Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › (DIRGAHAYU-RI) BEBASKAN AKU MEMILIH.
- This topic has 34 balasan, 22 suara, and was last updated 8 years, 3 months yang lalu by kagita1.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
15 Agustus 2016 pada 12:58 pm #97819RositaAmalaniPeserta
Author : Rosita Amalani
Genre : Romance
#LombaCerpen
“Seefa, Ayah akan jodohkan kamu dengan anaknya teman Ayah. Kebetulan putranya sedang mencari istri. Anaknya sopan dan tampan, kriteria calon suami potensial, pekerjaannya mapan. Kamu sebaiknya jangan menolak perjodohan lagi kali ini.” ucap ayah sambil meneguk secangkir kopi hitamnya. Aura perintah yang tidak dapat di tolak oleh siapa pun bahkan oleh aku anaknya sendiri.
Aku tentu saja tidak terima akan keputusan sepihak itu, “Tapi Ayah, aku masih ingin bekerja dan berkarier tinggi,” bantahku cepat. See… topik pembicaraan inilah yang selalu aku hindari. Lagi-lagi soal perjodohan karena tidak tahan anak gadisnya perawan tua. Padahal umurku sendiri tidak tua-tua amat. Masih 29 tahun, lagi pula apa salahnya bila seorang wanita belum ingin menikah di seumur itu dan lebih memilih karier terlebih dahulu dibandingkan menikah? Aku masih ingin sendiri dan aku ingin bebas memilih dengan siapa aku akan memberikan cintaku. Merdeka dalam mencintai seseorang, siapa pun itu.
“Ingat, Seefa, umur wanita itu untuk melahirkan tidak lebih dari 35 tahun, nak, kalau umurmu nanti sudah lewat bagaimana Ayah dan Ibu akan bisa punya cucu buat ditimang? Ibu sudah iri dengan teman-teman Ibu yang ke mana-mana membawa cucunya jalan-jalan. Padahal anak gadis Ibu ini cantik dan sholeh masa sih kamu tidak ada yang suka? Teman kantormu juga tidak ada yang menarik untukmu, masa sih, Nak?” Ibu juga mulai bersuara.
“Teman kantorku suami orang semua, Buk. Ibu mau anak Ibu yang cantik ini jadi istri kedua orang?” kataku kesal. Pasti sekarang bibirku sudah maju lima sentimeter karena cemberut. “Sudah ah, Seefa mau tidur.” Aku bergegas bangkit sambil menyeret sandal rumahku masuk ke dalam kamar.
“Heii anak ini, diajak ngomong penting malah minggat!” seru ayah lagi.
Kujawab gerutuan Ayahku dengan menutup pintu kamar dengan sedikit bantingan keras. Zaman sekarang yang aku pikir sudah canggih ini ternyata tidak diikuti oleh pikiran canggih juga; tidak ada lagi yang namanya perjodohan, bebas menikah kapan saja, bebas mau dengan siapa kita akan menikah, bebas mencintai. Bukan masalah umur. Ternyata karier yang tinggi tidak bisa menghilangkan pandangan miring kalau wanita belum menikah di usia matang artinya tidak laku. Aku menghela napas. Bukannya aku tidak memikirkan ini sebelumnya, bahkan selalu menjadi pikiranku setiap hari. Aku ingin menikah juga, tetapi aku memegang prinsip tidak akan berpacaran. Kalau memang jodoh pasti akan bersama apa pun caranya. Aku bebas memilih prinsip itu sesuai keinginanku, bukan karena aku sok suci tetapi aku memberi kesempatan bagi diriku sendiri untuk berkembang dan terbang tinggi, melihat dunia dengan bebas sesukaku sebelum suatu saat nanti hal tersebut menjadi berbatas kelak. Lebih baik aku tidur memikiran persoalan perjodohan membuat kepalaku sakit, besok harus lembur bersama asistenku, Restu.
****
Aku mencoba men-starter mobilku, tetapi sama sekali tidak mau menyala, mesinnya batuk-batuk. Aku teringat dengan jadwal service mobil ini sudah lewat karena kesibukanku, sudah hampir enam bulan mungkin. Aku keluar dari dalam mobil, membuka kap mobil mencoba memeriksa mesinnya, tetapi percuma, aku adalah tipe orang yang hanya bisa memakai mobil tapi bodoh dalam soal mesin dan perawatan. Aku mengembuskan napas resah, cuaca sore ini sepertinya akan turun hujan dan Si Merah malah ngambek jalan. Si Merah julukanku untuk mobil kesayanganku ini. Parkiran mobil sudah sepi, semua sudah pulang, aku baru selesai lembur bersama asistenku menyelesaikan laporan keuangan kantor.
“Bu Seefa, mobilnya mogok?”
Aku menoleh cepat karena kaget akan sapaan itu. “Restu … thanks, God,“ aku bernapas lega. “Iya nih tidak mau nyala. Bagaimana mau pulang kalau begini? Mana hujan mau turun lagi,” gerutuku sambil berkacak pinggang memandang nelangsa pada mesin mobil.
Restu tersenyum lembut menenangkan seperti biasanya. Restu Adlan, asistenku ini seorang pria yang usianya setahun di bawahku. Pria tenang dan kalem, tetapi tanpa dia mungkin aku akan kewalahan mengerjakan semua laporan-laporan itu. Sosoknya yang sederhana, bermata teduh, dan kalau mengobrol dengannya selalu nyambung. Tak jarang kami mengobrol sambil bekerja tentang apa saja sampai jam lembur berakhir, kecuali gosip. Sebab Restu terlihat tidak antusias kalau membicarakan orang lain. Terkadang dia menjadi tempat pelampiasan kekesalanku pada atasan dan Restu selalu mendengarkan. Untuk itulah aku malas berganti asisten karena Restu sudah pas dengan sifatku yang pemarah dan moody.
“Biar saya periksa mesinnya, Bu,” kata Restu lagi. Lalu dia sedikit mengotak-atik mesinnya. Entah apa yang dia lakukan, tetapi sesaat kemudian aku lihat Restu menghidupkan mesin mobil itu dan Walahhhh Si Merah nyala lagi!
“Wah kamu mengerti soal mesin mobil juga ya, Restu?” kataku kagum.
“Hanya sedikit, kebetulan paman saya punya bengkel mobil. Jadi saya sedikit belajar dari beliau. Nah, Ibu bisa pulang sekarang,” kata Restu sambil menutup kap mobil, lalu membersihkan tangannya dengan saputangan miliknya. Lalu Aku lihat dia bersiap akan pergi.
“Restu!” panggilku, “mau aku antar pulang? Kamu naik kendaraan umum kan? Sekalian aku lapar kita makan dulu, ya?” tanya beruntun.
Restu terdiam lalu menjawab, “Makasih, tetapi maaf Bu Seefa, tidak enak merepotkan Ibu,” kata Restu sopan seperti biasa.
“Tidak apa-apa. Sebagai tanda terima kasihku karena sudah memperbaiki Si Merah,” jawabku dengan penuh harap. “Ayolah, Restu, kok sungkan begitu sih sama aku, ini bukan jam kantor.” Aku berharap dalam hati dia akan menerima tawaranku.
Restu terlihat menaikkan alisnya sebelah seperti kebiasaannya yang sering aku perhatikan, tanda dia sedang berpikir, “Baiklah, Bu,” jawab Restu akhirnya.
Tidak lama kemudian kami mengobrol seperti biasa sambil makan. Restu seperti bukan asistenku: dia seperti teman, kakak. Kakak? Iya seperti kakak karena sifatnya yang dewasa jauh dariku yang masih suka emosi. Mungkin karena dia anak tertua dan memikul tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga membuatnya dewasa. Sekarang aku dengar adik-adiknya sudah mandiri dan punya pekerjaan masing-masing. Sedikit aku tahu tentang keluarga Restu dari obrolan santai kami, begitu juga sebaliknya. Kedekatan yang tidak biasa antara kami bagi orang lain, bagiku sih biasa saja.
“Saya dengar Bu Seefa dijodohkan?”
“Heh tahu dari mana? Tidak biasanya kamu mau dengar gosip?” Aku sibuk dengan kentang gorengku.
“Tidak sengaja dengar dari teman lainnya,” jawab Restu terkesan ada yang disembunyikannya.
“Yah begitulah orang tuaku, Mereka kira dengan dijodohkan, aku akan dapat suami yang sesuai kemauan mereka, dan pasti akan bahagia. Aku tidak suka. Menikah itu karena cinta bukan karena perjodohan. Yah kalau cocok, kalau tidak yang ada hanya derita sampai mati, ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi.”
Restu terkekeh, dia menatap wanita manis dihadapannya ini dengan geli, “Benar sekali, wanita sekarang ini punya kebebasan memilih pria mana yang dia suka dan dia cinta.”
“Aku hanya menunggu pria yang berani melamarku langsung. Bukan mengajak pacaran. Mungkin karena itulah para pria yang mau mendekatiku pada kabur. Karena aku menantang mereka untuk menikahiku bukan mengajakku pacaran, kalau mereka menolak itu tandanya tidak serius.”
“Kalau saya yang melamar, apa Ibu mau?”
Aku langsung tersedak makananku, hampir saja isi mulutku keluar semua. Restu berani mengatakan itu semua padaku.
“Ibu tidak apa-apa?” tanya Restu khawatir, sambil menyodorkan tisu.
“Apa katamu tadi?”
“Ah maaf saya hanya keceplosan. Lupakan apa yang saya katakan tadi.” Wajah Restu memerah karena malu.
“Siaran ulang perlu bagi yang tidak mendengar. Katakan lagi.” Aku mulai memaksa.
“Yah begitulah,” Restu menggaruk kepalanya. “kalau Ibu mau dan tidak berkeberatan dengan pria sepertiku yang sama sekali bukan kriteria ibu. Apa Ibu mau menerima lamaranku?” Dan wajah Restu makin memerah mungkin sudah ke akar rambutnya. Lucu sekali wajahnya.
Sedangkan aku hanya bisa bengong. “Seefa. Panggil aku Seefa saja.” kataku selanjutnya sambil tersenyum pada Restu.
Begitulah Restu menemui ibu dan ayahku untuk melamarku. Tentu saja dengan kesediaanku untuk menikah dengannya. Restu menyukaiku sudah lama, tetapi karena aku adalah atasannya dan kami sungguh jauh berbeda, dia memilih diam tidak mengatakan apa pun karena merasa rendah diri. Aku yang dari segi penghasilan dan pendidikan jauh di melebihinya membuatnya minder. Aku sama sekali tidak mengira kalau Restu punya perasaan lebih padaku, melihat sikap dia yang terkesan biasa saja. Bagaimana denganku? aku rasa sangat mudah untuk jatuh cinta pada pria seperti Restu.
Tapi tentu saja ayah menentangnya dengan keras. Selama ini ayahku tidak pernah mendengar kalau aku memiliki kekasih atau mengenal Restu sebelumnya. Apalagi mendengar dari segi jabatan maupun jenjang pendidikan Restu di bawahku. Restu hanya lulusan S1 berbeda denganku. Tapi, aku menerima lamarannya tanpa ragu sama sekali dan yang paling penting Restu menyayangiku dan mencintaiku. Itu saja.
“Mau dikasih makan apa anak gadisku nanti? Lihatlah dirimu, bahkan mungkin gajimu bekerja jauh di bawah anakku ini, bahkan mungkin tidak mencukupi untuk membeli pakaiannya, ” kata ayahku dengan sadis.
Restu hanya terdiam terlihat rahangnya bergerak-gerak menahan emosi.
Aku langsung menyela, “Ayah, itu semua akan kami atasi bersama,” kataku lagi.
“Tidak akan aku setujui!” jawab Ayah lalu pergi begitu saja meninggalkan kami berdua dengan saling pandang penuh kekecewaan.
“Maafkan ayahku, Restu.” Suaraku tercekat ditenggorokan. Sakit .
“Sudahlah jangan nangis, Seefa, nanti aku akan kembali lagi. Minta izin lagi untuk memintamu,” ucap Restu sambil menepuk tanganku dengan lembut. Selalu begitu, Restu terlalu sabar. Dan aku semakin mencintainya.
Sekali lagi datang, Restu masih di tolak bahkan dia di intrograsi habis-habisan oleh ayahku. Tentang keluarga, tentang apa yang dia persiapkan untukku dan lain-lainnya. Walau sudah begitu masih juga ayah tidak rela. Karena baginya kemapanan tinggi harus dimiliki bagi yang mau menikahiku.
Dan hari ini ketiga kalinya. Dan saatnya aku yang berhadapan dengan ayahku bukan Restu, tekadku sudah bulat sekarang.
“Tapi Seefa, dia jabatannya lebih rendah darimu. Gajinya juga di bawahmu. Mau jadi apa pernikahan kalian kalau calon suamimu itu hanya pegawai rendahan biasa? Apalagi dia hanya asistenmu! Yang notabenenya anak buahmu! Apa kata orang-orang nanti? ” ucap Ayah dengan keras. Adu mulut mulai.
“Ayah! Aku mencintainya. Restu pria baik-baik, agamanya juga bagus. Jadi buat apa aku memikirkan semua segala sesuatu soal jabatan dan soal gaji? Untuk apa mengkhawatirkan pendapat orang lain ? Yang menjalaninya adalah aku, Ayah. Bukan mereka.”
“Tapi apa dia bisa membahagiakanmu? Kamu yakin? Ibu ragu, kalian sungguh berbeda dari soal pendidikan dan pekerjaan. Kamu tidak malu punya suami yang kurang segalanya darimu? Lihat dirimu kamu cantik, kamu pintar, kenapa tidak mencari pria yang lebih pantas denganmu” Ibu mulai menatapku khawatir.
“Untuk apa aku harus malu, Ayah, Ibu? Pasangan yang tidak enak dilihat, belum tentu tidak pantas bersama. Aku merdeka untuk mencintainya, aku bebas memperjuangkan cintaku. Karena Restu adalah pria pilihanku. Tolong ijinkan kami menikah, Ayah, Ibu. Dari sini aku akan berusaha menjalani semuanya bersama Restu.”
Ayahku menghela napas panjang, “Tekadmu sudah bulat rupanya. Baiklah, tapi awas kalau terjadi apa-apa pada pernikahan kalian, Dan kamu Restu,” ucap Ayah kemudian dengan nada keras. “Kalau terjadi apa-apa dengan anakku, kamu duluan akan aku jadikan umpan pancing ikan.” Ayah mendengus lalu pergi ke kamarnya.
“Terima kasih Ayah, Ibu.” Airmataku langsung tumpah, menangis karena gembira. Aku yang selalu hidup demi diriku sendiri tanpa repot oleh orang lain. Kini harus rela berjuang demi bersama orang lain. Kamu tahu? itu sungguh menyenangkan dan membuat lega. Aku menoleh pada Restu, kulihat dia sedikit mengusap ujung matanya dengan punggung tangannya. Restu menangis juga.
****
Aku tersenyum pada Restu yang duduk di sebelahku. Senja mulai datang secara perlahan, kami berdua duduk menikmati sore yang tenang di teras belakang rumah mungil milik kami, dengan tangan saling menggengam hangat. Rumah sederhana yang dibeli Restu dengan mencicil dari uang gajinya. Dia menolak bantuan uang dariku untuk membantu melunasinya. Dia mengatakan ingin membahagiakanku dengan jerih payahnya sendiri walau tidaklah besar. Itu adalah tanggung jawabnya sebagai suami. Aku tidak menyesal telah memilih dia sebagai pendampingku.
“Aku mencintaimu,” ucap Restu padaku diiringi senyum khasnya yang selalu bisa membuatku tenang.
Ternyata perkataan dan kekhawatiran orang tuaku sama sekali tidak terbukti. Restu juga sangat menjagaku dan selalu berusaha menyenangkanku. Aku sekarang merasa bahagia dikaruniai suami seperti Restu. Buktinya Ayah sekarang malah tampak akrab dengan Restu. Hobi keduanya yang suka memancing ikan menjadikan mereka semakin dekat. Aku baru tahu kalau Restu ternyata punya hobby sama dengan ayahku. Ternyata kemerdekaanku dalam memilih orang yang aku cintai tidaklah buruk. Selama aku bisa mempertanggungjawabkan semua pilihan yang kuambil apapun resikonya.
END
-
15 Agustus 2016 pada 1:38 pm #97822Author2Keymaster
Emosi naik turun bacanya, apalagi pas bapa ibunya menentang karena Restu dianggap kurang segalanya, ikutan emosi krn kasihan ama Restu
Tp stigma di masyarakat meskipun masih modern seperti ini tetap saja masih membawa hal-hal di atas, seperti anak perempuan dikejar2 menikah supaya engga jadi perawan tua, seperti orang tua yg masih pegang teguh bibit bobot bebet kalo menilai calon anaknya dsr
Pokoknya, Restu aku padamu :aaaKaboor
-
15 Agustus 2016 pada 1:40 pm #97823Author2Keymaster
Emosi naik turun bacanya, apalagi pas bapa ibunya menentang karena Restu dianggap kurang segalanya, ikutan emosi krn kasihan ama Restu
Tp stigma di masyarakat meskipun masih modern seperti ini tetap saja masih membawa hal-hal di atas, seperti anak perempuan dikejar2 menikah supaya engga jadi perawan tua, seperti orang tua yg masih pegang teguh bibit bobot bebet kalo menilai calon anaknya dsr
Pokoknya, Restu aku padamu :aaaKaboor
-
15 Agustus 2016 pada 2:02 pm #97824Autumn_AiPeserta
huaaa mak eh, moga menang
yeyeyeye lalalala
yeyeyeye lalalala
:goyangasoi :goyangasoi :goyangasoi
-
15 Agustus 2016 pada 4:34 pm #97825NolanDzetaPeserta
Yeee akhirnya di restui.
merdekaaaa!!! :goyangasoi :goyangasoi :goyangasoi
-
15 Agustus 2016 pada 10:24 pm #97889carijodohPeserta
merdekaaaaaa!!!
bagus makkkkk
ampe kebawa emosi hahha
-
16 Agustus 2016 pada 2:37 am #97946hujanpetirPeserta
jodoh quu maunya quh dirimuuuu….
aduuhai bgt ini kak ros :YYYHULAHULA :YYYHULAHULA :YYYHULAHULA
-
16 Agustus 2016 pada 2:48 am #97949famelovendaModerator
Merdeka!!!!
Pengen baca yang lebih panjaaaang. :YYYPATAHHATI
-
16 Agustus 2016 pada 9:49 am #97992RositaAmalaniPeserta
@author2 makasih commentnya. Restu pria idaman wkakka :aaaKaboor
@Autumn_Ai lalala yeyyeyye thanks ya
@NolanDzeta merdekaaaa!
@carijodoh hahah makasih
@hujanpetir :YYYNGEBET sy yg bikin jd senyum geje wkkw
@famelovenda buset yg ini bikinnya ngos-ngosan mau minta panjang wkwkw :xxxPingsan -
17 Agustus 2016 pada 7:04 am #98226Author4Keymaster
Hari ini author akan melakukan tugas dari mimin yaitu membaca semua naskah cerpen yang masuk dan memberikan komentar hehehe, author akan baca satu persatu cerpen di waktu senggang selama seharian ini hehehehe
Sekali lagi author tidak akan membahas masalah teknis karena itu bukan keahlian author. Author akan membahas dari sudut pandang pembaca awam yang suka menikmati cerita.
Rapi. Itu yang pertama terlintas di benak author ketika membaca cepat cerpen ini untuk kali pertama sebelum kemudian membaca ulang secara terperinci untuk kedua kalinya.
Penyusunan kalimatnya rapi, cara penulis menarasikan percakapan masing-masing tokohnya juga terasa begitu alami, hingga apa yang digambarkan penulis di sini bisa tervisualisasi dengan mudah dalam benak masing-masing pembaca.Rapi di sini juga dalam hal penyusunan struktur cerita, penulis dengan sabar menceritakan latar belakang tokoh utama lebih dulu berikut permasalahan yg mengganggunya, dimana nantinya permasalahan di awal ini akan menjadi batu pijakan untuk konflik berikutnya yang susun menyusun dengan bagus sampai dengan ending kisah.
Penulis juga menyelipkan stigma di masyarakat menyangkut bibit bobot bebet dan juga stigma gender perempuan yang dikejar menikah karena usia, plus stigma lelaki mapan yg harus lebih segalanya dr pihak perempuan ( pendidikan, pekerjaan, umur, kekayaan, status keluarga) supaya bisa memenuhi kriteria calon suami idaman. Seluruh stigma ini mungkin terdengar kuno tapi pada kenyataannya masih berlaku di masyarakat sekarang.
Mengenai penokohan, penulis juga berhasil menciptakan empati, ikatan emosional antara tokoh dalam cerita dengan pembacanya. Kita digiring untuk bersimpati pada Seefa yang memiliki ayah ibu kolot dan mengejar2nya untuk segera menikah, kita kasihan pada Restu yg ditolak lamarannya dengan kasar oleh si bapak, kita jengkel pada sosok bapak dan ibu yg begitu keras kepala pada standar suami idaman mereka sendiri, dan pada akhirnya kita menghela napas lega ketika si bapak menyerah dari kekeraskepalaannya lalu menerima lamaran Restu yg dibantu juga dengan usaha Seefa meyakinkan bapaknya.
Epilog setelah lamaran itu diterima oleh sang bapak, adalah epilog yang manis. Pembaca dibawa tersenyum, mengetahui bahwa kedua pasangan ini pada akhirnya berhasil membuktikan bahwa melawan stigma masyarakat bukan berarti melakukan kesalahan besar, bahwa nasib manusia bukan ditentukan oleh harta dan kedudukan, tetapi juga oleh tekad dalam diri manusia itu sendiri untuk menjadi giat dan berusaha membentuk nasibnya menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Kekurangan? Tidak banyak, hanya saja author sebenarnya butuh lebih banyak eksplorasi perasaan Seefa dari yang biasa-biasa saja dan tidak punya perasaan lebih kepada Restu selain sebagai atasan ke asisten ( dilihat dari deskripsi Seefa sendiri di awal tentang Restu ) hingga kemudian dia jatuh cinta pada lelaki ini dan yakin bahwa Restu adalah sosok yang tepat dan pantas untuk dia perjuangkan mati-matian di depan orang tuanya. Proses tumbuhnya cinta ini pasti akan asyik jika dijabarkan dan dieksplorasi di sini hingga pembaca bisa ikut merasa dalamnya cinta Seefa ke Restu. Tapi author mengerti, mungkin karena keterbatasan aturan maksimal kata yg membuat penulis melakukan skip eksplorasi perkembangan perasaan Seefa ini dan lebih fokus pada konflik utamanya. Lagipula tanpa menjabarkan perasaan Seefa, penulis sudah berhasil membuat para pembaca jatuh cinta pada kepribadian Restu di kisah ini.
Secara keseluruhan ini adalah kisah yang indah, menaik-turunkan emosi, tapi memberikan rasa hangat yang menyenangkan di ujung kisah. Semoga ada kisah panjangnya nanti.
Oh ya, penulis cerdik sekali memberi nama tokoh RESTU dimana si tokoh memang dikisahkan berjuang meminta restu di sini hehehe
:sopan
-
17 Agustus 2016 pada 7:36 am #98228RositaAmalaniPeserta
@author4 Makasih commentnya#teriakpaketoa# mmg pengennya perasaan Seefa dibanyakin lagi tp krn terbatas huruf yg sdh mepet 2000 ke paksa di cut hahaha :YYYPATAHHATI
-
17 Agustus 2016 pada 7:41 am #98230Lie_MochuwPeserta
Yey akhirnya restu direstui ..
Semoga menang yuk ros :xxxKipas :yokmarisemangat
-
17 Agustus 2016 pada 8:04 am #98232Susi_Anjar47Peserta
Ahhhh adek suka,,,
Ambil konflik yang aku suka restu orang tua,,
Meskipun pendek tapi bikin aku jengkel paa bagian orang tua seefa yang terlalu mementingkan bibit bebetdan bobot,,,
Sosok Restu aku suka mwskipun dia udah ditolak tetep berjuang,,,tema perjuangan bgt bagian itu,,,berjuang gigih untuk mendapatkan restu ,,,
Dan endingnya jadi favorit happy ending hehehe bikin aku senyum perjuangannya berbuag manis sebuah kemerdekaan untuk masa depam mereka berdua,, merdeka untuk cinta mereka,,,
Hemmm kak Ros pingin baca yg versi panjangnya hehe,,
Semoga menang ya kak Ros
Semangat :YYYMAWAR
-
17 Agustus 2016 pada 8:29 am #98233tatameethaPeserta
Aku suka ceritanya :xxxInLove
-
17 Agustus 2016 pada 8:35 am #98235Liyani123Peserta
Kerenn bangettt ;YYYYUHUI ;YYYYUHUI
Semoga menang……
-
17 Agustus 2016 pada 9:24 am #98247zPeserta
keren
-
18 Agustus 2016 pada 9:25 am #98624RositaAmalaniPeserta
@Lie_mochuw makasih, adek, commentnya. Aminnn hihi#tutupmuka#
@Susi_Anjar47 hihhi minta panjangg lagi :YYYDOR!
@tatameetha azeekkk :YYYHULAHULA
@Liyani123 makasihh wkw ada yg lirik aja dah senang hehehe :YYYNGEBET
@softpurple :YYYKISS :YYYKISS -
18 Agustus 2016 pada 11:25 am #98658dianisahModerator
Kak ros, ini anaknya yg baru ya? Gantinya putra sama vera? *ujung-ujungnya nodong* :aaaKaboor
Kisahnya baguus, tp setuju sama komennya au4, kalau perasaan seefa bisa di eksplor lagi pasti lebih dagdigdug. Makanyaaaa, aku nunggu versi panjangnya.
Kabooor :nabrak :nabrak
-
18 Agustus 2016 pada 11:31 am #98662RositaAmalaniPeserta
@dianisah bukan mereka anakku yg baru, ada dehhh hihihi.
Kalau dibolehkan lebih dari 2000 word mau sy buat feelnya Seefa bahkan yg lebih “seru” akan dibuat wkakakak. :aaaKaboor
-
18 Agustus 2016 pada 12:18 pm #98679ceptybrownPeserta
Ahhhhhh iam with youuuu restuuuuu ambil tisuuuu duluuu laaapp inguuusss heheehhe
-
18 Agustus 2016 pada 1:58 pm #98707yoonnee88Peserta
Restuuuu akhirnya kau direstuii :YYYTERHARU
-
18 Agustus 2016 pada 3:13 pm #98721NUMEYAPeserta
<p style=”text-align: left;”>
Di kehidupan ku benar2 terjadi hal ini lho…</p>
<p style=”text-align: left;”>Wanita yg lebih mementingkan kariernya.. diusianya yg sudah matang belum menikah dan umurnya lebih jauh dari seefa ..</p>
<p style=”text-align: left;”>Emang wanita yg seperti di anggap sebelah mata oleh masyarakat sekitar..</p>
<p style=”text-align: left;”>Malah sampe ada yang bilang.. ngapain perempuan sekolah tinggi2 tapi akhirnya di dapur?</p>
<p style=”text-align: left;”>Aku suka cerpennya hehe</p> -
18 Agustus 2016 pada 3:43 pm #98732LiyanmtlPeserta
bang restuuuu aku padamuuuu :xxxInLove
aahhhh keren kak ros, feelnya dpt bgt. emosiku ikutan naik turun pas bacanya :YYYTERHARU
semoga menang yaahhhh kak roosss :YYYHULAHULA :yihaa
-
18 Agustus 2016 pada 5:49 pm #98813ceptybrownPeserta
Iam in love with you reeeeesstttuuuuuu
-
19 Agustus 2016 pada 10:48 am #99037RositaAmalaniPeserta
@Ceptybrown lu semangat sekali sm restu sm comment dua kali wakkakka thank you deh kl gitu. Ntar restu aku paketin buatmu wkkw
@yoonnee88 :xxxInLove :YYYNGEBET hihi akhirnya sesuai namanya.
@NUMEYA mmg banyak pake banget, dan masih ada. Entah kenapa kl belum nikah umur sdh cukup dianggap rendah, mahluk buangan. pdhl nikah cepet2 juga belum tentu menjamin bahagia. Nikah bukan lomba lari siapa cepat dia menang hihihi :YYYASAHPISAU
@Liyanmtl awwww makasih liyannn :YYYNGEBET -
20 Agustus 2016 pada 6:04 pm #99666yoonilee85Peserta
restu yang akhirnya dapet restu..
suka banget ceritanya kak. bisa di tambah panjang ga? :BAAAAAA
suka sama seefa yang mungkin bagi sebagian masyarakat ‘telat menikah’ diumur sekian, bukan hanya semata-mata mengejar karir tapi memang menunggu lelaki baik yg berani melamar bukan mengajak pacaran.
suka deh.. :MAWARR
-
20 Agustus 2016 pada 6:35 pm #99683RositaAmalaniPeserta
@yoonilee85 wkaaka makasih, mau minta panjang? Wang ni piro :aaaKaboor
-
22 Agustus 2016 pada 2:14 pm #100497isyiemyPeserta
Restu :MAWARR :MAWARR :MAWARR
-
22 Agustus 2016 pada 2:29 pm #100499farahzamani5Peserta
Beuhhh ka ros ini curhat ya hihi
Plisss jngn getok akuhh, usap2 aja ya hihi
Ceritany bagus, ikut ngerasain emosiny seefa yg mau dijodohin, yg awalny ga direstuin trs akhirnya dpt ‘restu’ hihi, disini restu pny 2 makna ya ka
Trs ttng ortu ny seefa jg, walaupun awal2 ny sebel sma mereka, tp balik lgi ya, semua ortu pasti mau ug terbaik bwt anakny
Dan akhirnya, restu keluar deh dri ortu nu seefa
Ditunggu cerita2 lainnya lgi ya ka ros
Semangat semangat hihi -
22 Agustus 2016 pada 2:34 pm #100503RositaAmalaniPeserta
@isyiemy apa commentnya cuma “Restu” doang tambahin dong :DOR!
@farahzamani5 Siapa yang curhat#getok# ini adalah hasil pengalaman berabad-abad huahahahha makasih sdh mau mampir :DOR! -
22 Agustus 2016 pada 2:52 pm #100509isyiemyPeserta
Ka roos aku komen apa ini?? Diborong semua sama ka au4 :TERHARUBIRU
Okay, aku coba komen dikit yàa tp jangan marah hehehe
Secara keseluruhan penulisannya udah baguss bangeet, konfliknya ada, emosinya juga terasa ke pembaca. Cuman sama kaya kata kak au4, ko tiba2 si seefa jatuh cinta ama restu?? Dibagian itu kurang mendetail dan dieksplor tp aku maklumin ko soalnya rata2 masalah yg ikut cerpen pasti krna keterbatasan word. Coba deh ka ros lanjutin lagi cerita ini, ekplor lagi, tambahin konflik sana sini beuh jadi deh novel. Soalnya sayang klo ceritanya stuck sampe sini, padahal masi banyak yg bs digali lagi. Itu aja si menurutku, awas jangan protes lagi lohh :BAAAAAA hhehehe
-
22 Agustus 2016 pada 3:03 pm #100520RositaAmalaniPeserta
@isyiemi mmg kurang si Seefa nya, sdh dicoba menyelipkan sedikit tapi jadinya kelebihan kapasitas hihihi. Dari scene lamaran itu adalagi harusnya tp yah mau digimanain wkwk :aaaKaboor :aaaKaboor
-
26 Agustus 2016 pada 9:55 pm #102826kagita1Moderator
Kak rooooooss, baru bisa bayar utang nih. Baru selesei baca. Aku datang bawa note yang panjaaang. :aaaKaboor
Tema yang dipilih menarik. Sesuai dengan apa yang diresahkan oleh para perempuan single yang sekarang ini kerap menjadi masalah pertentangan antara orang tua dan si perempuan. Bagus. :MAWARR
Karena ini cerpen yang terbatas jumlah word-nya, maka penulis harus pintar mengolah alur dan konflik. Kuncinya ada di dua hal itu. Dari segi alur, cerpen ini terasa cepat. Terlalu banyak penjabaran baik narasi atau percakapan yang tidak perlu sebenarnya.
Menurutku nih, lebih baik porsi percakapan Si Ayah dikurangi. Bisa diganti dengan penggambaran tindakan saja. Itu lebih terasa feeling-nya. Misal, pertentangan Si Ayah yang tidak menginginkan Sheefa untuk menikah dengan Restu bisa dijabarkan dengan tindakannya yang selalu mengabaikan lamaran Restu dan tidak menghiraukan Sheefa yang memohon untuk diizinkan menikah dengan Restu. Setelah itu, bisa dibuat adegan di mana perjuangan Restu bisa meluluhkan Si Ayah.
Dari segi bahasa, cerita ini sedikit kaku. Ada banyak kalimat yang bercampur antara formal dan tidak formal, maupun baku dan tidak baku.
Nah, lainnya ada note perbaikan nih buat kak ros:
* Kalimat “Sheefa, Ayah akan jodohkan kamu dengan anaknya teman Ayah. Kebetulan putranya sedang mencari istri…” ini terdengar ambigu. Mungkin lebih terdengar tidak berkaitan. Kalimat pertama menyebutkan ‘anaknya teman ayah’. Lalu, kalimat selanjutnya menyebutkan ‘putranya’. ‘Anaknya teman ayah’ ini dalam artian adalah si putra. Jadi, kata-kata itu terasa kurang efektif penggunaanya. Bisa diganti begini “Sheefa, Ayah akan jodohkan kamu dengan putra dari teman Ayah. Kebetulan dia sedang mencari istri…” atau bisa dengan begini “Sheefa, Ayah akan menyetujui perjodohan yang ditawarkan teman Ayah. Kebetulan, putra teman ayah itu sedang mencari istri…”
* Kata “di tolak” digandeng. Harusnya “ditolak”
* Kalimat ini “Lagi-lagi soal perjodohan karena tidak tahan anak gadisnya perawan tua” kurang kata “menjadi” karena terdengar tidak lengkap. Jika diaplikasikan begini “Lagi-lagi soal perjodohan karena tidak tahan anak gadisnya menjadi perawan tua”.
* Kata “sholeh” kalau dalam kbbi yang benar adalah “saleh”. Dan karena Sheefa adalah perempuan, maka menggunakan “salehah”.
* Kata “starter” juga termasuk bahasa Indonesia. Dia bukan kata asing. Jadi penulisan “men-starter” sebaiknya tidak menggunakan tanda penghubung, melainkan digabung langsung penulisannya.
* Di antara kata “ngambek” dan “jalan” di kalimat “…cuaca sore ini sepertinya akan turun hujan dan Si Merah malah ngambek jalan” ini kurang “di”.
Sekian, kak ros. Penutup ceritanya membuat hati hangat. terlepas kekurangan yang ada di cerpen ini, ini kisah dengan perasaan yg menyentuh. Semangat terus buat menulis, kak ros. :tebarbunga
-
26 Agustus 2016 pada 10:34 pm #102829RositaAmalaniPeserta
@kagita1 gitgit aduhhh makasih reviewnya, jd tau salahnya dimana heheh. Iyap memang sy merasa begitu jg tp yah nekad ajalah ikut lomba wkaka terlepas dr bolong sana sini hahah. Makasih sekali lagi :NGEBETT
-
27 Agustus 2016 pada 12:30 am #102844kagita1Moderator
Sama-sama, kak ros. :MAWARR
Oh ya, ini baru terpikir lagi. Itu untuk yg masukan adegan si ayah yang mengabaikan perjuangan restu dan tidak menghiraukan sheefa yg memohon izin, lalu adegan si ayah yg luluh dengan perjuangan restu itu bertujuan menekankan proses perjuangan keduanya untuk memerdekakan cintanya dari pertentangan si ayah. Yang ini lebih bisa masuk feeling-nya, kak ros.
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.