Hay Teman or Vitamints
setelah baca beberapa tanggapan kalian mengenai pertanyaan saya kemarin masalah hal memaafkan itu hal yg sulit atw gak ?
saya jadi lebih tertarik lagi ingin mengetahui pendapat kalian jika menghadapi suatu masalah yang terjadi, yang kalian dengar dsb ?
kalian tau kah jika memandang masalah dari perbagai sisi positif dan negatif itu lumayan radak sulit terlebih jika itu hal yg nusuk hati kita bgt pastinya hal pertama yg akan kita lakukan adalah meluapkan emosi itu bukan ? entah dengan nangis, marah2 atw ekstrimnya kita sampai banting2 barang *Hayooo siapa yg kaya gini klo marah hihi*
jadi emang bener2 perlu waktu dimana hati kita tenang dan juga berfikiran jernih untuk meluruskan semua benang kusut yg ada bukan.
krn klo dibiarkan yg ada hati akan terus dikuasai oleg kemarahan dan ego dan disitulah tempat setan berbisik pada kita untuk membalas semua perbuat org yg telah menyakiti kita.
mengikhlas emang tak mudah seperti membalikan telapak tangan ? saya sendiripun butuh waktu lumayan lama utk merenung dan juga mencoba berfikir jernih serta mengoreksi diri sendiri, dan hatipun akan lebih lega.
Cara termudah memaafkan adalah
1. dengan mencoba menilai dari segala sisi jadi gak cuma sisi negatifnya aja yg kita telan bulat namun juga sisi positif dari masalah itu krn dlm tiap masalah pasti ada hikmahnyakan
2. berserah diri kepada Tuhan, hingga hatimu terasa lapang.
masih ingat pepatah ini : gak ada asap klo gak ada api,
suami selingkuhpun pasti ada yg melatar belakangi ntah krn pelayanan kita sebagai istri yg kurang atw krn iman suami yg setipis kertas.
Begitupun org berbohongpun punya alasan tersendiri terlepas itu baik atw buruk jadi tanggungan masing2 nanti
Kakak menyediakan kasus seperti yang dicontohkan.
Tidak akan ada asap kalau tidak api.
Suami selingkuh bisa jadi karena pelayanan kita yang kurang atau iman suami yang setipis kertas.
Lah kalau kita sebagai wanita, sudah melayani suami dengan baik tapi dia masih saja berbuat buruk di belakang kita itu karena iman dia yang setipis kertas kan?
Kalau seperti itu situasinya sudah jelas di sini siapa yang korban dan dari sisi mana permasalahan harus dipandang.
Suami sendiri yang menciptakan api, istri yang menerima asapnya.
Situasi itu sudah banyak terjadi, jadi saya rasa wajar jika perempuan sulit memaafkan.
Apalagi saya sebagai perempuan tahu betul bagaimana hati perempuan. Selapang apapun hati seorang perempuan, pasti ada setitik luka yang membuat kita membangun pertahanan diri untuk tidak lagi mengalami luka yang sama.
Dan mengenai berbohong, saya masih tidak bisa memahami untuk apa istilah berbohong demi kebaikan.
Pada dasarnya kita tahu, berbohong tetap saja berbohong.
Apa yang kita tutupi awalnya, akan ditutupi lagi dengan kebohongan lain.
Yang awalnya berdalih demi kebaikan, justru menumpuk menjadi dalih-dalih yang sama tapi justru menimbulkan gunung kebohongan yang mungkin tidak termaafkan.
Jadi saya rasa, kebohongan tidak memiliki alasan.
Kita bohong artinya bohong.
Ya seperti yang kakak katakan, konsekuensi ditanggung masing-masing.
Senang berdiskusi seperti ini :)