Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat Forum Forum Kepenulisan (DIRGAHAYU-RI) SENANDUNG MELATI

Melihat 3 pertalian (thread) balasan
  • Penulis
    Tulisan-tulisan
    • #98777
      ceptybrown
      Peserta

      AUTHOR:CEPTYBROWN
      GENRE:ROMANCE
      #LOMBA CERPEN

      “Kamu harus pulang nduk!” Suara lemah di ujung sana membuatku mengernyitkan alis. Bau asap yang ada di sekitarku makin membuat mual. Di tambah suara hentakan live music dari arah panggung mini yang ada di ujung ruangan club ini membuat kepalaku kembali berdenyut-denyut. Kurapatkan bolero yang menutupi tank top warna putih yang membalut tubuhku ini dengan seksy. Kuturunkan sedikit rok mini yang membuat setiap pasang mata laki-laki yang berada di sini bersiul dengan kencang. Bahkan ada yang mencolek dan mencubit pantatku. Sebenarnya hal itu tak bisa kuterima, tapi bagaimanapun juga inilah yang harus ku lakukan.

      “Mel, meja nomor 34!” Sony bartender di depanku memberikan satu gelas bir dan menunjuk meja yang ada di sebelah kananku. Dekat dengan lantai dansa yang sudah di penuhi oleh berbagai pasangan. Cahaya lampu yang kerlap-kerlip makin membuat kepalaku kembali pening. Malam ini sepertinya aku harus meminta ijin lagi untuk pulang awal kepada Bos Ridwan.

      Kuambil ponsel yang masih kutindih dengan bahuku agar tak terlepas, lalu menghela nafas lagi sebelum menjawab “ Buk, Mel itu lagi kerja di sini. Kalau Mel tak kerja, mana bisa kita makan enak buk. Udah ibuk tak perlu merengek untuk Mel pulang. Mel sudah bosan hidup di desa dan miskin. Ibuk ga malu apa sama Pak Burhan, terus menerus di tagih hutangnya. Kan Mel sudah membuktikan kalau Mel bisa buk, liat saja Udah hampir 3 tahun juga Mel bisa membiayai adik-adik to. Kesehatan ibuk juga terjamin. Di Jakarta ini Mel hidup lebih enak buk” Kuhisap rokok yang kini ada di tangan kananku. Sementara Sony sudah berkacak pinggang, memberiku isyarat untuk mengantarkan pesanan ke meja no 34. Aku mematikan rokok yang masih separo kuhisap ke dalam asbak yang ada di depanku. Lalu meloncat turun dari kursi tinggi yang tersedia  di depan mini bar ini. Kusisihkan rambutku ke sisi kanan, dan memamerkan leher putihku. Lalu membuka bolero yang sejak tadi kupakai, dan kali ini membuat mata Sony melotot. Bartender dengan rambut cepak itu kini menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tubuhku yang memang seksy.

      “Ck ck ck Mel, harusnya kamu itu jadi istriku. Bukannya di pamerin itunya kesana kemari!” Celetukan Sony yang jail hanya kutanggapi dengan memutar bola mataku. Selalu saja mereka itu melihatku dari keindahan tubuhku. “Tak sudi aku jadi istrimu, gaji aja buat beli rokok kurang Son.” Dan aku bisa melihat Soni hanya menggelengkan kepalanya sebelum kembali ke kesibukannya. Aku memang tak mau menikah dengan pria yang miskin , hidupku ini sudah susah. Lalu segera kusambar bir yang masih ada di atas meja.

      “Nduk, tapi ibuk ga mau kamu seperti itu. Berangkat malam, pulang pagi. Dan pastinya kamu tak pernah lagi melaksanakan sholat 5 waktu kan?” Ucapan ibuk membuat langkahku terhenti. Kepalaku mulai berdenyut lagi. Kehidupanku yang selalu begadang tiap malam memang membuat pusing yang mendera kepalaku semakin menjadi. Aku sebenarnya juga tak mau terperangkap di sini. Tapi sejak kehidupan di desa membuatku putus asa. Kemiskinan yang menjerat keluarga kami makin tak bisa kuatasi. Apalagi sejak kepergian bapak, otomatis aku yang menjadi tulang punggung keluarga. Ibuk hanya buruh tani dari sawah tetangga.

      Menghidupi adik-adik yang berjumlah 4 orang dan masih memerlukan biaya sekolah sungguh mencekik leherku. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut Rani, teman Sd-ku yang sudah sukses menjadi orang kaya sejak dia hijrah ke kota Jakarta ini. Dengan semangat yang menggebu kubawa diriku sampai di sini. Tapi kenyataan berkata lain, saat aku mengetahui Rani adalah seorang pekerja seks. Meski aku begini, aku tak mau di bawa masuk ke dunia hitam itu. Kuputuskan untuk mencari pekerjaan yang layak, dan akhirnya aku berada di sini. Di sebuah club malam, menjadi waitrees. Meski gajinya tak bisa dibilang besar, tapi beberapa pengunjung tetap club ini selalu memberiku tips yang lumayan. Aku bisa mengirimkan sedikit uangku untuk biaya adik-adik di desa dan juga untuk memenuhi kebutuhan hidupku sendiri. Setelah 3 tahun berjalan, aku bisa mengontrak rumah yang lebih layak.

      Dan hal itu memang tak mudah sebenarnya. Tiap malam mendapatkan tatapan-tatapan mesum dari para tamu yang mabuk. Meski mereka masih ada batasnya, karena club ini menerapkan peraturan yang ketat. Dimana tak ada yang boleh menggoda para karyawan kecuali mereka yang dengan sukarela mau menyambutnya.

      “Maaf buk, Mel masih sibuk. Nanti Mel hubungi lagi.” Segera kumatikan ponselku dan memasukkan di saku rok mini ketat yang kupakai. Sepatu high heelsku makin terasa sakit saat kini aku melangkah menembus kerumunan orang yang ada dengan membawa satu cangkr bir. Sejak kemarin ibuk memang terus menyuruhku untuk pulang. Katanya aku sudah tak muda lagi, dan juga sudah saatnya untuk menikah. Ada yang berkenan menjadikanku istri, atau bisa di bilang ada pria yang melamarku kepada ibuk. Namanya Reno, pria yang masih kabur untuk kuingat. Kata ibuk dia ini teman sd ku, tapi seingatku yang namanya Reno itu hanyalah anak seorang petani miskin. Dan saat aku berangkat ke Jakarta pun Reno ini hanya menjadi buruh pabrik di kota kecil tak jauh dari desa yang kutinggali. Aku sudah muak memikirkan aku akan hidup miskin lagi. Tentu saja aku tak mau menerima lamaran itu, tapi ibuk terus memaksaku.

      “Hay sayang kenapa lama sekali?” Suara berat itu langsung membuat langkahku terhenti, dan aku tersenyum melihat siapa yang kini sudah duduk di kursi yang menjadi tujuanku. Pria ini, David namanya dan pria ini adalah langganan tetap di club ini. Entah kenapa hatiku berbunga sejak satu bulan yang lalu David mengatakan kalau dia tertarik denganku. Dan akupun mengakui, inilah pria yang kutunggu. Dengan wajah oriental, dan manajer sebuah perusahaan besar, menurut yang kutahu dari beberapa orang. David termasuk orang kaya di kota ini.

      Kujatuhkan tubuhku di atas pangkuannya, dan dia segera melingkarkan lengannya di sekitar perutku. Pemandangan ini memang sudah biasa terlihat di club. Sejak David mengatakan tertarik denganku, aku memang sudah membuka diriku untuknya. Bisa di kata aku mencintainya, itu menurut versiku. Karena uanglah yang membuatku menyerahkan apapun yang kumiliki. Ciuman bibir David di telingaku membuat tubuhku panas, area itu memang area sensitive tubuhku. Aku segera berbalik dan melingkarkan kedua lenganku di lehernya. Senyum David yang malas langsung memberiku isyarat  kalau dia ingin secepatnya pulang bersamaku. Aku memang sudah terlalu intim dengan David, toh semuanya memang harus kulakukan. Aku masih tak percaya kalau David mau berhubungan dengan gadis sederajatku. Tapi ucapannya yang manis dan selalu memujaku, akhirnya membuatku takluk kepadanya. Sudah satu minggu ini kami selalu menghabiskan malam berdua di apartemennya, kalau tidak dia akan menginap di kontrakanku. Meski David akan pulang sebelum subuh, untuk menghindari tetangga sekitar rumah kontrakan.

      “Aku tak sabar ingin membuatmu …”Kerlingan David membuatku tersenyum manja.

      “Nanti, aku masih harus menyelesaikan shift malamku sampai pukul 2. Setelah itu sepenuhnya untukmu!” Dan kurasakan cubitan pada pipiku, sebelum David melumat bibirku dengan cepat.

      “Ok Baby aku akan menunggu.” David melepaskan pelukannya. Lalu memberikan kerlingan nakal saat aku mulai beranjak dari pangkuannya. Tapi baru beberapa saat berdiri, tiba-tiba ada yang menampar pipiku dengan sangat keras. Terhuyung, dan terkejut dengan tamparan yang membuat kepalaku kembali berdenyut kesakitan. Aku mencoba berpegangan pada tepian meja.

      “Claudia!” Suara David masih sempat kudengar, dan ada beberapa suara teriakan lagi. Tapi sebelum aku bisa mengatakan sesuatu, kegelapan tiba-tiba mendekapku dengan erat.

      *****

      Suara deru kendaraan kini membuat mataku membuka, bayangan barisan pepohonan yang berkelebat dengan cepat membuatku terjaga. Kubenahi bajuku yang kusut dan kembali aku mengerjap. Suara teriakan kondektur bus, membuat mataku makin membuka lebar. Kubenarkan letak ranselku, dan mencoba membenarkan kerudung putih yang kupakai dengan asal. Kerudung kiriman ibuk satu bulan yang lalu. Entah apa yang mendorongku untuk memakainya, tapi setelah kerudung ini menempel di kepalaku. Hatiku tersentuh dan ingin menangis.

      Sudah satu bulan ini  sejak kejadian aku jatuh pingsan di club. Paginya Bos Ridwan memecatku, karena istri David, Claudia yang memintanya. Ternyata David sudah mempunyai seorang istri dengan anak yang masih kecil. Aku tak tahu kronologinya dengan pasti. Menurut cerita dari teman-temanku yang lain, David malam itu bertengkar hebat dengan Claudia. Tapi miris untukku, karena David tak sedikitpun melirikku yang terkapar tak sadarkan diri di samping kakinya. Aku hancur setelah itu.

      Selama satu bulan ini aku berusaha bekerja serabutan, untuk memenuhi uang yang akan menjadi ongkos pulangku ke desa. Semua barang-barangku aku jual untuk membayar utang kepada Bos Ridwan. Dan kini aku pulang hanya mengenakan kaus lusuh dan tas ransel yang sudah kumal. Yang berisi beberapa pakaianku. Impianku hancur sudah, impian ingin menjadi orang kaya. Semuanya yang kulakukan memang salah selama ini. Aku di belenggu oleh manisnya bujukan setan karena uang. Hatiku hampa dan terikat dengan belenggu itu. Kini aku lebih tak berharga dari siapapun. Aku sudah tak suci lagi dan aku kotor. Hanya ibulah yang masih mau menerimaku.

      Kulangkahkan kaki menuruni tangga bus, dan berdesakan dengan orang-orang yang sudah tak sabar ingin bertemu dengan keluarganya. Saat kutapakkan kakiku di terminal kecil ini, bau solar langsung tercium di indera penciumanku. Hari memang masih sangat pagi, langit sudah terlihat semburat warna emas dari mentari yang siap terbangun dari peraduannya. Suara teriakan-teriakan calo bus bersahutan dengan pedagang asongan yang menjajakan makanannya. Kuhela nafasku dan kuhirup udara yang memang masih segar ini. Bau tanah pagi ini, memberiku sedikit kelegaan.

      “Melati” Langkahku terhenti saat terdengar suara seseorang. Aku segera berbalik dan melihat seorang pria dengan kemeja kotak-kotak warna biru muda, yang di masukkan secara asal di celana jins belelsnya. Aku kembali mengernyit, ketika mengenali siapa dia.

      “Reno?” Dia mengangguk dan mengulas senyumnya. Lalu melangkah mendekatiku.

      “Aku di suruh ibu untuk menjemputmu di sini. Ayo, ibu dan adik-adik sudah tak sabar menunggumu!” Dia menunjukkan sepeda motor yang tak jauh di depannya. Aku masih tak bisa mejawab apapun, tapi langkahku akhirnya menurutinya.

      Reno langsung memberiku helm, dan menyuruhku untuk duduk di belakang. Dengan canggung akupun menurutinya.

      “Sudah siap Mel?” Reno menoleh ke belakang dan memastikan aku sudah duduk dengan benar. Aku hanya kembali mengangguk. Tak mengerti dengan apa yang sedang kujalani ini. Padahal aku masih ingat dengan benar, kalau pria ini sudah aku tolak mentah-mentah. Sejak ibuk meneleponku itu, Reno-pun pernah meneleponku. Tapi aku menanggapinya dengan sinis.

      Kami sama-sama terdiam saat motor melaju dengan cepat, menembus jalanan berkerikil dan tanah yang keras yang kami lewati. Menjelang sampai di tikungan rumahku, Reno melambatkan motornya. Lalu tiba-tiba menghentikan motornya di sebuah warung makan sederhana.

      “Mel tak keberatan kan kalau makan dulu?” Dan aku hanya mengangguk lagi, tak bisa melawan setiap ucapannya. Reno tersenyum, lalu membantuku meletakkan helm, dan membawaku untuk duduk di sebuah kursi kayu yang berderet di depan meja kayu.

      “Bu soto 2 sama teh angetnya dua ya” Reno berteriak sopan kepada ibu warung. Lalu kembali duduk di sampingku.

      “Injeh mas Reno, soto yang biasa tanpa daging ya?” Suara ibu itu membuat Reno mengangguk. Aku hanya duduk diam, dan tak berani mengatakan apapun.

      “Kamu cantik” Suara itu membuatku terkejut dari lamunanku. Aku segera menoleh dan mendapati Reno sedang menatapku dengan intens. Tapi kemudian dia berdehem dan mengalihkan pandangannya.

      Kembali kami hanya terdiam, akupun juga tak bisa mengatakan apapun. Dulu aku tak kenal atau bisa di katakan aku tak pernah mau mengenal Reno. Dia pria kurus dengan baju kumal jika pergi ke sekolah. Aku jijk dengannya. Tapi saat ini, aku kembali mengamati penampilannya. Tubuhnya sudah berisi, bahkan lengannya terlihat tegap. Dan wajahnya yang bersih itu menambah segar penampilannya.

      “Mel, masihkah aku memiliki kesempatan untuk menjadikanmu ibu dari anak-anakku?” Ucapannya yang tiba-tiba membuat mataku membelalak. Tapi Reno tetap menatapku dengan tatapan yang aku sendiri tak berani menyimpulkannya.

      Soto mengepul di atas meja mampu mengalihkan pertanyaan Reno, tapi hanya sesaat karena Reno kembali meminta perhatianku.

      “Mel, aku tulus mencintaimu!” Pernyataannya itu membuat hatiku mencelos. Aku tak tahu, apakah aku harus menangis atau aku harus senang. Pria di depanku ini tak tahu kalau aku  sudah kotor dan tak suci lagi.

      “Ren, aku…aku …” Kugigit bibirku dengan kuat. Tenggorokanku tercekat, tapi Reno menggelengkan kepalanya. Lalu menarik salah satu jemariku.

      “Aku tak peduli Mel, apapun yang akan kau katakan. Aku menerimamu apa adanya, kumohon!” Dan saat itu juga tangisku pecah. Selama ini aku terbelenggu dengan mimpiku untuk menjadi orang kaya, tapi yang kudapat hanyalah hal yang sia-sia. Tapi saat ini Reno yang hanya seorang buruh pabrik, mampu membuat hatiku terbebas dan merdeka dari setan yang membelenggu dan meracuni otak dan hatiku.

      Aku hanya bisa mengangguk yang membuat Reno seketika mengangkat jemariku dan menciumnya dengan lembut. “Aku mencintaimu, Melati!”

      END

       

      Tuh kan aku tuh ga bisa buat cerpen rasanya masiih kuraangg teruuuss. Semoga bisa dinikmati.

    • #98790
      RositaAmalani
      Peserta

      2000 word kurang ya mak heheh. Ceritanya bagus bgt, mak Davi. Banyak model begini sekitar kita terpaksa bekerja di dunia malam demi keluarga. Menjadi kotor demi keluarga. Bersyukur ada yg masih mau menerima melati apa adanya. Reno sama Restu ku tipe lelaki berjiwa besar cocok yakkk wakakakk  :aaaKaboor  :YYYBAA

    • #98810
      ceptybrown
      Peserta

      Mak @Ros iya kurang bgt mknya GA bisa KLO buat cerpen bingung huhu

    • #99637
      yoonilee85
      Peserta

      harta bukanlah segalanya..  :AZHURA

Melihat 3 pertalian (thread) balasan
  • Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.