Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › Lomba Cerbung Misteri (Jantung Persembahan) Part 2
- This topic has 1 balasan, 2 suara, and was last updated 8 years, 1 months yang lalu by farahzamani5.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
7 Oktober 2016 pada 10:29 pm #137627DeviRatih3Moderator
LOMBA CERBUNG MISTERI
JUDUL : JANTUNG PERSEMBAHAN
GENRE : MISTERI, THRILLER, HOROR
OLEH : @DeviRatih3
PART 2Ruli tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Setelah penguburan Paman Daniel dan mayat lainnya diselesaikan, Paman Aksa membawa Ruli pergi ke kediamannya. Paman Ruksi dan Bibi Mirena pun mengikuti mereka dalam diam.
Paman Aksa mulai menceritakan peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam saat di mana Paman Aksa, Paman Daniel, Paman Ruksi dan Bibi Mirena masih sangat remaja. Di kota tersebut konon dulu memiliki sebuah kepercayaan yang sarat akan ritual-ritual purba. Di atas bukit yang penuh dengan akar pohon besar samping jalan raya diyakini merupakan tempat tinggal dewa yang terbuang.
Dewa ataupun iblis, tidak ada yang benar-benar tahu kebenarannya. Tapi, masyarakat meyakini bahwa dia adalah dewa yang meskipun terbuang karena melakukan suatu kesalahan di masa lampau, masyarakat tetap percaya dewa tersebut bisa memakmurkan kota yang mereka tinggali. Kemiskinan membuat mereka rela melakukan apa pun asal kebutuhan hidup mereka terpenuhi walaupun pada akhirnya mereka harus memuja dewa tersebut.
Dulu, kota tempat tinggal mereka hanyalah sebuah kota kecil pinggiran yang masih dikelilingi rawa-rawa dan ladang kering, dan bukit yang tadi malam Ruli singgahi adalah batas antara kota dengan hutan yang cukup luas. Di perbatasan masuk hutan terdapat pohon ek yang sangat besar dan angker. Ketinggian pohon tersebut dapat dilihat dari ujung kota sekalipun.
Pohon ek ini di sebut sebagai pohon suci, karena dianggap sebagai tempat tinggal dewa yang terbuang. Oleh karenanya, masyarakat menjadikan pohon itu sebagai tempat yang sakral sehingga ada larangan keras tak tertulis untuk tidak menebangnya.
Konon, pohon itu berusia ratusan tahun dan dijaga kelestariannya oleh kepala suku Aztek, yaitu suku yang masih memegang teguh kepercayaan mitologi kuno dan kebudayaan. Kaum ini sering melakukan ritual khusus yang tidak akan dimengerti oleh orang awam, karena hanya mereka yang paham.
Sampai saat ini, hanya Paman Aksa-lah garis keturunan terakhir dari suku Aztek. Paman Aksa tidak memiliki seorang istri atau pun anak karena salah satu kepercayaan suku Aztek mengharuskan keturunannya menikah dengan sesama suku Aztek. Sementara itu, anggota suku Aztek yang lain banyak yang mati karena wabah penyakit, begitu pun masyarakat lain sehingga membuat suku Aztek di ambang kepunahan. Beruntung saat itu Paman Aksa tidak terkena wabah.
Karena kejadian itu, hanya Paman Aksa yang berhasil selamat dan membuat dia tidak bisa menikah. Karena Paman Aksa terkadang masih menjaga kebudayaan peninggalan sukunya.
Hingga 17 tahun berlalu, rawa-rawa dan sebagian ladang kering telah dijadikan rumah-rumah penduduk, pertokoan kecil, kantor keamanan dan tempat pelayanan kesehatan. Walaupun masih banyak masyarakat yang membangun rumahnya dengan sangat sederhana, bisa dikatakan kota kecil ini cukup makmur. Meshika, itulah nama kota yang suku Aztek biasa katakan, yang sekarang di sebut dengan kota Meksiko.
Saat itu, Paman Daniel dan Paman Ruksi yang sangat antusias melakukan pemujaan. Mereka ingin secepatnya terbebas dari kemiskinan. Apalagi tempat tinggal mereka dulu mengalami kekeringan yang sangat panjang sehingga membuat mereka harus bisa mengatur persediaan makanan yang tersisa.
Entah bagaimana mulanya, ritual pemujaan untuk para dewa harus dilakukan saat bulan purnama. Ritual itu membutuhkan jantung manusia untuk persembahan kepada dewa sebagai timbal balik dari permintaan yang dikabulkan.Jantung yang dikorbankan pun bukanlah sembarang jantung, melainkan haruslah jantung dari gadis perawan. Pada masa itu, di kota mereka, gadis perawan sangatlah jarang karena mayoritas anak yang dilahirkan adalah laki-laki, jarang yang memiliki anak gadis. Dan saat itu, Bibi Mirena-lah anak gadis satu-satunya yang memenuhi persyaratan.
Sayangnya, keperawanannya terenggut paksa saat insiden pemerkosaan yang menimpa dirinya. Tetapi, menjadi korban pemerkosaan ada untungnya juga untuk Bibi Mirena. Karenanya, Bibi Mirena bisa terbebas dari kandidat sebagai persembahan.Memang ada beberapa anak gadis pada saat itu, tapi mereka masih berusia sekitar 7-8 tahun. Sementara, para tetua yang ada di desa itu menyerahkan sepenuhnya keputusan untuk memilih gadis perawan sebagai persembahan kepada para anak-anaknya karena selain faktor usia keadaan fisik mereka pun tidak setangguh dulu.
Paman Daniel dan yang lain benar-benar nekat. Mereka berencana menculik gadis perawan dari kota sebelah, tapi urung dilakukan karena tidak lama setelah itu ada seorang gadis yang pindah ke kota mereka. Gadis itulah yang akhirnya dijadikan persembahan. Entah, apa yang ada di benak sang gadis, pindah ke sebuah kota yang bahkan tanahnya pun tidak subur?
Paman Aksa-lah yang sangat keberatan dengan semua hal yang berkaitan dengan ritual. Ritual ini hanya bisa dilakukan oleh suku Aztek. Meskipun dia memiliki garis keturunan suku Aztek sekalipun, dia tidak benar-benar mendalami prosesnya. Pada dasarnya, dia tetaplah hanya seorang manusia biasa yang memiliki keinginan untuk hidup tanpa harus disulitkan dengan ritual-ritual seperti itu.
Tapi melihat keadaan kotanya yang memang sedang di ujung batas kemakmuran, atas saran Paman Daniel dan Paman Ruksi, Paman Aksa mau tak mau harus mencoba melakukan ritual itu, yang dulu disebut dengan ritual jantung persembahan.
Gadis yang menjadi persembahan itu diketahui bernama Isica. Dia pindah ke kota itu untuk melakukan sebuah penelitian pada tanah yang mengalami kekeringan panjang. Sementara, kota sebelah terlihat baik-baik saja dengan kesuburan tanahnya dan cuaca yang stabil.
Awalnya, Paman Daniel sangat tertarik dengan perempuan secantik Isica, tapi kepentingan kotanya tentu yang paling utama. Sehingga, tepat pada saat bulan purnama, Paman Aksa, Paman Daniel dan Paman Ruksi yang dibantu oleh Bibi Mirena, memulai aksi mereka. Bibi Mirena terpaksa membantu karena tidak punya pilihan lain lagi. Bibi Mirena-lah yang membawa Isica pergi ke bukit berakar. Di sana Paman Aksa, Paman Daniel dan Paman Ruksi sudah menunggu untuk kematian Isica.
Sesampainya di bukit, dengan tidak berperasaan Isica dibunuh. Bibi Mirena dan Paman Ruksi yang memegang tubuh Isica agar tidak memberontak. Paman Aksa membacakan mantra tepat saat Paman Daniel menusukkan sebilah pisau tajam ke bagian kanan kepala Isica sampai membuat kepalanya berlubang. Darah memercik ke arah Paman Ruksi yang memegang lengan kanan Isica. Jeritan kesakitan Isica pun tidak di pedulikan sama sekali.
Setelah Isica meregang nyawa, Paman Daniel merebahkan tubuh Isica di bawah pohon suci dan mulai menancapkan pisau yang masih berlumur darah ke arah dada sebelah kiri Isica, lalu mengoyak dadanya sehingga berhasil memisahkan jantung itu dari tubuhnya. Paman Daniel melakukannya tanpa merasa jijik, bahkan ngeri sekalipun.
Jantung yang telah diambil, disimpan di dalam kendi dengan dililit kain putih bersih dan diikat menggunakan tali yang sewarna dengan kainnya. Lalu, mereka menguburkan kendi tersebut di bawah pohon suci. Tidak lupa, Paman Aksa mengucapkan beberapa mantra agar ritual berjalan lancar dengan Paman Ruksi dan Bibi Mirena sebagai saksi.
Setelah selesai, Paman Aksa, Paman Ruksi dan Bibi Mirena pergi meninggalkan bukit itu dengan perasaan campur aduk, antara menyesal dan ada rasa kepuasan tersendiri karena telah melakukan ritual itu. Meskipun kebanyakan masyarakat mendukung apa pun yang akan dilakukan Paman Aksa dan yang lain, namun tetap saja jauh di dalam lubuk hati mereka ada rasa takut dan cemas. Takut akan dosa yang kelak mungkin mereka terima sebagai hukuman dan cemas dengan kemarahan sebagian masyarakat yang tidak mendukung ritual ini.
Ritual atau pun bukan tetap saja intinya menghilangkan nyawa seseorang demi kepentingan sendiri. Tapi karena ini adalah jalan yang mereka tempuh, lambat laun mereka harus siap dengan segala konsekuensi yang ada.
Karena walau bagaimanapun mereka tetap saja bersalah.
Mayat Isica diserahkan kepada Paman Daniel karena beliau sendiri yang meminta. Tanpa rasa curiga, Paman Aksa dan yang lain percaya dan pergi meninggalkan Paman Daniel beserta mayat Isica. Mereka tidak tahu jika ada niat buruk terselubung.
Paman Daniel menjahit bekas pengambilan jantung itu dengan jahitan yang dia bawa setelah memintanya dari Paman Aksa agar tidak ada darah lagi yang bercecer. Setelah itu, Paman Daniel memperkosa mayat Isica dalam keadaan mayat Isica penuh dengan darah segar. Setelah selesai dengan nafsu binatangnya, Paman Daniel membawa mayat Isica untuk dikuburkan di tempat itu dengan sangat tidak layak. Sungguh biadab.
Ruli tidak menyangka Paman Aksa dan yang lain bisa melakukan hal tersebut. Dia merasa bahwa ini semua adalah lelucon. Dengan tangan dan tubuh yang gemetar dan nafas yang tersengal, Ruli benar-benar seperti kehilangan pijakan. Tanpa sadar, air matanya jatuh menetes.
“Apa sekarang kau membenci kami, Ruli? Yaahhh, kami memang pantas untuk dibenci. Kami memang biadab.” Paman Aksa tidak dapat membendung kesedihannya. Meskipun sekarang ini Paman Aksa dan yang lain telah bertobat dan menyesali kesalahan di masa lalu, tetap saja perasaan berdosa tidak akan pernah bisa hilang.
“Aku tidak percaya.. apa… apakah setelah melakukan ritual itu, kota……”
“Ya, kota ini menjadi makmur hingga sampai saat ini kami tidak pernah lagi merasa kekurangan. Bahkan, beberapa orang dari kota sebelah ada yang ikut tinggal di sini.” Bibi Mirena-lah yang terlihat paling tenang. Dia menceritakan semua masa lalunya seperti tidak ada beban. Sungguh, hal itu terasa aneh.
Bukankah seberusaha apa pun seseorang melupakan kesalahan di masa lalu, pada akhirnya dia akan selalu dibayangi akan dosa-dosa yang dilakukannya?
“Aksa, tapi tentu saja ada yang terasa janggal dengan ini semua. Jika memang ini sebuah ritual, kenapa ada begitu banyak orang yang dikorbankan? Ketiga mayat perempuan itu sepertinya bukan dari kota ini. Mereka mungkin dari kota sebelah di mana Daniel bekerja. Dan mengapa Daniel juga jadi korban? Jelas dia seorang laki-laki. Lagi pula, semalam bukanlah malam bulan purnama. Tentu ini berbeda dengan apa yang kita yakini dulu” Bibi Mirena mengutarakan semua hal yang membebani pikirannya.
“Kau benar. Ini seperti kasus pembunuhan biasa yang dilakukan oleh seorang psikopat. Hampir tidak ada kaitannya dengan ritual yang kita lakukan dulu.” Ada gurat kecemasan yang sangat tampak dari wajah Paman Ruksi, dia merasa ada sesuatu di balik kejadian ini.
“Ada beberapa kemungkinan. Bisa saja ini memang kasus pembunuhan. Jika memang ini sebuah ritual, mungkin Daniel memergoki pelaku saat melakukan aksinya sehingga dia juga terbunuh. Yang aku tidak mengerti, ada banyak korban di sini. Bagaimana semua mayat itu bisa ada di jalan? Apakah pelakunya sengaja melakukannya untuk meneror atau malah dia membuat kesalahan sehingga tidak sempat untuk membereskan para mayat?” Paman Aksa memegang dagunya tenggelam dalam pemikirannya.
“Apa pun itu, kita akan mencari tahu secepatnya. Untuk sekarang ini, lebih baik kalian pulang. Aku tahu ini sangat menyakitkan. Seburuk apa pun Daniel, aku masih belum bisa percaya dia telah pergi.” Terdengar nada keputusasaan yang terdengar dari Paman Aksa.“Dan untukmu, Ruli, terserah kau akan melakukan apa setelah mengetahui masalah ini. Jika kau ingin melaporkan kami, laporkanlah. Mungkin, inilah saatnya kami mendapat hukuman atas kesalahan kami di masa lalu.”
“Aksa….”
“Apa kau gila?” Bibi Mirena dan Paman Ruksi tidak percaya dengan apa yang Paman Aksa katakan.
“Ritual zaman dulu tidak bisa disamakan dengan tindakan kriminal di zaman sekarang. Dulu, tidak ada pihak berwajib yang mengatur segala bentuk kejahatan seperti yang kita lakuan. Kita masih berpegang teguh pada adat. Kau tidak bisa menyamakan antara dulu dan sekarang. Anggap saja kesalahan dulu adalah bentuk kenakalan kita saat remaja.” Bibi Mirena terdiam sejenak.
“Jika kau menyesal dan ingin mendapatkan hukuman, jangan membawa diriku dalam masalah ini. Aku tidak ingin masuk penjara. Lagi pula, kau lihat sendiri, bukan? Hanya dengan sekali kita melakukan ritual itu, kota ini menjadi makmur dan tidak mengalami kekeringan panjang seperti dulu lagi.”Meskipun masih terisak, Ruli mencoba fokus dengan apa yang Bibi Mirena jelaskan sarat akan emosi. Bibi Mirena benar, kejahatan di masa lalu dan tindakan kriminal yang sekarang ini tidak bisa disamakan. Meskipun intinya tetaplah sama-sama membunuh, tapi tetap motif pembunuhannya berbeda, Apalagi dengan masih berpegang teguh pada adat, akan susah mengadili kejahatan mereka. Namun, sekali lagi. Tetap saja mereka bersalah.
“Tenanglah, Mirena.” Paman Ruksi dapat mengerti apa yang Bibi Mirena rasakan sekarang ini.
“Tapi, tidakkah kalian merasa berdosa? Hidup makmur, tapi dibayang-bayangi oleh rasa bersalah. Tidakkah kalian kasihan pada Isica? Dia seorang gadis muda yang tidak tahu apa-apa, tapi harus menanggung beban dosa kita. Tidakkah kalian tahu jiwa orang yang ditumbalkan tidak akan pernah diterima oleh langit maupun bumi? Jiwa itu akan selamanya menjadi budak dari yang kalian anggap sebagai dewa selamanya. Tidakkah kalian pahami itu?”
Paman Aksa berucap dengan penuh kegetiran. Hanya dia yang mengetahui detail masalah ini. Sedangkan, Paman Ruksi serta Bibi Mirena hanya bisa bungkam memikirkan dan ikut merasakan apa yang paman Aksa katakan.
“Walaupun begitu, yang berlalu biarlah berlalu. Sekarang, kita harus fokus pada kasus yang menimpa Daniel dan tiga korban lainnya. Jika memang ini bukanlah ritual yang sama dengan ritual beberapa tahun silam, kita harus secepatnya menemukan pelaku pembunuhnya. Dan untukmu, Ruli, aku sarankan kau tetaplah berhati-hati. Kau seorang gadis perawan. Untuk berjaga-jaga agar tidak ada kejadian seperti ini lagi, usahakan kau jangan sampai keluar malam. Jangan bepergian seorang diri. Jika kau ada keperluan mendesak di malam hari, sebaiknya minta antar Bibi tempatmu menyewa atau tetangga terdekat. Untuk saat ini, kau sangat rentan,” ucap Paman Aksa memperingatkan.
Ruli tidak bisa membendung kesedihannya. Dengan masih terisak, dia memahami maksud dari ucapan Paman Aksa. Seketika, dia merasa takut. Kenapa harus ada kejadian seperti ini?
Bibi Mirena berusaha untuk menenangkan Ruli dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
“Yang tidak habis pikir, kenapa pembunuh itu membunuh Daniel juga? Apakah ada dendam antara pembunuh itu dan Daniel? Atau seperti yang kau katakan, Daniel memergoki pelaku sehingga ikut dibunuh juga?” Meskipun terlihat tenang, tapi dari nada pertanyaan Paman Ruksi jelas terlihat kekhawatiran yang begitu kentara.
“Itulah yang harus kita cari tahu. Mungkin saja pembunuh itu sekarang sedang berkeliaran di luar sana. Tidak menutup kemungkinan akan timbul korban baru. Entahlah, aku merasakan firasat buruk… saat ini kita hanya perlu berhati-hati.”
****
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Ruli terus memikirkan semua kejadian ini, dia masih belum percaya dengan apa yang dia alami. Walaupun begitu, dia harus tetap waspada. Seperti yang Paman Aksa katakan. Untuk saat ini, dia yang paling rentan. Meskipun kemungkianan ini tidak ada hubungannya dengan ritual beberapa tahun lalu, namun Ruli tidak boleh menurunkan kewaspadaannya.Setelah melakukan otopsi oleh pihak berwajib dan mayat korban disemayamkan, kilasan-kilasan tubuh paman Daniel dan tiga mayat lainnya masih terngiang jelas dalam pikiran Ruli dan itu membuatnya tidak nyaman.
Pihak kepolisian akan segera menyelidiki kasus ini dibantu oleh masyarakat sekitar. Ruli sangat berharap pelaku bisa ditangkap secepatnya agar dia tidak perlu merasa cemas seperti sekarang ini.
Lagi, dia merasakan keningnya yang terluka mulai merasakan hawa dingin yang menusuk. Aneh sekali. Kening Ruli terluka hanya sedikit. Seharusnya luka itu sudah kering. Apalagi, keningnya sudah diobati oleh Paman Aksa, bisa dipastikan sebentar lagi luka itu akan sembuh. Tapi, justru Ruli merasakan sebaliknya. Keningnya terasa nyeri dengan hawa dingin yang begitu kentara, sementara anggota badannya yang lain terasa biasa saja.
“Apa sebaiknya aku meminta izin untuk tidak masuk hari ini?” Ruli bergumam.
Hari mulai siang dan karena kondisinya, untuk saat ini Ruli berniat tidak akan bekerja. Mengingat perkataan Paman Aksa, dia juga tidak akan sanggup untuk pulang larut seorang diri. Esok hari biarlah dia pikirkan kemudian.
Saat akan menuju rumah, Ruli melewati jalan yang masih penuh dengan genangan darah. Warga sekitar mencoba menutupinya dengan pasir, tapi justru pemandangan itu semakin mengerikan di mata Ruli dan itu membuat dia teringat kembali akan sosok mayat sebelumnya, mayat paman Daniel. Ruli pun segera bergegas menuju rumah sembari masih meringis memegang keningnya yang terluka.
Sepertinya, dia akan melewati hari ini dengan tidur panjang. Setelah mengganti perban dan membersihkan diri, tanpa pikir panjang dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Bahkan, dia melupakan sarapan pagi dan makan siangnya. Setelah kejadian tadi, Ruli sama sekali tidak berniat untuk mengisi perutnya karena dia akan merasa mual.
“Haaaahhhh…kenapa rasanya hari ini begitu melelahkan?”
****
Waktu telah menunjukkan sore hari. Seperti niatnya di awal, Ruli benar-benar tidak masuk bekerja hari ini. Dia mulai ragu untuk berjaga malam di kedai mi. Mungkin, Ruli nanti akan meminta kepada atasannya untuk diberikan jam kerja pagi saja.Lagi pula, di kedai tempat Ruli bekerja, ada beberapa pria yang mungkin bisa untuk bertukar shift jika atasannya tidak memberi izin. Apalagi mengingat dia masih berstatus karyawan baru. Dengan tidak masuk satu hari ini saja, atasannya mungkin akan berpikir negatif tentang Ruli. Ruli hanya berharap kasus pembunuhan ini bisa membuat atasannya memaklumi.
Ruli menghela napas berat. Dia sama sekali belum mengisi perutnya dengan makanan apa pun dari tadi pagi. Tapi, anehnya dia merasa tidak kelaparan sama sekali. “Apa karena peristiwa pagi tadi membuat nafsu makanku hilang?”
Ruli memegang keningnya yang terluka. “Sudah tidak dingin.”
Perlahan, dia bangkit dan mulai berjalan ke arah dapur. Seketika, tenggorokannya merasa kering karena memikirkan banyak hal. Baru dia sadari, rupanya Ruli berada di tengah ruangan dekat dengan pintu keluar. Seingatnya, dia tertidur di dalam kamar. Memang rumah sewa Ruli terdiri dari satu kamar tidur, satu ruang tamu dengan ukuran kecil, dan dapur yang langsung terhubung dengan kamar mandi, sangat sederhana.
“Apa aku tidur sambil berjalan? Aneh.” Tanpa mau memikirkan hal tak penting dengan lebih jauh lagi, Ruli segera ke dapur untuk mengambil air minum.
“Ruli! Ruli! Ruli!!” Terdengar seseorang menggedor pintu rumahnya dengan begitu keras sembari menyebut namanya dengan tidak kalah keras sehingga membuat dia tersedak dengan air yang sedang diminumnya.
Dengan mengumpat kecil, Ruli berjalan menghampiri pintu dan langsung membukanya. Terlihat di sana ada Paman Aksa dan Bibi Mirena, dan di belakang mereka ada juga beberapa petugas kepolisian. Ada apa ini?
“Ruli, aku tidak menyangka…kauuu.” Paman Aksa menatap Ruli dengan pandangan tidak percaya.
“Ruli, kau ditangkap karena telah melakukan pembunuhan. Mari ikut dengan kami sekarang.” Perkataan Paman Aksa terhenti karena dua orang petugas langsung menghampiri Ruli dan memborgol tangannya.
Apa maksudnya?
Bersambung……….
2789 kata,, part 2 sudah,, part 3 menyusul ya, kang @author5 maaf ya aku lemah di percakapan T.T :ASAHPISAU2
-
27 Oktober 2016 pada 7:19 am #226723farahzamani5Peserta
Jngn2 Ruli kemasukan roh ny Isica yg mau bales dendam ‘edisi sok tau’
Sebelll sma paman Daniel, bejattt bngt kelakuan ny
Demi kemakmuran ya, ada aja yg dilakuin mskpn harus memakan korban
Lanjut ke part berikutny
Semangat semangat semangat
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.