Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat Forum Forum Kepenulisan (DIRGAHAYU-RI) BULAN DAN BUMI

Melihat 6 pertalian (thread) balasan
  • Penulis
    Tulisan-tulisan
    • #98159
      NolanDzeta
      Peserta

      Author : Nolan Dzeta

      Genre   : Romance

       

      #LombaCerpen

       

      Seorang gadis bersepeda. Melintasi jalanan kecil di sebuah desa. Melewati hamparan padi yang menghijau dan tumbuh subur. Bau harum khas padi terasa segar. Gadis itu tersenyum ceria. Senyumnya merekah, pipinya bersemu. Sepanjang perjalanan ia besenandung.

       

      Di bawah pohon rindang di atas hijaunya rumput yang membentang luas, gadis dengan senyum manis dengan sepeda kecilnya duduk diam menatap langit sore. Menikmati angin yang berhembus lembut. Membuat Bulan, sigadis pemilik senyum manis itu terbuai. Hampir melupakan kesadaranya dan masuk kealam mimpi.

      Sebuah tepukan mengenai bahunya. Membuat Bulan terkejut. Menoleh kebelakang menatap sebal pada seseorang yang menyeringai kepadanya.

      “Hai Bulan” Bumi. Pria yang menepuk bahu Bulan tersenyum lebar. Bulan membuang muka pada lawan bicaranya. Menatap kemana saja asal tidak pada sosok disampingnya.

      Sesuatu yang dingin menyentuh pipi Bulan. Membuat Bulan terkejut.

      “Apa pipi mu selalu semerah itu jika bertemu dengan ku” goda Bumi yang duduk di samping Bulan sambil menyodorkan minuman dingin kearah Bulan.

      Bulan, meski dengan sebal tetap menerima uluran itu. Membukanya dengan kasar dan meminumnya hingga tinggal setengah.

      “Aah… duduk bersebelahan dengan ku tidak hanya membuat pipi itu memerah. Tetapi juga membuat yang didalam tubuhmu pun ikut panas”

      Ucapan Bumi berhasil membuat Bulan tersedak. Menyemburkan minumannya keluar.

      “Dasar jorok” keluh Bumi sambil menyingkir sedikit dari Bulan.

      Mata Bulan menatap sinis Bumi. Memandangnya seakan ia mangsa yang lezat dimakan. Bulan siap menerkam Bumi. Memakannya dengan brutal. Nafas Bumi sudah memburu. Siap meledak akibat letupan emosi.

      Tetapi tiba-tiba sesuatu yang lembut mengenai kening Bulan. Kelembutan yang membuat Bulan membeku. Diam seketika. Sesuatu yang lembut itu adalah kecupan dari Bumi. Yang seketika meredamkan dengan seketika amarah Bulan yang sudah di ubun-ubun. Dan malah membuat mata Bulan melotot hampir keluar.

      Ia tidak menyangka Bumi akan mencium keningnya. Di sini. Dibawah pohon raksasa. Diatas rumput hijau didepan matahari yang mulai singgah keperaduan. Sambil membisikkan kata “aku rindu engku Bulan”

      “Tidak kah kau rindu padaku. Setelah 6 bulan tidak berjumpa?” pertanyaan Bumi memecah kesunyian keduanya.

      Bulan menunduk sejenak lantas menatap Bumi.

      “Apakah tidak terlihat jelas di mataku” ucap Bulan menatap Bumi. Bumi memasang wajah datar. Mencoba menilai dan menerka apa yang tersirat dimata Bulan.

      “Tidak. Aku tidak melihat kau merindukanku dimatamu yang melotot seperti hendak keluar itu” Jawab Bumi masih memfokuskan tatapannya ke Bulan.

      “Yang aku temukan hanyalah luka yang dalam. Itu saja” lanjut Bumi ada nada tidak suka disana.

      Bulan membuang muka. Melepaskan paksa kontak mata keduanya. Memutuskan menjauhkan matanya dari pandangan mata tajam Bumi. Bagi Bulan, Bumi adalah makhluk berbahaya yang harus dihindari. Bumi terlalu pintar membaca gerak gerik mata seseorang. Dan Bumi selalu berprinsip bahwa kejujuran seseorang terletak pada matanya.

      “Kau belum berdamai Bulan?” tanya Bumi. Sambil menggigiti ujung ilalang.

      “Berdamai dari siapa?” Jawab Bulan asal sambil memainkan botol minum. Memutarnya diatas rumput maju mundur.

      “Berdamai dengan Hatimu mungkin”

      Perkataan Bumi membuat gerak tangan Bulan yang sedang memainkan botol maju mundur terhenti. Dan hanya menatap kosong pada botol dibawah telapak tangannya diam tak bergerak.

      “Ini sudah berapa lama? Sudah 5 tahun bukan. Kau masih saja jadi pengecut. Lari dari kenyataan” ejek Bumi. Membuat Bulan mendengus. Kembali memainkan botol digelindingkan diatas rumput maju-mundur.

      “Masih gagal Move on ooh?” lagi-lagi Bumi mengeluarkan ejekan untuk Bulan.

      “Karena luka yang digoreskan terlalu dalam. Butuh waktu lama untuk sembuh total” Bulan mencoba membela diri.

      “Halah alasan. Sejujurnya kau masih tergila-gila padanyakan?”

      Bulan diam. Berkecamuk dengan pikiranya sendiri.

      “Kau tahu? 4 bulan lalu Awan datang” Bulan mulai membuka cerita.

      Dan membuat Bumi mengerutkan dahinya. Mencoba mengingat cerita tentang Awan.

      “Pria yang kau gilai setengah mati itu?” Tanya Bumi sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput. Memandang langit sore yang berwarna orange.

      “Ya. Kau benar. Pria yang aku gilai setengah mati itu” Bulan membenarkan tebakan Bumi.

      “Jadi, akhirnya dia datang menjemput mu? Lantas apa yang kau katakan?” Bumi mulai penasaran.

      Bulan diam. Mencoba mengingat-ingat pertemuannya dengan Awan 4 bulan lalu.

      “Bukan menjemput. Tetapi memaksa bodoh. Dan aku bilang padanya…”

       

      “Katakan padanya. Aku tidak bisa datang” ucap Bulan lirih

      “Kau harus datang Bulan” Awan berujar penuh penekanan. Khas sekali dengan Awan. Keras kepala dan pemaksa.

      “Jangan paksa aku Awan” kilah Bulan mencoba keluar dari kukungan kedua lengan awan yang membuatnya terkurung. Dulu. Berada pada posisi Bulan sekarang suatu kebahagiaan baginya. Sesuatu yang menyenangkan hatinya. Dulu. Saat mereka masih menjalin kasih. Saat sebelum kenyataan menghantam Bulan. Membuatnya sekaan dipukuli membabi buta.

      “Singkirkan tangan mu Awan” perintah Bulan penuh penekanan. Mencoba mendorong lengan Awan. Tetapi tenaganya tak sebanding dengan kekuatan lengan Awan yang kokoh.

      “Tidak. Sebelum kau setuju datang menemui ibu mu”

      Bulan menatap sengit kearah Awan. Menatap wajah pria yang dulu begitu ia puja, begitu ia gilai. Dan sekarang semua berputar balik Bulan menatap penuh kebencian.

      “Jangan lagi sebut wanita itu dihadapanku” geram Bulan marah

      “Wanita itu?” Awan memeberi jeda ucapanya dan kembali melanjutkan

      “Dia ibumu Bulan. Dia yang melahirkan mu. Dia yang membesarkan mu. Dan kau sekarang menjadi anak durhaka oh. Kau wanita yang tak punya hati. BULAN” Awan menekan nada bicaranya. Mendesis. Mencoba menekan amarahnya.

      Wajah Bulan meradang. Kemarahan memuncak. Dia siap meledak.

      “Kau pikir aku akan waras jika datang memenuhi permintaan wanita itu? Kau pikir aku sanggup memegang kendali agar tidak menghancurkan pesta pernikahan itu. Kau pria gila Awan. Aku memang tidak punya hati. Kau tau kenapa? Pertama setengah hati adalah ibuku dan setengahnya pria gila.  Yang… yang sedang memaksaku menghadiri pernikahannya bersama ibuku. Pria gila yang membawa kabur setengah hatiku yang tersisa. Jadi hatiku tinggal cangkangnya. Isinya telah pergi. Pergi menyatu pada kebahagian mereka. Meninggalkan aku dalam kekosongan” jawab Bulan penuh emosi.

      Susah payah ia bendung air matanya tetapi tetap saja ia hanyalah wanita cengeng. Air mata itu masih ia tahan mati-matian saat hendak keluar. Awan masih terpaku didepan Bulan. Kedua lengannya tak lagi mengurung Bulan di tembok. Susa jatuh terkulai pada kesua sisi tubuhnya.

      “Selamat menempuh hidup baru Awan. Mantan kekasihku. Selamat menempuh hidup baru bersama ibuku. Semoga kau bahagia. Jaga setengah hati ku itu baik-baik. Perlakukan ia sebaik mungkin. Karena setengah hatiku yang itu mudah sekali rapuh. Titip salam untuk ibuku. Maaf aku tetap tidak bisa hadir kepernikahan kalian” Bulan mengusap kasar air mata yang telah jatuh dipipinya sambil berlalu pergi. Meninggalkan Awan yang menunduk menatap lantai.

       

       

      “Kau benar  Bumi. dia datang untuk menjemputku. Menjemputku untuk menjadi saksi pernikahan mereka. Pernikahan kekasihku dengan ibuku.” jawab Bulan serak. Suaranya sudah bergetar. Mati-matian ia menahan tangisnya

      “Seandainya bukan ibuku yang menjadi mempalai wanitanya. Mungkin tidak sesakit ini. Bumi” keluh Bulan. Bahunya bergetar. Menahan gejolak rasa sakit yang berulang-ulang melukainya. Ketika ingatan itu keluar.

      Bumi menolehkan  kepalanya memandang bahu Bulan dari bawah. Bahu itu mungil, tetapi beban yang bergelayut di pundaknya terlalu berat. Membuatnya bisa roboh setiap saat ketika ia tak sanggup memikulnya. Akibat terlalu berat beban yang menumpuk.

      Dengan tiba-tiba Bumi menarik bahu Bulan. Membuat Bulan jatuh disampingnya dengan memekik. Bumi memeluk Bulan. Mendekapnya erat. Seketika tangis Bulan pecah. Ia menangis meraung dalam pelukan Bumi. Membagi segala hal yang menjadi beban di pundak Bulan kepada Bumi. Dalam hati Bumi. Ia berjanji. Tidak akan membuat gadis ini memikul beban apapun kedepannya. Ia janji.

       

      ***

       

      Bumi dan Bulan jalan beriringan. Melewati jalan kecil di bukit. Tepat saat langit sore berwarna merah. Saat matahari tenggelam. Menyisakan siluit tubuh dua anak manusia itu berjalan pelan. Menyusuri jalan pulang.

      “Bulan kau harus janji. Setelah ini kau harus berjuang dengan gigih” seru Bumi ceria.

      Bulan tampak binggung.

      “Berjuang untuk apa?”

      “Untuk membangun hati yang baru. Untuk memerdekakan hatimu yang selama ini dijajah oleh rasa sakit, oleh penghiyanatan, oleh amarah, oleh cinta palsu juga oleh kekalutan. Kau harus benar-benar bangkit. Kau harus memerdekakan hatimu kembali. Membebaskan hatimu yang ditawan oleh masa lalu. Dan janji, kau harus melanjutkan hidup dengan hati yang baru” ucap Bumi sambil terkekeh.

      Bulan berhenti. Memandang punggung Bumi. Memikirkan banyak hal tentang Bumi. Pria yang Bulan temui 5 tahun lalu. Yang menangkap pergelangan tanganya dari usahanya terjun dari jembatan besar di tengah kota. Pria yang menyelamatkan nyawanya. Dan pria yang menyelamatkan hatinya.

      Ya. dia harus bangkit. Mendorong penjajah di hatinya yang membuatnya tersiksa siang dan malam. Hari kehari bahkan tahun ketahun dan saatnya membangun cinta yang baru bersama BUMI.

       

       

       

       

       

       

       

      “BULAN. BESOK KITA MENIKAH” seru Bumi kuat-kuat.

       

      -end

       

    • #98231
      Park Heeni
      Peserta

      gilaaa, ditikung ibu sendiri. gak bisa bayangin :YYYKAGET  :xxxTidakk

    • #98277
      NUMEYA
      Peserta

      APAAAAAA??!!!

      jadi matan kekasihnya nikah sama ibunya??? Gilaaaaa…

      Itu cowo bener2 dah.. anak sama ibunya diembat juga wkwkwk

      Sukaaa… love, aishiteru, saranghae hehehe

    • #99339
      SairaAkira
      Keymaster

      Bumi memang tempat berpulang yang terbaik, semoga mereka langgeng yaaa.

      Thanks @nolandzeta

    • #99346
      Park Min Rin
      Peserta

      @nolandzeta

      Kak Nolan, kok?

      Sama ibunya si Bulan. Hehe. Padahal aku ngarepnya nama ibunya si Bulan di sebut, Langit kek biar seragam namanya.

      Saya gak ada kapasitas mengomentari tata penulisan atau bahasa, masih belajar juga soalnya. Tapi temanya sangat mengejutkan.

      Good job, kak #kiss

    • #99373
      kagita1
      Moderator

      Hai, @nolandzeta

      Saya kasih masukan untuk cerpen kamu ya. Jangan anggap ini kritikan. Anggap saya sedang berbagi ilmu. Saya bantu mengoreksi sistematisnya ya. Tata bahasa dan eyd-nya. Soal ide, alur, dan lain-lain biar menjadi tugas author. Ini note saya buat kamu.

      * Paragraf kedua kalimatnya terlalu rumit dan berulang. Bisa disederhanakan dengan “Di bawah pohon rindang, di atas hijaunya rumput yang membentang luas, seorang gadis duduk diam di- sebelah sepeda kecilnya menatap langit sore, menikmati angin yang berembus lembut. Bulan, si gadis pemilik senyum manis itu, terbuai hampir melupakan kesadarannya yang perlahan masuk ke alam mimpi.”
      * Yang benar “berembus” ya bukan berhembus.
      * Penggunaan kata depan ke- dipisah ya dari kata dasarnya. Misal: ke alam, ke sana, ke mana, ke belakang, ke kanan,
      * Kalimat “…menatap kemana saja asal tidak pada sosok disampingnya.” lebih efektif jika diganti dengan “…menatap ke arah mana pun asal tidak ke sosok di sampingnya.”
      * Penulisan singkatan kata -ku, -mu, -nya digabung ya dengan kata dasarnya. Misal: denganku, pipimu, sampingnya
      * Kalimat “Mata Bulan menatap sinis Bumi”. Kata “mata” bisa dihilangkan dari kalimat itu karena kata “menatap” sudah menjelaskan dengan organ apa dia melihat.
      * Kalimat “…yang seketika meredamkan dengan seketika amarah Bulan yang sudah di ubun-ubun” leih efektif menjadi “…yang meredamkan amarah Bulan yang sudah di ubun-ubun dengan seketika”
      * Penulisan partikel -kah digabung dengn kata dasarnya ya. Misal: tidakkah. Kecuali jika menggunaan nama. Misal: Bulan-kah
      * Kata depan di- untuk keterangan tempat dipisah. Misal: di sana, di mana, di belakang, di atas, di rumah
      * “gerakan tangan Bulan” ya yg benar
      * Yang bener “siluet” ya bukan siluit.
      * Nah. Pengkhianatan ya bukan penghiyanatan.

      Itu koreksian saya. Oya, untuk kalimat percakapan Bulan saat dia berbicara dengan Awan mengeluarkan protesnya karena ibunya menikah dengan kekasihnya, itu agak rancu ya. Kurang begitu jelas. Semoga membantu ke depannya agar lebih baik lagi.

      Terima kasih untuk partisipasinya dalam lomba cerpnen ini ya. Semoga berhasil. Semangat terus buat menulis.  ;YYYYUHUI

    • #99754
      yoonilee85
      Peserta

      direbut ma ibunya sendiri. pedih jendral..

      lelaki apaan yang kaya awan, bikin anak sama ibunya pisah?  :DOR!  :DOR!

      bumi dan bulan langgeng deh. kok berasa sailor moon sama pangeran bumi y? mulai eror saya..  :KETAWAJAHADD

Melihat 6 pertalian (thread) balasan
  • Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.