Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [LOMBA CERBUNG MISTERI] PETRICHOR – PART II
Di-tag: LOMBA CERBUNG MISTERI
- This topic has 3 balasan, 3 suara, and was last updated 8 years yang lalu by Dalpahandayani.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
10 Oktober 2016 pada 9:11 pm #155071kanasaPeserta
PETRICHOR
PART II: GUA KEMATIANBenteng Huaraz yang terletak di pusat Kerajaan Anqash sudah menampakkan aktivitasnya sejak subuh tadi. Segala persiapan peperangan telah dilakukan dengan cermat. Hari ini mereka berencana untuk menangkap para pemberontak yang bersembunyi di kaki Pegunungan Antisuyu. Menurut mata-mata yang dikirim oleh pihak kerajaan, para pemberontak itu bersembunyi di Gua Kematian, satu-satunya gua yang ada di kaki pegunungan itu, yang mendengar namanya saja sudah bisa membuat nyali siapapun menjadi ciut.
Banyak cerita mengerikan yang beredar di kalangan penduduk di Kerajaan Anqash mengenai gua tersebut, salah satunya adalah tentang para penyembuh yang memasuki hutan di kaki Pegunungan Antisuyu untuk mengumpulkan tanaman obat. Para penyembuh itu tidak pernah kembali. Pada awalnya para penduduk mengira kalau para penyembuh itu tersesat, tetapi jejak mereka tidak pernah ditemukan. Mereka seolah menghilang begitu saja. Berbagai spekulasi pun beredar, para penduduk meyakini bahwa para penyembuh itu memasuki Gua Kematian untuk beristirahat, kemudian mereka diserang oleh binatang buas yang bersarang disana. Ada yang mengatakan itu adalah kawanan serigala liar, ada juga yang berpendapat bahwa itu beruang gunung. Cerita itu pun terus berkembang, dengan polesan disana-sini.
Para prajurit yang akan ikut dalam aktivitas penumpasan para pemberontak kali ini pun tentu saja pernah mendengar cerita itu. Rata-rata mereka telah mendengarnya sejak masih kanak-kanak, karena para orang tua terkadang menceritakan tentang Gua Kematian agar anak-anak mereka menghindari gua tersebut sebisa mungkin.
Pada awalnya, hati para prajurit itu menjadi sedikit ciut ketika mengetahui bahwa lokasi yang akan mereka tuju adalah Gua Kematian. Mereka khawatir jika yang akan mereka hadapi bukan hanya para pemberontak itu, tetapi kawanan binatang buas. Tetapi pemimpin pasukan mereka meyakinkan mereka, jika para pemberontak itu benar-benar menjadikan Gua Kematian sebagai tempat persembunyian, maka tidak ada binatang buas apapun yang perlu ditakutkan. Gua itu kemungkinan besar sangat aman.
Sementara itu, Pangeran Petrichor sendiri telah selesai bersiap di kamarnya. Dia telah menggunakan pakaian kebesarannya, baju hitam dengan hiasan emas dan pita merah di pinggangnya, tanda yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang putra mahkota. Sang Pangeran lalu mengambil baju zirah dan memakaikannya di tubuhnya.
Ketika Sang Pangeran memandang ke arah cermin untuk memastikan dia telah memasang baju zirah dengan benar, tangannya bergerak menyentuh tanda kecil di leher sebelah kirinya. Tanda yang hanya akan terlihat jika diperhatikan baik-baik dalam jarak yang dekat. Disana, dilehernya, terdapat tanda yang berjalin sangat indah membentuk bunga protea. Seketika, ingatan Sang Pangeran melayang ke masa lima tahun lalu, saat dia mengetahui rahasia dibalik tanda di lehernya itu.
***
‘‘Apa yang sedang Anda pikirkan, Pangeran Petrichor?’’ tanya Kakek Meteo.
Saat itu Pangeran Petrichor remaja tengah duduk di taman istana, menatap kolam yang nampak begitu tenang di hadapannya. Pangeran Petrichor menoleh ke samping kiri, ke tempat arah suara pertanyaan tadi berasal. Dia melihat Kakek Meteo tengah berdiri di sampingnya, ‘‘Kenapa Kakek bertanya seperti itu?’’ tanyanya tanpa menjawab pertanyaan dari Kakek Meteo.
‘‘Anda terlihat melamun, ’’ ujar Kakek Meteo, ‘‘saya sudah menyapa Anda sedari tadi, tetapi nampaknya air di kolam terlihat begitu menarik pikiran Anda.’’
Pangeran Petrichor tersenyum kecil. Dia merasa sedikit malu karena kedapatan tengah melamun. ‘‘Aku hanya memikirkan apa yang aku dengar tadi, Kek. Jujur saja aku merasa sedikit bingung,’’ Pangeran Petrichor menatap Kakek Meteo dengan lekat, ‘‘mungkin Kakek bisa memberikan sedikit pencerahan untukku.’’
‘‘Tentu saja, Pangeran,’’ ucap Kakek Meteo.
‘‘Aku tadi tidak sengaja mendengar perbincangan antara ayahku dengan utusan dari Kerajaan Wanuko. Aku bukan bermaksud mencuri dengar tentu saja,’’ Pangeran Petrichor terkekeh pelan, ‘‘Aku tadinya ingin menemui ayahku untuk membicarakan beberapa hal. Ketika aku tahu ada tamu kerajaan yang datang, aku berniat langsung berbalik, tetapi aku tidak sengaja menangkap namaku dalam pembicaraan mereka.’’
Pangeran Petrichor terdiam sebentar lalu berkata, ‘‘Kerajaan Wanuko menginginkan putri dari kerajaan mereka menjadi pendampingku. Aku tadinya mengira kalau ayah akan menyetujui usulan itu, mengingat baiknya hubungan Kerajaan Anqash dan Wanuko. Tetapi diluar dugaan, ternyata ayah menolak. Ayah berkata bahwa aku sudah mempunyai calon pasangan sendiri. Aku berpendapat itu hanyalah alasan ayah untuk menolak mereka.’’
‘‘Apakah Anda mengenal Putri dari Kerajaan Wanuko itu, Pangeran?’’ tanya Kakek Meteo.
Pangeran Petrichor menganggukkan kepalanya, ‘‘Aku pernah bertemu dengannya memenuhi undangan pesta dari Kerajaan Wanuko musim panas lalu.’’
‘‘Anda menyukainya?’’ tanya Kakek Meteo dengan nada tertarik.
‘‘Dia seorang gadis santun yang baik dan menyenangkan. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menyukainya,’’ jawab Pangeran Petrichor. ‘‘Tetapi hanya itu yang aku rasakan. Aku sama sekali tak memiliki keinginan untuk meminangnya, meski dia memiliki kriteria yang sangat baik untuk menjadi pasanganku. Untuk hal ini, aku sangat bersyukur dengan keputusan yang diambil oleh ayahku.’’
‘‘Ayah Anda telah melakukan hal yang benar, Pangeran,’’ ucap Kakek Meteo, ‘‘dan beliau benar, Anda telah mempunyai pasangan takdir Anda sendiri.’’
‘‘Aku, apa?’’tanya Pangeran Petrichor kaget. Nampak tidak mengerti dengan pernyataan dari Kakek Meteo.
‘‘Pasangan takdir, Pangeran, ’’ ucap Kakek Meteo perlahan, ‘‘Anda telah mempunyai pasangan takdir Anda sendiri. Ayah Anda mengetahui tentang hal ini, tentu saja. Oleh sebab itu, ayah Anda menolak keinginan dari Kerajaan Wanuko untuk menjodohkan Anda dengan putri dari kerajaan mereka. Ayah Anda tidak ingin menentang takdir yang sudah digariskan alam untuk Anda.’’
‘‘Aku tidak mengerti,’’ ucap Pangeran Petrichor dengan dahi mengernyit, ‘‘bagaimana mungkin kau dan ayahku mengetahui bahwa aku sudah mempunyai pasangan takdir sendiri?’’
Tangan kanan Kakek Meteo terulur, menyentuh sebentar sisi leher sebelah kiri Sang Pangeran, ‘‘Tentu saja aku dan ayahmu tahu. Tanda di leher Anda ini yang menunjukkan itu.’’
Pangeran Petrichor meraba lehernya, ‘‘sebenarnya tanda apa ini?’’
‘‘Tidak semua orang memiliki tanda itu, Pangeran. Hanya orang yang terpilih oleh Sang Alam lah yang memilikinya, yang diyakini akan menciptakan keseimbangan dan kedamaian, jika ada dua orang berpasangan karena memiliki tanda yang sama. Anda adalah orang yang terpilih untuk memiliki takdir itu,’’ ucap Kakek Meteo.
Pangeran Petrichor terdiam mendengar penjelasan Kakek Meteo.
‘‘Tanda di leher Anda juga dimiliki oleh pasangan takdir Anda,’’ lanjut Kakek Meteo, ‘‘Tanda yang Anda punya menunjukkan takdir yang berjalin indah, membentuk bunga protea,’’ lanjut Kakek Meteo, ‘‘bunga protea, sejak ribuan tahun yang lalu menandakan sebuah cinta yang kuat nan tangguh. Anda ditakdirkan akan memiliki pasangan yang sepadan dengan Anda, Pangeran. Seorang wanita tangguh yang bisa mengimbangi Anda dalam segala hal.’’
***
Suara ketukan di pintu membawa kembali pikiran Pangeran Petrichor yang sempat mengembara ke masa lalu. Seketika Pangeran Petrichor tersadar bahwa dia masih berada di kamarnya. Dia bergegas membuka pintu, mendapati Travis disana.
‘‘Semua sudah siap, Pangeran,’’ Travis melaporkan keadaan di Benteng Huaraz, ‘‘saya juga sudah menyiapkan kuda Anda.’’
Pangeran Petrichor menganggukkan kepalanya, ‘‘Mari kita kesana.’’
Pangeran Petrichor berjalan menuju Benteng Huarez dengan langkah lebar-lebar. Travis dengan setia mengikuti di belakangnya. Ketika mereka sampai, nampak para jenderal dan prajurit sudah siap. Ayahnya, Raja Aaron, pun telah datang untuk melepas kepergian mereka.
‘‘Tumpas habis kelompok pemberontak itu, Pangeran Petrichor,’’ titah Raja Aaron, ‘‘Aksi mereka sudah sangat meresahkan dan tidak dapat dibenarkan. Mereka menginginkan Desa Datrebil yang berada di kaki Pegunungan Antisuyu memisahkan diri dari kerajaan kita.’’
Raja Aaron menarik napas sejenak, ‘‘Ini adalah tugas nyata pertama untukmu sebagai calon pemimpin kerajaan ini di masa mendatang. Aku percaya kau dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Aku tidak menerima kegagalan. Aku ingin Kerajaan Anqash kembali bersatu.’’
‘‘Baik, Yang Mulia,’’ ucap Pangeran Petrichor mantap.
Pangeran Petrichor berbalik menghadap pasukannya dan memberikan perintah tegas untuk memulai perjalanan mereka.
***
Iring-iringan pasukan Pangeran Petrichor nampak mulai membelah hutan di Desa Datrebil. Medan menuju desa tersebut benar-benar sangat sulit. Hutan berbukit dengan batuan tajam dan terjal, serta garúa yang turun sangat rendah di beberapa titik menjadikan perjalanan mereka menjadi tersendat. Bahkan beberapa kali mereka terpaksa harus turun dari kuda demi keamanan perjalanan mereka.
Setelah berjam-jam di dalam hutan, iring-iringan itu berhenti. Para prajurit sedikit mendesah lega ketika menyadari mereka telah sampai. Disana, di depan mereka, terdapat gua yang sangat melegenda itu.
Gua kematian.
Gua Kematian nampak terlihat begitu menyeramkan dari luar. Tempat itu seolah seperti lubang raksasa yang menggerogoti kaki Pegunungan Antisuyu dari bawah.
Pangeran Petrichor meminta beberapa orang prajurit untuk menyalakan obor. Lalu, dengan mantap, Pangeran Petrichor turun dari kudanya dan mulai memimpin pasukannya untuk memasuki gua.
Gua itu memang pantas disebut dengan gua kematian. Dinding-dinding gua seolah terpahat oleh batu-batu tajam. Atap gua dipenuhi dengan stalaktit yang menjulur tajam dan tampak mengancam, yang dibeberapa tempat terlihat dipenuhi oleh sarang laba-laba dan kelelawar yang bergelantungan. Sedangkan lantai gua dipenuhi oleh stalagmite. Nampak beberapa tulang binatang berserakan disana. Yang lebih mencengangkan, di kejauhan terlihat ada sungai bawah tanah. Airnya memantulkan cahaya yang berasal dari obor. Sungai itu terlihat mengalir menuju jauh ke dalam gua, seakan-akan langsung menuju pusat bumi.
Tetapi, satu hal penting yang di sadari oleh Pangeran Petrichor saat ini adalah gua ini tidak berpenghuni. Untuk saat ini lebih tepatnya. Dari jejak-jejak yang ada, nampak adanya aktivitas manusia di gua ini sebelumnya. Adanya onggokan bekas bara api di beberapa sudut semakin menguatkan dugaan itu.
Pangeran Petrichor melirik ke arah Travis. Dari raut mukanya, Pangeran Petrichor yakin bahwa Travis pun memiliki kesimpulan yang sama. Mereka telah diberi jebakan kosong.
Pangeran Petrichor merasa sangat geram. Para pemberontak itu nampaknya ingin bermain-main dengannya. Pangeran Petrichor bersumpah untuk menyerang mereka tanpa ampun nanti. Namun, sebelum Pangeran Petrichor berbalik untuk membawa pulang kembali pasukannya. Matanya melihat kain merah yang diikatkan di antara stalaktit.
Dengan sigap Pangeran Petrichor mengambil kain itu. Matanya menangkap beberapa bait kalimat yang tertera disana.
Dinaungi oleh birunya langit
Dipagari oleh kokohnya akasia
Dimana tajamnya ilalang
terhempas oleh hembusan angin.
-N-(Bersambung ke part 3)
-
28 Oktober 2016 pada 6:41 am #229802farahzamani5Peserta
Nahh loh kok deg2an ya baca part ini hihi
Siapakan pasangan takdir sang pangeran
Lanjut ke part berikutnya
Semangat semangat semangat -
10 November 2016 pada 2:16 pm #280969kanasaPeserta
@farahzamani5 semangat jugaaa :)
-
27 November 2016 pada 11:53 am #302056DalpahandayaniPeserta
Penasaran bnget aku
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.