Kalo Rina perhatiin sekitar, ada banyak perbedaan pendapat soal wajar dan boleh gak sih kita sering ngasih sesuatu ke keluarga (dalam hal materi) setelah menikah? Kalo memang boleh, toleransinya sebatas apa agar tidak ada pertikaian dengan pasangan menyangkut pemberian kita pada keluarga kita.
Soalnya gini, ada seseorang yang Rina kenal, dia baru bisa sukses setelah menikah, dan karena dia merasa dulu belum bisa membelikan apapun untuk ortu dan adiknya, maka dia melakukan semua itu setelah menikah, tapi problem nya adalah si pasangan seperti selalu keberatan. Selalu terjadi masalah, dan berefek pada pihak keluarga yang tidak enak hati.
Lalu ada juga yang tidak berani terlalu sering memberi sesuatu pada keluarga karena takut dengan pasangan, dia berpikiran, saat sudah menikah segalanya tidak sesimpel itu, ada pasangan yang harus dijaga perasaannya. Ya syukur kalo pasangannya sadar, lha kalo gak sementara keluarga membutuhkan, kan agak repot juga. Ditempat Rina sini banyak ortu yang kesusahan, padahal katanya anaknya sukses diluar kota.
Lalu ada lagi yang menerapkan peraturan, gak papa sih kamu ngasih keluarga kamu, tapi kamu juga harus belikan untuk orang tuaku. Dan lain sebagainya.
Nah kalo menurut kalian gimana bijaknya? Memberi atau tidak? Atau dibikin adil, dibelikan semua? Eh tapi kan belum tentu sesuatu yang sangat dibutuhkan si A juga dibutuhkan si B. Gak bijak juga kalo dibelikan semuanya, dan belum tentu uangnya cukup juga, hehehe :KETAWAJAHADD
Oke.. berikan pendapat kalian yaa.. biar kalo suatu saat kita udah nikah, terus nemu problem semacam ini kita bisa bersikap bijak. Makasih ^^
Ini masalah sensitif yg bisa jadi simple kalau kedua belah pihak saling mengerti. Aku belum berkeluarga, jadi belum bisa ngasi pendapat berdasarkan pengalaman pribadi. Tapi kalau ngamatin di keluargaku, hal kayak gini gak pernah dipermasalahkan sih.
Kakakku sudah berkeluarga, dan bisa dibilang cukup secara materi, karena kakak dan istrinya sama2 anak pertama, jadi mereka berdua ngerasa punya tanggung jawab lebih pada keluarganya masing2, setidaknya sampai adik2nya bisa dilepas. Sebagai orang luar yg sering berinteraksi sama mereka, aku lihatnya sih semua baik2 aja, baik kakak ataupun istrinya tau porsi masing2 untuk keluarganya, tau kewajibannya, dan saling terbuka satu sama lain. Jadi masalah kayak gini nggak pernah sampe bikin kres di keluarga.
Kalau aku pribadi, menurut pandanganku, anak laki2 wajib merawat dan memenuhi kebutuhan ortunya selama dia mampu, besarnya bisa disesuaikan dengan kewajiban utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga intinya (istri dan anak2). Aku pun ingin nanti bisa terbuka dengan suami kalau mau bantu keluargaku, apalagi misalnya nanti aku bisa punya penghasilan pribadi, tentunya sebagai anak perempuan aku juga pengen bisa bahagiain ortu dan adekku. Pengennya sih, bisa adil. Misalnya mau beliin sesuatu, maka kedua pihak harus dapat sama, bukan bendanya yg sama, tp nilainya. Disesuaikan aja dengan kebutuhan masing2, tapi juga jangan mengabaikan kondisi ekonomi keluarga. Misal ada keluarga yg kelihatan lebih butuh, ya gpp kalau emang bisa ngasi lebih.
Aduh, penjelasannya muter2, intinya aku nggak keberatan, dan berharap semoga suami pun nantinya akan punya pemahaman yg sama denganku, biar sama2 enak. Hehe
Oke oke Saja.
Wajib justru bagi yg statusnya “laki2” a.k.a suami karn kewajiban baktinya tetap pada keluarga (ortu)
Tapi… krn ini konteksnya sudah menikah, maka WAJIB juga berkompromi dan mendiskusikan batasan2 dengan pasangan, untuk menghargai dan menghormati keberadaan pasangan tentunya.
Kalau posisinya sebagai perempuan a.k.a istri, WAJIB atas ijin dan sepengetahuan pasangan dong.
Sebatas apa?
Kalau saya pribadi, kepada Keluarga (khususnya ortu) ya sepanjang hayat, sepanjang kemampuan kita.
Kalau ke saudara, adik misalnya, ya kira2 si adik bisa mandiri atau sampai usianya pantas untuk mandiri.
Krn terkadang bantuan juga kadang berefek negatif (baca=memanjakan)
Jadi sebelum menikah, pastikan topik ini menjadi pre agreement sebelum ijab qobul, format, batasan, dsb.
Au akan memandang dan menjawab ini dari sisi psikologi pernikahan dan juga dari sisi agama Islam karena au seorang muslim.
Kunci dari harmonisnya sebuah pernikahan adalah KOMUNIKASI
Contoh boleh saja memberi orang tua, boleh membiayai sekolah adik-adik, jika memang ada kelebihan dari pendapatan dan jika kebutuhan rumah tangganya sudah tercukupi, intinya adalah komunikasikan dengan pasangan, begitu juga sebaliknya pasangan juga harus saling komunikasi jika melakukan hal yang sama.
Jika merasa keberatan pasangan terlalu banyak menanggung biaya adik-adiknya, misalnya, komunikasikan pada pasangan terus terang. Apa alasannya? Apakah ini pertimbangan kondisi perekonomian rumah tangga yang belum stabil sehingga harus diutamakan terlebih dahulu? Atau jangan2 ini masalah egosentris karena ketidakrelaan dan merasa berhak memiliki serta memonopoli seluruh uang pasangan dan tidak rela berbagi dengan keluarganya?
Masing-masing alasan tsb tentu menciptakan solusi yang berbeda. Tapi di sini, Intinya adalah komunikasi, jika ada ketidaksetujuan, bicarakan terus terang lalu cari solusi, jangan hanya bilang tidak boleh, tidak mau, lalu ngambek tanpa penjelasan.
Ada dua syarat kewajiban anak dalam memberi nafkah kepada kedua orang tuanya: Pertama: Bila kedua orang tuanya termasuk kategori fakir miskin. Kedua: Jika si anak memiliki kelapangan rejeki lebih dan berkemampuan dalam memberikan nafkah tersebut, maka hendaknya memberikan nafkah kepada orang tuanya.
Jadi, ketika seorang anak memiliki kemampuan finansial yang memadai dan orang tuanya termasuk ketegori fakir miskin, maka dia wajib memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya, atau dengan kata lain nafkah yang diberikan kepada orang tuanya adalah sebuah kewajiban. Namun bila orang tuanya tidak termasuk kategori fakir miskin, adapun yang wajib memberikan nafkah orang tua adalah anak-anak mereka dari uang yang dihasilkan oleh anak-anak mereka sendiri, bukan dari uang pasangannya ( kecuali jika seorang istri mendapat nafkah suami dan ternyata ada kelebihan nafkah, maka bolehlah memberikan kepada orang tuanya)
Jadi meski pasangan tidak memberi izin, kita boleh memberi uang orang tua dari uang kita sendiri. Lebih baiknya lagi kalo kedua belah pihak lapang dada dan punya rezeki lebih, jadi bisa menyatukan kelebihan pendapatan berdua dan digunakan untuk saling berbagi dengan orang tua masing2 dengan tulus ikhlas.
Bagaimana dengan suami yang melarang istri memberi pada orang tua lalu istri memberikan uang secara diam-diam? Bolehkah?
Memberikan uang kepada orang tua secara diam-diam, jika uang tersebut adalah harta isteri itu sendiri, maka itu tidak apa-apa, karena harta itu adalah hak miliknya, sehingga ia bebas memberikannya kepada orang yang dia kehendaki. Termasuk dalam hal ini adalah kelebihan dari nafkah yang diberikan suami secara khusus kepada isterinya, maka boleh bagi isteri untuk memberikannya kepada ayah ibunya.
Namun, jika uang itu merupakan harta suami dan tidak ada kelebihan nafkah untuk kebutuhan hidup atau bahkan malah kurang, tidak boleh bagi isteri untuk memberikannya secara diam-diam kepada orangtuanya. Tidak halal pula bagi orangtua tersebut untuk makan dari pemberian itu. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya. [HR. Al-Baihaqi no. 11.545, dihukumi shahih oleh al-Albani]
Menafkahi mertua bukanlah termasuk kewajiban suami, maka tidak boleh bagi isteri untuk memberikan harta suami kepada orangtuanya secara diam-diam. Jika hal itu diperlukan, hendaknya isteri membicarakannya secara baik-baik dengan suami, tidak baik bersikap diam-diam untuk menghindari konflik yang suatu saat pasti akan ketahuan dan menciptakan konflik yang lebih besar. Usahakan terbuka dengan pasangan dalam hal memberi bakti pada orang tua, sehingga hal itu menjadi birrul wâlidain yang diridhai Allâh Azza wa Jalla, bukan bakti yang justeru membebani diri dan orangtua di akhirat kelak.
Author sarankan di awal sebelum menikah, jelaskan komitmen awal bahwa masing-masing pasangan harus menghormati dan menghargai keluarga satu sama lain, bahwa pemersatuan bukan hanya dua kepala, tapi seluruh keluarga. Orang tuaku orang tuamu juga, adikku adikmu juga, warisan orang tuamu milikku juga ( abaikan yang terakhir itu wkwkwkwwkkwk)
Kalau menurut aku mah perlu konsultasi atau komikasi sama pasangan mengenai hal tersebut dan tentunya byk hal yg perlu di pertimbangkan misal aja :
1. untuk apa materi tersebut di gunakan?
2. kebutuhan itu urgen atau enggak?
krn ada beberapa kasus di sekitarku dimana anggota keluarga yg di beri bantuan materi jadi ketergantungan sehingga ada perlu apa2 sedikit minta klo di kita lagi punya rezeki lebih sih mungkin bukan perkara yang sulit tapi jika kita sendiri sedang kesulitan apa yang bisa di perbuat selain minjam ke org lain, mungkin ia niat awalnya baik ingin membantu tapi klo saran aku sih jika ingin membantu maka bantulah ia mandiri dimana ia mampu membantu kehidupannya sendiri semisal Kasih pekerjaan atau bantu modal buat usaha kecil2 begitu :)