Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › (DIRGAHAYU-RI) CINTA DI UJUNG PERBATASAN
- This topic has 5 balasan, 5 suara, and was last updated 8 years, 3 months yang lalu by famelovenda.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
21 Agustus 2016 pada 10:27 pm #100201soniatwinsPeserta
Penulis : sonia twins
Genre: ChickLit
#LombaCerpen
Kita diciptakan memiliki rasa yang sama tapi tidak ditakdirkan untuk bersama.
.
.
.
Hari ini, tepat tanggal 17 agustus 2016. Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke 71. Kami sebagai warga perbatasan juga ikut merayakan hut kemerdekaan RI.
Awal pagi di hari ini, kami berkumpul di satu-satunya lapangan terluas yang ada di daerah ini. Upacara berlangsung sangat khidmat, walau banyak pasang mata orang-orang asing yang terus memandangi kami. Orang asing itu adalah tentara negara Malaysia. Tampang seram nan kejam seakan menjadi tameng bagi mereka. Padahal aku tahu, mereka sama seperti kami. Berhati nurani yang baik dan bijak. Tapi entah kenapa mereka masih saja memasang tampang seperti itu. Sama seperti dia, orang yang hingga kini masih saja membuat hatiku terpatri hanya padanya, hati ini bagai terpenjara olehnya.
***
17 agustus 2010.
“Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku……”
Lagu itu terus mengalun dengan indah, membawa ketentraman jiwa dan raga, Simbolis kemerdekaan tanah airku. Orang-orang seakan terhipnotis dengan lagu ini, tak terkecuali orang-orang asing itu, ekspresi mereka sulit diartikan, sangat dingin dan angkuh. Ya, mereka itu basis tentara Malaysia, yang bertugas menjaga keamanan di perbatasan antara Malaysia dan indonesia. Kuperhatikan mereka satu per satu, dan saat sampai orang terakhir dari mereka, seperti ada sesuatu yang aneh, kulihat dia menutup mata seperti sedang menghayati lagu yang sedang mengalun, saat lagu berakhir, dia kembali membuka matanya dan memasang ekspresi yang sama seperti yang lain.
“Rejana, kau mau kemana?” ibu menahan tanganku saat aku hendak berbalik arah.
“Rejana mau ambil air dulu sebentar, bu!”
“Hati-hati ada tentara malaysia!” serunya seperti biasa, saat aku hendak ke tempat yang dekat dengan tentara Malaysia.
Awalnya aku tidak mengerti kenapa ibuku selalu memperingatkanku, tapi setelah mendengar sedikit penjelasan dari ibuku, akhirnya aku paham. “Ya, bu!”
Akses untuk mendapatkan air disini memang sulit. Aku harus pergi ke dekat pagar pembatas antara Indonesia dan Malaysia, kami semua warga disini selalu was-was saat hendak mengambil air.
“Sedang mengambil air?” sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan menginterupsiku.
“Iya” jawabku tanpa menoleh.
“Mau kubantu?”
“Boleh, kalau tidak merepotkan”
Orang itu melangkah mendekat kearahku, dan mengambil alih jerigen kecil milikku. Aku meliriknya sekilas dan benar saja dugaanku kalau dia adalah salah satu tentara Malaysia.
“Kenapa harus perempuan yang mengambil air? Kemana ayah atau kakakmu?”
“Ayahku sudah meninggal dan aku anak satu-satunya.”
“Oh, maafkan aku.”
“Tak apa.”
Dia tidak lagi menjawab, mungkin enggan berurusan dengan warga asing.
“Kau tak takut padaku?” dia kembali bertanya.
“Tidak, untuk apa aku takut?”
“Bukannya warga yang tinggal di daerah sini takut pada tentara malaysia?”
“Ekspresi dan sikap kalian lah yang membuat kami selalu merasa was-was”
“Oh begitu, kukira mereka takut pada kami, baguslah! Sepertinya selama ini kami salah paham”
“Ya, begitulah”
Kulihat jerigen yang sedang diisi air olehnya sudah penuh, lantas aku berdiri, berniat mengambil jerigen itu dan pulang.
“Terima kasih telah membantuku”
“Sama-sama”
Aku bergegas meninggalkan tempat itu karena khawatir ibu akan mencariku.
“Hey, siapa namamu?” dia berteriak memanggilku.
“Rejana, namamu?”
“Shavan”
***
Shavan, nama yang indah. Seminggu ini otakku sepertinya tidak berjalan dengan baik, terus saja mengingatnya.
Sebulan ini, frekuensi pertemuanku pun bisa dibilang sangat sering, kami bertemu saat aku hendak mengambil air, dan dia akan membantu dan kami akan menghabiskan waktu dengan bercanda ria.
Darinya, aku tahu banyak mengenai tentang kehidupan tentara Malaysia, tak jarang pula aku berbicara dengan teman-temannya. Ternyata benar, mereka baik dan memiliki selera humor yang baik juga.
Kurasa, hatiku sudah tidak bisa diajak berkompromi, selalu saja berdebar saat melihatnya, selalu saja tersenyum saat mengingatnya.
***
Minggu sore, seperti biasa aku akan bertemu dengan shavan, dengan alasan mengambil air, semoga saja ibu tidak mencurigai sikapku yang lebih sering mengambil air.
“Mau kemana?”
“Mengambil air, bu!”
“Kemarin kan sudah, hari ini tak perlu mengambil air, istirahat saja.”
“Tak apa, bu!”
Ibuku terlihat mengamatiku dengan seksama, mungkin merasa dengan sikapku.
Tapi akhirnya dia mengizinkanku, “yasudah, hati-hati!”
Aku pergi dari rumah dengan semangat, berbekal satu rantang makanan untuk shavan.
“Sedang menungguku?” kusapa dia yang sedang melamun.
“Bahkan setiap waktu aku menunggumu” selain baik, shavan juga ternyata pintar menggoda.
Aku tertawa mendengar godaannya, “sudah makan?”
“Aku menunggumu membawakan makanan” dia tertawa melihat ekspresiku yang berubah muram. “Tidaklah, aku tentu saja menunggu orang yang membawakanku makanan” ralatnya kemudian.
“Ibumu tidak curiga kau datang kemari?”
Aku memang sudah menceritakan tentang ke-khawatiran ibuku mengenai tentara Malaysia, dan dia memahami hal itu.
“Sepertinya iya, tapi kuharap tidak.”
“Kita sudah berkomitmen untuk menjaga perasaan masing, lantas kapan kau akan memberi tahu ibumu?”
Aku merenung, pembicaraan ini yang sebisa mungkin aku hindari, tapi sekuat apapun aku menghindarinya akan ada saatnya aku harus menghadapinya.
“Lusa akan kucoba.”
“Maafkan aku karna membuat ini menjadi rumit.”
“Hey, jangan menyalahkan dirimu sendiri, kita akan lewati ini bersama.”
“Terima kasih karna telah menerimaku apa adanya.”
“Oh iya, ada yang ingin ku tanyakan, sewaktu upacara peringatan kemerdekaan indonesia bulan lalu, kulihat kau memejamkan mata, kenapa?”
Dia mengalihkan pandangannya dariku sambil tersenyum “aku tau sejarah negara Indonesia, aku menghargai perjuangan para pahlawannya, dan aku mencintai negara Indonesia sama seperti kecintaanku pada negaraku.”
***
“Ada apa, bu?”
Setelah sampai dirumah, kulihat rumah tetangga sebelah sudah ramai oleh kerumunan warga.
Ibuku menoleh dan menghembuskan nafas lega, “dari mana saja kau? Ibu mengkhawatirkanmu.”
“Tadi aku bertemu temanku dan mengobrol sebentar, memangnya ada apa?”
“Rike, anaknya bu ika, ketahuan memiliki hubungan dengan salah satu tentara malaysia itu, mereka bertengkar dan tentara malaysia itu dituduh melakukan kekerasan kepada rike, karna ada luka tangan kirinya.”
Benarkah itu? aku merasa tidak yakin dengan dugaan warga disini, mereka sudah terlalu dibutakan oleh rasa benci kepada tentara-tentara itu, “aku merasa tidak yakin akan hal itu, ibu. Mereka semua orang baik-baik.”
“Mereka? Siapa yang kau maksud dengan mereka? Para tentara itu?”
Kurasa sudah saatnya aku memberitahukan kebenarannya, “iya ibu, tentara malaysia itu. Aku dekat dengan salah satu tentara itu, namanya shavan.”
“Ya Tuhan, rejana! Sejak kapan kau mengenalnya, bukankah ibu selalu bilang untuk tidak berbicara ataupun berhubungan dengan mereka.”
“Tapi mereka orang baik, ibu! Mereka tidak seperti yang kalian bicarakan.”
“Baik atau tidaknya dia, tidaklah penting! Warga disini tidak akan menyetujui itu.”
“Kalian semua tidak akan pernah mengerti.”
***
“Kau tahu gosip yang sedang berkembang di daerah ini?”
“Tidak memangnya ada apa?”
“Rike, dia ternyata memiliki hubungan dengan salah satu temanmu, aku tidak tahu siapa namanya, tapi warga disini menyangka temanmu itu melakukan kekerasan pada rike.”
“Benarkah?” tanggapannya sama sepertiku, tidak percaya dengan yang dikatakan warga. “Sebentar akan ku panggilkan dulu, kurasa aku tau siapa orangnya.”
“Hey, lais! Kemari sebentar” dia memanggil temannya yang sedang berdiri tak jauh darinya.
“Ada apa?”
“Kau punya hubungan khusus dengan gadis disini yang namanya rike, bukan?”
Lais, terlihat terkejut dan langsung maju lebih mendekat kearah kami. “Dari mana kau tahu?”
“Tidak penting darimana aku tahu, aku hanya ingin bertanya, apa benar kau melakukan kekerasan pada kekasihmu?”
“Tidak.” dia menjawab dengan cepat, seakan tidak terkandung sedikit pun kebohongan di perkataannya.
“Maafkan aku, lais. Tapi warga disini mengira kau melakukan kejahatan pada rike, karna ada bekas luka di tangan kirinya.” aku mengambil alih pembicaraan.
“Ya Tuhan, sedikit pun aku tidak pernah terpikir untuk menyakitinya, aku menyayanginya dengan sepenuh hatiku, kemarin memang kami ada sedikit masalah, kami membahas hubungan tersembunyi kami, dia menangis kemudian terjatuh, tangan kirinya terkena batu yang cukup besar, mungkin itu yang menyebabkan luka ditangannya.”
“Benar seperti dugaanku, warga disini sepertinya telah salah paham. Lais, aku akan mencoba membantumu.”
“Terima kasih, rejana.”
“Sama-sama, kau boleh pergi sekarang, ini waktuku dengan kekasihku.” tentu saja bukan aku yang menjawab itu, tapi shavan.
“Baiklah, nikmati waktu kalian berdua dengan baik, sebelum menghadapi masalah yang akan kalian lalui.” lantas dia melangkah menjauhi kami.
“Bagaimana dengan ibumu?”
“Aku memang sudah bilang dan sesuai dugaanku, ibu menentang hubungan kita.”
“Semoga tuhan memberikan jalan terbaik untuk kita.”
“Amin.”
***
Enam bulan kemudian, tibalah hubunganku yang menjadi perbincangan warga disini, mereka menentang keras hubungan kami sama seperti hubungan rike waktu itu.
“Kau sudah tahu ini akan terjadi, tapi mengapa kau tak hentikan hubungan kalian ini, rejana?” ibu terlihat frustasi dan tertekan akan ucapan para warga disini.
“Tapi aku mencintainya, bu!”
“Selalu saja alasan itu yang kau pegang teguh.”
“Lantas apa lagi yang harus ku pertahankan, bu? Rasa cinta ini yang membuat aku bertahan sampai sekarang.”
“Kau memang keras kepala.”
Malam ini ada acara kenduri yang diselenggarakan kepala desa disini, aku sudah mempersiapkan sesuatu yang mungkin akan membuat warga disini terkejut.
***
Tepat pukul tujuh malam aku tiba di acara kenduri disini, seperti dugaanku, warga desa ini mulai menatapku saat aku melangkahkan kakiku di pintu depan. Mereka menatapku bukan karna penampilanku malam ini, melainkan karna orang yang ada disebelahku.
“Apakah kau siap?” shavan bertanya sambil terus menggenggam tanganku.
“Siap” jawabku mantap dan tegas.
Aku dan shavan berjalan menuju panggung kecil yang sepertinya disediakan untuk menyapa para tamu undangan, tapi maaf kali ini aku akan sedikit mengalih fungsikan.
“Selamat malam semuanya, sepertinya kalian penasaran siapa yang ada disebelahku dan apa hubungannya dia denganku?” kini sukses sudah semua mata tertuju padaku.
“Nama saya shavan dan saya kekasih rejana.”
“Apa maksudmu, rejanan?” satu warga mulai bersuara.
“Maksudku? Sebenarnya tidak ada maksud tertentu. Hanya saja aku ingin memperkenalkan dia kepada kalian.”
“Kau tahu betul kalau kami melarang keras hubungan dengan tentara malaysia, kau tidak ingat apa yang terjadi dengan rike?”
“Maaf sebelumnya, aku akan menjelaskan perihal masalah rike. Sepertinya kalian salah paham, teman saya, lais. Sedikitpun tidak ada niatan untuk menyakiti rike. Hari itu, Mereka memang sedang ada masalah, kemudian rike menangis dan terjatuh, dan pergelangan lengannya mengenai batu. Jadi luka yang ada di tangannya itu bukan karena lais.”
“Halah jangan percaya itu, kau kan temannya, kau bisa mengarang cerita, iya kan?”
“Betu itu betul!” koor warga semua mulai terbawa emosi.
“Terserah apa kata kalian semua, yang penting kami sudah menjelaskan. Kami permisi.”
***
Semuanya berlalu begitu cepat sampai suatu hari tibalah kami dihadapkan pada masalah yang serius.
Warga desaku benar-benar tidak
Mengijinkan hubunganku dengan shavan. Selama ini, aku hanya bisa menemui shavan secara diam-diam. Menahan semua waktu bersamaku dengannya karna percaya ini semua akan indah pada waktunya nanti.
Tapi semua ini tidak membuktikan bahwa keindahan itu tidak akan pernah terjadi.
Dua minggu terakhir, warga di desa memang tidak melakukan apa-apa, tapi hari ini mereka semua menemui kantor kepala tentara di perbatasan dan melakukan aksi demonstrasi agar shavan atau siapa saja tentara malaysia yang mempunyai hubungan dengan warga kami harus memutuskan hubungannya.
Mereka mengancam jika tidak dilakukan, maka mereka akan melakukan aksi yang lebih brutal dari demonstarsi.
Dan shavan harus dipindah tugaskan ke daerah lain, asal tidak di dekat perbatasan daerah ini.
Mereka juga mengancam ibuku untuk segera mencarikanku jodoh agar aku tidak lagi berhubungan dengan shavan.
Ya Tuhan, separah itukah mereka?
Ibuku tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keinginan warga, jadilah aku di nikahkan dengan anak salah satu warga desa.
***
17 agustus 2016
Upacara telah selesai, semua orang mundur dengan tertib dari barisan lapangan, begitu juga dengan para tentara itu.
Ibu menggenggam tanganku erat seakan memberikanku kekuatan, ibu mengerti perasaanku. Aku masih belum bisa melupakan shavan.
Ya, indonesia memang sudah merdeka. Tapi kurasa, cintaku belum merdeka.
-
23 Agustus 2016 pada 10:01 pm #101586famelovendaModerator
sediiiihhhh…… :PATAHHATI
cerita tentang orang yang tinggal di perbatasan selalu menarik minatku, aku suka membaca atau menonton berita tentang mereka. kgum dengan nasionalisme mereka yang tetap cinta Indonesia walaupun dengan jelas negara tetangga lebih maju di wilayah perbatasannya.
dari awal baca sudah penasaran banget dan deg2n gitu, gak nyangka bakal gak kesampaian cintanya…. :TERHARUBIRU
aku suka ceritanya, penggambarannya juga bagus daan pas tapi endingnya bikin baper :aaaKaboor :PATAHHATI
-
22 Agustus 2016 pada 5:14 am #100320soniatwinsPeserta
-content deleted-
Karena cerpen di post dua kali, jadi forumnya aku merge, biar komennya bisa jadi satu
Love, Dianisah :)
-
22 Agustus 2016 pada 2:17 pm #100498farahzamani5Peserta
Huhuh sedihhh, cinta tak kesampean ini mah, cinta beda negara, diperbatasan pula yg pastinya bnyk konflik antar negara.
Dan sampe akhir cinta mereka blum merdeka huhu
Bagusss ni ka, jarang ada yg ambil tema cinta di perbatasan gni, tp eh tp sangat disayangkan, kk post di waktu lomba cerpen udah berakhir, mdh2an dilain kesempatan, kk bsa ikut lomba lgi ya
Semangat trs ka nulisnya
Ditunggu cerita2 lainnya -
22 Agustus 2016 pada 7:38 pm #100635zPeserta
sedihhh :(
-
23 Agustus 2016 pada 12:09 pm #101372dianisahModerator
Ceritanya baguuus..
Ide ceritanya nggak umum, sayang deskripsinya kurang jelas. Aku bisa nikmatin ceritanya, tapi sejujurnya aku masih nggak paham, ada konflik apa antara warga desa dan tentara malaysia sampe mereka segitu bencinya. Jadi kayak ada potongan puzzle yg hilang. Mungkin karena terbatas aturan maksimal 2000 kata kali yaa..
Makasih udah posting cerpen ini, biarpun waktunya telat, tapi aku seneng kamu tetap mau berbagi.. :MAWARR
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.