkan yang namanya teman. Sebab, aku sudah terlanjur nyaman dengan keadaan ku sekarang.” Tak kuat, Dara menunduk kepalanya dalam. Dan pada akhirnya kodratnya sebagai wanita yang mana ketika tidak sanggup untuk menahan sesuatu maka berakhir pada linangan air mata. Ada kalanya Dara benci. Kenapa selalu berakhir dengan sebuah tangisan?

“Kau bertanya apa aku melupakan janji Haru? Tentu tidak Dennis. Kau salah besar jika aku melupakannya. Karena bagi ku permintaan Haru sudah seperti amanah. Aku hanya perlu waktu, karena tidak mudah untuk melakukannya. Jadi pelan-pelan ya, sulit bagi ku untuk menerima kehadiran orang baru. Sebab, aku tak ingin akhirnya seperti ibu dan Haru.”

Lalu sebuah kejutan kembali muncul. Dalam keadaannya menunduk dalam, membuat Dara mengetahui cepat. Tak menyangka, bukan hanya air matanya saja yang ikut mengiringi. Namun setetes cairan kental. Merah pekat. Mengharumkan wangi yang tajam yang sering kali membuat Dara dibuat muak.

Darah. Muncul secara tiba-tiba melalui kedua lubang hidungnya. Dara meraba. Menatap Darah segar itu dengan raut wajah datar.

Jika sudah mimisan seperti ini. Maka haram baginya untuk menyepelekan.

Penyakit anemianya kambuh.

“Ku harap Dokter Han ada di Korea sekarang.”

Rasa pusing kembali menyerang tanpa dikehendaki. Dara dibuat susah hanya untuk menghubungi seeorang.

Ponsel ditempatkan pada telinga. Menunggu.

Dara menyipitkan mata. “Dokter Han ini aku.”

※※※

Dilain sisi, Dennis masih berdiam diri di pintu kamar adiknya. Tak ada niatan ingin beranjak.

Serius, diluar ekspektasi hatinya ikut sakit. Ck, sialan. Barusan Dennis berubah menjadi kakak yang kejam. Ha! Sebab bukan inilah kepribadiannya. Dennis ikut pusing. Apa lagi ketika ia mengingat bagaimana wajah adiknya itu. Penuh rasa sedih dan luka. Seharusnya, ya memang seharusnya Dennis harus bisa menjaga perasaan adiknya.

Sebab beginilah, pembicaraan mengenai Ibu dan Haru adalah topik yang paling sensitif untuk Dara. Karena mereka adalah sosok yang begitu berharga untuk adiknya.

“Ini baru awal Dennis. Kau sudah dibuat pusing tujuh keliling. Apa lagi dasar intinya. Sudah lebih dulu aku memilih merendam diri di laut lepas kalau aku tak sanggup.” Dennis memaki. Ia memijat pelipisnya dengan gerakan tak sabaran.

“Tuan Dennis.”

Dennis menoleh. Merasa ada yang memanggil. Iris mata menangkap siluet pria setengah baya.

Dennis menegakkan tubuhnya cepat. Tersenyum ramah pada sosok yang merupakan salah satu orang kepercayaan sang Ayah. Dennis mengenal baik.

“Ah, ada apa paman Lee?”

“Bukannya kita perlu bicara Tuan?”

Ha?

Dennis gagal paham.

“Bicara? Memang ada yang perlu kita bahas?”

Paman Lee tak menjawab pertanyaan yang diajukan Dennis. Melainkan tersenyum. Konteks senyum penuh arti yang langsung membuat Dennis cepat mengerti.

Dennis menyadari cepat. Ia paham sekarang maksud konteks bicara itu.

Mendecak. “Pikir-pikir mana mungkin Ayah tidak memberitahu mu ya? Okey, sebaiknya kita bicara dikamar ku saja. Disana lebih aman.”

The Little Girl

21 Mei 2017 in Vitamins Blog

18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Prolog

Happy Reading

Dennis menatap serius. Seserius ia menyimak dalam diam ketika sang Ayah mengutarakan niatan yang dianggap cukup gila.

Sumpah, omong kosong macam apa ini!

Dalam benak tak rela mati-matian.

“Setidaknya harus ada orang ketiga untuk menyetujui ini. Ayah tentu tahu siapa orangnya kalau bukan aku sendiri. Ya tuhan, aku tidak mengerti jalan pikiran Ayah. Sial, kepala ku kenapa mendadak pusing begini.” Dennis berdiri. Terang-terangan ia tak merestui.

Pria paru baya itu menatap anaknya. Sudah diduga, bakal seperti ini jadinya. “Duduklah Nak.” Pintanya lembut. “Sikap mu itu akan menarik perhatian untuk adik mu. Jangan sampai adik mu tau, untuk sekarang jangan. Ayah tau sikap Ayah memang tidak benar. Tapi Ayah juga punya tujuan dibalik semua ini. Bisakah kita bicarakan ini baik-baik?”

Menatap sejenak. Pori-pori kulit di sekitar lengan mendadak hangat ketika ada sebuah tangan menariknya lembut.

Dennis mendesah. Maka ia kembali duduk di samping ayahnya. Kepalanya menoleh. “Ayah tau apa yang Ayah lakukan?”

Tuan Fang mengangguk kecil. “Ayah tau, dan Ayah sadar.”

“Ayah tau konsekuensi apa yang kita dapatkan ini?” Tanya Dennis lagi.

“Ayah sudah memikirkan matang-matang.”

Maka Dennis hanya mampu mendengar suara ayahnya yang terbilang mantap dengan pertanyaan yang terlontar dengan sengaja.

Perbincangan macam seperti ini, ia yakini tidak ada unsur gurauan semata diakhir kata seperti biasa.

Dennis hanya bisa menghela nafas untuk sekian kalinya. Dan untuk pertama kalinya Dennis tak menyetujui keputusan yang dibuat oleh Ayahnya sendiri. Seharusnya jika perlu di catat dalam sejarah untuk sebuah kenang-kenangan. Ckk.

“Entah apa jadinya kalau Dara sampai tau. Perjodohan bukan perkara mudah. Ini melibatkan dua orang yang akan menjalin hubungan. Dara tak pantas harus di jodohkan, dia masih muda. Seharusnya Ayah bisa lakukan tiga, empat, atau lima tahun yang akan datang. Aku tidak setuju, kalau ibu masih ada akupun percaya pasti beliau akan melarang keputusan ayah.”

Ah, sore-sore sudah ada drama.

“Ayah ingin membantu adik mu. Ayah ingin dia kembali seperti semula. Apa sikap ayah ini salah? Kau tau sendiri bagaimana sikap adik mu yang berubah drastis setelah meninggalnya ibu mu. Berlanjut mengenai kematian—”

“Ayah.” Potong Dennis dengan disengaja.

Hening.

Kontrol terlepas. Guratan wajah tak lagi muda terpancar penuh penyesalan. Sadar apa yang dibicarakan merupakan topik sensitif. Luka lama tidak baik untuk dikenang. Syukurlah anak lelakinya menyela menyadarkan.

“Maaf.” Suara tertahan diakhir kata. “Ayah hilang kontrol.” Karena pada dasarnya ini hanyalah sebuah kecemasan seorang ayah kepada anak perempuannya.

“Tidak masalah aku mengerti.”

Sepasang mata saling mengunci.

“Ayah hanya ingin menolong.” Katanya pelan.

Dennis tau.

“Tapi tidak harus dengan Kyuhyun?” Kalau boleh jujur Dennis tidak menyetujui untuk bagian ini. Walau Kyuhyun adalah sahabat karibnya. Serius, semua ada batasanya. Dennis punya alasan sendiri.

Menatap bingung. “Kenapa? Bukannya itu lebih baik.”

Karena Kyuhyun bukan pria baik.

Rumit kalau tidak tau bagaimana dia sebenarnya.

“Lagi pula Kyuhyun sudah tau tentang perjodohan ini.”

Telapak tangan diangkat rendah. Pasang tampang shok. “Kyuhyun tau?”

Lelucon macam apa lagi ini?

Pria setengah baya itu mendesah. Menyadar pada punggungnya di kursi santai. “Sudah Ayah duga, Kyuhyun belum memberitahu mu? Ah, patut saja kau shok saat ayah menyatakan rencana perjodohan mereka.”

Dennis mengira, dia adalah orang pertama yang diberitahu. Ck, satu langkah berpihak pada Kyuhyun.

Menahan gemuruh. Ingin minta tuntutan penjelasan sejelas-jelasnya. Dennis perlu konfirmasi yang transparan. Maka ia beranjak dari tempat duduk, mengabaikan Ayahnya yang tengah menatap bingung.

“Nak kau mau kemana? Kita belum selesai bicara.”

Dengan santai Dennis menyeruput teh herbal yang sudah mendingin sejak tadi. Ia menghela nafas. Tersenyum dikulum walau kenyataannya hatinya sedang ribut memaki.

“Aku ingin ke kamar.” Serius, Dennis perlu benda pipih berteknologi canggih yang bisa menghubungi si sasaran utama tersangka. “karena aku ingin bertransformasi menjadi jaksa gadungan, ingin menghubungi Kyuhyun dan bertanya macam-macam. Sudah dulu ya Ayah, kita bisa lanjutkan lagi nanti.”

Dennis melenggang pergi. Telapak tangan mengibas santai. Langkah bergegas sedikit cepat. Meninggalkan sang ayah sendirian di halaman belakang rumah.

Sepanjang jalan, mulut tak sekalipun tinggal diam. Sibuk memaki tanpa suara. Walau tidak menimbulkan keributan, rupanya meninggalkan keganjilan. Sedikit menyesal, sosok yang dibicarakan beberapa detik lalu muncul, melintas dan melihat tingkah  nya yang cukup menarik perhatian.

Maka Dennis memperkenalkan sosok adik perempuannya. Adara Fang.

 


Yeyyyy! Aku bawain oppadeul super junior. Sekumpulan ahjussi rasa oppa.

Akhirnya ada keberanian saya bawain ini ya. Maaf jika ada typo, ha ha ha maklum lah penyakit bawaan ini ya. Mumpung karena saya lagi nganggur di rumah nunggu bulan ramadhan dan cusss saya langsung ke cikarang, jadi lebih baik saya isi kegiatan dengan menulis. Semoga responnya positif. Mohon minta kritik dan sarannya. Maaf nih awalannya masih ngawur ha ha ha ha.

DayNight
DayNight