Just Secret Admirer
4 Mei 2017 in Vitamins Blog
Just Secret Admirer
Aku pernah terdiam, tiada berharap pernah mencintaimu.
Aku bahkan menahan siksaan dan cemburu
Aku pernah setulus hati dengan lembutnya mencintaimu,
Ku harap Yang Kuasa menganugerahi kekokohan Laksana besi
By : Pushkin
Aku terdiam sejenak sambil memejamkan mata setelah membaca kutipan puisi karya Pushkin. Entah kenapa setiap kata, setiap baris yang tertulis serasa mengalir dalam aliran darahku. Aku merasa tenang sekaligus merasakan sesak di dadaku. Puisi itu seolah-olah menggambarkan suasana hatiku yang tak menentu saat ini.
“Tuh si Pangeran Negeri Khayalan datang.” Kata Sari yang membuatku langsung membuka mata dan mengalihkan pandangan.
Pangeran Negeri Khayalan. Yah itulah julukanku padanya. Seseorang yang sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupku selama di SMAN 1 Purwosari ini. Sengaja teman-temanku, termasuk Sari memanggilnya dengan julukan itu karena selama ini aku hanya bisa mengagumi dan melihatnya dari jauh. Aku tak punya keberanian untuk menampakkan diriku, walaupun hanya sekadar menyapanya. Aku terlalu takut. Sejak bertemu dengannya dulu, aku sangat mengaguminya. Bahkan lama-kelamaan rasa kagumku itu berubah menjadi cinta. Dan itulah perasaan yang aku rasakan untuk pertama kalinya. Bisa dibilang ia adalah cinta pertamaku.
Dan sekarang dia berdiri tepat di hadanku, tapi tidak benar-benar di hadapanku. Ia berada beberapa meter jauh disana sedang berbicara dengan teman-temannya. Seperti biasa, setiap aku bertemu dengannya, aku hanya bisa memandang wajahnya. Dan ketika ia tanpa sengaja menatapku, aku pun langsung memalingkan wajahku dan mencari kesibukan lain.
Lama aku memandang wajah itu. Wajah yang selalu dihiasi dengan senyuman. Tanpa sengaja senyumku mengembang. Entah kenapa hanya dengan melihat wajahnya aku merasa sangat bahagia, bahkan lebih.
“Sampai kapan bakal gini terus.” Kata-kata itulah yang ku dengar setelah kembali konsentrasi pada puisi yang ku baca tadi. “Ingat kita sudah kelas tiga dan sebentar lagi akan lulus.” Kata Sari sekali lagi.
Aku menghela nafas sejenak. “Aku tahu Sar, aku tahu. Aku juga ingin bilang padanya tentang perasaanku. Tapi bagaimana caranya.”
Sari membuka bibirnya untuk mengatakan sesuatu. Tapi langsung terhenti ketika Indah datang dan langsung duduk di hadapan kami berdua. Wajahnya terlihat bahagia seakan ia sudah mengalami sesuatu yang sangat menyenangkan hatinya.
“Tau nggak aku dapat nomor Hp siapa?.” Kata Indah tiba-tiba.
“Siapa?. Apa nomornya Bagus?.” Tanya Sari. Sepertinya dia mulai tertarik dengan berita yang dibawa Indah.
“Salah besar. Aku dapat nomornya Ara.” Jawab Indah. Dan kata-kata terakhirnya itu langsung membuatku membelalakkan mata. Indah dapat nomor Hpnya Ara? Kok bisa?. Pikirku.
Ara. Itulah nama si Pangeran Negeri Khayalan. Dia adalah salah satu siswa penghuni kelas IPA di sekolah ini. Dia juga merupakan siswa yang punya pengaruh penting disini karena prestasinya yang gemilang. Sebenarnya nama aslinya bukanlah Ara, melainkan Aris. Aku tak pernah tahu kenapa ia bisa dipanggil Ara. Yang pasti, banyak yang bilang kalau ia sudah dipanggil Ara semenjak SMP.
“Woi!!! Kok malah bengong sih?.” Ucap Indah mengagetkannku. “Mau nomornya nggak?.”
“Darimana kamu mendapatkannya?.” Tanyaku ragu. Bego. Ya jelaslah dia dapat nomornya Ara, secara merekakan satu kelas. Rutukku dalam hati.
Indah menatapku dengan tatapan bingung. “Kamu ngomong apa?.”
Syukurlah ternyata Indah nggak mendengarkan omonganku barusan. “Nggak apa-apa. Boleh deh, mana?.” Setelah itu Indah menunjukkannya dan akupun langsung menyalinnya. Jujur, aku nggak pernah punya pikiran untuk mempunyai nomor Hp dia. Tapi mungkin ini adalah reward untuk kesetiaanku selama ini.
******
Malam harinya, galau menimpaku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku menatap nomor Ara yang aku salin tadi siang. Sebenarnya aku ingin mengiriminya sms, tapi aku sangat takut. Aku takut dia tak membalas sms ku atau kalaupun dia membalas, dia pasti akan bertanya siapa aku dan aku tak tahu harus menjawab apa.
Lama aku berfikir. Dan akhirnya aku pun mengambil Hp yang ada di atas meja. Aku sudah memutuskan untuk mengiriminya sms. Aku sudah bertekad.
Met malam.
Setelah mengetik kata-kata itu, aku langsung memasukkan nomor Ara dan menekan tombol send. Tiba-tiba jantungku berdebar. Ketakutanku bertambah saat aku melihat layar Hpku menunjukkan bahwa dia membalas smsku. Aku pun membuka dan membacanya.
Malam juga. Maaf ini siapa?.
Dugaanku benar dia bertanya tentangku. Tanpa sadar aku mengetik tiga kata yang menurutku sangat memalukan. Your secret admirer. Dan aku baru sadar saat smsku terkirim.
“Dasar bego!!!.” Kataku sambil memukul kepalaku.
Maaf maksudnya apa?.
Dia membalas smsku tadi.
Arrrggghhh daripada bingung lebih baik aku tidur dan tak membalas smsnya. “Selamat malam Ara. Semoga esok menyenangkan.” Kataku sambil beranjak dari ruang tamu menuju kamar tidurku.
Sesampainya disana, aku langsung menghempaskan tubuhku dan mencoba untuk tidur, tapi aku tidak bisa. Aku terus kepikiran dengan sms Ara yang tak kubalas tadi. Apa dia penasaran dengan nomor asing yang tiba-tiba mengirimanya sms seperti itu atau bahkan dia malah mengacuhkannya. “Aduh… aku ini kenapa sih.” Kataku sambil menutup selimut ke seluruh tubuhku.
******
Sial. Aku terlambat bangun dan itu membuatku sampai di sekolah tepat setelah bel masuk berbunyi. Semua siswa dari kelas X, XI, dan XII sudah berkumpul di lapangan basket untuk mengikuti apel hari ke dua dalam rangka merayakan HUT sekolah. Sesampainya di barisan kelasku, aku pun langsung menjatuhkan diri duduk di antara teman-temanku. Aku merasa nafasku tersengal-sengal. Dan pada saat itu juga aku menoleh ke sebelah kanan tepat ke arah barisan anak-anak IPA. Tanpa sengaja aku melihat Ara. Dia sedang bicara dengan cewek yang kalau tidak salah adalah teman sekelasnya. Mereka terlihat begitu akrab. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, yang pasti wajah Ara dan temannya itu dihiasi penuh dengan senyuman.
Aku berdiri dari dudukku saat petugas apel menyiapkan barisan. Dan pada saat itulah ketika aku melihat ke tempat Ara tadi, ia sudah tidak ada. Mungkin dia sudah kembali ke barisan cowok.
Apel yang berjalan kira-kira lima belas menit pun akhirnya selesai. Semua siswa mulai kembali ke aktivitasnya masing-masing. Ada yang menjadi wakil kelas untuk mengikuti lomba, ada yang hanya sekedar jalan-jalan tanpa tujuan, atau bahkan duduk-duduk di belakang sekolah seperti yang ku lakukan dengan Indah dan Sari sekarang ini.
“Oh ya, bagaimana semalam, Ara sudah kamu sms belum?.” Tanya Indah padaku. Dan pertanyaan Indah itu sontak membuatku kaget, karena aku sedang konsentrasi dengan novel yang ku baca.
“Iya. Ayo ceritakan, pasti seru.” Sari menambahkan dengan antusiasnya.
Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya. “Apanya yang seru. Memalukan tahu!.”
Indah dan Sari bertatapan dengan wajah bingung. “maksudnya?.” Ucap mereka bersamaan.
Aku pun langsung menceritakan semua yang terjadi kemarin malam pada dua orang sahabatku yang sekarang mendengarkanku dengan serius. Saat aku mengakhiri ceritaku, aku melihat ada perasaan kecewa di wajah mereka. Aku merasa tidak enak dengan mereka, karena memang selama ini mereka selalu membantuku, termasuk mendapatkan nomor Hp Ara.
“Maaf.” Kataku memecah keheningan diantara kami sambil menundukkan kepala.
“Kamu ini bilang apa sih?.” Kata Sari heran.
“Aku minta maaf karena aku udah mengecewakan kalian.”
“Iya, nggak apa. Aku tahu kok gimana perasaanmu, karena aku juga pernah merasakan apa yang kamu rasakan.” Kata Sari bijak.
Senyum tulus mengembang di wajah Indah dan Sari. Perasaan hangat menyelimuti relung hatiku sekarang. Aku merasa sangat bahagia karena aku mempunyai teman seperti mereka. Tapi aku juga bingung, bagaimana caranya untuk mengatakan pada Ara yang sebenarnya. Memang aku ingin sekali mengatakan siapa aku, tapi aku juga terlalu takut. Aku takut kalau nantinya dia tahu, dan itu bisa mengganggunya. Dan aku pun juga sadar, kalau aku bukanlah tipe cewek yang diimpikannya. Huft,, lagi-lagi perasaan itu datang lagi.
******
Jam sudah menunjukkan pukul 13:45, itu artinya semua siswa boleh pulang. Aku pulang sendiri karena Sari masih ada urusan dengan teman sekelasnya. Sedangkan Indah, dia menunggu saudaranya yang juga sekolah disini. Sebenarnya, aku bisa saja pulang dengan Indah, tapi entah kenapa hari ini aku ingin cepat-cepat pulang. Sementara teman kelasku yang lain, mereka sudah pulang terlebih dahulu. Mereka tahu kalau kebiasaanku yang sering pulang bersama dengan dua orang temanku dari kelas lain.
Di perjalanan menuju jalan raya, aku baru menyadari kalau Ara berjalan di depanku. Tapi tunggu. Di sampingnya ada cewek yang tadi aku lihat sedang bicara dengannya waktu apel. Pemandangan yang tak biasa. Mungkin kalimat itulah yang sekarang ada di otakku. Karena memang aku jarang sekali melihat Ara pulang dengan seorang cewek. Biasanya dia pulang dengan teman-temannya atau bahkan sendirian.
“Pantesan kita ditinggalin. Dia toh penyebabnya?.”
Seolah bisa membaca pikiranku, aku mendengar suara dari arah belakang yang aku yakini adalah suara milik teman-teman Ara.
Apa maksudnya mereka bicara seperti itu? Batinku bertanya-tanya.
Tiga orang cowok berjalan melewatiku. Benar, mereka adalah teman-teman Ara. Ara dan teman ceweknya itu menoleh sekilas lalu melanjutkan jalannya lagi.
“PJ nya mana Man?.” Goda teman Ara yang ada di tengah.
“Bener tuh. Kalau udah jadian jangan lupain temen.” Tambah temannya yang satunya lagi. Ara dan cewek di sampingnya hanya tersenyum mendengar omongan teman-temannya itu. Aku harap mereka salah.
“Ya udah sekarang kita ke Mawar.” Kalimat Ara tersebut sukses mendapat teriakan bahagia dari teman-temannya. Dan juga sukses membuat hatiku tercabik-cabik. Ternyata benar kalau Ara dan cewek itu sudah resmi pacaran.
Aku melihat gerombolan di depanku belok kanan menuju nama warung bakso yang terkenal di kalangan siswa-siswa sekolahku. Dan saat ini aku yakin inilah jawaban dari penantianku selama ini. Penantian yang begitu bodoh hanya untuk mendapatkan hati seorang Ara. Dan sms yang aku kirimkan pada Ara benar adanya, kalau aku hanyalah seorang Secret Admirer baginya yang selalu mengharapkan sesuatu yang mustahil. Mungkin inilah takdir yang diberikan Tuhan untukku, bahwa sekali Secret Admirer tetaplah Secret Admirer.
The End