Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [Lomba Cerbung Misteri] MIANO DA MOUSO MATANO : Bagian 1
Di-tag: Lombacerbungmisteri
- This topic has 17 balasan, 9 suara, and was last updated 7 years, 12 months yang lalu by Dalpahandayani.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
6 Oktober 2016 pada 12:48 am #128509carijodohPeserta
Lomba Cerbung Misteri
Judul : MIANO DA MOUSO MATANO
Genre: Adventure, Mystery, Thriller.
Penulis: @Carijodoh
Catatan: Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan nama, maka artinya itu… saya pusing nyari nama lain. wkwkwk makanya CJ memasukkan nama orang-orang yang CJ kenal saja.
Bagian 1. Ada apa dengan Dasida’a Ni Onto?
.
“Ayo tidur, matahari akan segera terbit dan pukul 12 nanti kamu harus sudah di Bandara!”
Hal yang paling tidak kusukai dari housemate-ku ini adalah dia hobi sekali menampar pantat. Sial! Sudah bony gini malah ditampar-tampar.
“Apa sih. Mulai deh isengnya!” jawabku kesal sambil menepiskan tangannya.
“Yaelah gitu aja ngambek!” Farah memelukku sambil cengengesan. “Udah ayo cepet tidur. Biar malam ini aku temani kamu tidur, siapa tahu kamu nanti kangen padaku”.
“Yaudah, tapi jangan ngorok ya!”
“Kapan sih aku ngorok?!”
“Perlu ya nanya gitu?” pertanyaan yang selanjutnya hanya dijawab menggunakan tawa renyah khas Farah.
Kami berbaring bersama-sama, menatap langit-langit kamar yang berwarna putih dan membosankan. Berkali-kali kuhembuskan nafas dengan keras, mencoba menghilangkan beban dan kekhawatiran yang menggelayuti diri, tapi rasanya sia-sia.
Aku adalah wanita yang selalu hidup dengan kepastian, menimbang semuanya secara matang dan penuh perhitungan untuk setiap langkah yang kuambil. Tetapi dalam 27 tahun hidupku, baru kali ini aku memutuskan sebuah langkah secara singkat, tanpa pertimbangan dan perhitungan panjang, keputusan nekat yang kusesali setelahnya.
Dua hari yang lalu, Profesor Adiyaksa memanggilku ke kantornya, panggilan yang menyenangkan mengingat sudah lama dia mengabaikan proposal tesisku yang terbaru dan beberapa kali menolak setiap penelitian yang kuajukan. Katanya sih, aku terlalu umum. Profesor yang penuh ambisi pada setiap penemuan-penemuan itu menginginkan aku membuat sebuah langkah yang penuh gebrakan yang mampu menggoncangkan dunia sains abad ini.
Yang selalu membuatku mencibir, “Hello! Emangnya gue Syahrini apa, menggoncangkan abad dengan sensasi!”
Intinya sih, aku terlalu malas untuk melakukan gebrakan apapun, aku terlalu malas melanjutkan tesisku, terlalu malas harus masuk ke hutan dan mencari benda renik yang berukuran mikro seperti yang beliau lakukan. Aku sudah muak dan ingin merongrong pada Kepala Jurusanku untuk mengganti Profesor Adiyaksa dengan profesor lain. Aku sudah tidak sanggup menghadapi Profesor nyentrik yang satu ini.
Pintu ruang kantor Prof.Adi terbuka, kepalanya menyembul dari dalam, menatapku dengan pandangan, “Anak malas, cepat masuk!” . Kemudian kepalanya kembali menghilang dibalik pintu yang tertutup.
Profesor ini sebenarnya belum tua-tua amat, beliau berumur 44 tahun, tapi tampilannya seperti kakek-kakek yang baru saja terkena musibah bencana alam, entah angin puyuh, entah banjir bandang, yang jelas penampilannya kusut masai, rambut keriting panjang yang tak pernah terlihat rapih dikepala setengah botaknya dan mulai abu-abu itu memperkuat kesan “korban bencana alamnya” .
Kesan nyentrik lainnya adalah aura yang beliau keluarkan, aura kutu buku, kutu laboratorium, kutu lompat… eh, sorry, Prof, but I really mean it. Beliau itu seperti kutu lompat, suatu pagi beliau meracau memarahiku ini dan itu, tiga jam kemudian beliau tiba-tiba menghilang dari laboratorium lalu malam harinya orang-orang menemukannya terkapar ditengah hutan sambil memegang pipet dan tabung reaksi sementara tubuhnya penuh cakaran binatang buas. Hebatnya atau sayangnya beliau masih hidup. Hehe peace ya, Prof.
Pernah suatu hari beliau menjanjikan waktu satu jam berharganya untuk membicarakan tesisku. Tepat satu jam sebelum janji temu itu, aku sudah asik duduk di kursi tunggu yang berada didepan ruang kantornya, tapi lima menit sebelum janji temu itu terjadi beliau keluar dari ruangannya terburu-buru sambil membawa tas besarnya. Hanya dengan tatapannya saja aku tahu kalau waktu satu jam berharga itu takkan kudapatkan, setidaknya dalam waktu dekat.
“Kemana lagi kali ini, Prof?” Aku mengabaikan basa-basi, beliau tidak suka basa-basi, begitu juga aku. Mungkin karena itu terkadang kami saling memahami dan mengutuk diam-diam. Aku tahu beliau mengutukku ini dan itu mengenai kepengurusanku di Laboratorium penelitiannya, yang katanya aku ini sontoloyo, seenaknya, pemalas, tapi anehnya beliau masih mempertahankanku di Laboratorium. Menurut beliau, alasan tetap mempertahankanku adalah karena aku terlalu mahir menghadapi kaum pemalas yang sejenis denganku dan juga karena aku cukup kebal menghadapi kata-kata dan sindiran super pedasnya. Alasan yang sangat khas dari Prof.Adi.
“Amazon.” Jawabnya singkat dan langsung berlalu meninggalkanku. Entah makhluk renik seperti apa lagi yang beliau cari. Kadang kufikir kelas bermain Prof.Adi ini terlalu sempit, kenapa beliau harus terjebak di universitas dengan fasilitas terbatas ini, sementara ada universitas besar diluar sana yang menyanggupi semua kebutuhan penelitiannya. Bahkan semua dana penelitian Profesor sebenarnya tidak sepeserpun berasal dari kampus ataupun negara ini, tetapi berasal dari sebuah yayasan non-pemerintah terbesar di dunia pada bidang penelitian dan beliau tetap mempertahankan kegiatan mengajarnya disini. Membuatnya harus bolak-balik dari satu laboratorium ke laboratorium lainnya karena minimnya fasilitas penelitian, sangat tidak efisien menurutku.
Begitulah profesor tesisku dengan segala kenyentrikannya. Dan sekarang aku kembali pada ingatan dua hari lalu itu. Mengulang ingatan yang pada akhirnya selalu kusesalkan.
“Dua hari kedepan kamu akan kukirim untuk menemani tim penelitian Turnbull ke Pulau Dasida’a ni onto, pulang pergi dan penelitian kurang lebih dua minggu. Tugas kamu membantu dan mendampingi penelitian, juga menjadi guide mereka selama di Indonesia”.
“Turnbull? Collin Turnbull, Prof?” aku ternganga tak percaya saat beliau menganggukkan kepalanya.
YANG BENAR SAJA, SUDAH LELAH MENGHADAPI ADIYAKSA, SEKARANG AKU HARUS MENGHADAPI TURNBULL!
“Saya yakin kamu bisa menjadi pendamping yang baik. Sebenarnya Turnbull sudah dua kali melakukan penelitian di Pulau Dasida’a ni onto, tetapi kali ini dia butuh tenaga tambahan untuk penelitiannya dan meminta tolong padaku untuk mengirimkan salah satu murid terbaikku”. Jelasnya. “Kamu mau, kan?”
Tanpa perlu berfikir aku langsung tahu jawaban apa yang akan kuberikan para Prof.Adi. Tentu saja, sebuah kata “tidak” sudah menggantung dibibirku tapi kemudian kata itu tertahan saat kulihat Prof.Adi membuka laci dan mengeluarkan sesuatu yang mengerikan. Tiket Pesawat Jakarta-Sulawesi Tenggara dan sejumlah uang yang sangat banyak.
Aku bergidik melihat itu semua. Tidak. Aku tidak mau.
Percayalah padaku, kau akan menolak tanpa berfikir dua kali jika harus dipaksa bekerja dengan Profesor sekelas Turnbull dan kawan-kawannya. Setidaknya, aku menolak. Jika orang lain akan merasa bangga karena bekerja dibawah pimpinan profesor-profesor tersebut maka hanya 10% kebanggaanku dan 90% sisanya akan kuhabiskan dengan mengeluh setiap hari dan mengumpat, “Anjir, mending mati aja gue!”
Aku menatap ngeri Prof. Adi yang sedang duduk santai, lelaki single yang penuh obsesi dan cinta mati pada jasad renik itu tersenyum miring penuh ejekan. Tatapan matanya jelas-jelas bermakna, ‘bocah ingusan, kapan lo maju!’
“Adriana, jangan terjebak hanya dalam satu laboratorium, keluarlah, melangkah dengan lebar dan percaya diri. Membaurlah dengan laboratorium yang alam ciptakan untukmu!” nasihat dengan suara dalam itu terdengar begitu meyakinkan. “Saya yakin kamu mampu, setidaknya kamu murid yang saya percayai. Saya tidak ingin mengirimkan anak malas lainnya yang hanya akan mempermalukan saya. Jika saya mengirimkan kamu, setidaknya saya tidak akan malu terhadap Turnbull. Kamu lebih baik”.
Baru kali ini aku mendengarkan pendapat beliau tentangku, yah walaupun sedikit ada sindiran “anak malas” andalannya, tapi dari kalimat itu aku tahu kenapa beliau berkali-kali membuang proposal tesisku yang hanya dibaca judulnya lalu dibuang ke tempat sampah sambil berkata, “terlalu umum”, “membosankan”, “tidak menarik”, “terlalu dangkal” dan kalimat singkat menyakitkan lainnya, itu semua karena beliau mempercayai kemampuanku.
Aku mengutuk diriku sendiri yang mudah goyah hanya karena sedikit pujian dari Prof.Adi. Ayolah, Na, Turnbull ‘loh ini, Turnbull!.
“Tapi, Prof…”
“Kamu bisa melakukan penelitianmu juga bersama dengan Turnbull, kamu bisa mengambil sampel terbaik disana, dari fosil manusia yang diteliti Turnbull, atau kalau beruntung kamu akan bertemu contoh yang masih hidupnya langsung dan mengambil sampel cairan sampai renik-nya, apapun, apapun yang kamu butuhkan untuk penelitianmu”. Jelasnya penuh semangat. “Oh C’mmon, Pemalas! Saya tidak akan melewatkan ini kalau saya tidak ada pekerjaan di Micronesia bersama tim lain!”
Turnbull dan semua rumor tentangnya itu membayang-bayang difikiranku. Membuatku kembali meyakinkan diri untuk berkata tidak dan mengabaikan semua sanjungan Prof.Adi.
“Kamu mau ‘kan saya meng-approve tesismu?” aku mengangguk pasti untuk pertanyaan yang mengagetkan itu. “Maka lakukan penelitian ini bersama Turnbull, saya akan memberikan instruksi apa saja yang akan kamu teliti dan juga segala hal yang berkaitan dengan kegiatan ini. Bagaimana?”
Manusia keras kepala itu berdiri dari kursinya, kutatap lekat-lekat penampilan andalannya yang selalu membuat moodku berantakan, kaos belel, jeans robek super lusuh dan jaket kusut, dan semuanya berwarna abu-abu. Pemandangan itu membuatku bertanya-tanya, kapan terakhir beliau mengganti baju dan mandi?
Aku melamun, membayangkan diriku sendiri 10 tahun kedepan yang menjadi begitu terobsesi dan cinta mati pada jasad renik dan segala hal tentang alam seperti Prof.Adi, akankah aku berpenampilan seperti itu juga?
Ya Tuhan, pemikiran itu membuat bulu kudukku berdiri semua!
“Sudah sepuluh menit sejak kamu terdiam dan disini saya menunggu jawabanmu. Tidak ada waktu lagi, kamu harus menjawabnya sekarang juga”. Beliau menggeser uang dan tiket pesawat itu ke arahku lalu berkata dengan nada yang mulai terdengar tidak sabar. “Semua sudah siap dan sudah didepan mata, kau hanya perlu membawa dirimu dan otak pemalasmu itu!”.
Pemalas lagi, huh!
Aku menarik nafas dan menghembuskannya begitu keras, sejak awal melihat tiket pesawat itu sebenarnya aku sudah tahu kalau aku tidak memiliki pilihan lain. Profesor Adi tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya. “Dua minggu ‘kan, Prof?” Prof.Adi mengangguk. “Dan Proposal tesisku langsung lulus tanpa perlu dibuang ketempat sampah dulu, ‘kan?” beliau mengangguk lagi. “Then I’ll take this chance”.
***
“Adriana!” aku merasakan tubuhku bergoyang-goyang, “Adriana!” suara Farah kembali mencoba membangunkanku. Tapi aku tetap bergeming. “Nana! Bangun Nana!”
“Berisik, jangan teriak-teriak pagi-pagi gini!” gumamku sambil kembali menarik selimut yang merosot.
“Pagi dari hongkong, cepet bangun sekarang sudah jam 10, nanti kamu telat!”
“HAH! JAM 10?” seperti orang kesurupan aku bangun dari tidurku dan langsung terbirit-birit lari ke kamar mandi. Melakukan ritual mandi sebersih-bersihnya dan seefektif mungkin. Lalu keluar untuk berpakaian cepat, mengeringkan rambut dan kemudian mengecek ponsel .
“Shit! Farah ngerjain. Masih jam delapan!”.
Aku melemparkan ponsel itu ke kasur dan kembali merapihkan diri didepan cermin, kesan pertama itu penting, jadi sesantai apapun pakaianku untuk perjalanan menuju Sulawesi, aku tetap harus tampil cantik, tidak boleh ada kesan nerd, freak, dan lain-lain.
“Aku harus tetap cantik. Aku tidak boleh seperti Prof.Adi dan kawan-kawannya!” ujarku pada diri sendiri.
Satu jam kemudian taksi sudah menjemputku dan semua barang bawaanku sudah masuk kedalam bagasi, kecuali tas kecil yang berisi barang dan dokumen-dokumen penting.
“Hati-hati ya disana, jaga diri baik-baik. Okay?” Farah memelukku lama sambil terus merapalkan pesan-pesannya berulang.
“Iya, udah ah jangan mellow, lagian Cuma dua minggu.” Dia mengangguk lalu membantu membukakan pintu taksi. “Eh iya, bantu aku dong. Kalau nanti Paris nanyain, tolong jelasin ke dia kalau aku dapat tugas dadakan dari Prof.buat keluar pulau selama dua minggu, karena semua persiapan itu aku jadi lupa memberi tahu Paris mengenai hal ini. Please, ya?”
“Paris?” aku mengangguk sok polos.
“Kamu ngorbanin aku?” Farah menjerit histeris, aku tahu itu adalah reaksi normal dalam situasi seperti ini. Rasanya aku tidak tega sekaligus ingin tertawa melihat ekspresi Farah. “Jadi kamu belum bilang ke Paris tentang kepergianmu ini?” aku mengangguk lagi. “ASEM! Aku jadi korban amukan Paris nanti, tega banget kamu!”
“Gak akan. Dia udah jinak sekarang. Santai aja”. Aku menepuk-nepuk pundaknya untuk menenangkan.
“Jinak! Yang bener aja! Cowo iblis super posesif kayak dia mana bisa jinak sama aku, paling jinaknya sama kamu doang. Dia kan udah kayak gembel pengemis cinta kalau udah sama kamu.”
“Cowok sekeren Paris masa kamu sebut gembel.” Aku menggeleng-geleng tak percaya sambil terkekeh. “Tenang saja, nanti saat sudah sampai hotel di Sulawesi aku akan langsung menghubungi Paris. Jadi tahan dulu untuk beberapa jam ya, kalau dia menghubungi kamu dan mengomel, abaikan saja dulu. Sip?”
***
Aku sampai di Bandara lima belas menit lebih awal dari rencana. Langsung saja aku menuju area kedatangan luar negeri sambil membawa tas carrier dan satu tas lain berisi alat-alat penelitian.
Selama diperjalanan tadi Prof.Adi terus berbicara ini dan itu kepadaku, memberikan nasihat-nasihatnya persis seperti ibu-ibu kompleks yang mencereweti anak tetangga. Bukan Prof.Adi namanya kalau cerewet tak tentu arah, selama dua jam obrolan ditelepon itu, aku juga mendapat kuliah yang menurutku super penting, yang aku yakin tak pernah Prof.Adi berikan di bangku kampus manapun. Ini mengenai penelitian di alam dan resikonya secara terperinci. Entah aku harus merasa beruntung atau bagaimana.
Tiga puluh menit kemudian aku sudah berdiri sambil mengangkat kertas didepan dadaku, kertas betuliskan Prof.Turnbull and Team .
“Kamu dimana?” suara itu terdengar nyaring keluar dari ponsel yang kupegang. Paris menelepon dan mendengar nadanya membuatku yakin kalau dia sudah menghubungi Farah.
“Aku lagi nunggu rombongan Prof. nih. Bentar lagi kayaknya keluar. Farah sudah memberitahu kamu, kan?”
“Kamu dimana?!” tanyanya penuh emosi.
Belum sempat aku menjawab, seseorang menepuk pundakku sambil bertanya, “Adriana?”
Aku mengangguk dan tersenyum, lalu berbicara cepat ditelepon. “Tamunya sudah datang. Talk to you later, okay?” dan langsung saja kumatikan panggilan itu.
“Professor Turnbull, Welcome to Indonesia”. Sambutku ramah sambil mengulurkan tangan untuk berjabat.
Perkenalan singkat pun terjadi, Prof.Turnbull membawa lima orang didalam timnya yang bernama Jacob, Edward, Sean, Shawn dan Melissa. Perkenalan singkat itu langsung terpotong karena tiba-tiba saja seseorang menarik tanganku dari jabatan tangan Sean dan saat menoleh ternyata Paris sudah berdiri dengan mata menyalang disana.
Tatapan nyalang itu berubah seketika saat Paris menatap Prof.Turnbull dan kawan-kawan, berubah menjadi tatapan ramah dan penuh senyuman. Dengan begitu sopan, Paris meminta izin pada Profesor untuk berbicara berdua bersamaku yang langsung saja diizinkan.
Paris menarikku menjauh dari keramaian dan mulai mencengkeran erat tanganku. Si iblis menyebalkan ini memang punya bakat menguntit, hobinya adalah memasang pelacak disemua gadgetku, katanya agar aku mudah ditemukan, dan karena hobinya itu tidak heran jika akhirnya dia bisa menemukanku tanpa perlu kuberitahukan keberadaanku.
“Kapan kamu akan memberitahuku tentang hal ini?” geramnya menahan emosi dan teriakan, walau bagaimanapun kami masih di area bandara.
“Semua ini begitu mendadak, sayang. Prof.Adi memberi tugas tiba-tiba sekali dua hari lalu. Aku tidak sempat memberi tahumu karena semua persiapan itu, maafin aku, ya?”
“Akhirnya kamu memanggilku dengan sebutan sayang dan itu hanya kamu lakukan dalam kondisi terdesak seperti ini”. Paris tersenyum pahit sebelum melanjutkan. “Kamu hebat, Adriana. Kamu satu-satunya wanita yang berhasil membuatku desperate… putus asa mengemis-ngemis cinta yang tidak akan pernah bisa kamu berikan!” marahnya.
“Kok pembicaraanya melebar kemana-mana sih, aku dapat tugas dan aku harus pergi. Intinya disitu. Dan tamu-tamu itu sekarang sedang menungguku. Kita lanjutkan pembicaraan ini saat aku kembali nanti!”
“Tidak ada nanti”. Paris menatapku dalam dan penuh kecewaan. “We’re done”. Hatiku mencelos mendengarnya, kutatap matanya baik-baik dan ternyata aku menemukan banyak kemarahan dan ketegasan didalamnya. Dia benar-benar ingin berpisah. Paris sudah lelah menerima semua tingkah laku burukku padanya. Aku sadar, aku harus berhenti menyakitinya.
“Well, kalau itu yang kamu mau, fine”. Aku berbalik dan berjalan cepat penuh dengan kemarahan. Marah pada diriku sendiri yang egois dan marah padanya yang mengatakan itu dengan mudah setelah semua perjuangan kami selama ini.
“Adriana!” kudengar kembali geraman Paris yang berjalan cepat menyusul lalu menarikku untuk berbalik menghadapnya.
“Apa lagi, Paris. Semua orang menungguku!” gerakan cepat Paris itu membuatku bungkam, ciumannya menghentikan semua kalimatku yang akan meluncur. Ciuman penuh kemarahan dan keposesifan itu membuatku limbung dan hanya mampu membalas semampuku.
Paris, emosi dan ciuman adalah berita buruk untuk akal sehat dan lipstikku.
Pria itu menghentikan ciumannya dan memberikan kami waktu untuk menenangkan diri dan menghirup oksigen yang kami butuhkan. Ia memejamkan matanya, keningnya mengernyit begitu dalam dan matanya terbuka berkaca-kaca.
“Balasan ciumanmu selalu tanpa perasaan. Aku dimatamu memang bukan apa-apa”.
Tanpa menunggu respon dariku Paris langsung berbalik. Punggungnya yang tegang dan bergetar menjadi pemandangan yang memilukan untuk dilihat.
Tidak Adriana, itu tidak benar, kamu tidak punya waktu untuk menangis-nangis dan melakukan hal bodoh lainnya.
***
Duduk berjam-jam didalam pesawat bersama Prof.Turnbull tak ubahnya bagai kelas Arkeologi, sementara aku hanya bisa mengerti dibeberapa bagian saja, Arkeologi bukan ranah utamaku. Tapi selain semua teori dan penelitiannya Prof.Turnbull ternyata mau repot-repot memperhatikan perasaan dan moodku juga, beberapa kali beliau bertanya apakah aku baik-baik saja, apakah aku merasa terpaksa pergi, dan pertanyaan penuh perhatian lainnya.
Sejujurnya moodku memang hancur setelah pertengkaran yang berujung pada putusnya hubunganku dengan Paris. Tapi berkali-kali aku mengingatkan diriku untuk tidak terpengaruh dan meyakini kalau itu adalah keputusan yang terbaik untuk kami.
Akhirnya aku dan Tim Prof.Turnbull sampai di Bandara Haluoleo yang terletak di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kami akan tinggal semalam di hotel lalu kemudian melanjutkan perjalanan panjang yang akan menghabiskan waktu berhari-hari. Perjalanan dari Kendari menuju Bombana menggunakan mobil, kemudian dari Bombana menuju Kabaena menggunakan perahu, lalu dari Kabaena kami menyewa perahu kecil untuk membawa kami melewati lima buah pulau dan kemudian kami akan sampai di Pulau Dasida’a ni onto.
“Kak Na!” teriakan lantang dan cempreng itu memekakkan telingaku, Imha, teman lamaku yang berasal dari Pulau ini melambaikan tangan penuh semangat sambil tersenyum ceria dan berlarian mendekatiku.
“Apakah itu temanmu?” tanya Prof.Turnbull dalam bahasa Inggris, kurang lebih seperti itu artinya.
“Ya, Prof. Dia temanku, salah satu mahasiswa Prof.Adiyaksa juga”.
Aku dan Imha berpelukan cukup lama, saling melempar pertanyaan mengenai kabar lalu aku memperkenalkannya pada Prof.Turnbull dan tim nya satu persatu. Sebenarnya murid Prof.Turnbull ini terlihat begitu normal, tak terlihat tampilan kutu buku seperti yang kubayangkan, hanya saja ada satu orang yang sangat… tertutup. Dalam arti yang sebenar-benarnya. Dan aku yakin, ketertutupan itu juga menarik perhatian Imha karena dia langsung melirikku setelah berkenalan dengan Sean.
Pria bernama Sean ini berperawakan kaukasia, tinggi, kurus dan bermata biru. Ia memakai jeans hitam, sepatu hitam, jaket hitam, kepalanya ditutupi topi sekaligus hoodie dan dari dagu ke hidung ditutupi oleh masker berwarna hitam. Hanya mata birunya yang terlihat jelas begitu dingin, andai pandangan matanya hangat dan penuh cinta, mata itu pasti indah.
“Dia gak kepanasan ya, Kak Na?” tanya Imha saat kami dalam perjalanan menuju hotel. Imha ini memang bisa diandalkan, dalam waktu yang sangat singkat segala akomodasi selama di Kendari semua diaturnya dengan baik, dari mulai mobil sampai hotel dan aku hanya perlu menyetor uang padanya. Sedikit memudahkan pekerjaanku, setidaknya sebelum hari-hari berat kedepan.
“Sebenernya dia kayaknya kepanasan deh, tapi ditahan aja”.
“Kenapa sih kok ditahan gitu, aku aja yang udah terbiasa sama suhu disini masih sering kepanasan. Loh dia malah pakai pakaian tertutup banget gitu ya”.
“Mungkin…”
“Mungkin?”
“Mungkin dia tidak mau memperlihatkan wajah tampannya pada sembarang cewek, apalagi kamu! Hahaa” candaku pada Imha, mencoba meringankan suasana yang sempat mendung karena dugaan-dugaan tidak penting yang sempat mampir kedalam otakku. Aku hanya tidak mau berfikiran buruk terhadap orang yang baru kukenal beberapa jam yang lalu. Itu sangat tidak adil untuknya.
***
Pagi hari pukul tujuh kami sudah berkumpul di restaurant hotel untuk sarapan dan membahas semua rencana kami hari ini. Pada pukul sembilan tepat kami akan bertolak menuju pelabuhan di kota Bombana, jika tidak ada halangan maka kami akan tiba disana pukul satu siang, lalu melanjutkan perjalanan menuju Kabaena dengan perahu cepat yang akan memakan waktu kurang lebih dua jam.
Saat semuanya berpisah untuk bersiap-siap ke kamar masing-masing, aku mendekati Sean yang berjalan didepanku. “Sean, boleh aku bertanya sesuatu?” tanyaku yang hanya dijawab dengan anggukan pelan. “Kenapa tadi kamu tidak menyentuh makananmu? Kamu tidak suka dengan makanannya? Kalau kamu tidak suka, aku bisa memesankan makanan yang kamu inginkan”. Tawarku ramah, sebagai tuan rumah aku harus peka pada tamuku, bukan?
Suara halusnya terdengar mengalun diudara, “Aku sudah makan, dan kamu tidak perlu tahu kapan, apa dan bagaimana. Itu semua bukan urusanmu.”
Aku terdiam, menatap punggungnya dengan gamang.
Semua itu mengingatkanku pada Paris yang pernah kuperlakukan sedingin itu dan rasanya ternyata sangat tidak enak.
***
“Kak Na, mikirin siapa sih, kok aku dicuekin?” tanya Imha sambil menggoyang-goyang pundakku. Pemikiran mengenai Paris memenuhi kepalaku selama perjalanan menuju Bombana, rasa bersalah dan penyesalan terus menerus bergelayutan membuat hati terasa semakin berat untuk melanjutkan perjalanan.
“Mikirin kamu, kapan kamu ketemu jodoh dunia akhiratmu itu”.
“Ya ampun, tuh lihat, dibelakang banyak cowo kece, mungkin salah satu dari mereka adalah jodohku, Kak. Tidak usah khawatir, aku sisakan Sean untuk kakak!” katanya sambil tertawa lalu keluar dari mobil. Ternyata aku benar-benar banyak melamun sampai baru sadar kalau kami sudah sampai di Bombana. “Itu perahunya, kak. Mereka sudah siap berangkat”.
Mendengar itu, aku langsung menjelaskan instruksi pada Tim Turnbull untuk bersiap-siap membawa semua barang keperluan mereka dan setelah itu menaiki perahu.
“Setelah beberapa jam diperahu, koneksi internet akan susah dan terputus. Jadi nanti kalau ada apa-apa kakak SMS atau telepon aku saja. Terus kata para nelayan, selama perjalanan ke Pulau Dasida’a ni onto tidak akan ada sinyal sama sekali” Terang Imha saat aku sedang bersusaha menggendong tas carrier.
“Kenapa kamu bisik-bisik begitu menyebutkan nama Pulau Dasida’a ni onto?” Entah suaraku yang terlalu keras atau memang telinga orang-orang disekitar pelabuhan itu yang terlalu peka, tapi kurasa mereka semua langsung diam dan suasana menjadi hening setelah mendengarku. Hal itu sukses membuatku mengernyit sambil menoleh ke kanan dan kiri, semua orang terdiam, kegiatan mereka juga terhenti, ada sesuatu yang menggelitik kesadaranku, sesuatu yang membuat bulu kudukku meremang.
“Imha!” kutegur Imha yang malah ikutan terdiam, “Kenapa semua orang diam dan berhenti beraktifitas?”
“Karena mereka semua ketakutan”. Bisik Imha dengan suara begitu pelan, “Nama itu terlarang untuk disebut keras-keras, Kak!” bisik Imha.
“Kenapa?” Aku mendengar suaraku sendiri begitu pelan dan goyang.
“Semalaman aku sudah cerita di kamar kakak, masa kakak lupa?”
Ingatan-ingatan mengenai obrolan yang kami lakukan berdua terputar diotakku, semalam aku tidak begitu memperhatikan obrolan karena lelah setelah perjalanan jauh dan kurangnya tidur untuk mempersiapkan semua keperluan perjalanan ini. Sebuah obrolan yang kufikir absurd itu hanya kujadikan sebagai dongeng sebelum tidur, obrolan mengenai Pulau Dasida’a ni onto dan… sesuatu lainnya.
“Kakak bisa mundur sekarang kalau kakak mau. Sudah sejak semalam aku memperingatkan kakak untuk tidak pergi, tapi kakak mengabaikan dan menganggap angin lalu. Aku serius, Kak!”
Melihat reaksi masyarakat mendengar nama Pulau Dasida’a ni onto saja aku bisa tahu sejauh apa mereka mempercayai cerita rakyat itu. Sial! Apakah itu memang hanya cerita rakyat atau memang real?
“Aku. Aku harus bagai…”
“Adriana, sudah waktunya pergi. Ayo cepat!” Sean tiba-tiba saja sudah berdiri disampingku, menarik lenganku untuk mengikuti langkahnya.
“Tunggu. Tunggu sebentar, aku harus berbicara dengan temanku”.
“Tidak ada waktu. Perahu sebentar lagi berangkat” Jawabnya dingin sambil menyeretku berjalan kearah perahu.
Teriakan Imha memanggil namaku memenuhi pendengaran siapapun yang ada disekitar kami, kulihat dia mencoba mengejarku tapi kemudian beberapa ibu-ibu berusaha menahannya.
Selanjutnya…***
Nah kak @author5 , segini dulu chapter pertamanya.
Ini pertama kalinya CJ bikin cerita misteri, jadi kalau gak bagus, maafkaaaaaaaan hehehe
Buat Vitamints yang baca, ditunggu komen dan masukannya. sip?Cheers Woot Woot,
CJCatatan kecil untukmu:
1. Jasad renik/benda renik : Jasad renik atau mikro organisme adalah mahluk hidup yang terdiri dari satu atau beberapa kumpulan sel dengan ukuran beberapa mikron (1 mikron = 0,001 mm). Dikarenakan ukurannya yang teramat kecil maka mahluk ini hanya bisa dilihat melalui mikroskop elektron. Jasad renik tidak hanya berbentuk bakteri, tetapi juga berbentukkapang atau jamur, khamir(yeast) , protozoa, dan virus.
2. Micronesia: Federasi Mikronesia ˌ/maɪkroʊˈniːʒə/ adalah sebuah negara kepulauan berdaulat di Samudra Pasifik yang yang terdiri dari empat negara bagian dari barat ke timur, yaitu Yap , Chuuk, Pohnpei dan Kosrae yang tersebar di seluruh Samudera Pasifik Barat. Secara kesatuan, negara terdiri dari sekitar 607 pulau (gabungan lahan sekitar 702 km2 or 271 sq mi ) yang membujur dengan jarak hampir 2,700 km (1,678 mi) tepat di utara khatulistiwa .
3. Arkeologi: Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefaktual yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi). Arkeologi pada masa sekarang merangkumi berbagai bidang yang berkait. Sebagai contoh, penemuan mayat yang dikubur akan menarik minat pakar dari berbagai bidang untuk mengkaji tentang pakaian dan jenis bahan digunakan, bentuk keramik dan cara penyebaran, kepercayaan melalui apa yang dikebumikan bersama mayat tersebut, pakar kimia yang mampu menentukan usia galian melalui cara seperti metode pengukuran karbon
4. Kaukasia: pernah dipakai dulu untuk menunjuk fenotipe umum dari sebagian besar penghuni Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru. Anggota “ras Kaukasoid” biasa disebut “berkulit putih”, walau ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia, yang tengkoraknya dilihat mirip tengkorak Kaukasoid, dianggap termasuk “ras” tersebut, meski mereka berambut keriting dan berkulit hitam, ciri yang dianggap menentukan “ras Negroid”.
(Sumber: Wikipedia)
-
6 Oktober 2016 pada 1:17 am #128563oncomYoyoyPeserta
sambeeelllll :kelincipaketoa
hmm… entah mengapa ku berpikir yg lain hahaha
berjuanglah sambel :YUHUIII
‘miano da mouse matano’ :CURIGAH
-
6 Oktober 2016 pada 1:26 am #128575carijodohPeserta
@oncomyoyoy mikirin apa kamu ayam bakar pake kecaap???? kwkwkwkw
hayolohhh
hahhaa
doakan akuh selaluh bundah ayam :inlovebabe
abis ini post chapter duaaa
tungguh akuhhhh :NABRAKKACA
-
6 Oktober 2016 pada 1:30 am #128577oncomYoyoyPeserta
what! :ayamkaget bundah ayam :ayamterdesak
euwww mamake sambelll :dordordordor!
@carijodoh langsung cuss part 2 gehh :purplehappy -
6 Oktober 2016 pada 1:36 am #128583carijodohPeserta
@oncomyoyoy kalau begitu kau nenek ayam? kwkwkwkwk
ya dong akuh kan mamak sambel yang hot mempesonaaaah
*kabooooor* :aaaKaboor
sudah di post bagian dua nyaaaah
:BAAAAAA
-
6 Oktober 2016 pada 6:13 am #129066RositaAmalaniPeserta
@carijodoh Anak cabe, napa nama Paris muncul di sono? haiyaaaa, owe sampe kaget la tp bukan letnan Paris kan wakakaka :aaaKaboor
-
6 Oktober 2016 pada 12:16 pm #130047AnonimNon-aktif
Yah.. Nana jangan ambiil Sean dari Mey yah.. Sean kan punya MeyMey :PEDIHH Nana sm Paris ajaaaa :PATAHHATI
-
6 Oktober 2016 pada 12:31 pm #130086carijodohPeserta
@rositaamalani kwkwkw itu pinjem nama Mas Letnan Paris, makkkkk kwkwkw
Makasih emakk cabe udah mampir disindaaaang hihi
@meymeyhime wahahaha itu Sean O’pry ya kak me, bukan Sean suamimuhhh hihi *kaboooooor :aaaKaboor
-
6 Oktober 2016 pada 1:27 pm #130226AnonimNon-aktif
Iya @carijodoh Mey tau kok wkwkwkwkwkwk :DOR!
Itu pasti Jend Akira deh tapi namanya terlalu Asia makanya pake nama visualisasinya yah.. wkwkwkwk :BAAAAAA
Mey lagi sotoy mode on ini hihi
-
6 Oktober 2016 pada 5:39 pm #131066byunimhasparkyuPeserta
@carijodoh jei karena kamu udah pututs ma si paris jadi dia buat byun aja ya :BAAAAAA
-
7 Oktober 2016 pada 1:40 am #132942purpergirlloversPeserta
Jeiiii ,itu dapat judul darimana ??? Nama pulau kah?masih termasuk indonesiakah
si paris nyempil disini :NGUPIL
part 1 masih abu2 jei lanjut part 2 key :KISSYOU
-
7 Oktober 2016 pada 2:34 am #133009carijodohPeserta
@meymeyhime hihihihi jawaban kak me benar 100%!! itu pake nama sean krn kalo pake nama akira nanti berasa asia banget hihihi :KISSYOU
@byunimhasparkyu ishhhh! yaudah nanti aku ambi hironya yahhhhhhh :ASAHPISAU2
@purpergirllovers namanya ruwet ya, bahasa sulawesi itu, bahasa moronene. nanti akan dijelaskan kok arti nama itu di chapter selanjutnya hehe :HULAHULAada banyak orang yg nyempil disiniiiiii… :NABRAKKACA
sippp, monggo di cek part selanjutnya biar terang, ga abu2 lagi. makasih udh mampir
:KISSYOU
-
7 Oktober 2016 pada 3:11 am #133053byunimhasparkyuPeserta
@carijodoh andwe aa hiro itu yang utama kalau si abang paris buat cadangan btw di part ini bahasa moronenenya udah bener semua ko ngga ada yg perlu di perbaiki hehehehe
-
7 Oktober 2016 pada 3:26 am #133076carijodohPeserta
@byunimhasparkyu kwkwkw kesian amat si paris jadi cadangan kwkwkwkw sippp wokeeeehhhh, gomawoooooo :NABRAKKACA
-
9 Oktober 2016 pada 7:44 pm #148533rarakyuPeserta
Teh @carijodoh :TERHARUBIRU
Ada Sean? Ada om Paris? :SUPERKAGET Beneran ini teh, ekspresi Rara pas baca ini :KAGEET :KAGEET
Sean nya jadi misterius, om Paris kenapa km campakkan teh? Sini sini om, sm aku aja wkwkwk jahat ihh teteh :DOR! :PATAHHATI
Lanjuutt baca part 2 nya nanti yaa teh hihihi :KETAWAJAHADD
-
11 Oktober 2016 pada 12:39 am #155829carijodohPeserta
kwkwkw iya dong, mereka sangat eksis dalam imajinasi CJ, maakanya namanya dipake hihihi
kesian Paris yaa dicampakkan :TERHARUBIRU :TERHARUBIRU
maafkan adek bang, adek tidak bermaksud mencampakkanmuuhhhhh
:PATAHHATI
iya gapapa, makasih ya udah mampir ke cerbung CJ ,
@rarakyu :KISSYOU -
27 Oktober 2016 pada 6:34 am #226633farahzamani5Peserta
Fix dikau musti bayar royalti ini ka, pake nama saya disini hahaha
Harus gtu ya, cerpen misteri ada cium2 segala, emang pengenny dikau aja ini mah hihi
Surga bngt dikelilingi cwo2 kece, eaaaa
Lanjut dah ke part berikutnya
Semangat semangat semangat -
27 November 2016 pada 2:08 pm #302125DalpahandayaniPeserta
Udh mulai terbawa suasana dalam ceritanya
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.