Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › [DIRGAHAYU-RI] Di bawah Naungan Angsana
- This topic has 9 balasan, 5 suara, and was last updated 8 years, 3 months yang lalu by Park Heeni.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
21 Agustus 2016 pada 8:43 am #99884Park HeeniPeserta
Judul: Di bawah Naungan Angsana
Author: Park Heeni
Genre: Romance
#LombaCerpen
.
.
“Kau keluar juga ternyata” Suara Sang nenek yang tengah menyirami bunga di taman belakang menyapa pendengaran Lana begitu ia melewati tangga kayu di teras rumah.
Sejak kedatangannya dua hari yang lalu, hari ini pertama kalinya ia keluar dari dalam kamarnya. Menikmati udara segar khas dataran tinggi yang tidak ia mudah didapatkan di kota.
“Aku kesini karena rindu suasana desa, nek. Jadi, kenapa aku mesti berdiam diri di kamar saja?” Lana menyahut seraya berjalan ke arah Sang nenek.
“Oh, nenek kira kamu kesini untuk….”
“Meredakan patah hatiku yang berkepanjangan karna batal tunangan, begitu? cucumu ini bukan tipe perempuan lembek macam itu, nek ” Lana menyambar ucapan neneknya seolah tahu apa yang ingin Sang nenek katakan. Membuat perempuan tua itu hanya dapat tersenyum penuh arti.
“Nenek ada di dapur jika kau perlu apa-apa”
Tahu cucunya perlu menyendiri untuk menyegarkan pikiran, perempuan tua itu memilih membiarkan Lana sendirian menikmati pemandangan khas desa.
.
.
Sepeningal neneknya, perhatian Lana tertuju pada taman bunga di hadapannya. Satu hal yang mengusik perhatiannya adalah pohon besar di depannya. Pohon yang menjulang tinggi sendirian diantara kumpulan semak-semak bunga Hydrangea. Nampak begitu kontras dengan sekitarnya. Seingat Lana, pohon tersebut telah ada sejak dia masih kanak-kanak. Lana masih ingat bagaimana dulu ketika berkunjung ke rumah neneknya, dia selalu menghabiskan waktunya bermain sendirian di bawah naungan pohon yang terasa begitu teduh tersebut.
Pterocarpus indicus, nama ilmiahnya dan orang-orang menyebutnya sebagai pohon Angsana. Namun Lana menamainya sebagai yellow cherry blossom ─Sakura kuning. Bukan karna pohon tersebut mirip dengan pohon sakura tapi Lana menamainya seperti itu karna imajinasinya yang mengibaratkan helaian mahkota bunga Angsana yang berjatuhan saat tertiup angin bagaikan sakura yang berguguran di Jepang sana.
Angsana merupakan tanaman sejenis pohon yang memiliki daun majemuk berukuran kecil. Bunganya berwarna kuning terang kecil-kecil dengan struktur petal yang rapuh membuat bunganya mudah tertiup angin dan jatuh berguguran membuat bunganya hanya mampu bertahan selama satu hari. Kemudian di hari berikutnya akan muncul bunga baru menggantikan bunga yang telah gugur sebelumnya. Hal inilah yang menjadikan Angsana mempunyai daya tarik tersendiri saat masa berbunganya. Saat tiap helai daun mahkotanya tertiup angin, seolah menari-nari di udara sebelum jatuh bertaburan menghias tanah dengan warnanya yang kuning terang.
Lana sangat menyukai pemandangan itu. Begitupun saat dirinya berdiri di bawah pohon Angsana yang sedang berbunga, di atas hamparan mahkota bunga Angsana yang menutupi permukaan tanah yang ia pijaki. Sayangnya, kali ini Lana datang di waktu yang kurang tepat, bukan pada musim berbunganya. Biasanya pohon Angsana akan berbunga di awal bulan Oktober dan mencapai puncak pembungaan sekitar bulan November, dimana daunnya yang hijau hampir tertutupi oleh warna kuning mahkota bunganya yang sangat banyak. Menyajikan pemandangan yang menakjupkan mata.
.
.
Lana melangkahkan kakinya hingga kini ia tepat berada di bawah pohon tersebut. Jemarinya perlahan terulur, menyentuh batang pohon yang kasar dan beralur. Lingkar batangnya yang besar seolah menceritakan kepada Lana bahwa pohon tersebut telah berdiri disana untuk waktu yang begitu lama.
“Disini kau rupanya”
Suara di belakangnya membuat Lana tertegun sejenak, tanpa perlu berbalik melihat pemilik suara tersebut Lana yakin sekali siapa orangnya. Meskipun dilanda penasaran berat tentang bagaimana lelaki itu bisa berdiri di tempat yang sama dengannya, namun ia menolak untuk menunjukkannya. Lana tetap berdiri di tempatnya, mengabaikan eksistensi lelaki tersebut.
“Apakah kau begitu terkejutnya akan kedatanganku hingga kamu tidak dapat bergerak dari posisimu, Lana?” Alih-alih mengucapkan permintaan maaf atau bujukan, lelaki itu malah melontarkan kata-kata bermakna menggoda pada Lana.
“Apakah kau tidak ingin tahu bagaimana aku bisa mengetahui keberadaanmu dan bagaimana caraku dapat menemuimu sekarang ini?” Lelaki itu kembali berusaha mengusik Lana dan kali ini usahanya berhasil. Lana berbalik menampakkan wajah marah dan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah lelaki tersebut.
“Berhenti bicara omong kosong, Reihan! Aku bukan golongan perempuan yang sebegitu mabuk cintanya kepadamu untuk tersanjung ataupun terpesona hanya karna kau datang kesini.” Lana melipat kedua lengannya di dada, menunjukkan sikap angkuh.
“Aku datang untuk memberikan penjelasan”
“Aku tidak minta penjelasan! Jadi kenapa kau repot-repot datang kemari?” dalam sekejap Lana menyambar ucapan Reihan. Membuat lelaki itu menjadi jengkel karena tidak diberikan celah untuk menjelaskan maksud kedatangannya.
“Bisakah kau dinginkan otak cantikmu itu dan berbicara dengan tenang bersamaku?”
Perkataan Reihan tersebut memicu kemarahan Lana. Bagaimanapun Reihan yang salah disini, setidaknya lelaki itu meminta maaf kepadanya dahulu.
“Tidakkah kau merasa bersalah dan ingin minta maaf?”
“Ada yang lebih penting dari sekedar meminta maaf Lana. Untuk itulah aku datang. Memberikan penjelasanku padamu.”
“Kau sungguh lelaki paling arogan yang pernah kutemui. Dan aku sekarang merasa setahun terakhir ini aku menyia-nyiakan waktu bersepakat denganmu,” Lana menjeda ucapannya, ia melangkah mendekati Reihan dan berdiri tepat di depannya, “seharusnya dari awal aku tidak mengikuti keinginan orang tuaku untuk mengenalmu lebih dekat. Aku menyesali keputusanku saat itu.” Begitu menyelesaikan kata-katanya Lana melewati tubuh Reihan, menyentak sisi tubuh lelaki itu dengan sengaja.
“Kau selalu membuatku gila, Lana.” Pergerakan tubuh Lana terhenti ketika mendapati lengannya dicengkeram kemudian ditarik paksa ke belakang hingga kini posisi mereka kembali saling berhadapan.
“Apa yang kau lakukan!”
Lana berusaha menyentak tangan Reihan di lengannya namun usahanya sia-sia begitu lelaki itu beralih meletakkan kedua tangannya di bahu Lana.
“Mau apa kau!” Reihan tidak menanggapinya, ia mendorong tubuh perempuan itu hingga punggung Lana menyentuh batang pohon Angsana di belakangnya. Memenjarakan tubuh Lana diantara tubuhnya dan batang pohon Angsana yang kokoh.
“Bisakah kau diam dan dengarkan aku? Kepalaku bisa meledak jika terus memikirkan tentangmu tanpa mengatakan apapun padamu.” Lana tersenyum mengejek begitu mendengar ucapan Reihan.
“Itu bukan urusanku, Reihan. Sudah kubilang aku tidak butuh penjelasan sialmu.”
“Dan aku tidak butuh persetujuanmu untuk mendengarkannya.” Kali ini Reihan yang memotong kata-kata Lana membuat perempuan itu menatapnya penuh amarah.
.
.
Setelah beberapa saat keduanya terdiam dalam pandangan amarah yang saling mengunci akhirnya Reihan memutuskan mengalah.
“Aku minta maaf tapi bisakah kau dengar penjelasanku dulu?” Reihan melembutkan ucapannya. Berharap Lana akan luluh. Berdepat dengan perempuan itu tentu saja hanya akan memakan waktu tanpa bisa melegakan perasaannya.
Melihat Lana yang tetap diam tanpa memberontak, membuat Reihan mulai menceritakan maksud kedatangannya.
“Sejak awal semua hal tentang kebersamaan kita hanyalah sebuah pengaturan oleh kedua orang tua kita dan hubungan kita selama setahun ini adalah kesepakatan kita berdua. Aku tidak datang di hari pertunangan kita karena aku tidak ingin kita berakhir dalam sebuah pengaturan.”
Lana masih ingat kejadian tiga hari yang lalu saat Reihan tidak menunjukkan eksistensinya sedikitpun di hadapan semua orang. Lana menunggu begitu lama hanya untuk mendapati bahwa calon tunangannya tidak datang ke acara mereka. Sebenarnya Lana tidak ambil pusing dengan acara pertunangan karena memang sejak awal ia dan Reihan telah bersepakat bahwa hubungan mereka hanya sebatas settingan untuk memuaskan keinginan orang tua mereka.
Keduanya bahkan bersepakat tidak akan membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan dan akan mencari jalan keluar bersama untuk membatalkan perjodohan mereka. Selama setahun masa penjajakan yang direncanakan orang tua mereka, setiap keluar bersama yang mereka bahas hanyalah tentang rencana untuk membatalkan perjodohan selain pembicaraan layaknya teman biasa.
Ketidakhadiran Reihan dan pembatalan sepihak itu melukainya dan membuatnya kecewa. Seharusnya lelaki itu memberitahunya dan ia juga tidak perlu datang untuk melihat tatapan prihatin dari para tamu undangan. Mengingat kejadian itu kembali menyulut amarah Lana.
“Apa kau kira aku menginginkan itu? Tapi setidaknya kau membicarakan rencanamu kepadaku sehingga kau tidak perlu mempermalukanku dan melukai harga diriku dan orang tuaku!”
“Maafkan keputusan gegabahku. Aku hanya ingin….”
“Kau hanya ingin terbebas dari perjodohan bodoh ini, begitu?” Lana kembali menyela ucapan Reihan, “Bukan hanya kau yang menginginkan hal itu. Asal kau tahu!”
“Bisakah kau berhenti menyela ucapanku? Dan dengarkan saja apa yang akan aku katakan?”
“Tidak. Terima kasih. Aku tidak berniat mendengarkan apapun dari lelaki egois sepertimu.” Lana masih mempertahankan pendiriannya untuk tetap menolak mendengarkan penjelasan Reihan.
“Aku hanya ingin mencintai dengan bebas. Tanpa pengaturan. Tanpa kesepakatan. Tanpa perjodohan. Dan yang paling penting aku ingin berakhir bersamamu.”
“A-apa maksudmu?” Lana tergagap. Rasa ingin tahu langsung muncul dalam dirinya akan maksud perkataan lelaki itu.
“Cinta itu merupakan reaksi kimia, gabungan antara feromon, endorfin dan serotoni yang muncul secara alami dalam tubuh manusia, hal paling alami yang dapat dirasakan manusia sekaligus menjadi hal yang paling rumit untuk dipahami karena cinta itu muncul tanpa mengikuti hukum logika manusia.” Lana mengerjapkan matanya tidak percaya. Sejak kapan lelaki irit bicara di depannya ini berubah menjadi lelaki bijak yang menjabarkan tentang filosofi cinta kepadanya? Entah kenapa hal itu terasa menggelitik bagi Lana. Jika tidak ingat dia sedang dalam mode marah, mungkin Lana sudah akan tertawa terbahak-bahak.
Lana mendengar Reihan berdecak pelan sebelum kembali berujar, “Aku ingin berakhir bersamamu dalam sebuah kata cinta, Lana!” Lana sedikit terlonjak mendengar nada suara Reihan yang meninggi, hampir berteriak. Bukannya marah Lana malah meledak dalam tawa begitu melihat ekspresi Reihan yang salah tingkah.
“Kau seperti gadis remaja yang baru saja menyatakan cinta untuk pertama kali, Rei.” Lana berucap disela-sela tawanya.
“Berhenti tertawa. Aku serius Lana.”
“Aku juga serius. Kau terlihat berbeda.” Lana meredakan tawanya, tersenyum menatap Reihan.
“Menikahlah denganku, Lana.” Suara Reihan yang kali ini serius membuat Lana membeku. Menatap pancaran keseriusan di manik hitam lelaki itu.
Sebelum Lana dapat bereaksi, Reihan entah bagaimana caranya telah menyematkan sebuah cincin di jari manis lana.
“Apa-apaan kau!? Ini pemaksaan namanya.” Lana berujar dengan nada marah yang dibuat-buat. Menatap tangannya yang masih digenggam Reihan dan cincin yang telah terselip sempurna di jari manisnya.
“Apa maksudmu kau sedang menolakku, begitu? Jangan mencoba bohong Lana itu sia-sia saja. Kau kira aku buta untuk tidak dapat menerjemahkan kode dari sikapmu selama ini?” Sudut bibir Reihan terangkat, mengukir senyum penuh kemenangan disana. Suara Reihan terdengar begitu menjengkelkan bagi Lana.
“Apa maksudmu dengan kode itu? Aku tidak begitu? Kau saja yang kelewat percaya diri.” Lana bicara lantang. Membantah pendapat Reihan.
“Percayalah, gara-gara kamu aku membaca buku-buku tentang wanita dan telah ahli dalam menerjemahkan kode alami seorang wanita. Tidak terkecuali dirimu, Lana sayang”
“Jadi……?” Lana menunduk, malu pada dirinya sendiri. Apakah kodenya begitu terlihat jelas? Batinnya bertanya.
“Jadi……” Reihan mengulang perkataan Lana. Tangannya terulur menyentuh dagu Lana lembut dan membawanya kembali menatap manik hitamnya, “Kita menikah sekarang.” Ucapnya dengan senyum tanpa beban.
“Kau bercanda?”
“Tidak untuk saat ini”
“Kau gila!”
“Aku gila karenamu.” Reihan berusaha menggombal.
“Setidaknya seorang perempuan mengenakan gaun terbaik dan membawa buket bunga cantik untuk pernikahannya.” Seolah Lana menantang Reihan untuk kembali berargumen.
“Setahuku tidak ada aturan resmi untuk itu dan mengenai sebuket bunga, kita bisa memanfaatkan itu” Reihan menunjuk ke sekeliling mereka yang dipenuhi oleh bunga Hydrangea, “bentuknya sangat pas sebagai buket bunga. Itu akan menjadi buket bunga spesial dan tidak ada duanya di dunia”
“Spesial kepalamu.” Lana berujar ketus, mengabaikan senyum lima jari Reihan.
“Siap menikah sekarang?”
“Terserahmu lah.” Lana berucap tanpa minat. Membiarkan Reihan membawa tubuhnya ke dalam sebuah pelukan hangat di bawah pohon Angsana.
Lana malas memperpanjang pembicaraan konyol mereka. Mungkin dalam waktu tiga hari tidak bertemunya mereka, Reihan telah membenturkan kepalanya ke tembok hingga sikapnya berubah jadi aneh begitu, pikirnya. Namun setidaknya hatinya menjadi lega. Mereka akan memulai awal yang baru dalam ikatan cinta bukan dalam bentuk sebuah pengaturan.
.
.
Sementara dari teras rumah sederhana miliknya, nenek Lana diam-diam mengamati segala bentuk interaksi kedua anak manusia tersebut.
“Dasar anak muda, selalu penuh dengan drama.”
.
.
END
hehehe ngikut ngeramein meski pas hari terakhir
:YUHUIII :freya
-
21 Agustus 2016 pada 10:30 am #99924farahzamani5Peserta
‘Aku hanya ingin mencintaimu dengan bebas’
Aihh abang reihan dah ah co cweet bener haha
Ohh trnyata alasan reihan ngebatalin acara tunangan krna dia ingin menikah dngn ‘bebas’ ya sma lana tanpa embel2 perjodohan dll, aihhh bungkus lah cwo kyk gni ka, klo perlu sekalian ditaro di museum haha
‘dasar anak muda, sll penuh dngn drama’
Sumpah kalimat terakhir ngancurin mood yg lgi bahagia jdi humor yg bikin ketawa ngakak haha
Bagussss ka
Lanjutkan tulisanmu
Semangat ka-
21 Agustus 2016 pada 1:24 pm #99974Park HeeniPeserta
@farahzamani5 makasih ya reviewnya… :MAWARR
ayo buat museum cogan :NGEBETT
Angsana emang indahkan yah? mengobati hati yang baper liat sakura-sakura di negeri Jepang sana. seenggaknya jika gak bisa merasakan helai-helai bunga sakura mojok aja di bawah pohon Angsana lumayan sensasinya 11 12 :AZHURA
-
-
21 Agustus 2016 pada 10:32 am #99925farahzamani5Peserta
Oia salpok ke pohon angsana
Inget dlu waktu kecil klo berdiri dibawah pohon angsana yg bungany lgi berguguran serasa lgi ada di tokyo ehh tokyo versi indonesia dngn sakura ny yg bukan berwarna pink tp kuning
Edisi nostalgia hihi -
21 Agustus 2016 pada 11:28 am #99936hujanpetirPeserta
pengen mencinta dgn bebas gk gitu jugaa kali reii ksian anak org dbkin malu :DOR!
gak bertele-tele i like it :HULAHULA
-
21 Agustus 2016 pada 1:28 pm #99976Park HeeniPeserta
@hujanpetir makasih reviewnya ka, amatiran gitu :IMUT
Reihan khilafff ka :HUAHAHAHAHA
btw, PP nya imuuut ka, Mingukieeee :asia
-
21 Agustus 2016 pada 3:42 pm #100006yoonilee85Peserta
drama oh drama.. labil nih reihan. emang apa bedanya? toh akhirnya sama cewe yg sama juga. malah bikin malu keluarga.. sebahagianya reihan aja deh. hehehe.. :BAAAAAA
-
21 Agustus 2016 pada 8:48 pm #100158Park HeeniPeserta
@yoonilee85 kan Reihan pengen merdeka mencintai :HULAHULA :HULAHULA
Reihan khilaf pas ngilang di acara :RENCANAJAHARAA
-
23 Agustus 2016 pada 10:35 pm #101601famelovendaModerator
wiiiiihhh,,…… asik assiiiiiiiikkkk happy ending. haha :NGEBETT
tapi kalo aku jadi lana juga bakal kesal banget tuh, enak aja dia ambil keputusan sepihak dan bikin malu. sakit bang sakiit :PATAHHATI
ceritanya aku suka, gaya bahsanya juga dan aku suka karakternya lana, dia berani melawan gak termehek2n walau pun akhirnya cepat luluh juga yaaa sama pesonanya abang Rei… Rei…. Reihan, siapa juga yang tidak terpesona :NGEBETT
-
24 Agustus 2016 pada 9:12 am #101798Park HeeniPeserta
@famelovenda makasih reviewnya….. :MAWARR
Reihan pengen ditabok dulu mungkin….ngerasa agak kecepetan sih juga untuk Lana maafin Reihan secara gitu dipermalukan,,,tapi apa daya 2000 kata membatasi Lana buat gak bisa ngambek lebih lama :beruraiairmata
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.