Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › (DIRGAHAYU RI) HARAPAN BINTANG
- This topic has 5 balasan, 6 suara, and was last updated 8 years, 3 months yang lalu by farahzamani5.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
16 Agustus 2016 pada 10:04 pm #98143SakuraLouisPeserta
Assalamualaikum
Author: SakuraLouis
Genre: Family (suer, enggak tahu genre nya apaan -_-)
#LombaCepen
.
.
.
.
.
.Happy Reading
Langit pun memiliki warna. Di setiap warna mampu memberikan rasa tersendiri dan dampak yang ditimbulkannya. Yang normal nya hanya empat warna yang biasa manusia lihat. Biru. Abu-abu. Jingga. Dan tak luput langit malam yang bewarna sehitam tinta yang biasa dicoret pada lembaran buku.
Dan saat ini dua sejoli anak adam dengan tinggi yang hampir sepadan namun perbedaan pada masa otot di masing-masing tubuh tertentu. Sebut saja dua sejoli anak adam dengan panggilan yang biasa orang memanggil mereka dengan nama Ardi dan yang satunya Bintang. Kalau didengar-dengar nama Bintang lebih cocok untuk anak perempuan. Namun nyatanya ada juga yang digunakan untuk anak laki laki. Bintang tahu itu.
Mereka tengah menikmati udara segar di pagi hari. Warna langit biru namun sedikit keabu-abuan yang menghiasi walaupun tidak dominan. Paru-paru ketika menghirup udara akan lebih terasa sangat segar dan sejuk— efek dari hujan malam lalu yang tak hentinya mengguyur tanah bumi. Padahal kalau di amati seharusnya sekarang sudah memasuki musim kemarau, namun apa daya jika tuhan sudah menghendaki apapun bisa terjadi.
Entah sadar atau tidaknya kulit mereka terasa begitu lembab, sebab karena angin yang membelai kulit dua sejoli anak adam yang berkeringat tanpa berkesudahan. Jadi dilihat seperti mengkilap alami. Bintang mengelap keringat di sekitar kening dan juga bawah hidungnya. Dilain Bintang, Ardi tengah meneguk air botol mineralnya sampai menimbulkan bunyi yang cukup terdengar begitu jelas.
“Kita duduk dulu Boy”
Hanya satu orang yang memanggilnya ‘Boy’ yaitu Ardi sendiri. Katanya biar mudah dipanggil. Bintang sih tidak mempermasalahkannya. Asalkan panggilannya masih terdengar sopan. Apa lagi jaman sekarang memanggil orang yang begitu akrab kadang kala harus menyertai nama penghuni kebun binatang.
Bintang mengangguk lemah. Tidak perlu mencari tempat duduk, disamping mereka ada bangku kayu yang cukup di duduki dua orang atau lebih. Bintang mendarat dengan perasaan lega, mendesah adalah sebagai bentuk ucapan rasa syukur akhirnya ia bisa duduk dan beristirahat sejenak. Sosok Ardi hanya bisa menggeleng melihat tingkah laku Bintang. Padahal mereka hanya melakukan lari-lari kecil selama hampir tiga puluh menit, setelahnya itu mereka (lebih tepatnya Bintang) tumbang.
“Payah kamu Boy, masa gitu aja udah tumbang”
Ardi terkekeh pelan. Kembali ia meminum air mineralnya lagi dengan beberapa tegukkan.
“Capek tahu mas. Enggak nyangka kalau lari-lari kecil begini buat aku ngos-ngosan enggak jelas. Biasanya enggak gini, mas tahu sendiri kan?”
Menengadah. Bintang menyandarkan punggungnya dengan kepala menghadap keatas. Di pandangnya ranting-ranting yang telah ditumbuhi daun-daun hijau kesana kemari dalam jumlah yang banyak. Sinar matahari tampak malu-malu menyelinap diantara dedaunan yang tumbuh dengan subur.
“Iya tumben kamu gampang tumbang. Banyak kerjaan dirumah? Atau frustasi gara-gara si kembar?”
“Lima pulih persen apa yang dikatakan mas emang bener”
“Terus sisanya?”
Satu alis Ardi diangkat refleks. Kepala Bintang menoleh, ia tersenyum tipis dan memandang lama pada sosok pria yang lebih tua darinya.
Mulut bintang gatal. Tiba-tiba ia ingin bercerita. Menceritakan yang belum pernah ia bahas dengan kakaknya— Fasya. Atau memang belum saatnya. Bintang hanya perlu menunggu momen yang pas. Biar dirasa akan manjadi sebuah kejutan.
“Sekarang aku lagi mati-matian buat belajar. Mas memperhatikan enggak kalau kelopak mataku hampir kaya panda gini”
Jari telunjuk tertempel pada kulit dibawah mata. Tidak terlalu parah namun terlihat mencolok. Kerena perbedaan warna kulit yang cukup kontras sekali.
Arya dilanda kebingungan. Arti dalam belajar kan banyak. Belajar untuk apa? Setahu Arya sendiri Bintang sudah melewati masa ujian nasionalnya satu minggu yang lalu. Jadi belajar untuk yang apa dan tujuannya apa? Arya lebih baik diam dan mendengar Bintang untuk bercerita banyak.
Terdengar hembusan nafas sebagai awal Bintang untuk membuka mulut. Masih saling bertatap namun sesekali Bintang mengedar pandangan pada orang-orang yang berlalu lalang melewati mereka. Dominannya adalah wanita yang tertangkap basah melirik secara terang-terangan. Bintang acuh tak acuh. Sudah terlalu biasa.
“Mbak enggak tahu tentang ini. Jadi mas harus janji jangan kasih tahu sama mbak ya? Biar nanti Bintang sendiri yang omongin sama dia langsung”
“Okey”
Hanya okey dan anggukan kalem. Namun sungguh-sungguh. Tak setengah hati. Bintang jadi yakin lebih baik ia bercerita. Dilain sisi ia perlu mendengar nasehat keramat Ardi.
“Dua minggu lagi akan ada pengumuman kelulusan ujian nasional”
Jeda beberapa detik. Ardi dengan sabar mendengar dan menunggu.
“— hari senin lalu guru wali kelasku membicarakan tentang beasiswa. Beliau tahu tentang keinginan ku untuk kuliah dan mengambil fakultas yang sudah kuceritakan dengan beliau”
“Jadi kamu udah menetapkan pilihan fakultas mana kah yang akan diambil? Itu berita bagus Bintang. Asal kamu siap dengan resiko yang ada. Semuanya tidak ada yang instan”
Bintang tahu itu. Makanya ia dengan berani mengambil jalur beasiswa dengan berbagai rintangan yang perlu ia lewati. Berusaha sekuat mungkin agar Bintang tak lagi memberatkan kakaknya untuk membiayai dirinya, khususnya untuk pendidikan. Walaupun Fasya tak pernah mengeluh atau memprotes semakin membuat Bintang dilanda tidak enak hati.
Bintang tak ambil pusing ketika ia mengetahui peserta yang ingin mendapatkan apa yang Bintang incar sebagai target. Banyak pesaing justru membuat dirinya menjadi ajang penantang diri. Berusaha yang terbaik saja dulu, proses diterima atau tidaknya akan menjadi akhir yang ia pikirkan. Syukur saja jika ia diterima, dan itu berarti sebagai bentuk rezeki tuhan yang patut Bintang syukuri.
“Iya mas. Aku semakin yakin dengan pilihanku ini, walaupun enggak mudah tapi menjadi dokter sudah menjadi impian ku semenjak kelas satu SMA”
Ardi mengangguk paham.
“Mbak mu tahu?” Ardi bertanya. “Mbak hanya tahu kalau aku suka mempelajari organ-organ tubuh manusia, pokoknya tentang pelajaran IPA. Fisika dan Kimia ataupun Biologi pun mbak udah tahu kalau pelajar itu sudah termasuk makanan sehari-hariku. Tapi kalau soal keinginan ku untuk mengambil fakultas kedokteran mbak belum tahu sama sekali”
Bintang menghela nafas. Dan kemudian melanjutkan kembali.
“— maka dari itu lebih baik aku enggak usah omongin dulu ke mbak. Takut kalau aku sudah terlanjur bilang, eh… tau-taunya gagal pula. Enggak enak hati aku sama dia Mas, apa lagi kalau mbak udah ngomong ‘nanti biar mbak yang biaya in’ kan rese mas dengar nya. Semestinya aku yang ada di posisi mbak sekarang, dalam arti cari uang buat hidup in kita. Apa artinya aku ini sebagai anak laki-laki di dalam keluarga? Enggak ada gunanya sama sekali. Malu aku mas sama mbak. Apa lagi pilihan aku ingin jadi dokter kalau bukan lewat jalur beasiswa pasti butuh biaya yang enggak sedikit”
Bintang tersengal setelah mengatakannya. Hati kecil dilingkupi perasaan lega yang tidak kentara. Akhirnya ia bisa tuntaskan semua beban yang berada di hati ataupun otaknya. Sialnya lagi dua biji matanya berkabut, mendadak menjadi buram dan rasanya ia tidak bisa melihat dengan jelas. Akibat dilapisi cairan bening yang tak tahu malunya menggenang di sudut mata.
Tenggorokan terasa membakar tanpa ada api yang muncul. Gaib bisa dibilang. Ha! Sekarang apa? Bintang dilanda ingin menumpahkan air matanya di tempat umum. Seharusnya ia perlu ruang yang lebih privat untuk membahas persoalan seperti ini. Karena memang dasarnya hati Bintang akan dilanda sensitif tingkat teratas jika sudah menyangkut atau menyinggung tentang kakaknya. Bintang marah dengan dirinya sendiri.
Bintang mengerang frustasi. Membuat beberapa orang yang melintasi melewati mereka terkejut… membawa tubuh beringsut menjauh. Arya memandang Bintang tanpa ada ekspresi yang tidak bisa terbaca oleh orang awam. Arya menjadi ingat sepenggal memori dimana dulu Bintang merengek untuk memperkerjakan dirinya di kafenya… tempat dimana Fasya bekerja disana juga.
Sang kakak tertua langsung menuai protes. Membawa sosok Bintang untuk menjauhi tempat kerjanya dan mereka sempat bertengkar kecil. Arya tidak masalah jika Bintang ikut membantu, karena pikirnya itu akan mempermudahkan Fasya. Namun Fasya berpikir lain untuk itu, dirinya masih ingat setiap perkataan Fasya untuk memohon agar Bintang tidak diterima di tempat kerjanya. Simple saja namun maknanya mampu membuat Arya bergetar ketika mendengarnya.
Cukup aku saja yang merasakan lelahnya. Bagiku Bintang masih terlalu dini untuk bekerja. Kau pikir untuk apa aku bekerja seperti ini? Semua yang kulakukan atas dasar untuk keluargaku, untuk ayah dan ibu. Aku mengumpulkan pundi-pundi uang agar suatu saat nanti adik-adikku hanya akan bisa merasakan rasa bahagia tanpa harus merasakan penderitaan ketika aku bekerja gila seperti ini. Aku mencintai keluargaku Arya, dan kau tahu fakta itu.
Desahan Arya meluncur entah kenapa. Memandang Bintang yang berada disampingnya. Sudah dari dulu Arya menganggap Bintang seperti adiknya sendiri dan keluarganya walaupun keduanya tak memiliki ikatan darah atau apapun itu.
“Sangat sulit pasti. Kalau Mas jadi kamu, mungkin Mas akan sejalan dengan pikiran kamu Bintang. Aku akan merasa malu jika kehidupan ku cuman bisa menjadi beban orang tersayang. Sebab, pada dasarnya seorang laki-laki yang mampu seharusnya bisa menjadi pemimpin keluarga walaupun sudah tidak ada lagi orang tua yang mendampingi kita. Tapi Bintang, mbak mu itu pasti memiliki alasan tertentu kenapa dia bersikap demikian. Walaupun alasan Fasya dimata mu itu salah. Karena, prinsip dan pemikiran perempuan tak sama ataupun sejalan dengan pria”
Senyum tulis Ardi terbingkai manis pada mimik mukanya. Mata mereka saling bersitatap. Senyuman Ardi tertular pada Bintang. Bintang terkekeh tak lama kemudian.
“Mas emang bener. Aku hanya, hanya ingin mencoba menjadi mandiri saja. Aku ingin memerdekakan keluargaku dengan caraku sendiri. Dengan hanya bermodalkan cinta, kasih sayang, dan pengorbanan. Biar nanti Ibu dan Ayah tak menyesal memiliku. Biar nanti, ibu dan ayah dapat melihat jika aku mampu membahagiakan keluargaku. Aku ingin mereka bangga”
Di tataplah langit yang sulit digapai.
Hai ibu, ayah. Bagaimana kabar kalian? Aku begitu merindukan ibu dan ayah.
Aku Bintang pada langit. Berharap apa yang dikatakan dalam hati bisa disampaikan pada mereka. Karena Tuhan pasti akan menyampaikan pesan seorang anak kepada kedua orangtuanya yang begitu ia rindukan.
“Mas hanya bisa memberikan semangat sekaligus berdoa tulus untuk mu. Berharap pada Tuhan, agar Tuhan mau memberi mu kemudahan untuk mencapai cita-cita mu. Lakukanlah yang dianggap kamu tepat Bintang. Berjanjilah jika kamu membawa keberhasilan itu, dan tunjukkanlah pada kakak mu jika kamu tak lagi membebaninya. Buatlah Fasya bangga, buatlah keluargamu bangga”
Ditepukanya pundak Bintang dengan mantap. Bintang bergeming cukup lama, merasa terhanyut akan perkataan Ardi yang baru ia dengar. Seolah perkataan Ardi bagaikan obat yang manjur. Ia merasa sesuatu dalam dirinya membara semangat.
“Terima kasih Mas Ardi” ujar Bintang begitu tulus.
“Kembali kasih. Kalau ingin bercerita tak perlu sungkan denganku. Kau sudah kuanggap seperti saudara ku sendiri”
——————————————————
Sebagaian cerita ini aku ambil dari Karya ku yang berjudul Writing’s On The Wall. Khusus dan special karena aku belum publis pada akun wattpad ku. Okey, ya Allah semoga menang. Amin~~
Terima kasih untuk tanggapan nya ? dan sorry untuk typo :)
-
17 Agustus 2016 pada 2:13 pm #98348NUMEYAPeserta
Harapan setiap orang… menjadi orang yang berguna…
Tapi aku sependapat dengan mba fasya… sebagai kakak apalagi anak sulung itu tanggung jawabnya besar.. Apalagi kalo kedua orangtuanya udah nggak ada.. Berasa keluarga itu udah tanggungan dia.. ya, walaupun aku anak bungsu#abaikan wkwk
Btw, sepupu ku ada yg namanya Bintang dan dia itu cowo hehe
-
19 Agustus 2016 pada 10:37 pm #99351SairaAkiraKeymaster
Heartwarming story, selalu suka dengan kisah keluarga, hanya ada perubahan nama dari ardi ke arya?
Thanks @sakuralouis
Tetap semangat nulisnya ya
-
20 Agustus 2016 pada 8:28 pm #99724yoonilee85Peserta
cerita bagus.. :YUHUIII
ardi jadi arya? typo kali ya.. :ragunih
-
26 Agustus 2016 pada 4:19 am #102327tsalisparkModerator
baguusss, another heartwarming story again. feelnya kerasa bangett. duhh aryaaa. kakak jadi gemez dehh, i khow your feeling so bad. kita ingin membahagiakan keluarga yang kita sayangi. selain itu dilema cita-cita dan keadaan keluarga. duhhh dek ardi :PATAHHATI
di cerita ini ada beberapa kesalahan penulisan kaya, Normal nya=> normalnya, di amati => diamati, di pandangnya => dipandangnya, dibawah => di bawah, mana kah => manakah, di tataplah => ditataplah. setahuku seperti itu, maafkan jika salah aku juga masih belajar :kehilangan
sama menurutku di paragraf kedua bisa di ganti dengan ini biar lebih efektif > Orang- orang biasa memanggil dua sejoli ini dengan nama ardi dan yang satunya bintang.
Kalau didengar-dengar , kayaknya bisa diganti dengan jika di dengar-dengar. sama mungkin kata biar bisa diganti agar. (ini menurut pendapat pribadi hehe)
buut overall aku suka ceritanyaaa, keep writing ayeeee :tebarbunga
-
27 Agustus 2016 pada 9:21 pm #103080farahzamani5Peserta
Suka bngt sama cerita yg brhubungan sma keluarga. Saling sayang antar anggota keluarga itu bikin hati ikut ngerasain rasa sayang itu`
Aduhh Ya Allah, suka deh sma cerita ini
Semangat trs ya ka nulis ny
Semangat semangat semangat
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.