Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [Lomba Cerbung Misteri] Deux Anges De la Mort part 2
- This topic has 8 balasan, 5 suara, and was last updated 8 years yang lalu by Dalpahandayani.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
10 Oktober 2016 pada 11:36 pm #155702kimyAngela_Peserta
Lomba Cerbung Misteri
Judul : Deux Anges De La Mort
Genre : Misteri, Thriller
Author: Kimoy ( @oncomyoyoy & @kimyAngela_ )
part 2
Selamat Membaca :MAWARR
“Utari dan Saras menghilang!” ucap Bima begitu mendengar penjelasan dari Arimbi.
Hari sudah siang ketika Arimbi terbangun dan tidak mendapati Utari dan Saras di sampingnya. Mereka semua masih terlelap ketika matahari sudah tinggi, karena mereka baru saja tertidur saat menjelang pagi tadi. Arimbi panik, ia langsung keluar dari tendanya dan melihat ke sekelilingnya namun tidak ada tanda-tanda Utari maupun Saras. Arimbi mencoba meneriakan nama Utari dan Saras dari ruang tengah sekencang mungkin hingga memenuhi seluruh ruangan di rumah itu, tetapi tidak ada satupun tanda-tanda keberadaan mereka.
“Utariiiiiiiiiii….. Saraaasssssss…… dimana kaliannnn!!!
Bima dan Nakula pun terbangun mendengar teriakan Arimbi yang memanggil-manggil nama Utari dan Saras berulang kali. Seketika Bima dan Nakula langsung ke luar tenda dan hanya menemukan Arimbi di ruang itu, yang ternyata kedua orang teman lainnnya menghilang entah kemana. Sayangnya mereka semua tidak ada yang membawa ponsel ketika ke rumah itu. Hal itu merupukan kesepakatan mereka agar mereka semua bisa fokus dalam proses pembuatan film ini.
“Apa mereka kabur dan pulang ke rumah? Tanya Nakula kepada Arimbi.
“Tidak mungkin mereka pulang tanpa membawa barang dan tidak memberitahuku” jawab Arimbi kesal sambil menunjuk tas dan beberapa barang milik Utari dan Saras.
“Utariiiii! Saraaas!” panggil Bima dari ruang tengah sambil mendongakan kepalanya ke atas.
Hening. Tidak ada sama sekali yang menyahut panggilan Bima.
“Kriuuukk…”
Bima dan Arimbi menolehkan kepalanya pada seseorang yang sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menyengir lebar kepada mereka.
“Hei, perutku lapar, jangan salahkan aku” keluh Nakula pada Bima dan Arimbi.
“Sebaiknya kita makan dulu, setelah itu kita pikirkan lagi langkah apa yang harus kita lakukan” usul Bima pada Arimbi yang langsung disetujui Nakula. Saras yang masih cemas akan kondisi kedua temannya itu akhirnya menyetujui untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu setelah berdebat dengan Bima dan Nakula. Maklum, kemarin Nakula hanya makan sedikit karena pikirannya terus teringat akan boneka yang diliahtnya di dapur. Sekarang waktu sudah menunjukan pukul 14.45 dan mereka makan seadanya sambil mengedit rekaman video kemarin malam. Ternyata apa yang dilihat Nakula tidak salah. Semalam boneka itu memang ada di dapur dan terekam di video, tetapi begitu kembali lagi dari halam belakang boneka itu sudah hilang.
“Sedang apa kalian di rumah ini?” sebuah suara mengagetkan Bima, Nakula, dan Arimbi yang berada di ruang tengah.
Ada seorang pria dengan pakaian seragam dinas berdiri di dekat pintu depan yang langsung menghadap ke ruang tengah. Bima, Nakula, dan Arimbi terperanjat dan langsung bangkit menghampiri pria tersebut.
“Perkenalkan, saya Bima dan ini teman-teman saya” Bima memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sebelum mereka di anggap atau di curigai melakukan hal yang tidak benar di rumah itu.
“Kami sedang melakukan project tugas akhir dan kami memutuskan untuk membuat sebuah film bertemakan horror, karena itulah sejak kemarin kami menginap di rumah ini” sambung Bima menjelaskan.
“Kebetulan salah satu teman kami masih keluarga dari pemilik rumah ini, Saras namanya” lanjut Bima lagi. “Kalau kami boleh tahu, ada apa Bapak ke rumah ini?” tanya Bima sopan.
“Saya penyidik dari kepolisian. Saya kemari untuk memeriksa rumah ini karena ada laporan mengenai orang-orang di sekitar sini yang menghilang tiba-tiba. Perkenalkan nama saya Ambaraja, panggil saja saya Amba” jelas pak Amba kepada Bima dan lainnya.
“Ada apa?” tanya pak Amba melihat Bima dan kedua temannya yang saling memandang setelah mendengar tujuan ia ke rumah itu.
“Begini pak, sebenarnya kedua teman kami hilang” jawab Arimbi ragu.
“Hilang? Coba ceritakan dengan jelas” tegas pak Amba dan langsung mereka jelaskan kejadian yang terjadi ketika mereka bangun tidur dan kegiatan mereka di rumah itu kemarin malam.
“Apa kalian sudah menghubungi keluarga teman kalian?” tanya pak Amba setelah mendengar penuturan dari Bima dan teman-temannya.
“Belum, kami belum menghubungi siapa pun, karena kami semua tidak ada yang membawa ponsel” kali ini Nakula yang menjawab.
“Bisa saja teman kalian pulang lebih dulu tanpa memberitahu kalian” ujar pak Amba dan langsung di bantah oleh Arimbi bahwa teman mereka tidak mungkin pergi begitu saja tanpa membawa barang-barangnya yang masih tertinggal di rumah itu.
“Ini sangat konyol!” keluh pak Amba dalam hati. Bagaimana bisa mahasiswa seperti mereka melakukan hal konyol di rumah ini dan tidak membawa ponsel sama sekali. Awalnya ia hanya berniat untuk melihat-lihat lokasi yang sering dibicarakan rekan kerjanya kalau rumah itu memakan manusia. Karena rasa penasaran ia pun mampir sekaligus memeriksa kondisi rumah tersebut. Tetapi justru ia terjebak dengan sekelompok mahasiswa yang sedang membuat tugas akhir yang ternyata kedua temannya hilang di rumah itu.
“Jadi apa rencana kalian selanjutnya?” tanya pak Amba kepada mereka.
“Kami berencana akan mencari teman kami terlebih dahulu di rumah ini dan sekitar sini, jika tidak ketemu baru kami laporkan kepada polisi” jawab Bima lugas.
“Baiklah saya akan membantu mencari teman kalian, jika memang tidak ketemu akan saya bantu laporkan ke kantor” usul pak Amba yang langsung mereka setujui.
Akhirnya mereka memutuskan untuk membagi menjadi dua kelompok dalam pencarian ini mengingat rumah itu yang lumayan luas. Bima dan Arimbi sedangkan Nakula dan Pak Amba. Hari sudah semakin sore dan senja akan segera tenggelam. Mereka baru memulai pencarian Saras dan Utari di rumah itu.
###
Pak Amba dan Nakula memutuskan untuk mencari Saras dan Utari ke lantai dua. Sedangkan Bima dan Arimbi sudah menghilang ke arah dapur dan menuju belakang. Tetapi sebelum menaiki tangga Pak Amba bertanya pada Nakula,
“Kalian bilang sedang membuat film di rumah ini, apakah kalian tidak merekam setiap ruangan di rumah ini?” tanya Pak Amba pada Nakula yang berjalan di sampingnya. Seketika Nakula menepuk dahinya dan menganggukan kepalanya kepada Pak Amba. Benar, kemarin ia dan Bima sudah menyimpan beberapa kamera di salah satu sudut rumah ini untuk merekam tiap aktifitas mereka dan mengambil beberapa view yang sulit di dapatkan.
Segera Nakula berjalan ke salah satu sudut di ruang tengah itu bersama Pak Amba yang mengikuti dari belakang. Dengan tubuhnya yang tinggi Nakula mengambil sebuah kamera kecil yang tersimpan pada undakan tiang yang ada di sudut. Kamera itu dalam kondisi mati ketika Nakula mengambilnya, lalu mencoba menyalakan kembali kamera itu. beruntungnya kamera itu masih menyala dan Nakula men-setting kameranya untuk melihat rekaman video itu ke beberapa jam yang lalu. Pak Amba memperhatikan rekaman itu dengan seksama di samping Nakula. Melalui rekaman itu Nakula menerangakan kepada Pak Amba aktifitas yang mereka lakukan kemarin.
Setelah beberapa lama memperhatikan rekaman video itu, akhirnya sampai pada rekaman dimana mereka semua mulai tertidur, beberapa menit kemudian muncul seseorang berjubah putih yang datang mendekati tenda. Sayangnya sosok itu memunggungi kamera sehingga mereka tidak dapat melihat bagaimana rupa sosok berjubah putih itu. Ada yang menarik perhatian Nakula pada rekaman itu, tangan yang tertutup oleh jubah panjang yang menjutai ke bawah itu membawa sebuah boneka yang menggantung. Nakula yakin kalau boneka itulah yang dilihatnya kemarin di dapur. Dan tiba-tiba rekaman pada video itu mati dan tidak menampilkan apa pun.
“Sial! Sepertinya ada yang mematikan kamera ini!” ujar Nakula dengan kesal.
“Ayo kita periksa lantai dua!” ajak Pak Amba seraya berjalan meninggalkan Nakula.
Di lantai dua tidak jauh berbeda suasananya dengan lantai dasar, beberapa perabotan yang di tutupi kain putih dan juga beberapa kamar yang kotor. Namun ada satu kamar yang di dalamnya masih tersimpan perabotan layaknya kamar tidur anak.
“Sepertinya ada yang menempati kamar ini” ujar Pak Amba begitu memasuki kamar itu.
Nakula yang berdiri di belakang Pak Amba terkejut melihat boneka menyeramkan itu ada di tengah-tengah ranjang di kamar itu. segera Nakula menghampiri ranjang dan melihat dengan jelas bentuk boneka yang sudah terkoyak-koyak itu. Pak Amba mengitari kamar itu dengan jeli. Lalu tanpa di duga Nakula tiba-tiba Pak Amba membungkuk ke bawah kolong ranjang yang sudah reot itu. lalu Pak Amba menarik sebuah kotak besar yang berasal dari kolong ranjang itu.
Di dalam kotak yang berdebu itu, ada sebuah buku jurnal dan mainan anak-anak serta sebuah boneka. Nakula melihat di dasar kotak itu ada sebuah kertas yang ternyata adalah sebuah foto. Mata Nakula membesar begitu melihat foto itu, terlihat dua orang anak perempuan yang memiliki wajah yang sama, pakaian yang sama, dan senyum yang sama sambil berpegangan tangan. Wajah perempuan dalam foto itu adalah wajah yang sangat dikenal oleh Nakula.
“Ada sebuah CD dalam jurnal ini, bisa kau cek ini Nakula?” ucap Pak Amba sambil mengangkat CD itu ke arah Nakula.
###
Bima dan Arimbi menelusuri ruangan-ruangan kosong yang di dalamnya terdapat beberapa perabotan yang sudah lapuk. Hingga mereka sampai di ruang dapur dan tidak menemukan apa pun. Seketika Arimbi teringat akan kejadian malam itu, dimana mereka menemukan seekor kucing yang di ikat terbalik di dalam sebuah lemari. Arimbi pun bergerak ke arah almari dekat kamar mandi yang tertutup kain putih, namun kain itu sudah di singkirkan Bima kala itu.
Pintu lemari itu sedikit terbuka, Arimbi membukanya dan tiba-tiba seekor tikus besar meloncat dari sana dan membuat arimbi terkejut seketika dan refleks mundur ke belakang dimana Bima berada di belakangnya. Bima yang juga terkejut akan gerakan Arimbi yang tiba-tiba, malah mendorong Arimbi ke depan ke arah dalam lemari. Tanpa disangka-sangka Arimbi justru terperosok masuk ke dalam lemari yang dasarnya menjeblos ke bawah dan terjatuh lebih dalam. Seperti masuk ke dalam sebuah lubang besar dan ketika jatuh Arimbi refleks menarik Bima yang pada akhirnya ikut terjatuh ke dasar bersamanya.
“Aaawww!!” Arimbi yang terjatuh lebih dulu dan badannya tertimpa tubuh Bima mengaduh kencang. Bima segera bangun dan mencoba berdiri seraya menarik Arimbi untuk bangkit. Mereka membersihkan pakaiannya yang kotor dan mulai menyadari jika mereka berada di tempat lain. Di ruang bawah tanah lebih tepatnya.
###
“Ugh.. sakit..” bisik Utari, Ia merasa seluruh tubuhnya sakit. Perlahan Utari membuka matanya, samar-samar Ia mendengar suara air yang mengalir dan ada seseorang yang memunggungi dirinya dan dengan memakai jubah putih itu yang terlihat sedang mencuci sesuatu. Utari merasa tangan dan kakinya tidak dapat digerakan. Kepalanya terasa pening dan pandangnnya terlihat kabur. Terakhir yang diingatnya adalah rasa sakit di kepalanya yang di pukul oleh seseorang.
Luas ruangan ini kira-kira sekitar 3×3 meter dan terlihat beberapa peralatan perkakas di samping meja. Dan Utari baru menyadari kalau dirinya bukanlah berada di atas sebuah ranjang. Melainkan sebuah kursi dental yang biasanya dipakai oleh dokter gigi untuk memeriksa pasiennya. Ketika Utari menggerakan kakinya ia merasa ada sesuatu yang menahannya, begitu pula dengan tangannya yang ternyata diikat. Sosok yang masih memunggunginya ini sama sekali tidak menyadari jika dirinya sudah sadar.
“Siapa kau?” tanya Utari pelan. Sambil melihat ke kanan dan ke kiri yang ternyata ruangan itu tidak memiliki jendela. Sosok berjubah putih itu pun menghentikan kegiatannya yang sedang mencuci, kemudian badannya berbalik dengan pelan dan melihat Utari yang sedang menyipitkan matanya karena silau terkena lampu dari kursi dental itu yang menyala tepat ke arah wajahnya.
Trang!!
Benda yang sedang di cuci oleh sosok jubah putih itu terjatuh dari tangannya. Tetapi sosok itu tetap menatap Utari dan tidak terpengaruh oleh suara benda yang jatuh itu. Melihat itu Utari menundukan pandangannya ke bawah dan melihat sebuah carit yang berkarat dan basah karena habis di cuci. Sosok itu menggunakan masker dan kacamata, karenanya Utari tidak mengetahui siapa sosok ini sebenarnya. Kepalanya pun menggunakan penutup rambut seperti orang yang akan melakukan operasi.
“Apa yang mau kau lakukan?” tanya Utari cemas sambil memperhatikan sosok itu yang semakin mendekat. Utari bergerak gelisah tetapi tangan dan kakinya tidak bisa digerakan. Ikatannya sangat kuat, bahkan Utari yakin kulitnya kini sudah terkelupas dan berdarah karena usahanya yang kencang. Sambil mendekat sosok itu mengambil salah satu benda perkakas yang ada di atas meja. Sebuah tang yang ukurannya lumayan besar kini mengarah kepadanya. Utari memundurkan kepalanya dan menggelengkan kepalnya ke sana kemari dengan kencang. Menolak tindakan seseorang itu yang akan dilakukan padanya.
“Tidak! Hentikan! Hentikan!” teriak Utari sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat, air matanya pun sudah keluar dengan deras tanpa bisa ditahan karena katakutannya pada sosok di hadapannya ini. Sosok itu menahan kepala Utari dengan salah satu tangannya yang dibalut sarung tangan dan tangan lainnya memegang tang yang mengarah ke mulutnya. Tang itu memaksa bibir Utari untuk terbuka, dengan kuat Utari menutup bibirnya. Dengan snegaja sosok berjubah itu membenturkan tang ke wajahnya dengan keras dan refleks bibirnya terbuka dan menjerit sakit.
Kesempatan itu langsung digunakan sosok itu dan memasukan tang besar itu ke mulutnya dan langsung menarik gigi-gigi Utari dengan kencang.
“AAAAAAARRGGHHHHHH!!!!” jerit Utari semakin kencang dengan apa yang dilakukan sosok itu. Darah segar pun mengalir dari mulutnya dan mengalir ke rahang dan tenggorokannya. Sosok berjubah putih itu tidak berhenti disitu saja, kemudian diambilnya sebuah gunting panjang. Gunting itu di arahkannya ke wajah Utari yang memerah karena darah dan tangis juga rasa sakit yang dirasakannya. Gunting itu di goreskannya dengan perlahan dari atas pelipis mata Utari hingga rahang dengan cukup dalam.
“AAAAAAARRGGHHHHHH!!!!” kembali Utari berteriak dengan kencang. Seakan tidak peduli dengan jerit dan tangis korbannya, sosok itu masih menyayat bagian tubuh Utari lainnya, bahkan kini sudah berganti dengan pisau besar dan mengiris lengan Utari denga perlahan. Tanpa ekspresi dan tatapan mata yang dingin. Darah Utari terciprat mengenai kacamata juga masker yang dikenakannya. Pisau itu sudah berganti lagi dengan carit yang tadi sempat terjatuh. Carit berkarat itu di ayunkan ke perut Utari dengan kencang. seketika perut itu robek dan dagingnya terbuka. Jubah putih itu kini sudah berubah warna merah menjadi sebuah lukisan abstrak.
Entah sudah berapa kali Utari berteriak hingga suaranya tak terdengar lagi dan merasakan rasa perih yang tak tertahankan. Sungguh Utari tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Utari juga tidak tahu apa yang sudah di lakukannya hingga ia harus mengalami ini. Dalam tangisnya Utari teringat akan kedua orang tua dan keluarganya. Entah Utari berada dimana saat ini, ia berharap teman-temannya yang ada di luar sana tidak mengalami ini. Keinginan terakhirnya saat ini Ia hanya ingin untuk segera mati dari pada harus mengalami penyiksaan ini.
“Ma..aaff.. ma..aff” ucap Utari dengan bersusah payah dalam tangisnya. Hanya itu yang bisa diucapkannya, dengan meminta maaf karena ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia masih bisa melihat perutnya yang terbuka lebar dan tangan yang berdarah-darah karena sebuah sayatan dan lengannya yang sedang dipotong oleh sosok itu. Utari tidak sanggup lagi, Ia senderkan kepalanya yang tegang karena menahan rasa sakit itu dengan lemah sambil mendongakan wajahnya ke atas pasrah dan bersiap menanti ajal. Utari melirik sosok itu yang ternyata masker yang digunakannya terlepas. Seketika Utari membelalakan matanya.
Selanjutnya……..
:MAWARR
-
20 Oktober 2016 pada 10:53 pm #196925Author5Keymaster
@kimyangela_ thanks for the story…saya kesulitan menemukan part III nya, apakah belum diposting?
Siapakah wajah di balik masker itu?
-
20 Oktober 2016 pada 11:08 pm #196989kimyAngela_Peserta
@author5 heheh part 3 nya blm ke upload soalnya wktu itu mau di upload eh lombanya udh tutup :PEDIHH jd gagal deh bolehkan aku upload part3 nya ka au? :ngambeknih
-
20 Oktober 2016 pada 11:24 pm #197035Author5Keymaster
Tentu saja boleh @kimyangela_
-
21 Oktober 2016 pada 12:21 am #197234kimyAngela_Peserta
sungguh??? yeaayy :KETAWAJAHADD nnti aku upload, oia cerbung kimoy masuk ke dftr lomba ga yah? apa udh gagal hihihi :ragunih @author5
-
21 Oktober 2016 pada 12:28 am #197254Author5Keymaster
Kebetulan karena syarat tidak terpenuhi jadi tidak masuk lomba. Tapi kita tunggu part berikutnya, biar ngga gantung. Thanks @kimyangela_ tetap semangat berkarya
-
21 Oktober 2016 pada 11:02 pm #201770oncomYoyoyPeserta
waahh ka @author5 mau lanjutannya? jadi terhura :beruraiairmata
karna sdh lewat waktu jadinya ga di post hahah *malu mau di post* hihi :purpletersipumalu
makasih buat semua yg sdh sempat baca cerbung pertama kimoy :sopan
ditunggu saran dan kritiknya :MAWARR karna cerita ini banyak kekurangannya
-
29 Oktober 2016 pada 8:13 am #233835farahzamani5Peserta
Blom di lanjut ni ka kimoy
Ayoo dongs dilanjut, penasaran nih,sapa tuh yg pake jubah putih
Aduhhhhh darah2 gni huhu
Kasian utari jdi korban pertama si jubah putih
Ditunggu kelanjutanny ya ka
Semangatttt -
27 November 2016 pada 1:42 pm #302118DalpahandayaniPeserta
Jdi ikutan takut dan deg2an
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.