Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [Lomba Cerbung Misteri] MIANO DA MOUSO MATANO : Bagian 4
- This topic has 5 balasan, 4 suara, and was last updated 7 years, 12 months yang lalu by Dalpahandayani.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
9 Oktober 2016 pada 2:27 am #143656carijodohPeserta
Lomba Cerbung Misteri
Judul : MIANO DA MOUSE MATANO
Genre: Adventure, Mystery, Thriller
Penulis: @Carijodoh
Catatan: Cerita ini hanya fiksi belaka.
Bagian 4: Sejak Awal “Dia” Sudah Bersama Kami
Aku terus berlari sampai akhirnya melihat bayangan tenda didepan sana. Saat sudah dekat, tanpa fikir panjang langsung saja aku masuk ke tenda manapun yang terjangkau
“Hua!” Teriak seseorang terkejut karena tiba-tiba aku menerobos masuk ke tenda.
“Jacob?” Panggilku.
Jacob menyorotkan cahaya senter kepadaku, ternyata benar, aku telah masuk kedalam tenda Jacob.
“Apa yang kau lakukan disini!?” Teriak Jacob marah dan waspada.
“A.. aku..” suara dan tubuhku bergetar hebat. Aku bergeser duduk di pojok tenda sambil memeluk kakiku erat.
“Adriana, jawab aku!” Suara Jacob yang kencang itu berhasil membangunkan Melissa dan Shawn.
“Ada apa ini?” Tanya Melissa terdengar baru bangun tidur.
“Apakah itu Adriana?” Itu suara Shawn.
“Iya, wanita itu tiba-tiba menerobos tenda ini dan meringkuk disana, sialnya, dia tidak menjawab pertanyaanku sejak tadi. Adriana, apa yang kau lakukan disini? Kau ingin membunuh kami juga?” Tuduh Jacob.
Seharusnya aku bercerita tentang pertemuanku dengan sosok hitam bermata hijau itu agar mereka berhenti menuduhku. Tapi aku masih merasakan kehadiran sosok hitam dan bermata hijau itu disekelilingku, dia masih ada disini, dia mengawasiku.
“Tidak. Aku…aku…”
“Hey, pelan-pelan.” Shawn mendekat lalu mengelus punggungku. “Kamu baik-baik saja?” Tanya Shawn penuh perhatian. Dia memang lelaki baik.
Aku mengangguk, sedikit ragu, “Aku tidak mau sendiri di tenda, biarkan aku tidur disini.” Kalimat itu mengalir begitu cepat dari mulutku, hampir merengek seperti bayi yang tidak mau tidur sendirian.
“Kamu tidak mau cerita apa yang terjadi?” Suara Shawn yang lembut dan baik begitu menyentuh hatiku, mataku terasa menghangat dan mulai berkaca-kaca. Ingin sekali aku bercerita padanya tentang kejadian barusan, tapi tidak sekarang, dia masih disini, dia masih mengawasiku.
“Tidak. Tidak ada apa-apa.”
Aku tidak memperdulikan pandangan mereka lagi dan mulai menyembunyikan wajah dilipatan lututku untuk menangis diam-diam.
Apa yang harus kulakukan, mereka benar-benar ada disini, manusia bermata hijau itu bukan sekedar rumor belaka, aku bertemu dengan mereka. Tengkorak-tengkorak itu adalah milik mereka.
“Adriana, kamu bisa bercerita pada kami kalau kamu mau, kami pasti mendengarkan kok…” ujar Melissa penuh simpati.
“Tidak, Mey…” tidak sekarang, “Aku baik-baik saja.” Nanti, kalau dia sudah pergi.
“Kalau begitu, kamu boleh tidur disini, ayo ada ruang kosong disampingku.” Melissa menarik pelan tanganku, membawaku duduk disampinya. Kudengar gumaman protes Jacob tapi langsung dihentikan oleh Shawn.
Akhirnya kami semua kembali berbaring. Tidak ada satupun diantara kami yang bisa menutup mata, terutama aku.
Shawn dan yang lainnya pun ikut bergerak-gerak gelisah, aku rasa mereka masih merasa waspada kepadaku, tapi berusaha menyembunyikannya.
Kemudian aku teringat sesuatu. “Sean? Sean dimana?”
Sean adalah salah satu penghuni tenda ini bersama Jacob, Shawn dan Edward saat masih hidup. Aku dan Melissa menempati tenda kecil yang ada disamping tenda ini. Sementara Prof.Turnbull menempati tenda yang terletak disamping tendaku seorang diri.
“Oh iya, kemana Sean?” Tanya Shawn.
“Tidak tahu, saat aku bangun dia sudah tidak ada.” Jawab Jacob.
“Kemana lelaki aneh itu? Apakah dia baik-baik saja? Diluar ‘kan ada the green?”
“Apa perlu kita mencari Sean?” Tawarku.
Semua orang didalam tenda kembali terdiam, lalu tiba-tiba saja seseorang masuk kedalam tenda tanpa suara, benar-benar mengagetkan kami semua, membuat kami langsung terduduk dari baring.
“Sean?” Tanya Melissa sambil menyalakan senter.
Sean berada didekat pintu tenda, “Iya, ini aku.” Jawab Sean datar.
“Kamu darimana? Kamu membuat kami khawatir, tahu gak!” Keluh Jacob.
“Bukan urusan kalian.”
***
Pagi itu kami semua benar-benar dibuat shock oleh kondisi mayat Edward yang lebih parah dari sebelumnya.
“Semalam itu nyata, bukan mimpi!”
Tulang-tulang berserakan, daging ditubuh Edward semakin habis dan darah berceceran kemana-mana. Dari semua bagian tubuh, yang tersisa hanya bagian kepala yang utuh, itupun kedua matanya sudah menghilang.
“Sadis! Siapa yang begitu tega melakukan ini!” Marah Shawn, “Apapun itu, siapapun kamu, kemari, datang padaku, kalau berani hadapi aku langsung!” Tantang Shawn penuh kemarahan.
“Shawn!” Jeritku. “Jaga mulutmu!”
“Itu kamu kan? Semalam kamu yang melakukannya ‘kan? Setelah kenyang dengan tubuh Edward kamu berpura-pura masuk ke tenda kami dengan bertingkah ketakutan agar kami tidak mencurigaimu, iya ‘kan?”
“Jangan sembarangan bicara, Jacob!” Dengan emosi aku mendorong bahunya, “Kalau memang semalam aku melakukannya, seharusnya aku masuk kedalam tenda kalian dengan darah yang menempel pada tangan, wajah atau bahkan pakaianku!” Terangku. ” Tapi semalam tidak ada darah yang menempel padaku, ‘kan? Bahkan baunya sekalipun!”
“Lalu siapa yang dengan keji melakukan ini!?”
“The green…” seru hatiku.
Walaupun hari sudah terang dan berjam-jam sudah berlalu sejak kejadian dini hari tadi, tapi aku masih bisa merasakan kehadiran makhluk itu dengan jelas, aku merasakan mata hijau itu masih mengawasiku, mengawasi kami semua.
“Mungkin saja hewan buas yang melakukannya.” Jawab Prof.Turnbull. “Jangan saling menyalahkan dulu, kalian tidak punya bukti dan saksi.”
“Lalu bagaimana dengan pisau lipat itu, Profesor?” Tanya Jacob sengit.
“Kalian bilang, Adriana mengambil pepaya di dekat lokasi ditemukannya mayat Edward,’kan? Bisa jadi Adriana tidak sengaja menjatuhkannya disana…” terang Prof.Turnbull. “Daripada menghabiskan waktu untuk berdebat, lebih baik kita mengurusi mayat Edward terlebih dahulu.”
Mengikuti instruksi Prof.Turnbull, kami semua langsung mengurusi mayat Edward dan menguburkannya, aku hampir hilang kesadaran karena bau darah yang begitu kuat menyerang indera penciumanku.
***
Sebagai masa berkabung kami diliburkan dan tidak ada aktifitas seharian setelah menyelesaikan penguburan kemarin. Bahkan tidak ada yang diizinkan untuk keluar dari perkemahan.Masa berkabung pun selesai dan hari ini kami kembali beraktifitas, sejak pagi kami sudah berjalan menyusuri sisi selatan hutan yang ternyata membawa kami melewati rute ‘tidak memungkinkan’, rute yang bisa membawa kami melewati kaki gunung lebih cepat. Rute yang sangat berbahaya, mengingat banyak sekali kemungkinan longsor yang bisa terjadi kapanpun.
“Hati-hati, terus berpegangan!” Seru Prof.Turnbull yang berdiri didepan.
Aku berpegangan erat pada Shawn yang ada didepanku dan Sean yang berjalan dibelakangku. Jalur itu sempit sekali. Beberapa saat terjebak didalam keadaan terjepit antara jurang dan tanah labil yg mudah longsor membuatku menguatkan tekad agar tidak lagi menjadi manusia cengeng dan pengecut, aku harus keluar dari pulau ini hidup-hidup. Apapun yang terjadi!
Kami terus menanjak sampai akhirnya kami kembali masuk kedalam jalan setapak hutan. Hutan yang sangat sunyi, membuatku bergidik ngeri. Hewan-hewan yang biasanya bersuara tidak terdengar sama sekali disini. Burung-burung berkicau pun tak ada yang hinggap di hutan.
Ada apa dengan hutan ini?
“Kenapa sunyi sekali?” Bisik Shawn.
Aku mengangkat bahu. Bahkan dihutan tempat perkemahan kami, setiap harinya selalu bising cicitan burung-burung yang membuat sarang diatas pohon. Tapi kenapa tidak ada suara apapun disini?
“Ada sesuatu disini…” ujar Prof.Turnbull, “kita berpencar untuk mencari sampel dari hutan ini, ambil apapun yang kalian temukan. Jika butuh bantuan, gunakan walkie talkie kalian untuk meminta bantuan yang lainnya. Mengerti?”
“Satu tim dua orang.” Tambah Prof.Turnbull.
“Prof, saya akan menelusuri hutan sendiri.” Kata Sean.
“Kamu yakin?”
“Saya yakin.”
“Baiklah, Sean dan saya akan menelusuri hutan sendirian. Yang lain tentukan tim masing-masing.”
Jacob, Melissa dan Shawn tiba-tiba sudah saling merapat bertiga. Rupanya tidak ada yang mau berkelompok bersamaku. Baiklah kalau begitu…, “Prof. Saya juga akan menelusuri hutan seorang diri saja.” Usulku.
“Kamu yakin, Adriana?”
“Lagipula apa yang saya cari kali ini berbeda dengan kalian, jadi lebih baik saya sendiri saja.”
***
Berjalan menyusuri hutan seorang diri bukanlah hal yang mudah, hidup sangat bergantung pada kompas dan kehati-hatian. Selama perjalanan itu, aku berhasil mengumpulkan beberapa sampel dan menemukan beberapa buah-buahan yang bisa dimakan.
Saat akan berbalik untuk kembali ke tempat janji pertemuan tim, aku mendengar suara aliran air yang mengalir. Sepertinya itu suara aliran sungai, kebetulan sekali aku butuh mengisi persediaan air yang sudah kosong.
Aku mengikuti suara aliran air itu dan akhirnya menemukan sebuah sungai dangkal yang berbatu. Sungai yang sangat jernih, yang airnya dingin dan mengalir langsung dari pegunungan. Dengan kedua telapak tanganku, aku meraup air sungai itu dan meminumnya. “Ah! Segar sekali!” Itu adalah senyum pertamaku yang mengembang setelah berhari-hari dalam kesuraman. Siapa sangka, menemukan aliran air yang segar bisa membuatku begitu bahagia.
Aku mengeluarkan botol dari ransel dan mengisinya dengan air sungai. Setelah persediaan air terpenuhi, aku mulai berjalan untuk masuk kedalam hutan kembali, tetapi suara tawa riang anak-anak yang bermain air tiba-tiba terdengar dari kejauhan, membuatku mengurungkan langkahku dan mencari sumber datangnya suara.
“Siapa itu? Apa mungkin ‘mereka’?” Gumamku.
Aku bersembunyi disebuah batu besar yang mampu menutupi tubuhku yang kini sedang berlutut. Perlahan aku melongokkan kepalaku dan akhirnya menemukan beberapa orang anak berkulit putih, berambut pirang dan coklat, perempuan dan laki-laki, tidak berpakaian dan sedang bermain air dikejauhan sana.
“Kaukasia, didaratan tropis tak terjangkau dan tersembunyi, di Pulau Dasida’a ni onto…. The green!”
Kresekk kreseekk…
Tiba-tiba walkie talkieku mengeluarkan suara keras. “Tolong! Tolong kami, Shawn menghilang!” Ujar Melissa.
“Shawn menghilang dan kami hanya menemukan tas juga walkie talkie nya saja!” Sambung Jacob.
Jantungku berpacu cepat, Shawn menghilang dihutan yang kemungkinan adalah tempat The Green tinggal!
Suara tawa riang anak-anak yang sebelumnya terdengar kini menghilang dan saat aku kembali melongokkan kepalaku melewati batu, aku mendapati mereka tengah menatap kearah batu ini dari kejauhan sana…
Mata hijau, mereka semua bermata hijau!
***
Mata hijau yang selama ini menurutku indah menjadi tidak indah lagi saat tahu ternyata ada satu kelompok manusia misterius bermata hijau yang tinggal terisolasi di sebuah pulau yang tersembunyi, pulau yang jika namanya disebutkan saja membuat orang langsung ketakutan.
Aku terus berlari mengikuti jejak yang kubuat sebelumnya. Agar tidak tersesat, aku menandai setiap pohon dengan goresan merah yang berasal dari buah bit yang kutemukan dihutan. Goresan berbentuk panah dari buah bit yang pada awalnya berwarna merah terang dan kini berubah menjadi merah tua cenderung gelap itu akan menuntunku kembali ke area tempat janji temu dengan anggota tim Turnbull.
Berkali-kali aku menoleh ke belakang untuk melihat keadaan dan ternyata bocah-bocah bermata hijau itu tidak mengejarku. Tapi aku tidak boleh lengah, aku belum aman kalau belum bertemu tim. Shawn yang berkelana dihutan bersama dua anggota tim saja bisa menghilang, apalagi aku yang seorang diri.
“Adriana! Jawab aku!” Teriakan Jacob terdengar dari walkie talkie disaku celanaku.
“Persetan dengamu!” Gumamku terengah sambil berlari.
“Adriana!” Teriak Jacob lagi.
“Adriana… Nana, kumohon jawab aku.” Pinta Melissa terdengar putus asa.
Mendengar itu aku mendesah, berhenti beberapa saat untuk mengambil walkie talkie dari saku celana, lalu kembali berjalan cepat mencari-cari tanda panah buah bit itu.
“Aku dalam perjalan menuju meeting point kita.” Kataku terengah.
“Kamu dari mana?” Tanya Jacob marah, kurasa pria bernama Jacob ini perlu menemui psikiater untuk menstabilkan emosinya.
“Aku baru saja dari sungai untuk mengisi botol air minumku. Dan catat baik-baik, aku tidak tahu masalah Shawn sama sekali!”
“Jangan bohong!”
Aku menyumpah serapah Jacob dalam suara tertahan. Lalu berkata dengan suara gemetar, “Jangan tuduh aku lagi!”
“Pada kenyataanya, Shawn pergi untuk menyusulmu!”
Tepat saat kalimat itu berakhir, aku melihat Jacob dan Melissa berdiri ditempat kami berjanji bertemu kembali. Entah kekuatan dari mana, tanganku terkepal keras dan dengan cepat aku berjalan ke arah Jacob lalu memberikannya tinju terkuat yang pernah aku lakukan, sampai ia terhuyung ke belakang dan hidungnya berdarah.
“Yeah, terimakasih Paris karena sudah memaksa bahkan sampai menyeretku untuk berlatih pencak silat setiap hari minggu.”
Kucengkeram kuat kaus Jacob, “Berhenti menuduhku atau kuhabisi kau dengan pukulanku!” Geramku penuh emosi. “Jangan fikir aku tidak bisa mengalahkan tubuh besarmu itu, banci!”
Walaupun absensi latihan pencak silatku sangat buruk tapi aku yakin bisa mengalahkan pria ini.
“Apa! Dasar kau…” Jacob sudah mengangkat tangannya untuk memukulku tapi terhenti oleh teriakan Melissa.
“Berhenti!” Melissa menyela diantara aku dan Jacob. “Sekarang bukan saatnya bertengkar, seharusnya kita berusaha bersama mencari Shawn!”
“Benar kata Mey, berhenti bertengkar atau kita tidak akan pernah bisa menemukan Shawn.” Ujar Sean, tiba-tiba muncul dari balik semak-semak hutan dalam kondisi yang kacau.
“Ada apa denganmu?” tanya Melissa saat melihat Sean yang kembali dalam kondisi basah kuyup dan berlumpur dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Terperosok kedalam lumpur.” Jawab Sean. “Sekarang bukan saatnya memperhatikan penampilanku, seharusnya kita segera mencari Shawn sebelum matahari tenggelam.”
Aku melihat langit dan benar saja, sekitar satu atau dua jam kemudian matahari akan tenggelam.
“Apa Shawn sudah ketemu?” tanya Prof.Turnbull yang baru sampai. “Dimana dan kapan terakhir kalian melihatnya?” Sambung Prof.Turnbull saat menyadari tidak ada Shawn diantara kami semua.
“Terakhir kami bersamanya adalah saat kami sedang berjalan menuju area atas.” Melissa menunjuk suatu arah yang tidak kutuju hari ini, “Tapi karena Shawn merasa bersalah telah membiarkan Adriana dihutan sendirian, akhirnya dia memutuskan untuk kembali dan menyusul Adriana.” Terangnya. “ Lalu, setelah beberapa jam tidak menemukan apapun di jalur itu, akhirnya kami memutuskan kembali kemari tapi kami malah menemukan tas dan walkie talkie milik Shawn tergeletak begitu saja ditanah.”
“Dimana tepatnya itu?” tanyaku.
“Ayo kutunjukkan tempatnya.”
Kami mengikuti langkah Melissa dan Jacob kearah yang ditunjuk sebelumnya. Kami berjalan jauh sampai sinar matahari sedikit demi sedikit menghilang, membuat kami kembali hanya bergantung pada cahaya bulan dan senter yang kami bawa. Rencana tinggallah rencana, seharusnya kami sudah dalam perjalanan untuk kembali ke perkemahan, tapi malah harus terjebak disini karena Shawn belum juga kembali.
Kami memecah tim menjadi dua agar bisa menelusuri semua tempat dengan lebih efisien. Aku bersama Sean, sementara Prof.Turnbull bersama Melissa dan Jacob. Ditengah pencarian, cahaya bulan meredup dan awan gelap menyelubungi langit lalu hujan begitu deras turun membasahi bumi. Tanpa banyak bicara aku dan Sean berlarian menuju tempat berteduh.
“Kesana!” seruku saat tak sengaja menemukan sebuah gua.
Gua itu sangat besar, gelap dan beraroma tidak enak. Aku mencoba mengarahkan senterku kedalam gua dan seperti melihat sesuatu dilantainya tapi kemudian Sean merebut senterku, “Bukan saatnya untuk masuk kedalam sana.”
“Kenapa? Siapa tahu Shawn tersesat didalam sana.”
“Sekarang sudah sangat gelap, hujan turun deras dan siapa tahu, binatang buas sedang berada didalam sana untuk melindungi diri dari hujan.” Ujar Sean. Akupun setuju dan mengikuti gerakannya duduk diatas tanah, kami kini berada dibagian mulut gua.
Berjam-jam duduk berdua manusia super dingin ini membuat kondisi tidak semakin baik. Perut lapar, dingin dan lelah, paket komplit penderitaan yang menjadi teman setia selama penelitian ini. Hujan berhenti pukul tiga dini hari dan kami keluar untuk kembali mencari Shawn. Kondisi tanah setelah hujan tidak mendukung sama sekali berjalannya pencarian ini, berkali-kali aku hampir terpeleset karena tanah benar-benar menjadi licin dan banyak genangan air dimana-mana.
Matahari mulai menyingsing dan Shawn belum juga ditemukan, teriakan menggema tanpa henti kami lakukan, tapi tetap tak ada jawaban dari Shawn.
“Mungkin kita perlu kembali ke perkemahan terlebih dahulu…” Ujar Prof.Turnbull saat kami sudah kembali berkumpul.
“Tapi Prof,…” Protes Melissa.
“Prof.Turnbull benar, Mey. Kita perlu kembali ke perkemahan untuk mengecek siapa tahu Shawn ternyata sudah berada disana.” Potong Sean. “Lagipula, semuanya perlu makan sesuatu dan berganti pakaian.”
“Iya, Mey. Jangan khawatir, kita pasti akan kembali kesini dan melanjutkan pencarian jika Shawn tidak ada di perkemahan. Kamu terlihat sangat lelah, semua orang disini begitu. Jika kita memaksakan diri maka semuanya bisa berantakan karena jatuh sakit.” Jelas Prof.Turnbull.
***
Siang harinya kami berhasil kembali ke perkemahan dan tidak menemukan Shawn disana. Melissa yang shock dan kelelahan akhirnya pingsan, aku membantunya mengganti pakaian dan menyelimutinya agar tidak kedinginan lagi. Setelah selesai membantu Melissa, aku makan apapun persedian yang kami miliki tanpa mengeluh sedikit pun, Bar Protein, buah pisang, pepaya, nanas dan jeruk nipis adalah persediaan yang kami miliki.
“Kamu mau kemana?” Tanya Jacob, kali ini tidak ada nada permusuhan didalam suaranya, mungkin dia sudah lelah dengan semua kemarahannya.
“Mandi, kamu tidak mau mandi?”
“Duluan saja, aku akan menunggui, Mey, dan mandi setelah dia terbangun.”
“Okay, kalau begitu aku duluan.”
Sesampainya di air terjun, aku menemukan pakaian dan sepatu Sean yang serba hitam diatas batu besar, rupanya manusia aneh itu juga butuh mandi.
Sean terlihat sedang menikmati guyuran air terjun dikepalanya sehingga ia tidak menyadari kehadiranku. Melihatnya tanpa masker adalah salah satu misiku saat ini, karena itu sampai sekarang aku belum masuk kedalam air dan masih berdiri ditepian.
Pria itu berenang-renang kesana kemari, lalu dia menghilang selama beberapa saat didalam air sampai kemudian tiba-tiba saja badannya menyembul keluar dan baru saat itulah aku bisa melihat wajah Sean secara jelas dari posisi yang cukup dekat.
Aku teringat perkataanku pada Imha bahwa Sean sengaja menutupi wajahnya dengan masker agar tidak sembarang orang bisa melihat ketampanannya, dan benar saja, wajah itu pantas ditutupi dengan masker. Wajah itu terlalu tampan untuk ditunjukkan pada siapapun secara gratis, ditambah lagi, wajah itu juga bisa membuat kaum hawa terjerembab pada langkahnya sendiri karena tidak fokus.
“Ayo, buka matamu, pasti mata biru itu indah banget kalau dipadukan diwajah kamu.”
Detik dimana Sean membuka mata menjadi detik aku merasakan jantungku berhenti. Bola mata yang sebelumnya biru itu, kini kehijauan pucat, menatap mataku dengan pandangan dingin dan tajamnya. Kemudian ingatan-ingatan tentang kebersamaan kami selama ini terputar didalam otakku.
Ingatan dini hari itu, ketika aku menemukan pistolnya yang tergeletak dibawah kakiku, dengan geramannya dia mengatakan, “Jangan ikut campur!” , kenapa dia membutuhkan pistol dalam sebuah penelitian? untuk melindungi diri di hutan? Baiklah, aku menerima alasan itu, tapi apakah benda itu legal?
Lalu ingatan lainnya hadir, Beberapa hari lalu, saat Edward diserang secara sadis di area yang terletak didekat tempat pertengkaran kami terjadi, orang yang tidak memiliki alibi adalah aku, Sean dan Prof.Turnbull yang memang memiliki kegiatan terpisah. Sean dan Prof.Turnbull baru datang setelahku. Tapi semua orang langsung menuduhku karena pisau lipatku yang penuh darah tergeletak didekat mayat Edward, siapa yang bisa mengambil pisau lipat yang kusimpan di tas itu?
Kemudian, dini hari berikutnya, saat aku memergoki The green dan berlari ke tenda Jacob, aku tidak menemukan Sean di tenda, dia menghilang selama beberapa jam, lalu saat kembali dia hanya menjawab pertanyaan kami dengan kalimat dinginnya, “Bukan urusan kalian.”
Saat Shawn menghilangpun Aku, Sean dan Prof.Turnbull memiliki aktifitas terpisah seorang diri.
Lelaki itu, lelaki dingin dengan segala tingkah anehnya itu, siapa sebenarnya dia?
Aku bahkan belum pernah melihatnya makan, bagaimana bisa dia hidup tanpa makan?
“Aku sudah makan, dan kamu tidak perlu tahu kapan, apa dan bagaimana. Itu semua bukan urusanmu.” Kata Sean.
Apakah dia memakan… manusia?
Apakah dia adalah…
Miano… Manusia
Da mouso matano… Bermata hijau
***
Selanjutnya…
***
Catatan kecil untukmu :
1. Bar protein adalah makanan padat (food bars) yang mengandung protein dengan porsi yang tinggi didalamnya, ada beberapa jenis food bars sesuai dengan tujuan pembuatan yang berbeda-beda, seperti Bar Energi (energy bars) yang mengandung banyak karbohidrat. Bars Makanan pengganti (Meal replacement bars) adalah makanan yang dimaksudkan untuk menggantikan berbagai nutrisi dalam makanan. Dan Bar protein (protein bars) biasanya memiliki kadar karbohidrat yang lebih rendah daripada bar energi, rendah vitamin dan mineral dibandingkan bar makanan pengganti, tetapi bar protein memiliki lebih banyak kandungan protein dibandingkan yang lainnya. (Wikipedia).
https://en.wikipedia.org/wiki/Protein_bar
Food bars atau makanan padat merupakan salah satu produk makanan yang dikembangkan dengan kecukupan kalori protein, lemak, dan nutrisi lainnya. Makanan ini bersifat ready to eat, sehingga dapat digunakan sebagai makanan darurat dalam kondisi bencana alam yang dapat berdampak kekurangan bahan pangan atau dalam kondisi darurat apapun, (Ladamay, 2014).
2. Walkie talkie adalah sebuah alat komunikasi genggam yang dapat mengkomunikasikan dua orang atau lebih dengan menggunakan gelombang radio. Kebanyakan walkie talkie digunakan untuk melakukan kedua fungsinya yaitu berbicara ataupun mendengar. Walkie Talkie dikenal dengan sebutan Two Way Radio ataupun radio dua arah, yang dapat melakukan pembicaraan dua arah, berbicara dan mendengar lawan bicara secara bergantian tanpa menggunakan biaya pulsa seperti menelpon. Walkie talkie merupakan transceiver, yang dikarenakan ia memiliki two way radios tersebut, alat ini memiliki radio transmitter dan sinyal penerima komunikasi radio.( Wikipedia)
***
Nah chapter 4 ini segitu aja dulu. kwkwkw
kalau makin gaje dan ga seru maafkan ya.
btw, untuk @SeraYukiko , penjelasan mengenai Bar Protein sudah ada diatas, semoga penjelasannya memuaskan, ada contoh potonya juga, itu sebenernya semacam Soy**y gitu kwwkwk (gak boleh sebut merk hihi)
buat yang baca, ditunggu kritik dan sarannya!
Terimakasih,
Penuh cinta dan sayang,
Cheers Woot Woot,
CJ
:NABRAKKACA
-
9 Oktober 2016 pada 7:37 pm #148499SeeYouPeserta
Hallaw, CJ hohoho terimakasih atas penjelasanya yg sangat baik, sekarang sera paham yeay… :tebarbunga ngomong.ngomong soal salam cium pipi si mata biru, sera mau nyampeinnya sendiri ajah, gak perlu di wakilkan :kelincibuangmuka :dragonmintacium
-
11 Oktober 2016 pada 12:37 am #155827carijodohPeserta
@serayukiko samasama, :KISSYOU
hihihihi monggo, bebasssss sama sean mah cium sendiri aja langsung kwkwkw :KETAWAJAHADD
-
11 Oktober 2016 pada 7:23 am #156494SeeYouPeserta
Ini kapan di lanjutnya?? Gak sabar ini mau baca… :DOR! :DOR!
-
28 Oktober 2016 pada 10:09 am #230305farahzamani5Peserta
Makin deg2an dah ini ka
Jngn2 Sean itu bnran the green hiiii
Oia baca cerita dikau ga kerasa tau ka, tau2 dah tbc ajahhh
Lanjut ke part berikutny -
27 November 2016 pada 2:54 pm #302160DalpahandayaniPeserta
Makin seru ceritanya dan deg-degan
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.