Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat Forum Forum Kepenulisan Lomba Cerbung Misteri (Jantung Persembahan) Part 1

Melihat 9 pertalian (thread) balasan
  • Penulis
    Tulisan-tulisan
    • #123174
      DeviRatih3
      Moderator

      LOMBA CERBUNG MISTERI
      JUDUL : JANTUNG PERSEMBAHAN
      GENRE : MISTERY, HOROR, THRILLER
      OLEH : @DeviRatih3
      PART 1

      Ruli mengayuh sepedanya dengan begitu santai melewati jalanan lengang meskipun waktu sudah menunjukan sore hari. Sudah seminggu Ruli menetap di kota kecil ini. Dia yang seorang yatim piatu berusaha untuk memulai kehidupan baru seorang diri, setelah hampir 10 tahun lamanya tinggal di panti asuhan. Ruli menetap di sana semenjak berumur delapan tahun setelah kematian orang tuanya karena sebuah kecelakaan tunggal.

      Walaupun dia hanya tamatan sekolah menengah atas, dia berusaha untuk bekerja menafkahi dirinya sendiri. Beruntung, setelah tiga hari menetap di kota ini, Ruli mendapatkan sebuah pekerjaan. Meskipun hanya sebagai seorang pelayan kedai mi, tapi untuk sekarang, itu sudah lebih dari cukup.

      “Selamat sore, Bibi Mirena” Hanya sunggingan tipis yang Ruli terima dari Bibi Mirena, saat melewati bagian depan rumahnya.

      Bibi Mirena adalah janda tanpa anak yang terlihat selalu menyendiri, suaminya meninggal beberapa tahun silam. Meskipun tidak dekat, tetapi Ruli cukup kenal dengan warga sekitar termasuk Bibi Mirena.

      “Ruli, kau baru berangkat? Apakah hari ini kau jaga malam?” Sapaan Paman Aksa membuat Ruli harus menghentikan sejenak kayuhan sepedanya.

      “Ah, benar, Paman Aksa. Ini hari pertama aku berjaga malam”

      “Mi dari kedai tempatmu bekerja memang sangat lezat, tidak mengherankan jika sampai larut pun masih banyak pelanggan yang rela mengantri. Berhati-hatilah, Ruli, jika pulang malam, akan sangat berbahaya perempuan muda sepertimu pulang terlalu larut”.

      Paman Aksa memang terlihat sangat kebapakan. Setiap nasihatnya selalu membuat Ruli terkagum, tidak heran dia cukup akrab dengan Paman Aksa. Paman Aksa adalah seorang penjahit baju yang cukup ahli.

      “Terima kasih, Paman. Aku akan berhati-hati.”

      “Benar, Ruli. Kau harus selalu waspada”.

      ****

      Terdengar suara gemerencing dari arah samping kanan, seperti suara rantai yang terseret secara paksa, namun suara itu begitu jauh tapi cukup terdengar oleh Ruli. Meskipun ragu, ia berhenti mengayuh sepedanya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah yang dapat ia lihat. Hanya ada dia seorang diri di sini.

      Malam telah larut, tentunya orang-orang lebih memilih diam di rumah masing-masing setelah melakukan aktivitas seharian. Lagi pula, siapa yang ingin berada di tempat sesunyi ini, hanya Ruli.

      Perjalanan pulang dari tempat kerja menuju rumah sewa sederhananya memang tidak terlalu jauh, tetapi ia harus melewati jalan bebatuan curam dengan samping kiri dan kanannya di penuhi pepohonan lebat, cukup membuat Ruli merasa merinding. Bukan hantu yang ia takutkan, tapi makhluk hidup yang dapat mengancam keselamatan hidupnya.

      Cing…cing…sraaaaak…

      Lagi, suara itu terdengar lebih jelas, seperti mendekat. Turun dari sepeda dan dengan hati-hati Ruli mencoba memberanikan diri untuk mendekat. Seharusnya, dia bersikap tidak peduli saja dan pergi secepat yang dia bisa dari tempat itu. Namun, ada sesuatu yang dia tidak mengerti, seperti menarik Ruli untuk mencari tahu.

      “Siapa di sana? Apakah ada orang?”

      Setapak demi setapak Ruli lewati untuk bisa menuju ke arah sumber suara. Dia tidak menyadari sejauh apa dia telah melangkah dari jalan awal yang ditinggalkannya.

      “Aaarrgghhh”

      Ruli sangat terkejut melihat bayangan hitam begitu besar ada di dekatnya. Dengan mengandalkan cahaya rembulan, Ruli dapat melihat jelas seperti apa bayangan tersebut, sosok tubuh seseorang yang begitu besar dengan rantai yang menjuntai.
      Tanpa pikir panjang Ruli langsung berlari sekencang yang dia bisa. Ruli berlari melewati pepohonan, mencari jalan yang dia bisa capai, namun pepohonan rimbun cukup menghalangi langkah larinya. Keringat terus bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

      Rasa takut membuat dia kebingungan karena berpijak di tempat yang tidak dia ketahui. Entah tempat apa yang Ruli datangi tidak dengan sengaja ini. Yang Ruli tahu, dia berada di sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi dengan sekeliling bukit tersebut di penuhi akar-akar pohon yang sangat besar.

      Apakah bayangan tadi mengikuti Ruli atau tidak, Ruli tidak mau ambil pusing. Dia hanya berusaha agar bayangan sosok mengerikan itu tidak mengejarnya.

      Karena terlalu fokus dengan keadaan sekitar membuat Ruli tanpa sadar jatuh terjerembab ke dalam lubang yang di penuhi akar pohon besar. Dan itu cukup membuat keningnya sedikit berdarah karena terbentur akar pohon yang keras dan kasar.

      “Ahh, sakit.” Sembari meringis menahan sakit, serta tangan dan kaki yang kotor terkena lumpur kering yang ada di dalam lubang tersebut, Ruli mencoba untuk berdiri dan melihat keadaan sekitar.

      Saat melihat ke sekeliling, Ruli menyadari sesuatu. Ukuran lubang itu tidak terlalu besar. Mungkin luas lubang itu bisa dimasuki sekitar tiga orang manusia dewasa, dengan akar-akar besar yang merambat menembus tanah dari sekeliling lubang tersebut.

      “Lubang apa ini? Aneh sekali.” Ruli bergumam pelan. “Akar-akarnya terlihat seperti tubuh wanita yang sedang terbaring, mengerikan.”

      Tiba-tiba, ada cahaya yang menyinari tempat dia berdiri dari atas lubang yang menurut Ruli mirip kuburan akar.

      “Ruli apa yang kau lakukan di sana?”

      “Paman Aksa?” Setelah mengetahui sinar itu berasal dari lampu senter yang digenggam Paman Aksa, Ruli merasa lega. Setidaknya, dia merasa aman.

      Setelah dapat mengeluarkan Ruli dari lubang itu, Paman Aksa langsung meneliti keadaan Ruli, memastikan tidak ada luka yang serius.

      “Sekarang, jelaskan sedang apa kau di sini? Ini tempat yang sangat berbahaya. Ada banyak hewan buas, kau tahu itu.”

      “Maafkan aku, Paman. Saat aku melewati jalan besar di depan sana aku mendengar sesuatu, seperti suara rantai yang terseret. Karena penasaran, aku mengikuti suara itu dan…dan….”

      “Maksudmu suara rantai ini?” Paman Aksa menunjukkan gerobak yang dia bawa dengan banyak kayu-kayu berukuran sedang di atas gerobak tersebut diikat menggunakan rantai yang melilit hampir seluruh badan gerobak, menyisakan sedikit rantai yang menjuntai ke bawah mengenai tanah.

      Dan ketika rodanya itu digerakkan, terdengarlah suara campuran antara gesekan roda dan tanah serta suara rantai yang menjuntai. Suara yang dihasilkan sama persis seperti suara yang Ruli dengar sebelumnya.

      Ya ampun, jadi suara itu berasal dari gerobak Paman? Lagi pula, Paman sendiri sedang apa di sini?”

      “Tentu saja, aku sedang mengumpulkan kayu bakar untuk bahan perapian.”

      Rumah Paman Aksa memang masih sangat sederhana dengan dinding yang terbuat dari kayu dan hanya sedikit memiliki barang elektronik. Salah satunya, mesin jahit yang Paman Aksa gunakan untuk bekerja, tidak seperti rumah sewanya yang memang masih lebih baik dengan peralatan lengkap. Karena itu, untuk menghangatkan tubuhnya di malam hari, Paman Aksa masih menggunakan alat sederhana, tentunya membutuhkan kayu sebagai bahan utama.

      “Malam-malam begini?”

      “Mau bagaimana lagi. Siang hari, aku harus menuntaskan jahitanku sebelum pemilik baju yang memesan menagih, bukan? Hahaha.”

      “Paman pasti lelah, ya?”

      “Tidak juga. Aku sudah terbiasa dengan rutinitas seperti ini. Kau sendiri apa tidak apa-apa? Sepertinya, keningmu sedikit berdarah. Ayo, kita harus segera pulang dan mengobati lukamu.”

      Tanpa membantah, Ruli mengikuti Paman Aksa dari belakang. Tidak sulit untuk menemukan jalan awal menuju rumah karena Paman Aksa sudah terbiasa mengambil kayu-kayu dari batang pohon di bukit itu. Ruli menghela nafas lega. Setidaknya, ia tidak perlu merasa cemas.

      Tapi, entah mengapa rasanya malam ini terasa berbeda.

      ****

      Pagi ini begitu gempar. Ruli terbangun karena mendengar suara ribut-ribut dari arah luar. Meskipun sedikit pusing, ditambah lagi dia belum tidur terlalu lama, Ruli memaksakan diri untuk tetap bangun.

      Setelah semalam ikut pulang ke rumah Paman Aksa dan mengobati luka di keningnya, dia berpamitan untuk pulang. Paman Aksa memaksa untuk mengantar, tapi Ruli meyakinkan bahwa dia tidak akan apa-apa pulang sendiri. Lagi pula, jarak rumah mereka tidak terlalu jauh.

      Di sepanjang perjalanan pulang, entah mengapa Ruli begitu merasakan sakit di bagian kening yang terluka. Rasanya seperti ada begitu banyak angin yang masuk ke dalam keningnya sehingga menciptakan hawa dingin yang menusuk, membuat dia menggigil kedinginan.

      Meskipun malam telah larut saat tiba di kota, Ruli masih bisa melihat orang-orang berlalu lalang, tidak seperti jalanan dekat bukit yang Ruli lewati.

      Ada Paman Daniel, seorang satpam perumahan kota sebelah yang sehabis pulang dari dinas sorenya, ada Paman Ruksi yang entah apa yang dilakukannya malam-malam begini, sepertinya dia baru pulang dari suatu tempat, dan ada beberapa orang lagi yang Ruli lihat.

      Sibuk memperhatikan orang-orang di sekitarnya, tanpa sadar ia telah sampai di depan pintu rumah sewanya. Ruli merogoh sakunya mencari kunci. Setelah pintunya terbuka, dia pun langsung merebahkan tubuh lelahnya begitu melihat ranjang kecil yang hanya memuat satu orang saja.

      Pagi-pagi sekali, dia terbangun dari tidurnya yang nyenyak ketika mendengar pekikan orang-orang di luar. Dengan tergesa-gesa, dia berbalik dan keluar rumah untuk mengetahui apa yang terjadi.

      “Ada apa, Paman Aksa?”

      Ruli mencoba menerobos orang-orang yang sedang berkerumun hingga menemukan Paman Aksa. Tidak ada jawaban dari Paman Aksa. Dia hanya menatap Ruli dengan ekspresi tak terbaca, menusuk dan dingin.

      Dia seperti bukan Paman Aksa.

      Karena tidak berhasil mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Ruli mengalihkan pandangannya ke depan, ke arah sumber keributan.

      “Haaaaaaaaaaaa.”

      Ruli langsung menutup mulutnya karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Di tengah-tengah jalan sebelah kiri dari rumah sewanya, terbaring beberapa mayat dengan sekujur tubuh penuh dengan darah. Bagian dada sebelah kiri terdapat bekas jahitan yang melingkar dengan wajah penuh sayatan seperti bekas sayatan silet sehingga membuat wajah mereka sulit untuk di kenali. Sangat mengerikan.

      Bukan hanya itu, yang membuat Ruli lebih terkejut adalah salah satu orang yang sudah tidak bernyawa itu seperti tidak asing. Dari perawakan tubuhnya, mayat itu seperti…Paman Daniel? Orang yang semalam tidak sengaja berpapasan dengannya?
      Ternyata benar, salah satu mayat itu adalah Paman Daniel. Ruli mendengar dari bisik-bisik warga sekitar yang berkerumun. Dengan baju dinas yang sudah tidak ada di tubuhnya dan hanya menyisakan celana bahannya saja, keadaannya sungguh mengenaskan. Tidak jauh dari kaki korban terdapat kayu berukuran cukup besar berlumuran darah di sekeliling kayu tersebut beserta baju dinas korban yang tidak terlalu jauh dari kayu itu.

      Ada tiga mayat lainnya juga yang tidak terlalu jauh dari mayat Paman Daniel dengan kondisi yang sama pula. Ketiga mayat tersebut berjenis kelamin perempuan, tapi sepertinya Ruli tidak mengenali ketiga mayat itu atau karena memang wajah yang hampir tidak bisa dikenali lagi membuat Ruli belum tahu siapa mereka, tapi seingat Ruli hanya dia gadis satu-satunya di kota itu, dia tidak tahu jika ada yang sebaya dengannya di sini.

      Ini sudah jelas kasus pembunuhan. Tidak mungkin ini kasus bunuh diri atau serangan hewan buas. Orang-orang yang berkerumun pun tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Bisikan-bisikan mulai terdengar. Siapa pelaku pembunuhnya?

      “Tunggu. Jahitan? Kayu? Mungkinkah?” Ruli segera membalikkan badan.

      Tatapannya langsung bertemu dengan tatapan Paman Aksa, tatapan dingin yang menusuk. Kenapa paman Aksa melihatnya seperti itu? Meskipun begitu, tatapan tajam itu bercampur dengan tatapan...menyesal? Tidak mungkin Paman Aksa yang membunuhnya, bukan?

      Berbagai macam hal yang Ruli pikirkan berkecamuk di dalam kepalanya. Sepanjang yang Ruli tahu, Paman Aksa berteman baik dengan Paman Daniel, Paman Ruksi, dan juga Bibi Mirena. Meskipun tidak dekat, tapi Bibi Mirena adalah teman seangkatan Paman Aksa. Dia tidak boleh sembarangan menuduh.

      Ruli memang mulai dekat dengan warga sekitar terutama Paman Aksa, tak urung membuat Ruli tetap harus berhati-hati. Apalagi, dia hanyalah warga baru di kota itu.

      Sudah ada beberapa pihak keamanan yang datang untuk mengotopsi mayat. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ruli terus mengucapkan hal itu di dalam hati, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

      Walaupun begitu, tetap saja Ruli merasa takut. Di tambah lagi, jantung semua mayat sudah tidak ada di dalam tubuh mereka. Bekas jahitan di sebelah dada kiri para korban adalah buktinya.

      Jantung itu telah direnggut dari para korbannya.

      “Jawaban apa yang kau harapkan, Ruli?”

      “Apa sekarang kau mengira aku yang telah membunuh Daniel?”

      Ruli langsung membawa Paman Aksa sesaat setelah mayat-mayat itu dibawa untuk dimandikan warga sekitar dibantu oleh pihak keamanan.

      “Bukan begitu, Paman. Aku sama sekali tidak menuduhmu. A…aku hanya bingung. Kenapa Paman Daniel dibunuh? Apa salahnya? Cara pembunuh itu mengambil nyawa para korbannya dengan sangat tidak wajar. Paman sendiri lihat, bukan? Ada bekas jahitan melingkar di dada kirinya dan itu ada di tubuh semua mayat bukan hanya Paman Daniel saja.”

      “Tetapi, dari matamu seperti menyiratkan kau telah menuduhku membunuh orang-orang itu. Selain karena aku seorang penjahit, jadi kau menghubungkan pembunuhan ini denganku?”

      Tanpa sadar, pembicaraan Ruli dan Paman Aksa menarik perhatian beberapa orang sekitar. Paman Ruksi dan Bibi Mirena yang pertama kali datang menghampiri, dan segera membawa mereka ke tempat yang lebih sunyi, menjauh dari ramainya warga yang masih berkumpul di area TKP.

      “Kejadian ini seperti terulang kembali. Tidak mungkin ada yang melakukan ritual bodoh itu lagi. Cukup kesalahan kalian di masa lalu. Jangan sampai terulang kembali.” Sesaat setelah membawa Ruli dan Paman Aksa menjauh, Bibi Mirena langsung mengatakan hal yang sangat membingungkan bagi Ruli.

      “Apa kau yakin masih ada yang melakukan ritual itu? Zaman telah berubah. Aku ragu masih ada yang percaya hal-hal seperti itu.” Paman Ruksi yang pertama kali menimpali.

      “Zaman memang telah berubah. Sekeras apa pun kita berusaha menutupi hal-hal di masa lampau, tidak menutup kemungkinan akan ada satu atau dua orang yang masih tetap meyakininya.”

      Terlihat jelas guratan cemas dari wajah-wajah yang ada di hadapan Ruli dan dia hanya bisa melihat itu dengan mengerutkan kening.

      “Tunggu, kalian sedang membicarakan apa? Ritual apa? Aku sama sekali tidak mengerti. Bisakah kalian jelaskan dengan rinci?” Ruli tidak bisa menahan kebingungannya. Dia seperti orang bodoh di sini, tidak mengetahui sama sekali apa yang sedang mereka bicarakan.

      “Sepertinya, ini bukanlah hal yang harus kau ketahui, Ruli.” Paman Ruksi menjawab dengan begitu tajam. Entah mengapa, sejak awal menetap di sini hanya paman Ruksi yang terlihat sangat tidak menyukainya, atau memang seperti itukah wataknya.

      “Gadis ini perlu tahu, Ruksi, karena mungkin saja dia telah terlibat.” Akhirnya, Paman Aksa mengeluarkan suara setelah kebungkamannya beberapa saat lalu.

      “Kau ini bagaimana, Ruksi, maksudmu kau mau bilang gadis ini tidak ada urusannya? Sementara dari tadi kita membahas masalah ini langsung di hadapannya. Dia sudah mengetahui banyak apa yang kita bicarakan. Aku rasa gadis ini perlu tahu lebih jelas. Bukankah dia juga rentan? Tapi, untuk terlibat? Apa kau yakin, Aks….”

      “Apa? Memangnya aku terlibat apa? Aku tidak pernah terlibat dengan kasus apa pun. Paman Aksa, sebenarnya ada apa? Aku benar-benar bingung. Lagi pula, mengapa kau terlihat berbeda setelah mengetahui Paman Daniel terbunuh?”
      Ucapan bibi Mirena terhenti karena Ruli tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia tahu gadis itu tidak terima dengan apa yang Aksa katakan.

      “Maafkan aku, Ruli. Kau akan mengetahuinya nanti”.

      ****

      17 tahun yang lalu

      “Mirena, apa tempatnya masih jauh? Sepertinya, kita sudah lama berjalan tapi belum juga sampai. Kau yakin tahu tempatnya?”

      “Aku yakin. Bunga di bukit itu adalah bunga yang paling indah di antara bunga yang ada di desa ini. Kau pasti akan menyukainya. Bukankah kau juga membutuhkannya untuk penelitianmu?”

      Mirena berjalan tenang, dengan hanya berbekal sebuah obor yang digenggamnya, cukup untuk menyinari setiap langkahnya, tidak lambat tapi tidak juga cepat dengan tangan satu lagi menuntun seorang gadis muda yang sangat cantik, mungkin usianya satu atau dua tahun di bawah Mirena.

      Mereka melangkah melewati jalanan curam yang dipenuhi pepohonan lebat, tapi dia tidak merasa takut sedikit pun. Dia begitu bersemangat, karena tujuannya sebentar lagi akan tercapai.

      “Kau benar. Tapi aku masih heran, kenapa kita harus melihatnya di malam hari?”

      “Sudah kukatakan berapa kali, akan lebih indah jika kita melihatnya di malam hari. Sudah ada warga yang tanpa sengaja melihatnya. Dia mengatakan bunga itu bisa bersinar.”

      “Mungkin sinarnya adalah efek dari sinar rembulan yang menyinari bunga tersebut.”

      “Entahlah.,Apa pun itu, kita akan segera mengetahuinya nanti. Ayo, kita harus bergegas.”

      ****

      “Tolong lepaskan aku. Mirena, ada apa ini?”

      “Maafkan aku. Ini semua demi desaku. Sekali lagi, maafkan aku.”

      “Aaargggghhhhh”

      Usai sudah. Akhirnya selesai dan berakhir pula kehidupan gadis muda itu menyisakan kesunyian yang menyesakkan dada siapa pun yang ikut merasakannya. dengan sinar rembulan sebagai saksi yang datang dengan secara tiba-tiba.

      Bersambung……….
      Akhirnya 2494 kata,,,Kang @author5 part 1 sudah, part 2 dan 3 menyusul, aduhhhh maafkan kalau ceritanya ga jelas ya,, perdana banget ini posting cerita, semoga suka :PATAHHATI

    • #123282
      Andyan21
      Peserta

      Kukira Ruli itu cowok kak…..
      Duh ada apa ya kira kira?? Penassaran euyy
      Ayo ayo semangat Kak @deviratih3

    • #123896
      DeviRatih3
      Moderator

      @andyan21 hoalaaahhhh seneng ada yg komen,hehehe

      Kamu jg semangat ya  :TERHARUBIRU

    • #125801
      Suzy
      Peserta

      Keren ceritanya !! Bikin penasaran ..

    • #126339
      oncomYoyoy
      Peserta

      ka deeeevvvvv kangennn oscarrrrr sma chocooooo  :LARIKARNAGALAU

      wiihh kiren ka devv ceritanyaaa  :YUHUIII

      mau tanya, itu korban yg meninggal jantungnya kan udh ga ada ya, tp sma si tersangka dadanya di tutup lagi dgn dijait gtu?   :bearbertanya


      @deviratih3
        :MAWARR

    • #127119
      DeviRatih3
      Moderator

      @suzy makasih ud bca :TERHARUBIRU


      @oncomyoyoy
      eyyy selalu inget ya ma itu duo tokek,hehehe,, mereka jg kaya ny kangen kamu com :aaaKaboor

      Iya setelah jantung di ambil, pelakunya jaitin dada bagian kiri yg bekad jantung di ambil,, ini knp jd spoiler,hahaha
      Nanti di part 2 di jelasin,, mudah2n siih ga absurd

      Ini nma ny the power of kepepet :PATAHHATI

    • #226604
      farahzamani5
      Peserta

      Ka devvv
      Nahhh penasaran ama ritualny, ritual apakah itu, bnyk pertanyaan, jngn2 si itu, jngn2 si ono, jngn2 ……
      Lanjut ke part berikutny
      Semangat semangat semangat

    • #302100

      Horornya kerasa bnget
      bnyak pertanyaan yg membatin

    • #302549
      Ayeshanissa
      Peserta

      Neng….aku takuuuuttt  :kelincikaget

    • #302568
      DeviRatih3
      Moderator

      @farahzamani5 eheeeyyyy baru tau kamu juga komen,, hehehe makasih ud baca

       

      @Dalpa makasih ud baca :)

      @Ayeshanissa ga serem ko mba,, di jamin  :BAAAAAA 

Melihat 9 pertalian (thread) balasan
  • Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.