Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › Lomba Cerbung Misteri (Baby Alvaro Adoption Case) Part 1 & 2
- This topic has 7 balasan, 4 suara, and was last updated 7 years, 12 months yang lalu by acisammy.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
10 Oktober 2016 pada 9:37 pm #155225acisammyPeserta
Baby Alvaro Adoption Case
Genre : Misteri / Kriminal / Penyelidikan Kasus
Penulis : acisammy
***
Baby Alvaro Adoption Case
Part 1
Kereta dorongnya kosong…
Alvaro menghilang…
Karina panik seketika dan mengajak kedua kakinya melangkah lebih cepat diiringi degup jantungnya yang berdetak lebih kencang.
Deretan koridor pakaian di departemen store itu terus Karina jelajahi. Berjongkok sambil menoleh kekanan dan kekiri kemudian berdiri kembali dan menajamkan pandangannya ke segala arah.
Ini sungguh diluar penalarannya, bagaimana mungkin Alvaro yang baru bisa merangkak itu sudah mampu turun dari kereta dorongnya dan langsung menghilang seketika.
Sungguh penyesalan kini memenuhi benak Karina yang sempat meninggalkan kereta dorongnya sejenak karena ingin memegang bahan sebuah dress. Namun Karina menyadari kereta dorongnya terasa lebih ringan ketika kembali mendorong kereta dorongnya itu.
Karina yang terbiasa bertindak cepat langsung mencari pertolongan dengan menghampiri salah satu sales promotion girl yang sedang berdiri menjaga salah satu stand merek baju.
“Mbak, apa anda melihat bayi bertopi rajut kuning yang memakai baju jumper biru?” tanya Karina sambil meremas kedua tangan yang kini menjadi dingin karena rasa panik yang begitu dirasakannya.
“Bayi pakai topi rajut kuning ya..” seru SPG itu tampak berpikir sampai akhirnya dia teringat. “ Oh ya, tadi sepertinya ada seorang ibu yang lewat sambil menggendong bayi pakai topi rajut kuning tapi maaf kalau untuk warna bajunya tak sempat saya perhatikan.” jawab perempuan yang berprofesi sebagai SPG itu tersebut sambil berpikir.
Jawaban dari SPG itu membuat Karina semakin dilanda kekalutan karena terbayang beberapa kasus penculikan bayi yang pernah ia lihat di televisi. Karina teringat sempat melihat berita kriminal di televisi tentang kasus bayi berumur empat bulan yang diculik di Pasar Senen.
Tidak…Alvaro adalah miliknya… Tidak boleh ada yang mengambil bayinya… Bayinya adalah hasil buah kesabarannya menanti selama sebelas tahun…ujar Karina dalam batinnya
“Apa bisa mbak jelaskan bagaimana ciri-ciri ibu itu yang menggendong bayi saya?” tanya Karina setelah tersadar dari pikirannya
“Maaf bu, saya tidak begitu jelas memperhatikan wanita itu karena terlalu fokus pada bayi yang digendongnya.” jawab SPG tersebut dengan nada menyesal tapi kemudian dia teringat sesuatu kemudian menambahkan “hmm… sepertinya wanita itu memakai tas bahu warna merah tapi untuk warna bajunya saya kurang begitu memperhatikan.”
“Aduh, bagaimana ini…” keluh Karina dengan mukanya yang semakin pucat
“Ibu tenang dulu ya, saya akan bantu lapor ke bagian informasi dan pihak keamanan.” Dengan gesit, perempuan berseragam SPG itu berlari menuju ke tempat yang dapat membantu masalah kehilangan bayi Karina.
Karinapun tak mau berdiam diri walaupun dirinya masih lemas akibat dilanda rasa takut bercampur panik yang masih memenuhi pikirannya. Sebuah ide terbesit sekilas dalam benaknya, lalu ia pun langsung mengeluarkan smartphonenya.
Sebuah foto Alvaro yang diambil Karina sebelum berangkat ke departemen store telah terpampang di layar smartphonenya. Foto itu ditunjukkan oleh Karina kepada setiap orang di area sekitar departemen store.
Ditengah pencariannya terdengar suara dari bagian informasi yang mengumumkan berita kehilangan seorang bayi, dan Karina tahu jika itu adalah pengumuman mengenai bayinya yang hilang tiba-tiba. Kini dirinya hanya berharap keajaiban bayinya akan berada di gendongannya lagi. Tak putus asa, Karina pun melanjutkan pencarian dengan menunjukkan kembali foto bayinya kepada setiap orang ditemuinya.
“Sepertinya bayi di foto ini kok mirip dengan bayi digendong oleh wanita yang tadi baru saja lewat ya!” seru seorang wanita berhijab yang kedua tangannya menggenggam erat beberapa kantong belanjaannya.
“Kalau begitu, apa anda lihat kemana arah wanita itu yang menggendong bayi saya?” tanya Karina yang langsung antusias mendengar ada orang yang mengenali bayinya.
“Hmm…kalau tidak salah ya, tadi saya liat perempuan itu berjalan ke arah sana.” dengan telunjuk kanannya, wanita itu menunjuk ke bagian baju anak-anak.
Setelah mendapat informasi sangat berharga di tengah kondisi kebingungannya, Karina pun langsung berlari menuju ke bagian baju anak-anak setelah sebelumnya berterimakasih pada wanita berhijab yang telah memberikannya petunjuk.
Setiap bagian baju anak-anak ditelusuri secara teliti oleh Karina di setiap sisi, namun nihil tak ada ditemukan sosok seorang wanita yang membawa bayi adopsinya.
Karina menarik nafasnya sejenak karena kelelahan namun matanya terus bergerak memperhatikan sekelilingnya. Bukan hanya wanita yang memakai tas merah saja yang menjadi bahan perhatian Karina tapi setiap ada wanita yang menggendong bayi langsung diperhatikan juga secara teliti dimulai dari muka bayi itu lalu pakaian yang dikenakan.
Di tengah rasa lelahnya, sebuah tawa seorang bayi terdengar sangat familiar ditelinganya. Walaupun rata-rata suara bayi hampir memiliki suara yang sama tapi Karina yakin betul jika suara tawa ini adalah milik Alvaro. Dari apa yang ditangkap indera pendengarannya, Karina mencari sumber suara sang bayi sambil kakinya melangkah berusaha mendekati apa yang ditangkap indera pendengarnya.
Suara tawa riang bayi itu terdengar semakin jelas dari sudut bagian baju balita. Bersamaan dengan hasil tangkapan pendengarannya, Karina dapat melihat dengan jelas ada seorang wanita yang berdiri di sudut dekat rak tempat baju-baju bayi.
Karina kini hanya berjarak lima langkah dengan seorang wanita yang dibahunya melingkar tali tas berwarna merah. Wanita asing itu sedang mengangkat dan menurunkan bayi adopsinya seakan-akan mengajak bercanda sang bayi yang terus tertawa-tawa.
Berbagai pertanyaan kini memenuhi benak pikiran Karina. Siapakah wanita ini, mengapa bisa Alvaro tertawa bebas seakan-akan kenyamanan dirasakan oleh bayinya bersama wanita asing ini. Karina sendiri membutuhkan waktu tiga hari agar dapat menggendong bayinya tanpa disertai tangisan dari Alvaro. Namun wanita ini yang begitu asing di mata Karina mengapa dapat langsung mendapatkan tawa riang dari bayinya.
Lalu secara tak sengaja pandangan mata Karina menangkap suatu gambar tato di lengan bagian belakang wanita asing itu. Gambar tato yang menurut batin Karina kurang lazim dipilih oleh seorang wanita karena tato itu mengambarkan dua buah golok seperti sedang beradu.
Tiba-tiba wanita itu menoleh kearah belakang, membuat Karina langsung melepaskan perhatiannya dari gambar tato itu. Kedua pandangan mereka berdua bertemu seperkian detik karena wanita asing itu langsung menyerahkan bayi yang sebelumnya ada digendongannya kepada Karina. Hal aneh pun terjadi karena Alvaro kembali menolak seperti di hari pertama Karina mencoba menggendongnya. Alvaro mendadak menangis lalu meronta-ronta dalam gendongan Karina.
“Coba anda tiup secara lembut bagian belakang lehernya sambil punggungnya diusap-usap ” seru wanita asing itu tiba-tiba
Entah mengapa Karinapun mengikuti saran wanita asing itu lalu tak butuh lama langsung saja tangisan Alvaro berhenti. Takjub, itulah yang berada di pikiran Karina. Namun belum sempat Karina menanyakan jati diri wanita asing itu, tiba-tiba saja wanita itu memakai sebuah topi yang diambil dari tas merahnya. Topinya ditundukkan seperti ingin menyembunyikan wajahnya. Belum sempat Karina berkata apa-apa, wanita asing itu malah membalikkan badannya dan berjalan menjauhi Karina. Sontak Karina langsung berjalan mengejar wanita asing itu.”
“Tunggu…berhenti…!” teriak Karina yang berhasil menghentikan langkah kaki wanita asing itu, namun wanita itu hanya diam ditempat dan tak mau menoleh kebelakang ke arah Karina berdiri.
“Mengapa anda mengambil bayi saya?” Akhirnya sebuah pertanyaan keluar dari mulut Karina dari berbagai pertanyaan yang memenuhi pikirannya.
“Saya tidak mengambil bayi anda!” jawab wanita asing itu yang masih menunduk tanpa mau menengok kebelakang lalu menarik nafasnya sejenak dan menambahkan “saya hanya ingin bayi itu kembali ke tempatnya.”
Karina merasakan ada suatu nada kesedihan bercampur amarah dalam setiap kata-kata yang diucapkan oleh wanita itu. Keanehan ini menimbulkan rasa penasaran pada pikiran Karina tapi sayangnya rasa penasarannya tak akan terobati karena wanita asing itu langsung saja kembali berjalan cepat bahkan setengah berlari menuju pintu keluar departemen store. Karina yang masih tak paham dengan jawaban wanita asing itu hanya mampu terdiam karena posisinya yang sedang menggendong sang bayi tak mungkin dibawa berlari-lari untuk melakukan pengejaran.
***
Sebuah suara halus dari mesin mobil keluaran negara eropa berlambang empat cincin terdengar semakin jelas masuk kedalam garasi rumahnya. Pengemudinya adalah seorang pria yang berprofesi sebagai dokter kandungan. Dia adalah Erick sang suami yang datang dengan memasang senyum bahagia dibalik rasa lelahnya
Diruang keluarga sudah menunggu Karina yang diam terduduk di sofa empuknya. Matanya menatap kearah televisi tapi pikirannya masih dihantui kejadian yang dialaminya di departemen store.
“Karina, aku baru memeriksa kotak pos dan ternyata ada surat untukmu tapi sayangnya tak ada nama si pengirim. ” Erick tiba-tiba memberikan sebuah amplop putih membuat Karina tersadar dari keterdiamannya lalu segera menerima amplop itu.
Dibawa rasa penasaran maka kedua tangan Karina membuka amplop itu dengan cekatan. Didalamnya ternyata hanya berisi sebuah lipatan kertas. Karina membuka lipatan kertas itu lalu seketika dahinya berkerut melihat isi dari kertas itu.
Menyadari respon yang tak biasa dari istrinya, Erick mendekati istrinya dan ikut melihat isi kertas
“Sebuah denah? Ini kan denah jalan dari rumah kita menuju ke swalayan Top Tip. Kita sering kesana lalu apa ada yang aneh dengan swalayan itu?” tanya Erick
“Entahlah” ucap Karina yang menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan Erick.
Karina terus mengamati gambar denah tersebut berharap ada petunjuk lain di gambar denah tersebut. Usahanya tak sia-sia, karena dari hasil pengamatannya, Karina menemukan sebuah tulisan yang sangat kecil di sudut kertas.
“Jumat satu siang” gumam Karina pelan hampir tak terdengar
“Jumat satu siang?” tanya Erick yang ternyata mendengar ucapan Karina
Karina hanya menganggukkan kepalanya sambil masih menatap kearah denah yang berada di tangannya.
“Sudahlah sayang, lebih baik jangan dianggap serius. Ini pasti ulah orang yang iseng yang sengaja ingin menganggumu.” ucap Erick yang melihat istrinya terlarut dalam pikirannya sendiri
“Tidak Erick, kau salah.” ucap Karina sembari memegang lengan Erick lalu kembali berucap “Ada seseorang yang sepertinya sedang mengawasiku. Sebenarnya ketika tadi di departemen store, Alvaro sempat menghilang dari kereta dorongnya. Oh kau tidak tahu bagaimana paniknya aku mencari kesana kemari sambil bertanya pada orang-orang disana sampai akhirnya aku melihat Alvaro sudah ada di dalam gendongan seorang wanita yang sama sekali tak kukenal. Bahkan aku sempat berpikir Alvaro diculik. Erick, aku sungguh tak sanggup membayangkan jika aku sampai kehilangan dia.”
Karina berdiri mendekati Erick lalu memeluk suaminya sangat erat sambil terisak menyalurkan segala ketakutan yang tadi dirasakannya ketika sempat kehilangan Alvaro. Erick pun membalas pelukan istrinya sembari mengelus punggung Karina dengan lembut.
“Tenanglah, lain kali segera hubungi aku jika hal buruk apapun terjadi lagi. Sekarang lebih baik lupakanlah tentang wanita asing itu tapi jika kau masih penasaran dan merasa tak aman bagaimana kalau kita menghubungi adikmu Adam yang sekarang sudah berpangkat Kapten.” ucap Erick yang mencoba menenangkan pikiran istrinya.
“Tak perlu, Erick. aku tak mau merepotkan Adam apalagi saat ini dia pasti sudah disibukkan dengan tugasnya menangani kasus-kasus kriminal” cegah Karina lalu memasukkan kertas denah misterius itu ke dalam saku daster rumahannya.
“Jangan merasa membebani karena itu memang sudah menjadi pekerjaan adikmu. Bagaimanapun juga aku tetap harus memberitahu Adam apalagi setelah kau mendapat kiriman denah itu.” ucap Erick yang dibalas Karina dengan sebuah anggukan saja. “Lalu sekarang dimana baby boy kita?” tanya Erick yang tak melihat keberadaan Alvaro di dekat istrinya.
“Alvaro masih tertidur lelap di kamarnya. Oh ya lebih baik kau mandilah dulu dan aku akan menyiapkan makan malam selagi kau mandi.”
Erick berjalan kearah tangga menuju ke lantai atas sedangkan Karina menuju ke dapur untuk menyiapkan menu makan malamnya.
Setelah berkutat dengan peralatan dapur dan berbagai macam bumbu dapur akhirnya sepanci sup daging telah matang dan siap disajikan untuk disantap bersama suaminya. Setelah menuangkan sup daging itu dari panci ke dalam mangkok lalu Karina membawa mangkok itu ke meja makan namun hampir saja Karina menjatuhkan mangkok panas yang berisi sup daging ketika terkejut mendengar jeritan tangisan Alvaro. Tanpa mempedulikan letak mangkok sup itu yang belum tepat di tengah meja. Karina langsung berlari ke kamar bayi yang letaknya bersebelahan persis dengan kamarnya di lantai dua.
Ketika sampai di kamar bayinya, ternyata sang suami sudah berdiri di dekat jendela sambil menggendong Alvaro yang masih terisak-isak. Tangisan Alvaro membuat Erick yang baru mandi hanya sempat memakai celana pendeknya karena tergesa-gesa ke kamar Alvaro tanpa sempat memakai bajunya.
“Kenapa kau buka jendela kamarnya, Karina? Kau tak berniat mengundang nyamuk-nyamuk masuk kan?” tanya Erick yang sibuk menarik gorden jendela kamarnya sambil satu tangannya menggendong Alvaro.
“Apa jendelanya sungguh terbuka? Tapi aku tak membuka jendela kamarnya. Bagaimana mungkin, apa angin malam begitu kencang sampai jendelanya terbuka sendiri” seru Karina yang berjalan menuju ke jendela lalu kembali membuka gordennya kemudian memperhatikan keadaan halaman luar rumahnya dari jendela atas kamar Alvaro
Keadaan di luar rumah sangat sepi tak ada hal masuk akal yang bisa membuat jendelanya terbuka sendiri. Halamannya bahkan bersih tanpa ada daun-daun yang berserakan karena biasanya jika datang angin kencang pasti membuat halamannya menjadi penuh dengan sampah daun.
Pandangan mata Karina terus mencari alasan logis yang membuat jendela kamar bayinya terbuka sendiri. Sampai kedua mata Karina menangkap suatu bayangan yang dipantulkan oleh lampu taman halaman rumahnya. Bayangan itu bukan seperti sebuah pohon atau tiang lampu jalan tapi bayangan itu hampir seperti sebuah siluet tubuh manusia. Ingin memastikan tangkapan pandangan matanya maka tanpa banyak bicara lagi Karina langsung berlari turun ke lantai bawah menuju pintu keluar hingga sampai pada halaman rumahnya.
Nihil, tak ada siapapun di halaman rumahnya. Padahal Karina yakin betul tadi ada bayangan tubuh manusia. Dalam pikirannya terus berputar apakah ada seseorang yang membuka jendela kamar bayinya lalu kemudian melarikan diri atau memang tak ada siapa-siapa dalam arti dirinya yang terlalu berpikir secara berlebihan sampai menyalahartikan sebuah bentuk bayangan.
Berbagai kemungkinan tercipta dalam pikiran Karina apalagi setelah diperhatikan dari bawah ternyata jendela kamar bayinya sangat berdekatan dengan dahan besar pohon mangga yang terletak disamping persis jendela kamar bayinya.
Selama bertahun-tahun kamar itu sebelumnya kosong sampai akhirnya terisi oleh Alvaro. Hal itu membuat Karina tak terlalu mempedulikan posisi dahan yang menempel pada jendela kamar tak berteralis itu.
Belum sempat dirinya mengambil kesimpulan. Suara Erick yang memanggil mengembalikan diri Karina pada realita.
“Karina…karina cepat kemari!”
Karina kembali masuk ke dalam rumah karena mendengar ada nada suara panik dalam panggilan Erick. Tak perlu kembali ke lantai atas karena ternyata sang suami sudah menanti di depan sofa ruang depan dengan kaos yang sudah melekat di badannya sedangkan Alvaro berada di dalam gendongannya.
“Erick, ada apa sampai kau harus berteriak seperti itu?” Karina langsung mengambil alih Alvaro dalam gendongan Erick
“Lihatlah! Ada bintik-bintik merah di kulit tangan dan juga kakinya.” seru Erick yang menunjuk lengan dan kaki Alvaro.
“Ya Tuhan, bagaimana bisa bintik-bintik ini muncul di kulitnya.” Karina terperangah luar biasa melihat keadaan kulit Alvaro yang sudah dipenuhi bintik-bintik merah
“Karina, segera bersiaplah! kita harus bawa Alvaro ke rumah sakit sekarang juga!” perintah Erick tiba-tiba membuat Karina sadar jika ada masalah serius dengan kondisi tubuh bayinya.
Tbc
***
Baby Alvaro Adoption Case
Part 2
Jimmy tampak serius melihat selembar kertas yang berada di tangannya. Kertas itu mengambarkan hasil laboratorium yang didapat dari pengambilan sedikit darah milik Alvaro. Sampai akhirnya Jimmy meletakkan kertas hasil laboratorium itu di atas mejanya lalu menyampaikan hal yang perlu diketahui oleh Karina dan Erick mengenai kondisi bayi adopsi mereka. Jimmy menatap kedua sahabatnya sejak masa berseragam abu-abu itu lalu berujar
“Erick, bagaimana bisa kau yang seorang dokter sampai tak menyadari ada yang tak biasa dari tubuh bayimu”.
“Lebih baik kau langsung saja katakan ada apa dengan bayiku, Jim?” ucap Erick yang tanpa ijin langsung mengambil kertas hasil lab yang tergeletak di meja lalu membaca sejenak sampai kemudian tercengang seketika.
“Hasil labnya memang mengejutkan tapi semua bisa diatasi jika kalian tahu jenis alergi apa yang diderita oleh orangtua kandungnya agar Alvaro bisa mendapatkan jenis penanganan pengobatan yang tepat.” ujar Jimmy sang dokter anak yang sudah mengetahui jika sahabatnya yaitu Erick dan istrinya mengadopsi Alvaro.
“Apakah seserius ini, bukankah ini hanya bintik merah biasa seperti biang keringat?” tanya Karina yang mencoba berpikir positif
“Karina sayang, ini bisa jadi hal yang sangat serius karena dari hasil tesnya ternyata bayi kita rentan mengalami reaksi alergi.” ujar Erick yang langsung mengenggam tangan kanan Karina agar istri tercintanya tetap dalam kondisi tenang
Walaupun Erick sudah sedikit memberikan gambaran hasil tes alergi milik Alvaro, tapi raut kebingungan masih tergambar jelas di muka Karina sehingga Jimmy pun merasa harus menjelaskan secara rinci.
“Maaf Karina, aku harus menyampaikan hal ini karena definisi alergi tidak sesederhana dugaanmu, sebenarnya alergi dapat menyerang semua organ dan sistem tubuh, mulai dari paru, kulit, saluran buang air kecil, jantung, bahkan otak. Apalagi sebelumnya bayimu sempat mengalami batuk, pilek yang disertai sesak. Nah itu adalah gejala awalnya dan ini sangat tidak baik mengingat bintik-bintik merahnya sudah muncul di kulit bayimu.”
”Jadi apa yang harus aku lakukan, Jim.” tanya Karina yang kini mulai bersandar lemas di sandaran bangku.
“Sabarlah Karina, aku pikir yang paling akurat untuk saat ini adalah melakukan anamnesa, itu artinya kita harus mengetahui riwayat penyakit orang tua kandungnya berikut catatan pemberian makanan sebelum bayi kalian diadopsi lalu kita juga perlu tahu apakah sebelumnya sudah ada timbul tanda-tanda gejala alergi makanan sebelum kalian mengadopsi Alvaro.” ujar Jimmy yang berusaha menjelaskan dengan nada suara yang menenangkan
“Jim, tidak bisakah kau berikan obat anti alergi saja. Kupikir nanti alerginya juga akan hilang dengan obat itu.” mohon Karina kepada dokter Jimmy
Permohonan Karina sudah sering didengar Jimmy dari beberapa pasien yang lebih senang mengandalkan obat pereda daripada mencari penyebab utama timbulnya alergi.
Untuk menghindari kesalahpahaman lebih jauh maka Jimmy berucap “Maaf sekali Karina tapi pemberian obat terus-menerus bukanlah solusi terbaik karena yang terbaik adalah menghindari pencetus yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut. Tapi untuk saat ini aku akan berikan obat yang bersifat sementara walaupun perlu kalian tahu jika alergi pada bayi kalian itu tak bisa dihilangkan seratus persen namun kalian jangan khawatir karena frekuensi kekambuhannya masih bisa dijarangkan. Jadi saranku tolong hindari makanan minuman yang umumnya menjadi penyebab alergi pada bayi.”
Setelah mendengar keterangan mengenai apa yang diderita oleh bayi mereka dan apa yang harus dilakukan, akhirnya Karina dan Erick pamit pulang dari klinik praktek Jimmy tersebut. Tak lama kemudian Alvaro sudah berada di gendongan Karina kembali setelah sebelumnya berada di ruang observasi anak untuk diperiksa dan diambil sedikit darahnya.
***
Keesokan harinya Karina memutuskan untuk pergi sendiri mencari informasi tentang riwayat kelahiran Alvaro sedangkan Erick memutuskan untuk mengambil izin cuti prakteknya agar bisa menjaga Alvaro yang masih harus di rumah demi menghindari debu serta hal-hal di luar rumah yang mungkin saja bisa membuat bayinya timbul alergi.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih enam puluh kilometer akhirnya Karina sampai di kota Bogor tepatnya di daerah Dramaga. Tempat yang diharapkan menjadi sumber informasinya adalah sebuah rumah penampungan bayi yang mempertemukan Karina dengan Alvaro. Rumah penampungan bayi itu tampak seperti umumnya rumah biasa karena dengan alasan status sebagai lembaga independen maka rumah berlantai dua itu tidak memasang papan nama seperti lembaga sosial yang dibiayai pemerintah pada umumnya.
Senyuman ramah datang dari wanita hamil bernama Ana yang diketahui Karina sebagai asisten rumah tangga. Ana menyambutnya di teras depan karena sebelumnya Karina memang sudah menelepon akan datang.
“Selamat pagi Ibu Karina. Mari silahkan masuk. Ibu Susan sudah menunggu anda di ruang kerja.” sambut Ana dengan sopan
“Terimakasih Ana sudah menyambutku. Kau pasti merasa lelah harus bekerja dalam kondisi hamil. Berapa usia kehamilanmu?” tanya Karina
“Terimakasih untuk perhatiannya. Usia kehamilan saya sudah hmm…” Ana tampak berpikir sebentar lalu memasang senyuman ramahnya kemudian kembali berucap “ Sudah sekitar lima bulan. Mari saya antarkan anda menemui Ibu Susan”
Ana lalu mengajak Karina masuk ke dalam rumah. Karina mengikuti langkah kaki Ana yang membawanya ke sebuah ruangan. Kemudian Ana membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Karina untuk masuk kedalam
Didalam ruangan sudah ada seorang wanita berkacamata sedang duduk di belakang meja kerjanya. Dia adalah Susan sang wakil pengurus rumah penampungan bayi. Wanita itu tampak rapih dengan sanggulan rambut dan balutan kemeja lengan pendek berwarna hijau.
“Selamat pagi, Ibu Karina. Saya tak menyangka anda akan datang sendiri tanpa ditemani suami. Apa ada yang bisa saya bantu?”
“Selamat pagi juga, Susan. Saya harap anda bisa membantu memberikan informasi mengenai bayi adopsi kami.”
“Oh, baiklah. Mari silahkan anda duduk dulu!” ajak Susan sambil mengajak Karina menuju ke barisan sofa coklat berbentuk L yang terdiri dari beberapa dudukan yang menyambung menjadi satu lalu di tengahnya ada meja kaca berbentuk lingkaran. Susan pun menyusul duduk di sofa.
“Saya pikir kami sudah memberikan informasi seluruhnya mengenai kondisi Alvaro. Lalu apa lagi yang ingin Ibu Karina ketahui.” tanya Susan masih dengan senyum ramahnya
“Alvaro mengalami gejala alergi, karena itu saya diminta dokter mendapatkan informasi riwayat penyakit orang tua kandungnya supaya bisa mendapatkan obat yang tepat. Jadi bisakah kau memberikan informasi tentang data kesehatan orang tua kandungnya?”
“Maaf tapi kami tak punya informasi apapun mengenai orang tua kandungnya mengingat status Alvaro adalah bayi yang ditelantarkan keluarganya. Lagipula saya rasa tak ada yang perlu dikhawatirkan karena kami disini selalu memberikan asupan gizi yang baik sebelum para bayi diadopsi.”
Mendengar pernyataan Susan jika Alvaro adalah bayi yang ditelantarkan secara sengaja membuat Karina tercengang tak percaya karena informasi yang didapat sebelumnya sangat berlawanan.
“Apa maksudmu Susan? bukankah Ibu Rossa mengatakan jika Alvaro adalah bayi yang sengaja diberikan seorang ibu yang sedang berada dalam kondisi kesulitan keuangan. Mengapa informasi yang kau berikan sangat berbeda dengan yang pernah dikatakan Ibu Rossa? Sebenarnya mana yang benar?” tanya Karina dengan sangat memaksa
Pertanyaan Karina sempat membuat Susan tercengang lalu membetulkan posisi kacamatanya sejenak. Apa yang dilakukan oleh Susan terekam dalam pengamatan Karina karena biasanya Susan yang ramah dan penuh senyum tak pernah menampilkan raut muka kegusarannya seperti yang sempat Karina lihat. Susan tampak berpikir sebelum mengatakan sesuatu. Tetapi kemudian perempuan berkacamata itu malah berdiri.
“Maaf, tolong tunggu disini sebentar saya akan kembali dengan informasi yang anda butuhkan” seru Susan setelah merapikan rok hitam spannya lalu berjalan keluar ruangan kerja tersebut.
Seharusnya Karina berlega hati karena akan mendapat informasi yang dibutuhkan namun memikirkan adanya perbedaan informasi dari Rossa sebagai ketua pengurus rumah penampungan bayi dengan wakilnya yang bernama Susan membuat Karina malah merasa gusar sehingga tanpa sadar Karina malah ikut berdiri dan mencoba mencari hal yang dapat mengatasi kugusarannya.
Pandangan mata Karina tertuju pada barisan map di dalam lemari kaca. Keingintahuannya yang besar mengesampingkan etika sopan santunnya sebagai tamu. Karina berjalan ke arah pintu ruang kerja lalu menengok kekiri dan kekanan memastikan dalam jangka waktu dekat tidak ada yang masuk. Setelah itu Karina langsung membuka pintu lemari kaca yang ternyata tak terkunci itu.
Dengan jari-jarinya Karina mencoba menelusuri apakah ada map yang berisi data bayi adopsinya sambil sesekali menajamkan indera pendengarannya mewaspadai jika ada suara langkah kaki yang mendekat kearah ruang kerja.
Data bayi Alvaro tak ditemukannya hingga penelusurannya pada map terakhir. Dengan rasa penuh kecewa, ia menutup pintu lemari itu. Karina akhirnya kembali berjalan sofa, namun secara tak sengaja matanya menangkap sebuah map berwarna kuning yang tergeletak di meja. Terdorong oleh rasa ingin tahunya, Karina secara perlahan membuka map tersebut. Setelah mencoba membaca cepat dapat disimpulkan jika map itu berisi data seorang bayi perempuan beserta orang tua yang mengadopsinya.
Dengan tergesa-gesa, Karina mengambil smartphonenya dari dalam tas lalu memfoto setiap lembar yang berisi data-data di dalam map kuning tersebut. Hingga ketika memfoto lembaran terakhir, indera pendengaran Karina menangkap suara langkah kaki. Tanpa mempedulikan hasil fotonya, Karina langsung menyudahi aksinya tersebut lalu kembali duduk di sofa dan berusaha tampil biasa walaupun jantungnya masih berdebar kencang.
Sesuai perkiraan tak lama Susan masuk lalu memberikan sebuah lembaran kepada Karina yang menerimanya dengan rasa antusias karena berharap lembaran itu berisi sebuah informasi yang dibutuhkan.
Lagi-lagi kekecewaan harus ditelan Karina setelah membaca lembaran itu. Tak ada informasi orang tua kandung Alvaro.
“Mengapa hanya informasi makanan yang pernah dikonsumsi Alvaro saja, mana riwayat kesehatan orang tua kandungnya?” tanya Karina yang tak terima
“Seperti sudah saya katakan bahwa Alvaro adalah bayi yang ditelantarkan oleh keluarganya sehingga tak ada catatan apapun mengenai orang tua kandungnya.” ujar Susan dengan tenang agar dapat dipahami Karina
“Tapi waktu itu Ibu Rossa mengatakan——–“ Karina mencoba menjelaskan tapi kata-katanya dipotong oleh Susan
“Maaf memotong kata-kata anda, tapi saya rasa hal itu hanya salah paham saja, karena yang dimaksud Ibu Rossa saat itu pasti bukan tentang Alvaro. Ya… mungkin anda bisa memaklumi jika disini ada beberapa bayi yang kami urusi sehingga bisa saja ada pertukaran informasi.”
“Jujur saja ini terasa agak aneh tapi saya akan mencoba menerimanya. Terimakasih atas bantuanmu. Mungkin saya akan datang lagi untuk menemui Ibu Rossa untuk membicarakan kembali latar belakang Alvaro. Tolong sampaikan salamku pada beliau dan saya harap dia bisa meluangkan waktunya untuk berbicara denganku.” pamit Karina yang memilih pasrah dengan informasi yang didapat dari Susan walaupun pikirannya tetap merasa ada yang disembunyikan oleh Susan.
***
Setelah tak mendapat informasi dari Susan membuat Karina terpaksa menuju ke tempat yang tergambar dalam denah misteriusnya. Pikirannya menerka jika ini ada hubungannya dengan bayi adopsinya. Karina memberanikan diri datang sendiri pada hari jumat di jam satu siang.
Sudah lama Karina menunggu di parkiran mobil depan swalayan Top Tip tapi tak ada hal-hal yang mencurigakan. Akhirnya ia turun dari mobil lalu masuk ke minimarket sekalian berbelanja kebutuhan Alvaro.
Kedua tangan Karina sudah menggenggam kantong plastik berisi barang-barang hasil belanjanya di swalayan. Untuk mengantisipasi reaksi alergi pada Alvaro maka tak lupa ia membeli dua kotak susu soya serta tahu, tempe, dan daging sapi yang dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan.
Karina tetap tak mendapat petunjuk apapun sampai selesei belanja. Mungkin benar kata suaminya jika denah itu mungkin saja hanya ulah orang iseng. Ia berencana langsung pulang ke rumah karena sudah ingin segera bermain dengan Alvaro yang sudah dititipkan di rumah adiknya yang bernama Adam karena disana ada ibu mertua Adam dan pengasuh anak-anak Adam sedangkan Erick sudah kembali bertugas setelah habis masa cutinya.
Setelah menaruh barang-barang belanjaannya di bagasi mobilnya, Karina lalu masuk ke dalam kursi kemudinya, namun terpaksa harus keluar dari mobilnya lagi untuk mengambil selembaran kertas yang menempel pada kaca mobil depannya.
Awalnya Karina menyangka selembaran kertas itu berisi iklan yang sering diselipkan oleh para sales pada wiper kaca depan mobil-mobil yang terparkir. Ternyata perkiraannya salah karena setelah lipatan kertas itu dibuka ternyata isinya bukan iklan atau gambar produk barang melainkan sebuah pesan aneh yang ditulis oleh seseorang yang entah siapa karena tak ada keterangan nama si penulis pesan aneh itu.
“Lihat gang depan! Ikuti aku yang pakai jaket merah!” baca Karina dalam hatinya
Dahi Karina mengkerut merasa aneh dengan pesan tersebut tapi rasa penasarannya malah membuat dirinya mengarahkan matanya mencari gang depan swalayan. Tepat di depan gang, kedua matanya melihat seseorang perempuan berjaket merah yang wajahnya tertutup oleh rambut panjang yang sepertinya memang sengaja digerai untuk menutupi sebagian wajahnya.
Perempuan berjaket merah yang ternyata mulai berjalan masuk ke dalam gang itu. Diselimuti rasa ingin tahunya yang tinggi membuat Karina memutuskan mengikuti perempuan berjaket merah itu . Setelah mengunci mobilnya lalu ia berjalan cepat kemudian menyeberang jalan sampai akhirnya mulai masuk ke dalam gang mengikuti langkah kaki perempuan berjaket merah itu.
Gang itu sangat sempit karena hanya bisa dimasuki oleh kendaraan beroda dua saja. Di sebelah kanan dan kiri gang sempit itu berdiri rumah-rumah yang saling berhimpitan dengan sebuah pagar kecil di depannya, hanya beberapa yang memakai pagar tinggi dengan bangunan lantai dua yang balkonnya penuh dengan gantungan jemuran.
Karina mengikuti arah langkah kaki wanita asing itu yang ternyata berakhir pada sebuah bangunan. Wanita asing itu masuk ke dalam pagar sedangkan Karina yang sudah mendekat hanya memperhatikan dari balik jeruji besi pagar. Ternyata pagar itu adalah pintu masuk menuju petakan beberapa pintu ruang kontrakan yang berjejer di kanan dan di kiri sedangkan di tengahnya antara pintu-pintu kontrakan yang saling berhadapan terdapat halaman luas untuk parkiran motor. Diantara pintu-pintu kontrakan itu ternyata yang paling pojok sebelah kananlah yang dimasuki oleh wanita itu.
Karina terdiam di depan pintu pagar karena masih ragu apakah akan masuk kedalam atau tidak.
“Anda mencari siapa? Kok gak masuk ke dalam?” sapa seorang wanita muda dengan seorang bayi dalam gendongan kain jariknya.
“Ah…maap, saya ingin bertemu dengan seorang wanita”. jawab Karina yang agak kebingungan karena belum mengetahui nama wanita asing itu.
“Kalau begitu langsung masuk saja ke dalam. Sudah tahu yang mana pintu kontrakannya?”
“Iya saya sudah tahu pintunya yang itu dipojok sebelah kanan.” jawab Karina
“Oh, jadi anda ini temannya si mantan residivis sombong yang menyewa kontrakan pintu nomor empat itu yah. Ya sudah langsung saja.” ucap ibu muda yang tiba-tiba saja mengganti sapaan ramahnya dengan ekspresi sinis di wajahnya lalu seperti tak ingin berlama-lama berdekatan dengan Karina, ibu muda itu membuka pagar lalu masuk ke dalam.
Residivis…pantas saja ibu itu begitu sinis, apa dia pikir aku ini temannya…seru Karina dalam batinnya
Keraguan sempat menyelimuti benak Karina namun rasa penasarannya membuat keberaniannya kembali terpompa menimbulkan luapan semangat untuk melangkahkan kakinya menuju pintu kontrakan nomor empat yang terletak paling pojok sebelah kanan
Hening, tak ada suara apapun dari dalam pintu kontrakan yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran Karina. Bahkan jendela ruang kontrakan itu juga masih tertutup rapat gorden padahal sang surya sudah berada di atas kepala. Dirinya yang merasa sudah terlanjur melangkah sejauh ini merasa tak adil jika harus kembali tak membawa hasil sehingga akhirnya kali ini Karina mencoba untuk berbuat nekat mengetuk pintu sang penyewa kontrakan.
Tak disangka sebelum tangan kanan Karina mengetuk pintu, sang penyewa kontrakan membuka pintunya, dan tampaklah dengan jelas wajah wanita bertato itu. Alisnya terangkat sebelah dengan pandangan matanya sangat tajam membuat Karina jadi gugup seketika sampai lupa memberikan salam sapaan layaknya seorang tamu.
“Masuklah, aku tahu siapa dirimu!” ajak wanita tak dikenal itu
Seharusnya ini menjadi kesempatan bagi Karina untuk mengetahui lebih jauh apa hubungan wanita itu dengan bayinya tapi melihat suasana sekitar yang sepi dan ruangan dalam yang tampak suram membuat Karina diam ditempat.
“Hmm…bisakah kita berbicara di luar saja?” ucap Karina mencoba mencari aman
“Tidak bisa! Kau mau masuk kedalam atau jika tak mau silahkan kembali pulang!” acuh wanita itu sambil kedua tangannya bersedekap di dada
Tak ada pilihan sehingga Karina memutuskan masuk kedalam. Wanita itu menyuruhnya duduk disebuah kursi plastik bersandar berwarna merah. Setelah menutup pintu ruang kontrakannya, wanita itu kemudian berjalan kearah meja kecil lalu membuka lacinya dibawahnya.
Karina tidak mengalihkan pandangannya selain kepada wanita asing itu. Pikirannya terus mengatakan jika wanita ini adalah orang yang sama dengan yang menggendong Alvaro saat di departemen store.
“Anda ini yang waktu itu menggendong bayi saya kan? Sebenarnya siapa anda? Apa mau anda?” Karina terus mengungkapkan pertanyaannya yang selalu berputar di pikirannya.
“Akan lebih aman jika anda tak perlu tahu lebih banyak tentang saya. Sekarang terimalah flashdisk ini!”
Sebuah benda berukuran kecil diterima Karina dengan pandangan kebingungan.
“Flashdisk ini buat saya? Apa ini isinya?” tanya Karina yang kemudian berdiri dari duduknya
“Flashdisk itu berisi —-“
Ring…ring…ring…
Sebuah suara dering telepon masuk menghentikan kata-kata wanita itu yang segera berjalan mengambil handphone berbentuk candybar yang terletak di atas meja plastik berbentuk persegi.
“Halo…iya ini dengan saya. Tolong beri dia penenang dulu, saya kesana sekarang!” Wanita itu berucap dengan nada paniknya yang terdengar jelas di telinga Karina
“Saya harus pergi suatu tempat. Jika anda ingin tahu tentang saya, besok jam sepuluh datanglah ke café Cemara di samping minimarket depan gang yang tadi anda lewati.”
“Lalu flashdisk ini bagaimana? Tak bisakah sekarang anda bicara singkat saja.”
“Masalahnya tak sesingkat yang ada bayangkan, Nyonya Setiadi! Jadi pulanglah dan lihat isi flashdisk itu lalu gunakan hati nurani anda untuk mengembalikan apa yang bukan milik anda!”
Terperangah seketika itulah yang dirasakan Karina karena tak menyangka jika wanita yang tak dikenal ini malah mengetahui dirinya bahkan sampai nama keluarga suaminya.
“Anda tahu namaku?” Karina bertanya keheranan
“Ck, besok saya akan katakan semuanya jadi tolong segeralah keluar dari ruangan ini!” wanita tak dikenal itu mengeluarkan perintah tajamnya menyuruh Karina pergi
Merasa tak akan mendapat apa-apa lagi, Karina pun memasukkan flashdisk itu dengan hati-hati ke dalam kantong celana jeansnya lalu tanpa kata-kata segera meninggalkan ruang kontrakan itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang menambah pikirannya.
***
Terlalu pusing memikirkan berbagai kejadian yang terasa aneh membuat Karina hampir lupa memperhatikan jarum indikator bensin yang ternyata sudah mendekati lambang E. Karina pun menyempatkan diri menuju tempat pengisian bensin. Dirinya yang sudah lelah memilih duduk di balik kemudinya lalu membuka kaca samping kiri depan kemudian meminta kepada petugas berseragam merah putih itu agar mengisi penuh tangki bensinnya. Karina langsung memajukan mobilnya setelah menyerahkan beberapa lembar seratus ribuan yang dikeluarkan dari dalam dompetnya.
Baru mobilnya berjalan beberapa puluh meter, tak disangka seorang pria pengendara motor tiba-tiba lewat dan menunjuk kearah ban belakang mobilnya. Karina yang bingung lalu memutuskan untuk berhenti dan menepikan mobilnya di pingir jalan.
Semua tampak baik tak ada yang kelihatan bermasalah dengan mobilnya. Karina langsung mengecek semuanya begitu turun dari kursi mengemudinya.
“Ada apa, bu?” seorang pria paruh baya tiba-tiba datang bertanya pada Karina
“Oh tidak ada apa-apa hanya tadi ada orang yang tiba-tiba menyuruh saya berhenti dan menunjuk kearah belakang mobil saya.”
“Mungkin orang itu salah lihat. Masa mobil sebagus ini ada masalah. Kalau tak ada yang perlu dibantu, saya permisi dulu bu.” pamit pria itu seketika
“Iya, pak. Makasih.” jawab Karina yang langsung kembali masuk ke dalam mobilnya
Sempat turun dan mencari tahu apa ada masalah dengan mobilnya membuat pelipis Karina berkeringat karena memang tubuhnya yang gampang gerah jika merasakan panasnya udara. Dirinya membutuhkan tisu basah yang selalu dibawa didalam tasnya untuk menyegarkan mukanya.
Tapi kemana tasnya. Pertanyaan itu terus berputar dipikirannya. Sudah jadi hal yang rutin bagi Karina selalu menaruh tasnya di bangku depan penumpang. Ia sudah mencari sampai bangku belakang tapi keberadaan tasnya itu tak tampak dalam pandangannya. Seketika dirinya menyadari sesuatu jika ia baru saja menjadi salah satu koban pencurian.
Tbc
***
-
28 Oktober 2016 pada 8:06 am #229999farahzamani5Peserta
Aduduhh baby alvaro kasian bngt itu
Ikutan deg2an ni hihi
Jdi tmbh penasaran apa isi fd ny
Yuks ah lanjut ke part berikutnya
Semangat semangat semangat -
28 Oktober 2016 pada 8:40 pm #231990acisammyPeserta
@farahzamani5: iya..kasian, masih unyu2 udah jd korban penculikan….. :PEDIHH
makasih ya udah baca :LOONCAT
-
29 Oktober 2016 pada 9:21 pm #236434MariayuliantiPeserta
Wahhh Mudah2an flash disk nya gak ikut diambil ya…. Supaya tambah seru ceritanya….. Baby Al, asal usulmu penuh dgn misteri nak….
-
29 Oktober 2016 pada 9:23 pm #236454MariayuliantiPeserta
Eh Iya, thor, ceritanya bagus, seru…. Semangat ya…. Mo baca lanjut an nya ah…..
-
29 Oktober 2016 pada 11:35 pm #237141acisammyPeserta
yo..yo..smgt, walaupun kurang pede juga sih, heheheeee
Makasih yaaa…..
-
27 November 2016 pada 12:23 pm #302082DalpahandayaniPeserta
Bgus
tpi ada beberapa yg bkin aku gagal paham -
27 November 2016 pada 11:16 pm #302458acisammyPeserta
@mariayulianti : makasih yaa udah nyempetin baca,,, :sopan
@Dalpa: makasih yaa…….duh maap yaa kalo ada yg bikin gagal paham….. mgkn masih perlu perbaikan sana sini…. :gulung2
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.