Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › Lomba Cerbung Misteri (Baby Alvaro Adoption Case) Part 3 &4
- This topic has 5 balasan, 4 suara, and was last updated 8 years yang lalu by acisammy.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
10 Oktober 2016 pada 9:40 pm #155240acisammyPeserta
Baby Alvaro Adoption Case
Part 3
Setelah melihat isi flashdisk itu, Karina tak berpikir panjang lagi untuk menemui wanita asing yang belum diketahui namanya itu. Sebelumnya ia kembali menitipkan Alvaro di rumah Adam.
Terlalu padat, begitulah keadaan jalanan menuju café Cemara. Sangat kontras dengan keadaan jalan kemarin yang lancar karena hari ini begitu padat bahkan tampak ramai dengan kerumunan orang-orang di sisi kanan kiri pinggir jalan.
Sudah setengah jam berlalu tapi mobilnya hanya berjalan pada maksimum kecepatan 20 km/jam. Padahal jika berjalan kaki Karina pasti sudah sampai di café Cemara yang papan namanya sudah terlihat.
Akhirnya setelah bersabar dan mobilnya maju sedikit-sedikit, Karina sampai di sebuah café yang bernama ‘Cemara’. Kemacetan membuat Karina terlambat setengah jam. Awalnya Karina mengira wanita asing itu sudah ada di dalam café tapi yang terjadi malah café itu masih tampak sepi hanya ada dua remaja perempuan yang sedang sibuk dengan tabletnya.
“Mbak, apa sebelumnya sudah ada seorang wanita yang datang ke sini?” tanya Karina yang memutuskan langsung bertanya pada waitress perempuan yang sedang merapikan berbagai brosur.
“Sepertinya belum ada karena saya baru melayani dua remaja itu saja”. Waitress perempuan itu menjawab mengarahkan kepalanya kearah dua pelanggan remajanya yang duduk saling bersisian.
“Oh, begitu. Mbak, tolong nanti kalo ada seorang wanita yang datang yang mencari nama Karina. Tolong sampaikan orangnya sudah datang dan akan kembali lagi.”
“Baik, bu.” Waitress perempuan itu berucap sambil menganggukan kepalanya.
Tak ingin membuang-buang waktu dengan menunggu maka Karina memutuskan keluar dari café lalu menyeberang jalan menuju ke kontrakan wanita asing itu. Berpikir mungkin saja wanita asing belum berangkat maka lebih baik dirinya datang langsung ke kontrakannya saja.
Gang semakin sulit dilewati dengan penuhnya orang-orang yang banyak berdiri di sekitar jalan ditambah lagi beberapa kendaraan beroda dua yang lewat membuat Karina harus menepi dulu lalu melanjutkan langkah kakinya lagi sampai pada tujuannya. Tapi semakin dekat kearah tujuannya, Karina melihat ada semakin banyak polisi yang berdiri serta berhilir mudik di sekitar gang. Lalu tepat di depan pagar petakan kontrakan itu berdiri sekitar tiga orang polisi.
Walaupun perasaannya kaget dan bercampur bingung tapi Karina tetap berjalan menuju pagar rumah tersebut dan dari balik sela-sela jeruji pagar besi dapat terlihat sebuah garis polisi melintang di pintu kontrakan nomor empat.
Ada apa ini?…apa yang terjadi?…dimana wanita itu?Mengapa di depan pintunya melintang garis kuning polisi…? Berbagai pertanyaan terus mengusik pikiran Karina.
“Itu dia temannya datang!” seruan bernada keras tiba-tiba datang dari belakang membuat Karina membalikkan badannya seketika
Seorang polisi datang menghampiri Karina, sedangkan wanita muda yang berseru keras pada Karina hanya diam ditempat. Wajah wanita muda itu masih dikenal Karina karena sempat memasang wajah tak suka kepada dirinya.
“Ibu itu mengatakan anda adalah teman dari korban. Apakah hal itu benar?” tanya polisi itu yang Karina dapat tebak umurnya sepantaran dengan dirinya.
“Korban? Maaf saya baru datang dan sama sekali tak tahu ada apa ini. Saya memang kemarin datang ke kamar kontrakan nomor empat itu tapi jujur saya tak pernah mengenal wanita itu sebelumnya.”
“Perkenalkan saya dari bagian tim reserse kriminal. Perlu diketahui jika wanita yang anda temui kemarin telah tewas ditusuk di dalam kamarnya oleh orang yang belum kami ketahui. Tetangga kontrakannya melihat korban kedatangan tamu seorang wanita. Apakah anda mengetahui siapa yang berkemungkinan mendatangi tempat tinggal korban?”
Mendengar berita dari polisi tersebut membuat Karina terkejut tak percaya karena ia baru saja menemui wanita asing itu kemarin. Panggilan polisi itu menyadarkan Karina dari keterdiamannya.
“Bu..bisa jawab pertanyaan saya dulu.” tegur polisi itu
“Oh maaf, Pak. Saya betul-betul tak mengenal satu pun teman dari korban.” ucap Karina dengan gelengan kepala.
“Baiklah, tapi untuk melengkapi penyelidikan saya harap anda dapat membantu saya menjawab beberapa pertanyaan. Sebelumnya bisa saya ketahui siapa nama anda?”
“Saya Karina Setiadi. Tapi apa yang ingin bapak ketahui karena saya betul-betul tak mengenal wanita itu, bahkan namanya saja saya belum tahu.”
“Anda tidak perlu takut, saya hanya mengajukan beberapa pertanyaan saja. Sekarang silakan ikut ke kantor kami dulu karena kami membutuhkan kesaksian anda sebelum korban ditemukan tewas di tempat.” seru Polisi berbadan tegap tersebut
***
Berbagai jenis pertanyaan telah dijawab Karina ketika ia berada di dalam kantor polisi. Setelah itu ia dipersilahkan kembali ke rumah dan akan dihubungi kembali jika diperlukan.
Rentetan berbagai kejadian dilalui Karina dengan cepat membuat raganya lelah ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Sebelum itu ia harus menjemput Alvaro yang sengaja dititipkan di rumah Adam karena Karina belum mendapatkan pengasuh yang cocok.
Begitu sampai di rumah Adam. Karina masuk ke kamar tamu setelah sempat terlebih dahulu mengucap salam dan bertegur sapa dengan ibu mertua Adam.
Dilihatnya ada seorang pengasuh perempuan yang menemani Alvaro yang sedang tertawa di dalam ayunan sambil memainkan beberapa mainan yang tergantung di atas kepalanya. Karina lalu mengangkat dan menggendong Alvaro kemudian membawanya ke ruang keluarga yang menghadap langsung ke taman belakang rumah.
Aroma wangi khas bayi selalu membuat Karina ingin mengecup seluruh tubuh Alvaro. Sementara Alvaro yang mendapat hujanan kecupan menjadi terus tertawa terkikik karena kegelian.
Bagi Karina, Alvaro adalah pelengkap hidupnya walaupun tak ada darah dirinya yang mengalir di dalam bayi adopsinya itu. Karina memberikan usapan kasih sayang sambil mengamati bekas bintik-bintik merah yang warnanya mulai memudar setelah dioleskan krim anti alergi yang didapatkan dari Jimmy. Walaupun penyembuhannya hanya bersifat sementara tapi setidaknya hati Karina sudah sedikit lega karena Alvaro sudah tak pernah sesak lagi hanya bintik-bintik merah yang belum hilang sepenuhnya.
Ketika melihat wajah Alvaro mengingatkan Karina pada foto-foto seorang bayi yang diperkirakan masih berumur beberapa hari yang telah tersimpan di galeri smartphonenya. Foto-foto itu didapat dari flashdisk yang diberikan oleh wanita asing yang menjadi korban kejahatan seseorang yang masih dalam tahap pencarian polisi.
Ego dalam dirinya jelas menolak kemiripan Alvaro dengan foto seorang bayi yang sedang terpampang di layar smartphonenya tapi ketika berulang kali mata Karina berpindah dari wajah Alvaro ke foto bayi itu, berulang kali pula Karina harus menarik nafas pasrah karena hasilnya memang itu foto Alvaro ketika masih berumur hitungan jari.
“ehm…ehm” sebuah suara deheman berat seorang pria membuat Karina mengalihkan pandangannya yang tertuju pada smartphone lalu menoleh ke belakang sofa
“Ya Tuhan, Adam! Sejak kapan kau ada disitu?”
“Maaf, aku mengejutkanmu. Bisakah kau berikan Alvaro pada pengasuh. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan.” ucap Adam yang baru datang.
“Baiklah. Tunggulah disini.” Karina mengangkat Alvaro ke dalam gendongannya lalu berdiri mencari pengasuhnya ke ruangan lain.
Sambil menunggu kakaknya kembali, Adam kemudian duduk di sofa ruang keluarganya itu lalu tak sengaja ia memperhatikan smartphone milik Karina yang ternyata masih terpampang foto seorang bayi.
Karina sempat kaget ketika kembali ke ruang keluarga mendapati Adam yang sedang melihat gambar foto-foto di galeri smartphonenya. Sebenarnya dirinya tak suka jika ada orang yang menggunakan barang pribadinya tanpa ijin tapi kali ini dirinya menyadari butuh seseorang Adam untuk berbagi pikiran.
“Ini foto-foto bayi dari flashdisk korban kan? Erick sudah menceritakannya padaku. Suamimu itu tampak khawatir hingga dia menelponku malam-malam.”
Karina mengangguk lemah lalu duduk kembali di sofa. Melihat reaksi kakaknya yang hanya terdiam lalu Adam kembali berkata
“Mengapa kakak tak memberitahuku sebelumnya tentang kejadian di departemen store, tentang denah itu sampai masalah foto-foto dari flashdisk korban?” tanya Adam yang memberikan tatapan sedikit kecewa pada Karina.
“Maaf aku memang terlalu egois mencoba memikirkan masalahku sendiri.” sahut Karina yang kini memejamkan matanya lalu bersandar santai di sofanya.
“Baiklah, lain kali katakan padaku jika ada hal aneh lagi yang kakak alami. Sekarang tolong coba perhatikan foto ini” Adam memberikan sebuah foto seorang wanita berbaju tahanan kepada Karina
Karina membuka matanya kembali lalu mencoba memperhatikan selembar foto yang diberikan oleh Adam.
“Ini foto wanita yang tewas itu kan? Mengapa kau berikan kepadaku? Aku sungguh tak mengerti.” Karina bertanya keheranan pada Adam
“Wanita yang kau maksud itu bernama Amelia. Dua bulan lalu Amelia telah dinyatakan bebas dari hukuman penjaranya. Dia dipenjara karena ketahuan mencuri perlengkapan bayi di salah satu outlet sebuah mall. Tato di lengannya menjadi salah satu ciri anggota pencuri yang biasa beraksi di kawasan Senen. Kau tahu dia adalah wanita yang selalu beraksi dengan lihai bahkan selalu bisa mengambil barang berharga tanpa pemiliknya menyadari, sampai pada akhirnya aksinya ketahuan ketika dia mencuri sebuah perlengkapan bayi yang ternyata sudah dimasukkan sebuah alat sensor deteksi alarm.”
Karina sampai membekap mulutnya karena tak menyangka dirinya sempat berurusan dengan seorang pencuri kelas kakap. Pikirannya langsung terhubung dengan kejadian hilangnya Alvaro yang tiba-tiba sudah berada dalam gendongan Amelia lalu sampai pada kehilangan tas dimobilnya.
“Apa mungkin dia yang mencuri tasku ya. Sebenarnya tasku pernah hilang dimobil tapi aku tak begitu mempersalahkannya karena memang didalamnya tak ada barang berharga”
“Kemungkinan itu memang ada tapi semenjak dia keluar dari penjara. Tak pernah kedengaran dia beraksi lagi. Lalu aku juga mendapat kabar jika sehari sebelum keluar dari penjara, ada seseorang wanita yang datang menemuinya”
“Untuk apa wanita itu menemuinya?” tanya Karina yang semakin penasaran
“Tidak ada yang tahu alasan kedatangan wanita itu. Tapi kemungkinan wanita itu adalah orang yang sama dengan yang telah menemuinya malam-malam di kontrakan. Saat ini pikiranku mengatakan jika wanita yang datang ke kontrakannya itu sudah sangat mengenal Amelia.”
“Mengapa kau berasumsi seperti itu, Adam?”
“Karena tamu wanita itu yang membukakan pintu ketika penjual gado-gado datang mengantarkan pesanan Amelia. Biasanya hanya orang yang sudah kita kenal yang akan kita percaya untuk membukakan pintu untuk orang yang datang. Apalagi si penjual gado-gado sempat melihat tamu wanita tersebut langsung masuk ke dalam kamar setelah membukakan pintu. Itu jelas membuktikan wanita itu sangat dikenal oleh Amelia.”
“Pikiranmu bisa dibenarkan. Lalu apa lagi yang kau dapat dari hasil wawancara orang sekitar kontrakan itu?” tanya Karina semakin penasaran
“Kemarin setelah kau meninggalkan tempat kejadian, aku sempat bertemu dengan pemilik kontrakan yang mengatakan jika Amelia sudah melunasi uang sewa kontrakannya selama setahun. Ini terasa aneh bukan, seorang mantan napi yang hidup sendirian bisa langsung membayar lunas uang sewa kontrakannya selama setahun”
“Segalanya terasa aneh, apalagi dengan kemunculannya yang terasa tiba-tiba dan terkesan ada yang disembunyikan. Dari kiriman denahnya kepadaku jelas jika Amelia tidak hanya tahu siapa namaku tapi juga mengetahui dimana rumahku. Tapi untuk apa? Lalu apa hubungan dia dengan bayiku sampai Amelia memiliki foto-foto Alvaro yang masih berumur hitungan hari?” Karina terus mengungkapkan pertanyaannya
“Dia memang sudah mengawasimu sudah lama. Bahkan di kamar kontrakan nomor empat itu telah ditemukan sebuah buku cacatan kecil yang berisi semua data tentang dirimu dan Erick. Apa selama ini kau tak melihat sesuatu yang aneh di rumahmu?”
Mendengar pertanyaan Adam mengingat Karina pada sosok siluet bayangan tubuh manusia yang sempat Karina tangkap oleh pandangan matanya
“Aku memang pernah tak sengaja melihat bayangan siluet tubuh manusia yang muncul di halaman depan bertepatan dengan jendela kamar Alvaro yang terbuka secara tiba-tiba. Tapi aku juga tak begitu yakin karena itulah aku tak memberitahukan dirimu bahkan Erick.” ungkap Karina
“Mungkin saja itu bayangan Amelia yang sedang mengawasimu tapi dengan adanya seseorang yang membunuh Amelia bisa jadi pembunuh itu juga sedang memperhatikan kehidupanmu dan Alvaro. Begini saja, bagaimana jika besok kau ikut aku menemui seseorang perawat di rumah sakit jiwa?” ajak Adam
“Kau mau menemui perawat rumah sakit jiwa? tapi untuk apa?” Karina kembali bertanya keheranan dengan ajakan Adam.
“Karena perawat itu adalah salah satu orang terakhir yang menelpon Amelia dari handphone yang ditemukan tergeletak di meja kontrakannya.”
“Ah, aku baru ingat. Sebelum Amelia mengusirku sempat aku mendengar dia menyuruh si penelepon memberikan obat penenang.” seru Karina yang menganguk-anggukkan kepalanya mencoba memahami
“Kita harus tahu ada benang merah apa antara bayi adopsimu dengan Amelia. Besok pagi aku akan menjemputmu, kita temui perawat rumah sakit jiwa itu.”
***
“Perempuan itu bernama Rahayu. Sebulan yang lalu dia dibawa ke sini oleh Amelia karena mengalami gangguan kejiwaan. ” ucap Renata yang bertugas merawat pasien sakit jiwa.
“Apa Amelia sering mengunjungi dia.” tanya Adam yang memusatkan perhatiannya pada seorang perempuan muda yang terduduk lesu di dalam kamar sambil menyisir rambut sebuah boneka.
“Hampir setiap hari dia mengunjungi Rahayu.” Renata berseru sambil memperhatikan lembaran yang berisi daftar kunjungan pasien.
“Apa kami boleh masuk ke dalam agar bisa melihatnya lebih dekat?” tanya Karina
“Maaf, kondisi pasien yang masih labil belum diijinkan didekati orang asing kecuali keluarga dekat saja.” cegah Renata dengan sopan
“Baiklah. Sekarang tolong beritahu kami mengenai latar belakang pasien sampai apa hubungan Rahayu dengan Amelia?” pinta Adam secara tegas
Renata memberikan tatapan sedih pada pasiennya hingga akhirnya berucap “Rahayu mengalami depresi berat. Sebelumnya dia sempat dirawat pribadi di Semarang selama empat bulan. Pikirannya terganggu karena tak mampu menahan tekanan batin akibat kehilangan bayinya di klinik tempat dia melahirkan. Tak ada yang tahu bagaimana caranya sang bayi bisa menghilang apalagi klinik sederhana itu tak memiliki cctv. Kejadian itu membuat jiwanya terguncang sampai hilang akal dan mulai meresahkan para tetangganya di Semarang karena beberapa kali mencoba mengambil paksa bayi milik tetangganya. Akhirnya sebulan yang lalu, Amelia membawa Rahayu ke sini.”
Kedua lutut Karina lemas sudah, air matanya mengalir begitu saja. Mencoba menghubungkan antara sikap Amelia dengan bayinya membuat dada Karina semakin sesak. Jelaslah sebabnya mengapa Amelia memiliki foto-foto Alvaro. Lalu kini jahatkah dirinya yang sudah mengambil hal berharga milik orang lain. Tapi dirinya tak tahu apa-apa. Tubuh langsingnya kini merosot begitu saja sampai membuatnya membuatnya terduduk di lantai.
“Kak Karina…! seru Adam yang berusaha memegang kedua bahu Karina untuk membantunya berdiri kembali
“Biarkan…biarkan aku seperti ini dulu. Aku lemas…aku…aku tak sanggup berdiri! seru Karina yang terbata-bata di sela isakan tangisnya.
“Kuatkan dirimu, Karina!” tiba-tiba sebuah pelukan hangat seseorang melingkupi Karina yang langsung mendongak melihat Erick ternyata sudah menyusulnya dan ada di depannya.
“Erick…apa yang harus kulakukan? Aku tak mau kehilangan Alvaro…Alvaro milikku…Ini pasti ada yang salah kan…Alvaro bukan anak wanita gila itu kan…iya kan, Erick! setengah berteriak Karina terus mengguncang bahu Erick
“Sssttt, tenanglah Karina. Anak itu berkat titipan Tuhan jika seandainya saja dia lahir dari rahimmu tetap saja Alvaro bukan milikmu melainkan milik Tuhan yang harus dijaga. Bangunlah Karina! kau pernah kehilangan yang lebih besar dari ini. Aku akan selalu ada di sampingmu. Kita hadapi semuanya bersama-sama. Alvaro berhak mendapatkan keadilan.” Erick terus berucap untuk menyemangati istrinya.
Erick memapah Karina yang akhirnya mau berdiri. Renata sang perawat berinisiatif langsung mengarahkan ke ruang tamu. Mereka bertiga dipersilahkan duduk di sebuah sofa hitam yang masih layak untuk diduduki walaupun ada beberapa tambalan dari selotip hitam untuk menutupi robekan.
Setelah mereka duduk, Adam mencoba membuka suara.
“Mungkin pikiran kita mengarah jika Alvaro adalah anak dari Rahayu tapi ini masih sangat terasa aneh. Seharusnya Amelia langsung saja menemuimu dan mengatakan tentang latar belakang Alvaro yang sebenarnya. Tapi nyatanya Amelia hanya diam-diam mengawasi seakan-akan ada yang menghalanginya untuk memberitahukan kenyataan yang sebenarnya.”
Adam mengetuk-ngetuk dagunya sambil berpikir sampai akhirnya menghembuskan nafasnya secara kasar kemudian berseru. “Ada yang lebih aneh lagi disini. Foto-foto di dalam flashdisk itu adalah foto Alvaro ketika berumur beberapa hari. Lalu bagaimana bisa Amelia mendapatkan foto-foto itu jika Rahayu sudah kehilangan Alvaro dari semenjak baru dilahirkan apalagi Amelia baru menemui Rahayu setelah satu bulan terakhir ini setelah keluar dari penjara. Ini sungguh tak berkorelasi dan pikiranku mengarahkanku pada sesuatu. Kak Karina, sepertinya aku akan banyak membutuhkan bantuanmu!”
“Beri Karina waktu menenangkan diri dulu, Adam!” Erick menyela Adam
“Tentu saja, tapi jangan terlalu lama karena ini berkaitan dengan sebuah modus operasi kriminal. Ada sasaran yang sudah kucurigai sejak lama dan aku membutuhkan istrimu untuk membantuku.” seru Adam yang memasang wajah seriusnya
Karina yang tubuhnya setengah bersandar di dada suaminya hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia siap membantu memecahkan kasus milik Adam. Dirinya juga ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya.
***
Sudah satu jam Karina menunggu kedatangan seorang wanita yang juga berstatus sebagai orang tua adopsi seperti dirinya. Wanita itu benama Rachel yang sehari-hari hanya menjalani harinya sebagai ibu rumah tangga. Dengan janji akan memberi diskon besar jika Rachel belanja di butiknya akhirnya Rachel bersedia bertemu setelah sebelumnya berulang kali menolak bertemu dengan Karina.
Karina bisa mengetahui nama dan no telepon wanita yang sedang ditunggunya itu dari hasil usaha diam-diamnya memfoto data-data didalam map kuning yang ada di meja ruang kerja rumah penampungan.
“Ibu Karina? seorang wanita dengan bayi perempuan dalam gendongannya menyapa Karina yang sedang terfokus pada smartphonenya
“Ya. Cukup panggil nama Karina saja. Anda pasti ibu Rachel kan”
Rachel menganggukan kepalanya sambil tersenyum lalu berujar. “Anda juga cukup panggil dengan namaku saja. Maaf aku terlambat”
“Baiklah. Lalu siapa nama bayi cantik ini? Apa bayimu sedang sakit?” tanya Karina yang memperhatikan pakaian sang bayi perempuan yang begitu tebal dengan tambahan jaket.
“Namanya Maura. Dia sumber kebahagiaanku. Sekarang ini memang bayiku dalam kondisi yang kurang sehat tapi kondisinya akan membaik jika selalu dijauhkan dari udara dingin.”
“Apa dia alergi dingin?” tebak Karina seketika
“Oh, ternyata kau mengetahuinya juga. Aku baru mengetahuinya ketika kulit mukanya kemerahan lalu timbul bilur-bilur yang membuatnya terus menggaruk mukanya.”
“Apa pihak rumah penampungan tak mengatakan apapun tentang kondisi Maura?” tanya Karina mulai merasa memiliki kesamaan dengan yang dialaminya juga
“Tidak. Mereka hanya mengatakan Maura dalam kondisi sehat dan siap diadopsi.” jawab Rachel yang sempat menaikkan kedua bahunya
“Lalu apa kau tidak merasa aneh dan merasa dibohongi oleh Susan dan Rossa? tanya Karina sembari menyelidik.
“Jujur saja, awalnya aku merasa aneh dan merasa ada yang mereka tutupi tapi aku dan suamiku memutuskan lebih baik berfokus pada kesehatan bayi adopsi kami saja jadi Maura cukup kubawa ke dokter dan masalah akan selesei dengan sendirinya.”
“Mengapa kau semudah itu menganggap masalah telah selesei. Apa kau tak berpikir jika petugas rumah penampungan telah menipumu?”
“Maap Karina, aku tak mau memperumit masalah. Aku takut jika aku terlalu banyak bertanya bisa-bisa Maura akan diambil lagi oleh mereka.” jawab Rachel
“Baiklah jika itu pemikiranmu tapi kalau boleh kutahu bagaimana latar belakang Maura bisa ada di rumah penampungan? tanya Karina yang masih berusaha menggali keterangan dari Rachel
“Susan mengatakan kalau Maura adalah bayi yang ditemukan di toilet sebuah mall.” Rachel menjawab dengan wajah yang mulai menampilkan rasa tak nyaman karena harus membuka rahasia bayi adopsinya
“Lalu kau percaya begitu saja? Bisa saja kan Maura itu adalah bayi hasil penculikan, apa kau tak merasa bersalah jika seandainya kau mengadopsi bayi yang sedang dicari-cari oleh orang tua kandungnya” seru Karina
“Cukup, Karina! Tolong jangan mempengaruhiku dengan pikiranmu yang aneh itu. Asal kau tahu, enam tahun sudah aku menunggu agar dapat mengadopsi bayi. Sebelumnya aku selalu ikut mendaftar menjadi orang tua asuh di dinas sosial untuk mengadopsi setiap bayi yang dibuang tapi hanya kekecewaan yang kudapat karena aku tak pernah terpilih.” seru Rachel sedikit keras karena merasa ranah pribadinya mulai dicampuri.
“Maap Rachel jika aku telah menyinggungmu, hanya saja kita harus tetap berdiri di atas keadilan jika seandainya bayi itu adalah hasil kriminal karena ini berkaitan dengan hak orang lain yang terenggut. Modus penculikan bayi masih sulit terungkap karena para orang tua adopsi selalu tutup mulut tak mau dimintai keterangan. Jadi aku minta tolong bukalah hati dan pikiranmu”
“Simpan saja semua pikiran idealismu itu, Karina. Sepertinya aku telah salah datang kemari.” ucap Rachel lalu hendak berdiri dari kursinya
“Tunggu Rachel. Aku memahami apa yang kau rasakan dalam penantian panjangmu itu bahkan aku menunggu lebih lama darimu hingga sebelas tahun.” cegah Karina seketika
“Tidak. Kau tidak mengerti. Kau takkan pernah mengerti orang-orang penderita gangguan bipolar seperti aku. Kau tahu mengapa aku tak pernah bisa terpilih menjadi orang tua asuh, karena orang-orang dinas sosial itu menyamakanku dengan orang gangguan mental. Di saat itu aku bertemu dengan Susan yang menawarkan kemudahan mengadopsi bayi perempuan, tawaran itu bagaikan air segar ditengah aku merasa kehausan. Jadi tolong jangan ganggu kebahagiaanku! Silahkan urusi urusanmu sendiri! Jangan libatkan aku! Bagiku yang penting adalah Maura sekarang milikku dan akan terus bersamanya!” ungkap Rachel panjang lebar dengan muka yang sudah memerah karena meluapkan apa yang dirasakannya sepanjang penantiannya memiliki seorang bayi.
Karina terdiam dan akhirnya membiarkan Rachel pergi meninggalkan area restoran. Dirinya sempat sedikit merasa bersalah karena telah menyinggung perasaan Rachel. Tapi salahkah dirinya yang ingin mengungkapkan kebenaran.
Kini Karina merasa sendiri karena Rachel jelas tak bisa diajak bekerja sama walaupun beberapa fakta sempat terungkap dari mulut Rachel mengenai kebohongan Susan dan Rossa tentang kondisi kesehatan Maura. Informasi berharga ini harus ia sampaikan kepada Adam. Sebuah informasi berharga yang terekam dalam alat perekam suara yang berbentuk pulpen. Semua pembicaraan antara dirinya dan Rachel sudah terekam dalam pulpen perekam yang ia selipkan di kantung kemeja.
Tbc
***
Baby Alvaro Adoption Case
Part 4
Setelah rekaman pembicaraannya dengan Rachel sudah diberikan kepada Adam, lalu Karina diminta untuk segera menemui Susan. Tapi yang terjadi malah selama seminggu Karina kesulitan menghubungi Susan, dari teleponnya yang selalu bernada tidak aktif sampai pesan-pesan yang dikirimkannya juga tak pernah mendapat balasan.
Satu-satunya orang yang bisa dihubunginya hanyalah Rossa. Pada mulanya Rossa juga selalu seperti menghindar tak mau menemui Karina. Namun dengan berbagai alasan kepentingan akhirnya Karina berhasil membuat Rossa bersedia menemuinya.
Seperti biasa kedatangan Karina disambut Ana yang hari ini memakai cardigan menutupi perut hamilnya. Ana tersenyum menyambut Karina tapi tak mengucapkan apa-apa hanya menganggukkan kepala kemudian dengan bahasa tubuhnya segera meminta mengikutinya kedalam. Karina pun yang pikirannya sedang dipenuhi berbagai pertanyaan hanya terdiam dan mengikuti langkah Ana menuju ke ruang kerja.
Karina tak melihat Rossa di dalam ruang kerja yang tampak sedikit berbeda dengan sebelumnya. Lau ia memilih duduk di sofa sambil memperhatikan barisan pajangan keramik yang menggantikan map-map yang sebelumnya ada di dalam lemari.
Suara langkah kaki yang mendekat memecah ketenangan. Orang yang diharapkan akan memberikan kebenaran informasi pun akhirnya datang. Lalu Rossa ikut duduk di sofa ruang kerja.
“Baiklah, Ibu Karina. Apa lagi yang ingin anda ketahui tentang bayi adopsi anda? tanya Rossa lembut dengan senyuman ramahnya
Karina mengeluarkan tiga lembar foto bayi Alvaro hasil cetak dari flashdisk. Ketiga lembar foto itu di diletakkan di meja. Seketika raut keramahan Rossa hilang melihat foto-foto yang dibawa Karina
“Anda jelas tahu kan foto bayi siapa di foto ini? Bisa jelaskan bagaimana anda bisa menampung Alvaro di dalam rumah ini?” tanya Karina seketika
“Saya rasa sepertinya ini ada salah paham. Foto-foto itu hanya mirip saja dengan Alvaro. Lagipula Susan kan sudah mengklarifikasi jika Alvaro adalah bayi yang ditelantarkan oleh keluarganya.”
Karina sudah menduga hal ini hanya akan membuang-buang waktu karena Rossa akan terus mencari-cari alasan dan pada akhirnya tetap saja dirinya tidak akan mendapatkan informasi yang benar. Akhirnya Karina mengeluarkan foto Rahayu dan selembar kertas hasil tes DNA.
“Lihat foto ini! Namanya adalah Rahayu, dia mengalami depresi berat karena bayinya diculik di klinik tempat dia melahirkan. Lalu perhatikan hasil tes DNA ini yang menjelaskan sembilan puluh sembilan persen Alvaro memiliki hubungan genetik dengan Rahayu. Ini membuktikan Alvaro adalah bayi hasil penculikan. Jadi saya mohon kejujuran dari anda sekarang daripada saya laporkan kepada polisi!”
Mendengar perkataan Karina jelas mampu merubah raut muka Rossa yang mulai menegang dengan pandangan matanya yang menajam kearah lembaran foto dan hasil tes DNA yang tergeletak diatas meja.
“Ibu Karina tenang dulu, saya akan mencari Susan supaya dia bisa menjelaskan semuanya.”
“Tidak bisakan anda sebagai ketua pengurus yang menjelaskan semua. Sekarang semua bukti sudah jelas. Sebaiknya anda katakan saja secara jujur mengenai latar belakang Alvaro.”
“Maap Ibu Karina, saya…saya hubungi Susan dulu. Mohon anda tunggu disini.”
Untuk kedua kalinya Karina disuruh menunggu tanpa kejelasan. Rossa terlihat sangat terburu-buru seperti orang yang berada dalam kepanikan.
Karina yang ditinggalkan begitu saja merasa tak puas sehingga tapi kali ini dirinya nekat mengikuti langkah kaki Rossa.
Secara diam-diam, Karina terus mengikuti Rossa dari sejak keluar dari ruang kerja lalu berbelok ke kiri kemudian melewati lorong yang terdiri dari beberapa pintu di kanan kirinya sampai akhirnya Rossa menuruni tangga di ujung lorong.
Terlihat Rossa membuka sebuah pintu setelah menuruni tangga lalu masuk ke dalam ruangan dibalik pintu yang berada tepat di depan tangga. Keraguan menyelimuti Karina akankah dirinya ikut masuk ke dalam ruangan itu. Tapi tak tertutupnya pintu itu membuat rasa penasaran Karina muncul menghilangkan sedikit rasa takutnya. Ia memberanikan kakinya menuruni tangga lalu menghampiri pintu yang belum tertutup itu.
Sepertinya Rossa tak sempat menutup pintu karena mungkin terlalu panik. Secara perlahan Karina masuk ke dalam setelah sebelumnya mengintip ke dalam memastikan apa ada yang melihat dirinya.
Begitu masuk ke dalam, Karina langsung disambut oleh sebuah suara wanita yang sedang tertawa, membuat Karina spontan langsung bersembunyi dibalik salah satu rak. Untung saja ruangan ini berisi rak-rak yang berjejer layaknya seperti di toko buku.
“Hahahaaaa, kau lucu, Rossa. Itu hanya sebuah foto dan hasil tes DNA. Tak ada yang perlu kita khawatirkan bahkan kini Amelia sudah mati.” seru seorang wanita yang berada dibalik sekat pembatas ruangan.
Karina penasaran siapa wanita yang tertawa mengerikan itu.
“Tapi Ari, ini bahaya karena Karina sangat percaya kalau Alvaro adalah bayi hasil penculikan. Biar Susan saja yang menemui Karina. Aku tak mau terlibat lagi…aku berhenti saja”
Deg…siapa Ari yang dimaksud Rossa…batin Karina bertanya-tanya tak mengerti
“Jangan bermimpi kau bisa keluar dari bisnis ini, Rossa. Sekarang temui kembali Karina! Katakan kita tak punya hubungan dengan penculik Alvaro. Karina tak punya bukti jika penculiknya punya hubungan dengan kita.” seru wanita itu masih dibalik sekat pembatas ruangan.
“Tapi aku bingung harus berbicara apa pada Karina. Biar Susan saja yang menghadapi Karina, tapi dimana Susan sekarang kenapa teleponnya tidak aktif?”
“Hahahaaaa, Susan si bodoh itu sudah kulenyapkan menyusul Amelia…Hahahaaaaa.” seru wanita itu yang terus saja tertawa-tawa.
“Ari, kau betul-betul sudah gila. Apa yang dilakukan Susan sampai kau harus melenyapkannya?” tanya Rossa yang tak mampu menyembunyikan rasa kagetnya
“Susan telah gagal mendapatkan flashdisk itu bahkan posisinya juga sangat membahayakanku karena ada saksi mata yang sudah melihat wajahnya sebelum dia membunuh Amelia.”
“Tapi mengapa harus Susan yang kau bunuh. Mengapa bukan saksi mata itu yang dilenyapkan?” tanya Rossa kembali
“Terlambat! Polisi sudah mewawancarai saksi mata yang menjual gado-gado itu. Karena itu lebih baik aku melenyapkan Susan!” wanita itu berseru dengan kejamnya
Setiap kata yang dikeluarkan oleh wanita dibalik sekat pembatas itu membuat bulu kuduk Karina bergidik. Jelas telinganya mendengar bahwa Amelia ternyata dibunuh oleh Susan. Tapi Susan malah dibunuh oleh wanita bernama Ari itu yang masih berada di balik sekat pembatas ruangan. Pantas saja dirinya selalu kesulitan menghubungi Susan.
Karina mencoba menenangkan debaran jantungnya. Namun malah semakin sulit ketika pandangan matanya mengenali wanita yang baru keluar dari sekat pembatas ruangan itu.
Wanita yang dipanggil Ari itu adalah orang yang dikenalnya sangat lembut dan ramah. Bagaimana mungkin wanita seperti itu mampu melenyapkan nyawa manusia.
Belum cukup debaran jantungnya yang semakin cepat kini ditambah dirinya yang kesulitan menarik nafas ketika wanita yang dipanggil Ari itu mulai menggunakan kedua tangannya untuk menarik rambut pendek di kepalanya yang ternyata adalah rambut palsu lalu dia membuka ikatan rambutnya dan menggerai rambut aslinya yang ternyata panjang sepunggung.
Tangan Karina kali ini mulai gemetar seketika tak percaya dengan apa yang dilihatnya karena ternyata kejutan belum selesei sampai ketika wanita itu mulai melepas balutan cardigan panjang yang menutupi tubuhnya dan tampaklah sebuah bantalan yang menempel di perutnya. Mata Karina mendadak terpaku bahkan tangan kanannya menutup mulut menahan teriakan kaget yang hampir dikeluarkan dirinya bila tak mengingat posisinya saat ini. Dirinya tak percaya selama ini telah dibohongi oleh Ana yang berpura-pura hamil.
Kesepuluh jari Karina sudah bergetar hebat, tapi ia harus segera memberitahu Erick. Dengan gemetaran, Karina mengambil smartphone dari dalam tas kecil selempangnya. Lalu langsung menekan angka satu yang tersimpan nama suaminya. Sayangnya panggilan teleponnya tidak berhasil, Karina baru menyadari karena ternyata smartphonenya tak menampilkan indikator sinyal akibat keberadaannya diruang bawah yang membuat sulit menjangkau sinyal. Namun ia tak mau putus asa maka dengan jarinya yang gemetaran, Karina berusaha mengetik pesan singkat kepada suaminya berharap pesan itu sampai jika sudah ada jangkauan sinyal.
Prank…
Tiba-tiba smartphonenya meluncur dengan mulus karena terlepas dari tangannya yang gemetaran lalu terjatuh ke lantai. Ketakutan langsung menyelimutinya apalagi dirinya belum sempat menekan tanda panah kirim pesan.
Seketika Karina merutuki dirinya sendiri yang terlalu gugup sehingga tanpa sadar mengabaikan pegangan pada smartphonenya.
“Sepertinya kita kedatangan tamu cantik. Cepat tutup dan kunci pintunya, Rossa! Ada yang mau bermain-main dengan kita!” seru Ana bersuara keras.
Oh tidak…ini bahaya…aku harus keluar dari ruangan ini sebelum Rossa mengunci pintunya..seru Karina dalam batinnya
Karina menguatkan dirinya yang gemetaran agar dapat berdiri dari posisi jongkoknya. Tanpa direncanakan tiba-tiba Karina mendorong rak serbuk kayu berplitur itu yang langsung jatuh menimpa Rossa yang lewat untuk menutup pintu ruang bawah. Berbagai barang dari rak tercecer berantakan. Kemudian di detik itu juga Karina tersadar dirinya kini terlihat jelas di pandangan tajam Ana yang tiba-tiba sudah berjalan mendekat dengan membawa sebilah golok yang teracung di tangan kanannya.
Menangkap adanya sinyal bahaya mendekat maka tanpa aba-aba Karina langsung meloncati barang-barang yang tercecer di lantai lalu berlari keluar dari ruangan yang letaknya di bawah itu.
Setelah menaiki tangga, dirinya terus berlari sambil merogoh-rogoh tas selempang dan saku celana jeansnya mencari smartphone. Kembali Karina harus membodohi dirinya yang tak sempat mengambil smartphonenya yang terjatuh di lantai ruang bawah. Padahal dirinya harus menelpon untuk mendapatkan pertolongan. Dibelakangnya Ana terus berjalan mengikuti dirinya sambil tersenyum sinis dengan tangan kanannya yang masih memegang sebilah golok.
“Kau takkan bisa keluar dari rumah ini, Karina! Aku sudah mengunci semua pintu keluar! Kau akan mendapat hadiah manis karena berani ikut campur dalam urusanku!” teriak Ana menggema di sepanjang lorong ruangan.
Hadiah manis yang dimaksudnya pasti merupakan hal yang mengerikan, terbayang bagaimana dia yang menjadi dalang pembunuhan Amelia dan Susan. Karina mencoba mencari tempat untuk bersembunyi. Setiap pintu dalam lorong dicoba untuk dibuka berharap bisa masuk kedalam. Tapi semua pintu terkunci sampai akhirnya berujung pada dapur.
“Hahahaaaa…kau takkan bisa mendapatkan tempat bersembunyi. Takdir hidupmu ada ditanganku, Karina!” seru Ana dengan langkah perlahan yang masih berada di lorong ruangan. Ana berjalan secara perlahan mengikuti Karina karena tahu incarannya takkan bisa kemana-mana.
Karina mencoba tak terpengaruh dengan kata-kata mengerikan yang keluar dari mulut Ana. Dirinya sudah keluar dari lorong ruangan yang mengarah ke dapur. Posisi Karina kini tersudut di dapur namun dirinya tetap mencoba mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk melindungi diri. Seketika matanya menangkap sebuah kumpulan pisau dapur. Lalu tanpa buang waktu Karina langsung mengambil sebuah pisau lalu disembunyikan dibalik sakunya.
Begitu membalikkan badan, ternyata Ana baru masuk dapur menyusul Karina. Melihat itu Karina langsung menuju sebuah pintu yang terbuat dari kaca yang berada di pojok dapur kemudian tangannya bergerak aktif membuka pintu itu namun sialnya juga terkunci.
“Sudah kubilang semua pintu sudah terkunci! Kau takkan bisa kemana-mana! Sayang sekali Alvaro sebentar lagi akan kehilangan ibu adopsinya!” Ana terus mengeluarkan kata-kata mengancam
“Sadarlah, Ana. Kejahatanmu sudah terbongkar. Polisi akan datang ke sini untuk mengangkapmu.” Karina berseru lantang untuk mengusir rasa gemetar di tubuhnya karena melihat Ana terus mendekat.
“Jangan membual, Karina! Mereka takkan pernah bisa menangkapku! Aku Ariyana akan selalu lolos, hahahaaaaa…..!
Suara tawa lalu ditambah jarak Ana yang sudah hanya kisaran tiga langkah membuat ketakutan menyelimuti diri Karina. Kini posisi Karina terpojok di depan pintu dapur tak sempat bergerak kemana pun.
“Berhenti, Ana. Jangan mendekat!” Karina berusaha menghentikan Ana yang terus mendekat sambil mencungkan goloknya.
“Tidak akan, karena kau harus mati!!!” teriak Ana sambil mengarahkan goloknya ke tubuh Karina
“Awww…..kau!!!
***
Lantai putih dapur itu kini penuh dengan noda-noda merah yang berasal dari darah segar yang keluar dari tubuh yang terluka. Sambil lemas terduduk, kedua tangan Karina bergetar hebat lalu ia menangis tak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya.
“Buka pintunya!!!” terdengar suara teriakan dari luar pintu dapur.
Karina tak sanggup menanggapi. Otaknya tak mampu berpikir apapun bagai terhalang kabut kebingungan yang tercipta dari rasa ketakutan dalam dirinya.
Brakkkkk… pintu dapur pun terbuka paksa
Adam dan Erick yang baru datang mencoba masuk tapi karena pintu depan terkunci maka mereka berdua menghampiri pintu dapur kemudian karena kaget melihat keadaan lantai penuh darah dari luar pintu kaca dapur, membuat keduanya mendobrak paksa pintu kaca dapur yang ternyata juga terkunci.
Setelah pintu terbuka, mereka berdua masuk. Erick langsung menghampiri Karina yang terduduk di lantai sambil menundukkan kepalanya dan memandangi kedua tangannya dengan matanya yang basah. Sedangkan Adam memeriksa kondisi Ana yang terbaring di lantai dengan bagian luka tusuk di perut. Setelah itu, Adam langsung mengamankan golok dan pisau dapur lalu menghubungi tim kepolisian serta rumah sakit agar mendatangkan ambulans.
“Karina…” panggil Erick dengan lembut
“Aku membunuhnya, Erick… aku… aku menusuk perutnya…ucap Karina dengan isak tangisnya.
-
28 Oktober 2016 pada 9:30 am #230216farahzamani5Peserta
Ternyata Ana toh dalang semua ini
Ini msh ada kan lanjutannya??? -
28 Oktober 2016 pada 8:43 pm #232006acisammyPeserta
Masih ada, lanjut baca ke bagian Extra part…. disitu lebih jelas semuanya………
-
29 Oktober 2016 pada 9:44 pm #236594MariayuliantiPeserta
Bagus thor, mau lanjut baca lagi ya…. Semangat terus ya thor…. Bagus koq ceritanya.
-
27 November 2016 pada 12:45 pm #302092DalpahandayaniPeserta
Apha yg buat ana jdi jahat ? bkin deg-deg bnget
-
28 November 2016 pada 10:37 pm #303812acisammyPeserta
@Dalpa: ayooo kira2 apa yaa? hehehee…. makasih bgt yaa udah nyempetin baca hasil ketikanku yg masih byk kekurangan gini….
:purplehappy
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.