Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › Lomba Cerbung Misteri (Jantung Persembahan) Part 4-End
- This topic has 6 balasan, 5 suara, and was last updated 8 years yang lalu by Dalpahandayani.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
10 Oktober 2016 pada 10:50 pm #155550DeviRatih3Moderator
LOMBA CERBUNG MISTERI
JUDUL : JANTUNG PERSEMBAHAN
GENRE : MISTERI, THRILLER, HOROR
OLEH : @DEVIRATIH3PART 4
“Mirena…….”Mirena sedang dicengkram oleh orang misterius itu. Setengah berdiri dengan bagian tangan yang diikat ke belakang tubuhnya. Kerah bajunya ditarik sedikit mengangkat tubuhnya mengarah kepada orang itu yang kini sedang berdiri. Di leher Mirena, ada bekas kain yang menjutai seperti bekas kain yang dijadikan untuk menyumbat mulut Mirena.
Tidak jauh dari posisi mereka, India terbaring dengan posisi tangan dan kaki terikat serta mulut yang diikat pula dengan kain. Matanya masih terpejam atau memang India masih berpura-pura tidak sadarkan diri. Yang pasti, keadaan mereka terlihat sangat tidak berdaya.
“Aksa…… tolong.” Mirena berucap dengan lambat-lambat, terlihat sangat kelelahan.
“Lepaskan dia. Apa yang kau lakukan?” Paman Aksa terkejut melihat Mirena yang ia kira sebagai pelaku malah terikat tidak berdaya seperti ini.
Dia salah duga.
“Wah…wah…wah. ternyata, ada tamu tak diundang. Oh, atau kau mau mengantarkan umpan kemari?” Orang itu berucap dengan begitu santai sembari mengangkat tubuh Mirena yang sudah lunglai dalam dekapannya dengan menodongkan ujung pisau yang entah kapan dipegangnya ke arah leher Bibi Mirena. Terlihat jelas, Bibi Mirena sangat ketakutan.
Wajah orang itu ditutupi oleh topeng tengkorak yang sangat mengerikan, namun Paman Aksa samar-samar seperti mengenali suara orang tersebut.
Tapi dia tidak yakin.
“Siapa kau? Jangan macam-macam. Lepaskan mereka.” Paman Aksa dan Ruli terlihat waspada terutama melihat pisau yang diarahkan ke leher Bibi Mirena yang sekarang meninggalkan sedikit jejak merah karena darah.
“Kau tidak mengenaliku, Aksa? Ah, tega sekali.”
“Kau pelaku dari semua pembunuhan ini, bukan? Kenapa kau melakukannya?”
Sebelum sang pelaku menjawab, ia telah jatuh tersungkur oleh tendangan India dari arah belakang, Pisau yang dipegangnya ikut terjatuh sehingga menyebabkan luka pada leher Bibi Mirena.
Rupanya, India berhasil melepaskan ikatannya dan langsung menerjang orang itu. India menggotong Bibi Mirena menjauh dari tempat semula yang hampir tidak sadarkan diri, dibantu Paman Aksa dan Ruli.
“Brengsek!”
Pelaku bangkit dan langsung mengambil pisau yang terjatuh, lalu berlari menghampiri Paman Aksa dan India. Ia mengayunkan pisau itu ke siapa saja yang paling dekat dengan jaraknya, bermaksud menikam musuhnya.
Beruntung, India langsung sigap menangkis serangan pelaku Ssehingga menyebabkan topeng pelaku terlepas dan memperlihatkan wajahnya. Sementara itu, Ruli berhasil melepaskan ikatan tali pada Bibi Mirena dan membopong dia ke luar gubuk.
Tidak lama kemudian, dua petugas telah tiba. Satu petugas berlari menghampiri gubuk untuk melihat apa yang terjadi, satu petugas lagi langsung membantu Ruli membopong Bibi Mirena. Dan membawanya ke tempat yang lebih aman. Sementara, Ruli kembali ke gubuk menyusul satu petugas yang lain.
“Ruli…” Bibi Mirena berucap dengan pelan. Setelah itu, dia hilang kesadaran.
Saat satu petugas lagi sampai di dalam gubuk, dia langsung menodongkan pistol ke segala arah ke dalam ruangan tersebut. Meneliti keadaan sekitar, lalu menemukan Paman Aksa dan India yang sedang berhadapan dengan seseorang. Petugas itu sepertinya tidak mengenali orang itu.
“Daniel?” Paman Aksa ternganga tidak percaya dengan apa yang dia lihat begitu pula dengan India.
“Bukankah kau sudah mati?” Kini, India yang menimpali, terkejut dengan wajah di balik topeng tengkorak itu.
“Ah, aku sudah ketahuan. Jangan terlalu terkejut begitu, Aksa. Atau jangan-jangan selama ini kau mengharapkan aku mati?”
Ternyata sosok itu adalah orang yang tidak pernah diduganya. Paman Daniel masih hidup.
“Tapi, mayat kemarin itu….”
“Itu bukan aku, Aksa. Hahaha, kau ini bodoh sekali. Dia hanya rekan kerjaku yang tidak berguna. Aku menjadikan tubuhnya sebagai pelengkap rencanaku. Perawakan dan wajahnya mirip denganku, bukan? Kebetulan yang menguntungkanku.” Paman Daniel menyeringai jahat.
Paman Daniel merencanakan ini semua dengan sangat rapi. Dia membuat dirinya seolah-olah sudah mati agar bisa memuluskan rencana jahatnya tanpa di curigai. Sungguh pandai dan licik.
“Lalu, bagaimana dengan tiga korban lainnya?”
“Aku menculik mereka.”
Jawaban yang keluar dari mulut Paman Daniel dengan begitu santai membuat Paman Aksa geram.
“Kenapa kau melakukan ini, Daniel? Kau masih percaya soal ritual itu?”
India dan satu petugas lagi hanya bisa mendengarkan dengan awas, berusaha menebak gelagat Daniel dan melihat ke arah sekitar, meneliti tidak ada orang lain lagi selain mereka di sana.
Dengan Daniel yang sedang memegang sebilah pisau besar membuat yang lain kesulitan untuk melumpuhkan Daniel. Petugas pun menahan todongan pistolnya agar jangan sampai mengeluarkan peluru dari tempatnya. Belum saatnya. Jadi, dia hanya perlu menunggu perintah dari India
“Kenapa kau bilang? Sudah jelas aku masih melakukan ritual itu. Kalau bukan diriku yang melakukan ini semua, lalu siapa lagi? Harusnya kau berterima kasih padaku. Berkat ritual ini, kota menjadi semakin makmur. Aku mengorbankan seluruh hidup dan waktuku untuk ini semua. Kau seharusnya mendukungku Aksa.”
“Hentikan, Daniel. Kau benar-benar sudah keterlaluan. Kau menggunakan begitu banyak orang untuk dikorbankan.” Paman Aksa mendesis, berusaha agar tidak menerjang Daniel dan meluapkan kemarahannya.
“Haaahhh. Seandainya, malam itu di bukit kau tidak ada, aku pasti sudah menyeret Ruli dan menjadikan dia korban persembahanku sehingga aku tidak perlu membunuh sampah-sampah itu.” Paman Daniel terlihat sangat kacau. Usianya sudah tidak muda lagi tapi dia masih terlihat gagah.
“Sampah kau bilang? Kaulah yang lebih pantas disebut sampah, Daniel.”
“Ternyata, mereka hanyalah pelacur yang tidak berguna. Sia-sia saja aku mengambil jantung mereka. Dasar sialan!”
Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, Paman Aksa dan Paman Daniel saling berhadapan beradu argumen. India dan petugas lainnya masih dalam posisi yang sama.
“Jadi, benar kau mengincar Ruli?”
“Itu sudah jelas, Aksa. Ayolah, Aksa. Kita bekerja sama saja. Kau tinggal pilih. Ruli atau gadis yang ada di sebelahmu itu?”
“Dari mana kau mempelajari mantranya?” Paman Aksa menjawab dengan sebuah pertanyaan.
“Aku mempelajarinya dari buku peninggalan leluhurmu. Saat kau akan membakar semua bekas peninggalan leluhurmu, aku menukar buku yang berisi mantra-mantra dengan sebuah buku kosong yang telah usang tanpa sepengetahuan dirimu. Hahaha.” Paman Daniel tertawa dengan sangat mengerikan.
“Tidak mungkin. Ritual itu hanya bisa dilakukan oleh keturunan suku Aztek.”
“Kau benar-benar bodoh, Aksa. Bukankah sudah dijelaskan semua di dalam buku mantra itu? Kau tidak tahu bukan kalau aku juga salah satu keturunan suku Aztek yang tersisa? Ah, kau tidak akan pernah tahu karena aku memang pandai mengecoh kalian semua dengan identitas palsuku,” ujar Paman Daniel dengan bangga, seolah kejahatan yang berhasil dilakukannya adalah sebuah penghargaan untuknya.
“Sudah cukup basa-basinya. Bulan purnama hampir penuh. Kali ini, bekerja samalah, Aksa. Kita bangun suku Aztek yang hampir punah ini kembali. Bukankah aku juga sudah layak untuk memimpin ritual ini?”
Penjelasan Paman Daniel cukup membuat Paman Aksa shock. Ternyata Paman Daniel adalah salah satu keturunan suku Aztek yang selamat dari wabah penyakit, dan Paman Aksa sama sekali tidak tahu mengenai hal itu.
Dia tidak benar-benar peduli dengan sukunya.
Melihat Paman Aksa hanya diam saja dan berkutat dengan pikirannya sendiri membuat Paman Daniel hilang kesabaran. Tanpa ragu, Paman Daniel langsung menyerang dengan membabi buta menggunakan pisau yang dia genggam. Beruntung, Paman Aksa langsung tersadar dari lamunannya dan dia beserta India dapat menangkis serangan tersebut. Namun kejadian itu membuat petugas terluka karena terlambat menghindari sabetan pisau Paman Daniel sehingga menyebabkan pistol yang dia genggam terjatuh.“HAHAHAHAHAHAHA.” Paman Daniel tertawa seperti orang gila. Dia terlihat senang menikmati kejadian tersebut.
“DOR!” Terdengar suara tembakan dari arah pintu gubuk dan tepat mengenai jantung Paman Daniel sehingga seketika tubuhnya ambruk karena ditinggalkan jiwanya yang telah pergi.
Paman Daniel kini benar-benar sudah mati.
Pandangan semua orang langsung tertuju ke arah sumber tembakan. Ternyata, Ruli-lah yang telah menembak Paman Daniel yang seketika membuat orang yang berada di dalam gubuk itu menganga tak percaya.
“Maafkan aku. Aku melakukannya begitu saja tanpa aku sadari.” Dengan tubuh yang bergetar, Ruli menjatuhkan pistol yang merupakan milik salah satu petugas ke bawah lantai kotor. Tubuhnya terguncang hebat dan dia sendiri pun tidak percaya dirinya bisa menembak dengan begitu tepat.
India mendekati Ruli dan mencoba menenangkan gadis itu. “Tidak apa-apa, Ruli. Tenanglah.”
Pelukan hangat dari India justru membuat Ruli terisak.
“Hahahahahaha.”
Semua orang di gubuk itu mengalihkan pandangannya ke arah orang yang sedang tertawa dengan keras.
“Kalian benar-benar bodoh.” Paman Daniel bangkit dengan begitu santai dan pandangannya mengarah ke semua orang yang tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
“Daniel…bagaimana bisa? Kau jelas tadi sudah mati.” Paman Aksa berucap lambat-lambat, tapi dia yang seorang keturunan suku Aztek sedikit demi sedikit mulai paham dengan apa yang terjadi.
“Aku tidak akan pernah mati, Aksa. Kini aku abadi dan tidak akan ada yang bisa membunuhku, termasuk dirimu sekalipun.”
“Kau menggunakan mantra abadi untuk dirimu sendiri? Kau keterlaluan, Daniel! Berapa banyak orang yang kau korbankan, hah?”
“Setiap tahun, aku melakukannya. Semakin banyak jantung yang dikorbankan akan semakin membuatku awet muda. Tidakkah kau menginginkannya juga, Aksa?” Paman Daniel masih berusaha membujuk Paman Aksa agar mau memihak padanya.
Selama bertahun-tahun, dengan mengandalkan pengetahuan dari buku mantra, Paman Daniel mempelajari tentang ritual dan mengamalkan berbagai macam mantra. Untuk seseorang seperti dirinya yang merupakan asli keturunan suku Aztek tidaklah susah mempelajari semua itu meskipun tetap saja membutuhkan waktu yang lama agar benar-benar bisa menguasai. Tapi ada satu hal yang dia lupakan. Tidak semua mantra tertulis di sana.
“Ternyata, benar. Kasus penculikan beberapa tahun terakhir ini juga karena ulahmu?” Kini India yang menimpali.
“Tepat sekali, Manis. Dan mungkin, sekarang adalah giliranmu.” Paman Daniel berucap serius dengan pandangan tajam mengarah pada India yang masih memeluk Ruli.
“Kau akan mati, Daniel.” Paman Aksa langsung membacakan mantra sehingga membuat Paman Daniel terdiam dan tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
“Apa yang kau lakukan, Aksa? Aku tidak bisa bergerak.”
“Sudahlah. Percuma saja. Apa pun yang kau lakukan, aku tidak akan pernah bisa mati.” Dengan kondisinya yang seperti itu, Paman Daniel masih mencoba menggerakkan tubuhnya dan berbicara dengan begitu santai, membuat siapa pun yang melihatnya merasa kesal.
“India, apa Ruksi sudah sampai di bukit?” Paman Aksa sama sekali tidak menghiraukan ocehan Paman Daniel.
“Salah satu petugas yang menemaninya memberitahuku mereka sudah sampai di bukit dan siap untuk melakukan pemusnahan.” Kali ini petugas yang terluka menimpali. Dia memberitahukan informasi yang baru dia dapatkan dari salah satu rekannya yang ikut ke bukit.
“Paman Ruksi? Bukankah Paman Aksa bilang dia sudah mati?” Akhinya Ruli mengeluarkan suaranya meskipun masih terisak.
“Aksa, jadi ini rencanamu?” Paman Daniel benar-benar geram. Dia tidak bisa melakukan apa pun dalam kondisi seperti ini. Apalagi, bulan purnama hampir penuh. Dia harus bergerak cepat, tidak boleh terlewat satu malam purnama pun.
“Ya. Ini salah satu rencanaku yang lain. Ruksi tidak mati, aku hanya menyebarkan berita kematian Ruksi agar mengecoh pelaku yang aku kira itu adalah Mirena. Ruksi dan sebagian warga dibantu aparat akan memusnahkan pohon suci.”
Agar tidak ada lagi yang akan melakukan ritual-ritual aneh, Paman Aksa meminta tolong kepada Paman Ruksi untuk ikut andil dalam rencana ini. Walaupun awalnya Paman Ruksi keberatan dengan rencana Paman Aksa, tapi akhirnya dia mau melakukannya.
Dengan berpura-pura sudah mati dan bersembunyi dari pengiintaian si pelaku, Paman Ruksi mulai mengumpulkan warga yang sekiranya dapat Paman Ruksi percaya secara diam-diam. Tentu dibantu oleh aparat keamanan. Karena pada saat itu, hanya Paman Ruksi yang Paman Aksa percayai.
“Hahahahaha. Bagaimana caranya Aksa? Kau tau pasti, pohon suci tidak akan pernah bisa di usnahkan. Mereka hanya akan membuang-buang waktu. Pohon suci tidak akan bisa ditebang.”
“Memang tidak ditebang,….” Paman Aksa perlahan berjalan mendekati Paman Daniel dan berbisik pelan di telinganya. “….tapi di bakar.”
Paman Daniel sedikit terkejut, tapi kemudian dia malah tertawa keras. “Sudah kukatakan. Percuma saja, Aksa, pohon su….”
“Pohon Suci memang tidak bisa dibakar dengan sembarang api, tapi ada cara lain untuk bisa membakarnya. Ruksi hanya perlu mengambil sedikit dari bagian pohon suci itu, entah itu daun atau ranting. Bagian pohon yang telah diambil itu hanya perlu dibakar dan tinggal melemparkannya ke arah akar-akar besar yang mengelilingi pohon suci. Ruksi dan warga serta aparat yang menemaninya melakukan rencana ini secara bersama-sama sehingga akan mempercepat pemusnahan pohon itu.”
“Tidak mungkin. Hentikan, Aksa, jangan lakukan itu. Itu sama saja kau membunuhku. Jika pohon itu musnah aku pun akan ikut musnah. Aksa, aku mohon jangan lakukan itu. Kita masih berteman, bukan? Aku saudaramu satu-satunya, Aksa. Aku saudara sesukumu”
“Terlambat. Bulan purnama telah penuh. Ruksi dan yang lain pasti sudah memulai semuanya.”
“Aaaaaaaarrrrrrrrgggggghhhhhhhh. Panas…panas…Aksa, hentikan.”
Paman Daniel mulai bisa menggerakkan anggota tubuhnya, tapi kakinya masih berpijak di tempat semula dan tidak bisa berpindah. Sementara, tangannya memegang kepalanya yang terasa sakit. Lambat laun, tubuh Paman Daniel mulai menghitam hampir gosong dan mengeluarkan cairan kental dari lubang hidung, mulut serta lubang telinganya Ssehingga tercium bau busuk yang sangat menyengat. Orang-orang di dalam gubuk menutup hidung karena tidak kuat dengan aromanya.
Detik berikutnya, Paman Daniel ambruk dengan tubuh yang benar-benar hitam gosong dengan mata yang melotot, tidak lupa aroma yang keluar dari tubuhnya semakin menguat.
Roh Isica tiba-tiba muncul, seperti baru keluar dari tubuh Ruli. Paman Aksa dapat melihat ruh Isica di sana, meninggalkan jejak berupa asap.
“Terima kasih.” Jiwa-jiwa korban tumbal kini telah bebas.
Pemusnahan berhasil dilakukan. Kini, tidak ada lagi batas antara kota dan hutan karena bukit yang terdapat pohon suci telah rata dengan tanah akibat kobaran api yang meluap sehingga menciptakan lahan kosong yang gosong.
TAMAT
-
20 Oktober 2016 pada 11:42 pm #197115Author5Keymaster
@deviratih3 nuhun Neng cerbungnya. Semoga Isica dan korban lainnya rest in peace ya.
-
27 Oktober 2016 pada 9:43 pm #228744MariayuliantiPeserta
Thanks, bagus lhoo ceritanya. Semangat ya…. Mudah2an bisa terus menghasilkan karya2 yg bagus2 selanjutnya.
-
29 Oktober 2016 pada 7:42 am #233763farahzamani5Peserta
Oalah ternyata paman Daniel toh pelakunya
Aduhhh, jahaddd bngt sih dia, kirain kmrn bnran udah mati trnyta cuma boongan
Kerennn ni ka dev, udah nebak kesana kemari pelakuny, trnyta malah paman Daniel
Ditunggu cerpen/cerbung lainnya ya
Oia ka dev ga ikutan cerpen kukiner??
Semangat ka -
31 Oktober 2016 pada 6:27 pm #244940DeviRatih3Moderator
@mariayulianti huaaaaa seneng ada yg baca,, thanks,, mudah2n bisa menghibur ya :)
@farahzamani5 makasih iiihh ud baca,, seneng banget.
Nah, ud nebak sana sini ya heheheThe power of kepepet ku blm muncul farah,, pingin siih ikutan,, tapi di duta masih sibuk,, jadi ga sempet nulis2, dan gda ide jg hehe,, kamu iih ikutan aj cerpen,, nanti aku baca,, fighting farah :)
-
27 November 2016 pada 1:29 pm #302112DalpahandayaniPeserta
Bgus ceritanya
-
27 November 2016 pada 1:30 pm #302113DalpahandayaniPeserta
Bgus ceritanya
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.