Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [DIRGAHAYU-RI] KESEMPATAN CINTA
- This topic has 7 balasan, 5 suara, and was last updated 8 years, 3 months yang lalu by chumaiaya9.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
21 Agustus 2016 pada 11:58 pm #100250chumaiaya9Peserta
Author : Chumairotul Hidayah
Judul : Kesempatan Cinta
Genre : mistery, family
#LombaCerpen
Kesempatan Cinta
Berkali-kali aku memutari benda itu. Melihat dengan seksama, takut sekali ada sesuatu yang terlewat. Bentuknya kotak, tidak terlalu besar, hanya saja bungkusnya sedikit aneh. Kelihatannya benda itu berasal dari beberapa tahun yang lalu. Meski benda berwarna usang itu terlihat tidak berbahaya, tetap saja aku harus berhati-hati. Mama bahkan sudah menyuruhku membuang benda yang sepertinya tidak berguna itu. Namun ku pikir mungkin lebih baik jika aku menyimpannya. Aku memutuskan membawanya ke kamar. Ini aneh. Benda itu sangat aneh. Benda apakah itu?
Sudah 3 jam lebih sejak benda itu tiba di rumah ini. Sejak pengantarnya meninggalkan benda itu tergeletak begitu saja di depan pintu rumah, tanpa nama pengirim. Keningku berkerut, berbagai pertanyaan muncul di otakku. Darimana benda misterius itu berasal? Sebenarnya aku sudah sangat penasaran. Tapi aku belum berani membukanya. Aku hanya duduk dan memandanginya. Sampai aku terbuai pergi entah kemana.
Aku membuka mata dengan nyawa yang masih mengambang. Ah, pasti aku ketiduran. Bosan hanya melihat dan memikirkan benda aneh itu membuatku mengantuk. Dan ya, pada akhirnya tanpa sadar aku jatuh tertidur. Aku melihat ke jendela, sebentar lagi matahari terbenam.
Ketika kesadaranku penuh, seketika aku langsung menoleh pada benda itu, seakan-akan benda itu akan menghilang jika aku tidak terus-terusan melihatnya. Pada saat itulah aku menyadari, ada tulisan bercahaya yang muncul di benda misterius itu. Untuk anak-anak papa tersayang.
Aku membacanya dengan pelan. Papa? Aku terkejut dan heran. Selama ini kenangan akan papa rasanya kabur, sangat kabur. Jariku bergetar saat menyentuhnya. Aku menyadari tulisan ini dibuat dengan tinta khusus dan hanya dapat dilihat ketika ada di tempat gelap. Seperti keadaan kamarku saat ini. Aku memutuskan menunggu Rey pulang, menunggunya untuk ikut membuka benda dari papa itu.
***
Rumah tampak sepi tanpa kehadiran Rey, kakakku. Aku menghela napas. Seandainya Rey ada disini. Aku berharap dan lebih banyak berharap lagi. Seandainya kejadian itu tidak terjadi. Aku merasa menyesal.
Kehilangan Rey yang selalu di sampingku memang membuat duniaku terasa berbeda. Hanya karena hal kecil aku dan Rey menjadi seperti ini. Aku tidak tahan. Aku tidak terbiasa menatap langit malam sendirian. Dan aku tidak bisa berlama-lama menunggu untuk membuka benda berbentuk kotak itu. Aku harus meminta maaf pada Rey secepatnya.
Udara di luar memang sedang dingin, sehingga saat aku masuk kembali ke dalam rumah, aku langsung bisa merasakan suhu di sekitarku menghangat. Langkahku perlahan, ragu untuk mengambil gagang telfon. Tapi kata-kata mama tadi pagi mengiang lagi di telingaku, hatiku tahu mana cinta kasih yang sesungguhnya. Aku memang belum bisa memutuskan aku harus memihak siapa. Tapi jelas aku tahu bahwa aku dan Rey tidak seharusnya seperti ini. Rey satu-satunya kakakku. Dan aku sangat menyayangi Rey, begitu juga Rey. Lalu mengapa sekarang seolah kasih kami terbelunggu oleh ego kami masing-masing?
Aku meneguhkan hati, nada sambung telah terdengar. Aku menunggu, menunggu dengan cemas. Akhirnya pada panggilan ke 4, ada seseorang yang menjawabnya di seberang. Aku tahu benar suara itu. Aku menghembuskan napas sebelum aku mulai bersuara. Suaraku tercekat, antara ada dan tiada. Hanya 3 kata yang keluar ‘aku minta maaf’. Hanya itu, lalu aku memintanya untuk kembali. Secepat itulah aku menutup telfon. Aku lega, juga penasaran. Bagaimana reaksi Rey? Sejak aku mengeluarkan suara, tidak sedikit pun dia berbicara.
***
“Aku harusnya tahu, aku tidak seharusnya bertindak seperti itu.” Aku menunduk, malu karena tingkahku yang kekanak-kanakkan tempo lalu. Mataku menghindari matanya, aku belum berani menatapnya langsung. Meski aku telah meminta maaf lewat telfon kemarin lusa, tapi ini kali pertama aku mengutarakan permohonan maaf langsung padanya.
“Kau seharusnya mendengarkanku lebih awal.” Rey menjitak kepalaku. Ku anggap itu sebagai ucapan resmi bahwa aku dan Rey kembali berbaikan. Aku masih menunduk, namun aku tidak bisa menahan senyumku lagi. Aku butuh kau Rey. Sebagai kakakku dan sebagai teman tempat keluh kesahku.
Sebenarnya, pertengkaranku dengan Rey seperti pertengkaran kami pada biasanya. Tapi mungkin pada saat itu, kami sama-sama egois sampai emosi lah yang memimpin. Terlebih, tidak ada satupun dariku atau Rey yang mau mengalah. Sumbernya adalah aku. Karena aku yang masih kecil menurutnya, belum pantas mempunyai ‘teman dekat’. Teman dekat dalam artian seorang kekasih.
Kalau kau tidak mendukungku juga tidak apa-apa Rey. Yang aku tahu, aku mencintainya, dan dia mencintaiku. Sesederhana itu. Aku masih mengingat kalimat itu dengan jelas. Aku bahkan ingat intonasi yang ku gunakan dan mataku yang menyorot penuh perlawanan.
Rey, aku tahu kau menyayangiku, sangat. Aku tahu itu. Tapi untuk kali ini aku mohon, biarlah tetap seperti ini. Aku akan menjaga diri. Aku tidak akan membiarkan hatiku tersakiti. Aku janji Rey. Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Jari telunjuk dan jari tengahku membentuk huruf V agar lebih meyakinkan. Rey tidak juga mempercayaiku. Aku lelah meyakinkannya.
Sejak masuk ke Sekolah Menengah Atas, aku memang mulai dekat dengan seseorang. Dia baik, pengertian, dan juga bertanggung jawab. Awalnya aku hanya berteman dengannya. Tanpa melibatkan perasaan. Tanpa memikirkan hal-hal lain selain yang tengah terjadi. Seperti teman biasa, aku sering menghabiskan waktu dengannya. Sampai akhirnya aku menyadari, bahwa ada yang lebih, dalam pertemananku dengannya. Aku mulai melibatkan perasaanku.
Ku rasa aku mulai menyukai seseorang, Rey. Kalimat itulah yang menjadi awal mula pertengkaranku dengan Rey. Bukan, bukan kalimat itu, tapi perasaanku. Tapi bukankah jika saling mencintai, itu tidak akan menjadi masalah?
Rey tetap kukuh dengan pendiriannya. Mungkin karena aku yang terus menerus memaksanya mengerti, membuatnya tidak nyaman di rumah. Rey hanya diam ketika aku dengan cerewet menjelaskan alasan-alasanku. Setelah itu, aku tidak bisa menemui Rey lagi. Mama bilang, Rey menginap di rumah nenek sementara. Tapi aku tahu itu adalah tanda penolakan, tanda dia sedang menghindariku.
Tapi kini aku sadar, pelakunya adalah aku. Yang bersalah adalah aku. Aku yang terlalu keras kepala memaksakan keinginanku. Rey cemas, dia tidak mau aku terluka. Rey sedang melindungiku, tapi aku malah membela orang lain?
***
“Aku masih mengantuk.” Rengekku saat aku merasa ada yang menarik selimutku, berusaha membangunkanku secara paksa.
“Aku tidak berniat membangunkanmu. Aku hanya mau bertanya, benda kotak yang ada di mejamu itu apa?” Suaranya yang tegas membuatku mengerucutkan bibir. Rey, ada enaknya juga kemarin-kemarin kau tidak disini. Setidaknya aku bisa tidur, tanpa ada pengganggu nakal sepertimu.
“Kau tidak menjawab? Baiklah, aku akan membuka benda usang ini. Jangan marah, Vey!” Samar-samar aku masih bisa mendengar suara itu. Tunggu, tadi dia bilang apa? Benda usang? Membukanya? Dengan cepat aku berjengkit bangun.
“Jangan!!!” Suaraku yang melengking membuatnya berhenti.
“Itu dari papa.” Sambil mengucek-ucek mata, aku menjawab dengan nada ketus. Air mukanya berubah. Mungkin terkejut, sedih, atau apa? Aku tidak terlalu memikirkan itu.
***
Sarapan kali ini terlihat lebih enak dari biasanya. Mungkin karena suasana hatiku yang membaik. “Vey, kau sudah membuka benda itu?” Mama membuka percakapan kali ini.
Aku diam. Bingung mengapa mama tiba-tiba bertanya tentang benda dari papa itu. Bukankah yang mama tahu adalah aku telah membuangnya?
“Mama yang mengirimkannya.” Dengan santainya mama mengatakan itu. Aku menoleh. Terbengong oleh kalimat mama barusan. Apa yang sebenarnya mama katakan?
Aku menatap mama meminta penjelasan.
“Kalian jawab pertanyaan mama, kalian merasa kehilangan kan saat saling menjauh?” Mama meletakkan gelas kopinya di meja dan mulai menatapku lalu Rey, seperti sedang mencari kebenaran pada mata kami berdua.
“Tanpa menjawab pun, mama sudah tahu jawaban kalian.” Itu kalimat menggantung. Mama bahkan belum mengatakan alasannya pada kami. Kenapa harus memakai nama papa?
“Jangan melihat mama seperti itu Vey, Rey! Mama hanya membantu menyelesaikan masalah kalian.” Mama tersenyum penuh arti. Tapi aku melihatnya lain. Aku marah pada mama. Bagaimana bisa mama memainkan perasaanku? Aku, aku sangat senang saat tahu benda itu dari papa. Tapi kenyataannya?
Aku berdiri, hendak meninggalkan meja makan yang terasa menyesakkan ini. tapi tangan mama mencegahku.
“Jangan pergi Vey, mama hanya ingin kau dan Rey bersatu kembali. Dan jangan salah paham! Yang ada di dalam benda itu memang benar-benar dari papa untuk kalian.” Setetes, aku merasakan setetes air mataku jatuh. Aku sudah terlanjur berharap papa peduli pada kami. Tapi nyatanya, mungkin benda itu telah ada bertahun-tahun yang lalu, kemudian mama mengirimkannya atas nama papa.
Seolah mengerti apa yang ku pikirkan, mama melanjutkan kalimatnya. “Papa masih peduli pada kalian. Minggu depan papa kalian akan pulang.” Entah apa yang terjadi, yang aku tahu tangisku tambah kencang, tapi aku tahu dalam hatiku menghangat. Papa yang selama 4 tahun ini tidak pernah terlihat. Papa yang semenjak 2 tahun lalu bahkan sudah tidak terdengar suaranya lagi. Papa yang sejak setahun lalu tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Akhirnya minggu depan, aku tersenyum untuk kabar baik ini.
***
“Kau senang Vey?” Rey juga sama sepertiku, tadi dia sempat menangis. Aku tahu dia juga senang mendengar kabar kepulangan papa.
“Vey, setelah ku pikirkan, dan karena suasana hatiku yang sedang baik, lalu karena serangkaian pertimbangan dan berbagai penyelidikan, aku membolehkanmu.” Aku menatap Rey. Bingung dengan perkataannya. Bisakah dia berbicara secara jelas saja? Tanpa teka-teki?
Aku membutuhkan waktu untuk memecahkan kalimat teka-tekinya itu. Seketika aku sadar dan mengerti. Apakah Rey sudah mengizinkanku?
“Selama aku pergi, kau juga tidak menghubunginya kan? Tapi dia dengan sabar mau menunggumu, mau mengertimu. Ya, aku sudah membolehkanmu.” Jawab Rey dengan mata genitnya. Aku tahu, setelah ini, banyak waktu yang harus aku bagi antara Rey dan Sean, pacarku. Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Rey, aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
:TERHARUBIRU
-
23 Agustus 2016 pada 10:22 pm #101596famelovendaModerator
huhuhu udah nulis komen panjang lebar, persegi, segita dan sejenisnya, tinggal klik enter eh lappie mati :TERHARUBIRU
ceritanya kurang panjaaaang…. mau yang panjang :PATAHHATI
ceritanya bagus tapi kalo lihat genrenya yang misteri kayaknya ini masih kurang misterinya, mungkin karena terbatas patokan words juga kali, ya tapi keseluruhan aku suka, gaya bahsanya juga okeee, enak untuk dibaca sampai gak terasa udah di akhir dan berharap masih ada lanjutannya :NGEBETT :CURIGAH
eh abang Seaaannn ngapain di sini? ayoook buruan pulang :BANTING! :kaburberdua
-
24 Agustus 2016 pada 12:57 pm #101838chumaiaya9Peserta
makasih udah komen panjang lebar. :author2
iya sih emang kurang misteri, masih pemula kak. #masih harus banyak belajar.
kak, langkah awal bikin novel itu apa ya? :BACABUKU
Seannya bawa kabur aja ituu.. :byeseeyou
-
24 Agustus 2016 pada 2:02 pm #101854farahzamani5Peserta
Haiii, pliss lanjuttttttt
Msh bnyk pertanyaan yg blom trjwb
Saya baca terus sampai ga kerasa udah end aja. Misterinya blum terpecahkan, kurang angker hiiiiii, hihi
Awal2 ikut deg2an sambil brtanya2 apa sih isi kotak itu dan berikutnya rasa deg2an ny ilang bgtu saja, ya mungkin krna pas bca genre nya langsung sumringah wahhh misteri nih, ternyata genre ny lbh ke keluarga ya
Tp keseluruhan okehh lah
Pokokny pliss lah dilanjut hihi
Semangat trs nulisnya ya
Semangat semangat semangat -
25 Agustus 2016 pada 10:24 am #102182chumaiaya9Peserta
terima kasih farah,
woww komentarmu bener-bener jadi motivasi nih. :BAPERR
iya emang mau tek bongkar isinya apa, tapi karena waktu itu udah menunjukan jam 23.45, jadi end-nya dipersingkat. :PATAHHATI
baiklah, karena ada 2 orang yang meminta, maka insyaalloh bakal ada lanjutannya. :LOONCAT
-
25 Agustus 2016 pada 10:45 pm #102274ArikaAnggiPeserta
wah…
Lanjutin dong ceritanya penasaran sma isi kotaknya
Klo bisa bang rey nya dimunculin banyakan ya plis plis :TERHARUBIRU ,nge – feel sama bang rey soalnya : :aaaKaboor :eluskepala
-
26 Agustus 2016 pada 12:38 am #102294Author4Keymaster
Hello Arika Anggi, izinkan author untuk menulis sepatah dua patah kata di sini, bukan sebagai penilai apalagi menggurui, hanya sebagai seorang pembaca yang ingin berbagi dan saling melengkapi, siapa tahu diskusi kita bisa menjadi perbaikan satu sama lain, bukan?
Pertama, perihal genre yang mengecoh. Ketika kamu menulis Genre misteri dan pada bagian pertama dijelaskan tentang sebuah kotak, tentu saja pikiran author sudah melayang kemana-mana, hehehe. Tau sendirilah imajinasi author tinggi, apalagi kalo nyangkut detektif detektif gitu. Tadinya author berpikir bahwa kotak itu ternyata berisi sebuah pesan misterius yang akan membaw pada petualangan menguak rahasia berikutnya, atau mungkin isinya alien yang akan menyusup masuk ke tubuh manusia jika tersentuh kulit dan mengubah sosok vey menjadi zombie, atau author pikir kotak itu berisi seikat rambut hitam panjang yang entah milik siapa hahahahaha :TERHARUBIRU
Lalu author menemukan bahwa kotak itu bercahaya dan menyatakan pesannya dari sang papa, wah…. ini pasti alien dengan teknologi canggih nih! itu yang ada di pikiran author hehehehe
Di sini kamu terburu-buru mengalihkan perhatian pembaca yang sudah terpaku pada kotak itu, dan memusatkan mereka pada sosok Rey, yang penggambarannya cukup memikat. Karena siapa yang tidak suka pada sosok kakak posesif yang begitu mencintai adiknya, tidak mau membuat adiknya terluka dan berusaha melindungi adiknya? Cara kamu menggambarkan Rei di sini cukup bagus, karakternya terbentuk dan hubungan kakak beradik yang dekat tergambar di sini. Cara kamu menggambarkan permintaan maafnya juga cukup mewakili, seorang adik yang menyesal, ingin meminta maaf tapi terbatasi ego hehehe
Ada dua poin penting di kisah ini yang seharusnya jika dikembangkan akan menjadi kisah yang sangat menarik, satu adalah kotak misteri dan yang kedua adalah hubungan kakak adik yang pahit manis. Tetapi mungkin karena keterbatasan words sehingga endingnya tampak seperti dipercepat. Jika nanti ada kesempatan membuat cerita ini panjang, Author ingin melihat adegan-adegan pertengkaran Rey dengan Vey, antara kakak yang dewasa dengan adik yang manja tapi sebenarnya keduanya saling menyayangi, pasti akan menarik sekali.
Penyelesaian tentang misteri dari mana kotak itu berasal pun terlalu cepat menurut author, alasannya cukup bagus, tetapi kemudian tidak dijelaskan kenapa sang ibu mengirimkan kotak itu dan mengatakan itu dari ayahnya yg sudah menghilang. Apa yang ada dipikiran Sang Ibu ketika memberikan kotak itu? Kenapa di awal cerita ibunya malahan menyuruh membuangnya? Bukankah ibunya ingin Vey membuka kotak itu dan kemudian melihatnya bersama ayahnya? Apa hubungannya sebuah kotak dari ayah mereka dengan usaha untuk membuat Vey dan Rey berbaikan? beberapa pertanyaan muncul di benak author tanpa terkendali ketika membaca penyelesaian misteri kotak itu.
Dan kisah misteri ini tidak mendapat penyelesaian intinya, karena kotak itu tidak pernah dibuka. Tidak diceritakan apakah Rey dan Vey membuka kotak itu, dan apa sebenarnya isi dari kotak yang bertuliskan untuk anak2 papa tersayang itu?
:tidakks!
author benar2 penasaran setengah mati lho dan berimajinasi kemana-mana untuk menebak isi dari kotak itu hehehehehe
Dan satu lagi adalah masalah pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, ketika kamu mengatakan bahwa sang ayah sudah menghilang empat tahun lalu tiba-tiba ingin kembali, bahwa sang ayah masih peduli, ada baiknya kamu menceritakan sedikit latar belakangnya, kenapa sang ayah pergi? kenapa sang ayah kembali? kenapa sosok sang ibu yang sudah ditinggalkan begitu lama tanpa kabar tiba-tiba menerima kembali kedatangan ayahnya tanpa ada rasa marah atau benci? adakah alasannya?
Kalau saja pembatasan wordsnya masih cukup, mungkin bisa ditambahkan satu part lagi di tengah sebelum ending sbb :
WARNING : Ini hanya imajinasi author semata, karena apa isi kotak itu bener2 bikin author penasaran ampe ga doyan makan ga bisa tidur, lalu pikiran berimajinasi sendiri membentuk kisah versi author sendiri. Abaikan saja imajinasi author ini, dan ingat author menunggu apa isi kotak itu versi kamu. Kalau ada kesempatan melanjutkan kisah ini, tolong tuliskan dan jangan lupa mention author ya hehehe
………………….Seolah mengerti apa yang ku pikirkan, mama melanjutkan kalimatnya. “Papa masih peduli pada kalian. Minggu depan papa kalian akan pulang.” Entah apa yang terjadi, yang aku tahu tangisku tambah kencang, tapi aku tahu dalam hatiku menghangat. Papa yang selama 4 tahun ini tidak pernah terlihat. Papa yang semenjak 2 tahun lalu bahkan sudah tidak terdengar suaranya lagi. Papa yang sejak setahun lalu tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Akhirnya minggu depan, aku tersenyum untuk kabar baik ini
****
Begitu mama memberitahu kami bahwa papa akan kembali, aku dan Rey tidak bisa menahan diri untuk menghambur kembali ke kamar. Kami begitu penasaran dan ingin tahu apakah isi kotak itu hingga kami seolah berbalapan, berlari menaiki tangga untuk memuaskan rasa ingin tahu kami. Sementara itu, mama yang kami tinggalkan di meja makan sendirian, hanya tersenyum simpul melihat tingkah kami, dua anak kesayangannya yang sekarang seperti anak kecil.
Senyum mama yang begitu lama tak pernah terlihat menghangatkan hatiku, aku tahu Rey juga merasakan hal yang sama. Sejak papa semakin menjauh dan pada akhirnya meninggalkan kami sama sekali, senyum mama memudar dan semakin lama semakin sirna hingga tak berbekas lagi.
Peristiwa empat tahun yang lalu, kematian adik perempuan kami adalah penyebabnya. Ley adik kesayangan kami meninggal karena leukimia, sudah banyak cara yang diusahakan dan pada akhirnya kami harus merelakan ketika kanker darah itu merenggut usianya yang masih begitu muda.
Duka membuat manusia berubah, begitupun papa yang dipenuhi rasa bersalah hingga akhirnya tidak tahan lagi berdekatan dengan mama, berdekatan dengan kami yang selalu mengingatkannya pada wajah Ley yang polos, pucat dan selalu menahankan kesakitan. Pada akhirnya papa memilih pergi, dan mama yang sedang larut dalam dukanya sendiri tidak berusaha mencegahnya.
Rey membuka pintu kamar dengan cepat, lalu menahannya untukku, setelah itu kami masuk bersama-sama dan mendekati kotak itu. Kamar itu gelap karena aku belum membuka tirai yang menutupi satu-satunya jendela kamarku, dan suasana temaram membuat tulisan yang ditulis dengan tinta khusus di kotak itu muncul kembali, membuat kami saling bertatapan dengan penuh antisipasi.
Untuk anak-anak papa tersayang
Rey-lah yang lebih dulu bergerak menyentuh kotak itu, sementara aku berdiri di dekatnya, menunggu dengan harap-harap cemas.
Aku melihat jemari Rey bergetar ketika membuka kotak itu dan aku pun ikut menahan napas ketika perlahan demi perlahan… tutup kotak itu terbuka.
Kami terkesiap dan rasa haru langsung menyeruak dari dalam jiwa kami. Rasa haru yang berbasuh air mata bahagia karena pemandangan indah yang kami dapatkan tanpa disangka-sangka.
Sebuah lukisan kecil, hanya seukuran kartu pos, tetapi memiliki banyak makna. Lukisan ini sudah tentu dilukis oleh papa karena aku mengenal guratan kuasnya yang khas. Papa adalah seorang pelukis terkenal yang sayangnya berhenti melukis ketika Ley meninggal dunia. Aku mengamati foto itu dan langsung teringat ini adalah lukisan dari sebuah foto, foto terakhir yang diambil dari rumah sakit sebelum Ley meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
Di dalam foto yang diambil ketika dulu, Rey, papa dan mama yang mengelilingi ranjang rumah sakit, tempat Ley duduk sambil tersenyum lebar meski selang-selang infus terhubung dengan tidak nyaman di tubuhnya. Tetapi berbeda dengan lukisan ini, di dalam lukisan itu tidak ada ranjang rumah sakit, tidak ada infus dan selang-selang lain yang mengganggu. Di dalam lukisan itu, Ley tampak bebas, tersenyum ceria sambil duduk di sebuah kursi putih yang tampak nyaman, dan kami semua mengelilinginya dengan senyum yang sama cerinya. Kami benar-benar tampak bahagia di sana, seperti satu keluarga utuh yang diberkahi dengan kasih sayang satu sama lainnya.
Beginilah sebuah keluarga yang sesungguhnya. Jika yang satu pergi yang lain akan saling bergandengan untuk menguatkan satu sama lain. Jika yang satu menangis maka yang lain akan menyediakan bahunya untuk ditumpahi air mata, dan jika yang satu berbuat kesalahan, maka yang lain akan membuka tangan dengan lapang dada untuk memeluk dan memaafkan.
Kami, aku, Rey, papa, mama dan bahkan Ley yang sudah tenang di alam sana, adalah satu keluarga, dan itu tidak akan berubah meski waktu dan jaman menggerus kami.
Dadaku terasa sesak, dan aku memeluk Rey yang pasti juga merasakan hal yang sama.
***
“Kau senang Vey?” Rey juga sama sepertiku, tadi dia sempat menangis. Aku tahu dia juga senang mendengar kabar kepulangan papa.
“Vey, setelah ku pikirkan, dan karena suasana hatiku yang sedang baik, lalu karena serangkaian pertimbangan dan berbagai penyelidikan, aku membolehkanmu.” Aku menatap Rey. Bingung dengan perkataannya. Bisakah dia berbicara secara jelas saja? Tanpa teka-teki?
Aku membutuhkan waktu untuk memecahkan kalimat teka-tekinya itu. Seketika aku sadar dan mengerti. Apakah Rey sudah mengizinkanku?
“Selama aku pergi, kau juga tidak menghubunginya kan? Tapi dia dengan sabar mau menunggumu, mau mengertimu. Ya, aku sudah membolehkanmu.” Jawab Rey dengan mata genitnya. Aku tahu, setelah ini, banyak waktu yang harus aku bagi antara Rey dan Sean, pacarku. Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Rey, aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
TAMAT
hehehe maafkan author yang tidak jelas ini, malam-malam jari bergerak sendiri karena cerpen bagus dari kamu benar-benar membebaskan untuk berimajinasi. Sekali lagi, ini adalah kisah yang menarik dan sangat ditunggu kalau-kalau kamu ingin membuat versi panjangnya.
Satu lagi author sangat suka kamu cukup lihai dan bagus karena bisa membuat alur minim percakapan dan penuh dengan monolog dari tokoh si “Aku” tetapi kamu berhasil menyusun kalimat demi kalimat yang bergulir dengan mulus, dan sama sekali tidak membosankan dan membuat pembaca ingin melanjutkan lagi dan lagi.
Jadi pesan author, teruskan menulis kisah ini, idenya bagus dan heartwarming
sekali lagi jika hendak dibuat kisah panjang, author akan sangat senang bisa membacanya hehehehe
:MAWARR
-
26 Agustus 2016 pada 5:24 pm #102705chumaiaya9Peserta
@ArikaAnggi Terima kasih. Bang Rey malu muncul bayak-banyak. Kalo dipaksa nanti dianya kabur. :KETAWAJAHADD
@AUTHOR4 Wah panjang sekali komentarnya. Terima kasih lho sarannya. Pertama-tama, untuk klarifikasi saja, sebenernya bukan karena keterbatasan words, tapi karena keterbatasan waktu. Cerita belum selesai, tapi jam sudah menunjukan pukul 23.45, jadi aku putuskan untuk mempercepat ending. Dan karena buru-buru itu, jadi banyak bagian yang terlupakan. :panikbgtDari aku sendiri memang banyak ide yang belum tersampaikan. Sekedar informasi aja, aku buat cerita ini pada tanggal 21 (hari kritis), itu pun baru sekitar jam 14.30 mulai benar-benar dibuat. Untuk hal itu, aku sebagai pembuat cerita minta maaf karena masih banyak kekurangan disana-sini. :peluksabahat
Imajinasi yang luar biasa. Aku aja nggak kepikiran sampai situ. Aku nggak henti-hentinya ngucapin terima kasih. Karena komentar kalian bener-bener membuatku tersenyum, ada dorongan untuk melanjutkan cerita ini. :tepuk2tangan
Tapi rasanya, kalo aku tambahin cerita di tengahnya, maka aku nggak sportif dalam lomba ini. Karena deadline-nya kan tanggal 21, jadi ya terakhir ng-edit tanggal hari itu. Oleh sebab itu, dalam pemikiranku, aku ingin membuat cerita lanjutan diluar cerita ini. Bolehkah itu? Biarlah cerita di atas tetap apa adanya.
Pertanyaannya, jika aku ingin mengunggah lanjutan ceritanya, maka harus di post dimana? Forum kepenulisankah? Atau di komentar?
Untuk terakhir kalinya, aku benar-benar mengucapkan terima kasih. Atas komentarnya yang sudah memotivasi luar biasa. :KISSYOU :BYEEEE
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.