Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat Forum Forum Kepenulisan [DIRGAHAYU-RI] Tali, Tiang, dan Bendera

Melihat 3 pertalian (thread) balasan
  • Penulis
    Tulisan-tulisan
    • #98471
      PepperePep
      Peserta

      Author : PepperePep
      Genre : Drama, Friendship
      #lombacerpen
      Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya, ada aku, Angga, juga Talio. Namaku Bendera, gadis SMA biasa dengan hidup yang biasa juga. Pagi berangkat sekolah, siang pulang sekolah, sore bersepeda di sekitar perumahan, dan malam mengerjakan tugas-tugas dari sekolah, selalu seperti itu tanpa ada perubahan yang signifikan. Namaku cukuplah aneh, saat aku bertanya pada Ibu kenapa namaku Bendera, Ibu hanya tertawa lalu mengabaikan pertanyaan ku. Ayah bilang dulu saat Ibu hamil aku, beliau ngidam membawa Bendera saat upacara disekolah dekat rumah lamaku, tapi mengingat Ibu tidak bisa LBB beliau harus puas hanya dengan duduk didekat Tiang Bendera dan melihat Bendera ditarik kepuncak Tiang.

      Aku selalu memimpikan hidup seperti di negeri dongeng yang dikelilingi pangeran tampan yang mencintaiku sepenuh hati. Mungkin aku memang dikelilingi pangeran-pangeran tampan, tapi tidak ada diantara mereka yang mencintaiku.

      Pertama Angga, nama lengkapnya Tiangga temanku dari masa aku masih memakai popok hingga saat ini, alasan berteman? Cukup klise, karena Ibu kami berteman dimasa sekolah dulu. Jangan berpikir kami akan berakhir dengan perjodohan menggelikan seperti di film-film, karena kenyataannya Ibuku sendiri malah menentang keras bila aku bersama Angga, “kasihan Angga kalau punya Istri model kayak kamu ntar badan atletisnya jadi kurus kering karena kamu gak bisa masak” itu kata Ibuku saat aku bertanya apa kami bakal dijodohin. “Maaf ya Dera, tapi kalau aku sama kamu ntar bisa-bisa kamu ngancurin miniatur kerangka Dinosaurus ku, kan kamu benci ama tulang” dan yang ini bagian Angga saat aku bertanya gimana kalau kami dijodohin. Saat itu aku barulah sadar bahwa ibu dan Angga adalah pasangan yang pas untuk menghancurkan mood-ku, ibu dengan kejahilannya dan Angga dengan rasa cintanya pada sejarah yang menurutku membosankan.

      Kedua Tali, nama lengkapnya Talio teman Angga saat SMP dan saat SMA dia mulai sering pulang-pergi sekolah bersama aku dan Angga karena rumahnya beberapa blok dari rumah kami. Pertamakali saat Angga mengenalkan Talio, aku tak bisa berhenti tertawa karena tahu nama lengkapnya. Talio, aku berpikir apa ibunya sedang malas memikirkan nama yang keren saat anaknya ini lahir? Tapi dia bilang Talio itu memiliki arti Talio atau Tali, Ibunya berharap agar Talio bisa membawa nama baik keluarganya seperti tali yang membawa Bendera kepuncak saat upacara.

      Aku terlalu banyak mengulur waktu dengan perkenalan tidak penting tadi hingga aku sendiri tidak sadar bahwa kakiku telah melewati pagar sekolah. Angga menarik tasku, menggeledah isinya dan memeriksa apakah aku membawa buku lengkap atau tidak. Sedangkan Talio mengeluarkan ikat rambut dari saku celananya, merapikan rambutku untuk kemudian dia ikat membentuk ekor kuda, sesekali memeriksa apalagi di diriku yang kurang rapi. Inilah yang terjadi setiap berangkat sekolah.

      “Besok jangan lupa ngiket rambut lagi biar rapi, kalau perlu potong kayak polwan biar keliatan cantiknya” Talio berucap sambil menepuk-nepuk kepalaku.

      “Bagus PR-mu udah selesai semua. Ini baru namanya pelajar, menghargai usaha pahlawan kaya R.A Kartini atau Ki Hajar Dewantara dengan belajar dan ngerjain PR dirumah bukannya disekolah” ini giliran Angga yang mencubit pipiku gemas.

      Angga menepuk bahu Talio, mengisyaratkan untuk segera masuk kelas. Mereka menoleh kearahku, aku hanya mengangguk lalu mengikuti mereka. Aku sudah bilang kan hidupku ini biasa, dan tadi adalah salah satu kebiasaan mereka. Dasar calon sejarawan dan calon TNI.

      __________

      Istirahat kali ini kuhabiskan sendirian, Angga dan Talio sedang sibuk mengurus masalah kuliah untuk Angga dan berita lanjutan untuk masuk ke TNI untuk Talio. Sedangkan aku, aku tidak tahu akan melanjutkan kemana setelah ini sedangkan otakku yang pas-pasan pasti akan sulit untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.

      “Wah, si Bendera kepisah dari Tiang sama Talinya nih” suara itu terdengar dari sampingku disertai tawa yang menurutku enggak ada merdunya sama sekali. Tak perlu menoleh karena aku tahu itu pasti Evelyn si None Belanda dan dua dayangnya.

      “Aku kira Belanda udah dipukul mundur tapi kok ini ada None yang ketinggalan ya?” Aku mencibir dan Evelyn mengamuk, pemandangan biasa bagi seluruh murid disekolah ini saat aku dan Evelyn berhadapan.

      Aku berdiri melangkah menjauh dari Evelyn setelah membayar pesanan ku yang baru masuk dua sendok kemulut ini. Efek seorang Evelyn sungguh fantastis karena mampu menghilangkan lapar hanya dengan mendengar suara pedasnya. Aku menghela nafas, gini ya rasanya para pahlawan negara saat ngomong sama Belanda di perundingan-perundingan seperti Linggarjati atau KMB, sebel banget kalau enggak nemu titik terang.

      “Berantem lagi sama Evelyn” ini suara Angga.

      “Perasaan kita udah 71 tahun merdeka dan kamu belum berdamai sama Evelyn?” Kalau ini suara Talio.

      “Enggak ada kata menyerah buat ngelawan penjajahan. Itu yang diajarkan para pahlawan bangsa” ucapku menggebu, kulihat Angga tergelak sedangkan Talio menyunggingkan senyum tipis.

      “Kalau mau nerapin kata-kata itu lebih baik kamu belajar yang rajin biar bisa masuk PTN yang bagus. Itu artinya kamu melawan penjajah yang bernama kebodohan” Angga menyentil kepalaku setelah mengucapkan kalimat tersebut.

      “Bener kata Angga belajar yang rajin, siapa tahu kamu bisa jadi Menteri atau apa gitu, terus kamu tinggal meningkatkan kualitas pelajar yang ada. Jadi kalau kita butuh sesuatu kita enggak perlu lagi Import barang-barang dari luar negeri karena kita udah bisa buat sendiri” sekarang giliran Talio menepuk-nepuk bahuku. Aku mendengus sebal, sedangkan Angga dan Talio berlalu menuju Kelas masing-masing.

      ___________

      Panas. Satu kata yang mampu aku gumamkan semenjak keluar dari gerbang sekolah. Semua ditambah parah bila aku mengingat apa yang dikatakan Bu Aya sebelum pulang sekolah tadi.

      ” Nilai Matematika kamu tidak bisa dikatakan mencukupi Dera, dan menurut beberapa guru pengajar dikelas kamu juga bilang bahwa nilai kamu yang mencukupi pun hanya beberapa. Ini akan menyulitkan kamu bila kamu ingin masuk Perguruan Tinggi, mulai sekarang Ibu mohon konsentrasi dalam belajar, karena Ujian juga akan berlangsung sebentar lagi. Mengerti?” Kalimat itu terus bergaung di kepala ku. Ujian Nasional, Ujian masuk Perguruan Tinggi, semua menjadi satu di otakku. Kenapa sih nasib tiga tahun sekolahku harus ditentukan dengan tiga hari menegangkan ditemani oleh beberapa lembar kertas?

      “Ngelamun terus” suara itu disertai sentilan ringan dikeningku.

      “Mikirin apa sih? Mikirin gimana caranya untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia? Atau mikirin masalah kelompok Abu Sayyaf?” Aku merasakan rangkulan dibahuku. Talio, dia pikir aku memiliki pemikiran seperti itu? Bahkan mungkin bila dia tidak mengatakan hal seperti itu, belum tentu hari ini aku memikirkannya. Talio memiliki pemikiran yang jauh dari remaja umumnya. Saat para Remaja menikmati hasil kemerdekaan tanpa ingin susah-susah memikirkan perjuangan selanjutnya setelah kemerdekaa, ia malah memikirkan kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang akan terjadi dimasa depan. Talio adalah contoh pemuda yang benar-benar memikirkan masa depan, aku bahkan mungkin tidak akan kaget saat ia juga telah memasukkan tujuan-tujuan hidupnya hingga tua.

      “Menurut kalian aku bisa enggak sih buat masuk Perguruan Tinggi?” Aku menatap Angga dan Talio bergantian, menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut mereka.

      “Sejarah perjuangan Indonesia itu panjang. Sempat dijajah Portugis, dijajah Belanda kurang lebih selama dua Abad, dijajah Jepang selama dua tahun yang bahkan lebih parah dari masa Penjajahan Belanda. Tapi akhirnya kita bisa merdeka kan? Kamu harus percaya, meskipun kamu butuh waktu yang lama tapi kamu pasti bisa meraih apapun yang ada di otakmu itu. Mengerti?” Sepanjang hidupku, baru kali ini suka saat Angga membahas tentang sejarah. Aku tersenyum lebar bahkan mungkin saking lebarnya mulutku bisa saja robek. Oke itu Hiperbolis sekali.

      “Makasih” hanya itu yang keluar dari mulutku.

      _____________

      Semilir angin malam berhembus melewati jendela kamarku yang masih terbuka. Sudah jam sepuluh tapi aku masih belum bisa tidur, kata-kata Bu Aya sudah seperti tertempel erat di otakku, entah saat bicara beliau sempat mengolesi lem di otakku sehingga tiap kata juga kalimat tidak bisa aku lupakan. Hari ini aku merasa tertampar oleh Nasib, aku yang terlalu berleha-leha tidak pernah menyadari bahwa penjajahan masihlah ada. Para remaja dijajah oleh pil-pil ekstasi, kemajuan IPTEK yang disalahgunakan, kebodohan yang masih ada dipenjuru wilayah negeri ini. Dan aku masih dijajah oleh ketidak pedulian ku pada sekitar, dikepalaku selama ini hanya ada aku dan hariku yang biasa. Aku ingin mengubah persepsi hidupku mulai sekarang.

      “Dera, ada Angga sama Talio nih diluar. Turun gih temuin mereka!” Suara Ibu terdengar dibalik pintu kamarku. Dengan cepat aku bangkit dari kasurku sebelum Ibu menggedor pintu kamarku hingga rusak. Sedangkan diluar Angga dan Talio duduk diatas sepeda mereka masing-masing.

      “Ada apa?” Tanyaku tanpa basa-basi pada mereka.

      “Ini buku rangkuman materi dari kelas satu sampai tiga. Kami tahu kamu ada masalah soal pelajaran disekolah, makanya kami buat ini biar kamu mudah masalah Ujian Nasional. Kami sih enggak tahu pasti gimana materi kamu karena jurusan Kitakan berbeda, tapi aku harap ini cukup membantu” mataku berkaca-kaca mendengar penuturan Talio. Aku tidak pernah menyangka mereka mau membantuku untuk masalah yang tidak ada sangkut-pautnya dengan mereka.

      “Udah jangan mewek mulu. Lo cukup inget, kita bakal bantu lo sampai ditempat tertinggi yang kamu tuju, kamu punya Tiang yang bakal nyangga kamu, kamu juga punya Tali yang akan coba bawa kamu ke puncak. Karena Tiang dan Tali enggak akan mungkin biarin Bendera terus berada dibawah.” Angga menyuruhku untuk tidak menangis, tapi kata-katanya itu lho ngena banget di hati. Aku mengangguk disertai isakan kecil, aku memiliki teman yang akan membantuku bangkit, aku memiliki teman yang mau mendorongku menuju perubahan menuju lebih baik. Aku merasakan sebuah lengan merengkuh bahuku juga tepukan pelan namun menenangkan dikepalaku. Mereka adalah sahabat terbaikku, mereka tahu aku tidak akan bisa mencapai perubahan bila sendirian. Terimakasih Tiangga, Talio. Terimakasih karena mau menjadi Tiang juga Tali untuk Bendera ini.

      _END_

    • #98704
      yoonnee88
      Peserta

      kata2nya bagus tiang akan selalu menyangga bendera dan tali akan selalu mencoba bawa bendera ke tempant tertinggi krn tali dan tiang tdk akan membiarkan bendera ditempat terbawah

      yang kayak gini nehhh yg namanaya sahabat selalu ada senang maupun susah , dan selalu membantu didalam kesusahan :tebarbunga

    • #99600
      farahzamani5
      Peserta

      Haii ka
      Baca cerita di atas jdi inget masa2 skul, masa2 suka dan sedih dlm persahabatan, aduhh jdi kangen masa2 itu hihi
      Pertama baca, wow namany ga biasa ini, ada dera, angga dan tali
      Mereka bertiga sahabat yg saling tolong menolong dlm suka dan duka sama seperti kenyataan dimana mereka berada
      Mereka itu satu, apa jdiny jika salah satuny tidak ada
      Sukaaaaaaaaaa, baca ny sambil senyum2, sedih dan hampir nangis gegara inget shbt2 hihi
      Semangat trs ya ka dlm menulis

    • #99993
      yoonilee85
      Peserta

      cerita persahabatan tanpa bumbu romansa. singkat tp kerasa banget persahabatannya. nice..  :MAWARR

Melihat 3 pertalian (thread) balasan
  • Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.