Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat › Forum › Forum Kepenulisan › BUKU "ALA KADARNYA" BISA LOLOS MAYOR? APA SEBABNYA?
- This topic has 23 balasan, 16 suara, and was last updated 8 years, 1 months yang lalu by kagita1.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
-
3 September 2016 pada 1:57 am #104902kagita1Moderator
Hai, lama gak corat-coret di forum. Tapi, ini akan jadi coretan yang sedikit panjang. Siapkan camilan biar gak bosan. :BAAAAAA
Ini saya tulis setelah baca status dari my sist, @dianisah, kemarin malam. Lalu, teringat di Vitamins Question juga ada yang sempat membuat pertanyaan yang sama. Jadi, saya share cerita saya selama menjadi ‘polisi naskah’.
Pertanyaanya adalah kenapa semakin lama semakin banyak buku yang “ala kadarnya” lolos cetak mayor?
Saya yakin, sebagian besar jawaban itu akan mengacu pada kesalahan penerbit yang mengutamakan harga jual pasar. Ini memang salah satu penyebabnya, tapi juga ada faktor-faktor lain yang menyebabkan buku “ala kadarnya” bisa lolos cetak dan terbit sebagai karya best seller.
1. Penulis Dengan Ide Dan Imajinasi Yang Kelewat Luar Biasa
Setiap penulis baik yang masih belajar (amatir) atau yang sudah berpengalaman dalam menulis (profesional) pasti pernah mengalami masalah ide cerita lain yang muncul di sela-sela menulis draft yang sudah direncanakan. Terlalu banyak keinginan, terlalu bejibun ide yang dijejalkan, dan terlalu ambisius dalam menciptakan karakter merupakan permasalahan utama penyebab gagalnya penulis menarik hati pembaca. Ini adalah masalah yang cukup berpengaruh. Sebagai seorang penulis, sebaiknya tidak terlalu berambisi memasukkan ide lain begitu saja tanpa mengukur dengan bijaksana kekuatan sendiri. Jika penulis bisa menuangkan ide yang tidak ambisius (sederhana), ada banyak keindahan yang bisa ditawarkan dari cerita tersebut. Dan editor yang menangani naskahnya pun juga tidak kerepotan.
Ibarat saat belajar menyetir mobil, pilih satu gigi saja dulu, kecepatannya tidak perlu terlalu kebat-kebut dan salip sana sini, pelan-pelan agar bisa lihat pemandangan, tidak ribet ini-itu. Hasilnya, pengemudi selamat sampai tujuan tanpa menabrak yang tidak perlu.
2. Penulis Dengan Ego Yang Besar Dan Merasa Paling Pintar
Saya sering bertemu tipe penulis seperti ini. Paling sedih jika bertemu penulis yang begini. Karena dengan memikul ego begitu, langkahnya tidak akan pernah jauh. Terlalu berat bebannya dan akan menjadi sia-sia. Seperti apa contoh penulis dengan ego yang besar? Contoh paling mudahnya adalah penulis menolak ketika diberi masukan.
Ini hal paling fatal kedua yang memengaruhi kualitas sebuah buku. Apa pun masukan yang diberikan editor kepada penulis, alangkah baiknya jika penulis berbesar hati dan dengarkan saran si editor, lalu mencoba pendekatan yang diusulkan. Kasus ini tentu saja terkait dengan naskah yang jelas buruk dan tidak “jalan”. Jika kasusnya hanya ada pada sudut pandang atau hal ringan serupa lainnya, masih bisa didiskusikan. Tapi jika sudah menyangkut urusan kualitas tulisan dan logika apalagi si penulis masih pemula, ada baiknya penulis meninggalkan ego.
Begitu pula untuk penulis yang merasa pintar. Mengabaikan fakta yang ada dan hanya mau mengikuti kehendak dirinya. Penulis yang hanya asal seperti ini akan sulit sekali meningkatkan mutu tulisannya, Pun yang gampang menyebut dirinya penulis hanya karena ingin menulis atau sudah menulis sesuatu, tak peduli seperti apa kualitas tulisannya.
3. Peran Editor Yang Tidak Berfungsi Dengan Baik
Mengapa penulis dan editor saling membutuhkan? Jawabannya sederhana. Penulis melihat tulisannya dari sudut ide hingga menjadi cerita yang utuh, sedangkan editor melihat dengan cara sebaliknya: dari cerita utuh yang kemudian diselidiki terus hingga ke idenya. Keduanya tentu harus sama-sama menguasai apa yang disebut dengan tulisan yang baik.
Editor harus dapat menjadi mata kedua bagi penulisnya, orang andalannya. Editor dituntut untuk selalu curiga terhadap naskah, memiliki kepekaan untuk merasakan bahasa, dan sadis dalam meneliti kalimat yang dituangkan penulis. Ketika hal itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, naskah itu tidak bisa diteruskan untuk dicetak. Karena yang menentukan layak tidaknya sebuah buku itu beredar di pasaran adalah editor yang notabene polisi naskah yang harus memperhatikan segala rambu. Indra si editor sendiri pun harus tajam dan hidup.
4. Fenomena Fan Base Untuk Pertimbangan Penerbit
Kenyataan bahwa penerbit mayor memilih untuk menerbitkan karya penulis yang namanya sudah berkibar daripada naskah yang masuk dari berbagai penulis pemula yang mengajukan naskahnya untuk diterbitkan seperti sudah menjadi peraturan tak tertulis. Pun ketika penerbit lebih memilih untuk menugaskan editornya berburu naskah melalui wattpad/blog/twitter.
Editor yang ditugaskan terjun untuk mencari naskah yang akan diterbitkan sangat memperhitungkan fan base yang dimiliki penulis tersebut. Penerbit sering kali mengabaikan kualitas cerita dan cenderung memilih penulis dengan banyak followers. Keputusan penerbit yang seperti ini adalah dengan menimbang pengaruh jutaan followers terhadap harga jual pasar buku yang akan diterbitkan.
Nah. Itu beberapa faktor kenapa bisa buku yang sebenarnya masih belum layak cetak, tapi sudah terpajang cantik di tempat khusus di toko buku. Ini berdasarkan pengamatan saya selama menjadi ‘polisi naskah’ dan diskusi dengan beberapa editor. Semoga menjawab pertanyaannya. :MAWARR
Khusus buat my sists @dianisah @famelovenda @tsalispark yang sedang penasaran dengan dunia kepenulisan. Hehehe. :BAAAAAA
With love,
GITA
-
3 September 2016 pada 4:04 am #104958tsalisparkModerator
Bener banget 4 fakta yang cocok :inlovebabe abis baca ini jadi terbuka pikiran soal problematika “novel biasa masuk mayor” dan aku jadi tambah pingin jadi editorr :PATAHHATI tapi belum cukup bekalnya eh sama penulis juga ding. Penulis+editor boleh ngga ya? :KETAWAJAHADD . Uuuu gayakuu, masih pemula juga :GOOOAWAY
Mba git, boleh dong abis ini kasih threads tips nulis keceh :HULAHULA
-
3 September 2016 pada 6:37 am #104964arthms12Peserta
Wii kak Gita editor ya? Keren?
Setuju banget sama faktor2 yg disebutkan di atas. Kadang suka miris gitu kesian sama penulis baru yg pengen juga dapet kesempatan *nunjuk diri sendiri* :PATAHHATI
Tapi penerbit mayor skrng malah nyari yg bagus di pasaran yaa nggak terlalu mikirin isi dan kualitas.. art menyadari itu waktu baca review sebuah novel dr wattpad yg ‘mega best seller’ di goodreads..melihatresponnya kayak gitu, jadi kecewa sama penerbit mayornya. Kesian juga penulisnya dibully hehe?
-
3 September 2016 pada 6:54 am #104967purpergirlloversPeserta
Setelah membaca dari awal sampai akhir faktor2 di atas
aku setuju …pernah suatu ketika baca satu novel cerita gak banget dan disitu timbul pemikiran kok bisa ya cerita begini dibukukan ?! Dan yang paling berpengaruh menurutku karena adanya fanbase. Seakan tidak mau ambil pusing memilah yang benar-benar layak dikomsumsi pembaca sehingga jika followersnya atau readersnya banyak cerita tersebut bisa lolos dengan mudah. -
3 September 2016 pada 8:12 am #104991famelovendaModerator
Makasih infonya, kak git. Sekarang makin terbuka kenapa buku2 itu bisa mejeng manis di toko buku :KISSYOU
Selain 4 faktor itu, mungkin krn minat atau selera pembaca juga ya yang mulai berbeda.bisa jadi buku yang kita anggap kurang layak terpajang di toko buku, menjadi sangat layak untuk yang lain.
Tapi untuk aku sendiri, kalo baca buku yg cerita atau penggunaan bahasanya kutang pas, aku bakal stop baca, ga peduli buku itu best seller atau gak.
Dan aku beberapa kali mengalami hal itu, sampai bingung ini aku yang emang ga suka baca buku, ga ngerti karya yang bagus atau gimana ya krn merasa sangat kurang sreg sama apa yang tersaji dalam buku best seller itu. :PATAHHATIBtw, di antara 4 faktor itu ada yang aku garis bawahi ” editor itu mata kedua penulis”
Huhuuhu gayanya pengen jadi editot, gimana aku bisa jadi editor kalo nulis aja masih banyak typo apalagi egoku juga masih menggebu :NABRAKKACA :PEDIHH
Tapi makasih juga untuk kesayangnku @Author4 yang merangkap jadi satpam typoku (jangan bosan koreksi typoku, yaaa :DOR! :gorilahappy ) krn saking seringnya diledekin, ini jadi semangat tersendiri untukku, supaya lebih hati2 kalo menulis, yaaa walaupun masih ada satu dua tiga lah yang lolos dari pengamatanku sebelum diposting. :PANDAELUS :LARIKARNAGALAU
-
3 September 2016 pada 9:33 am #105019SapphirePeserta
Bener! Aku (sering) baca buku yang ceritanya standar ftv banget malah laku, eh giliran yang bagus dan intrik malahan flop di pasaran.
-
3 September 2016 pada 12:34 pm #105092kagita1Moderator
Pelajaran dasar: nulis tanpa typo
Terapkan itu dulu, lis. Kalau sukses, yang lain bisa diatur. :BAAAAAA
Mungkin itu lebih tepatnya “mencari naskah yang terkenal di kalangan pembaca” daripada “mencari naskah yang bagus di pasaran”. Karena yang bagus di pasaran belum tentu kualitas dan mutu menulisnya bagus. Saya sering melihat deretan judul cerita berjajar sesuai peringkat di wattpad dengan pembaca milyaran dan vote hingga ratusan ribu. Tapi, dilihat dari segi ide dan kualitas serta mutu menulisnya kurang memadai. :PEDIHH
Hehehe. Butuh usaha yang gigih buat nembus penerbit mayor. Kalau saya di posisi penulis pemula, saya akan merangkak dulu ke penerbit minor. Semangat terus, art. :YUHUIII
-
3 September 2016 pada 12:51 pm #105108kagita1Moderator
Penulis tanpa sadar mengikuti apa yang dipikirkan pembaca dengan mengabaikan kualitas dan mutu dari cerita tersebut. Kalau jeli, kita bisa menemukan fakta bahwa mayoritas penulis lebih suka membuat cerita yang sesuai dengan momen paling diinginkan terjadi dihidupnya, tetapi tidak bisa terwujud sesuai yang dikehendakinya. Tidak jauh dengan pembaca yang menurutkan kegiatan membacanya dengan hasrat keinginannya yang hanya bisa diwujudkan dalam sebuah cerita. Hasilnya, kuliatas dan mutu terabaikan. Fakta dan logika pun luput dari pengamatan. :GERAAH
Gak ada yang salah dari membaca setengah buku berhenti hanya karena tata bahasanya yang kurang bagus atau karena hal lainnya, panda. Aku sendiri juga sering begitu. Kalau dari kita yang sudah tahu tata bahasa sebuah cerita itu harus gimana, kita memang jadi lebih kritis memilih buku yang akan dibaca. Sebagian penjelasan minat pembaca bisa liat penjelasanku di pupergirllover.
Note panda sama ma tsalis. Pelajaran dasarnya nulis tanpa typo dulu. Hihihih. :BAAAAAA
Nah. Memang seperti itu. Penulis sekarang lebih dramatis yaa daripada susah-susah memikirkan intrik yang belum tentu dilirik pembaca. Penjelasannya bisa dilihat di reply saya untuk purpergirllovers. :happyhappy
-
3 September 2016 pada 1:14 pm #105121Elang_ptrPeserta
Pembeli mungkin kebanyakan remaja yang lagi suka-sukanya sama cerita macam sinetron percintaan ketimbang bacaan yang mereka anggap berat, u know lah anak jaman sekarang :gayapahlawan
-
3 September 2016 pada 1:21 pm #105124kagita1Moderator
Saya tidak bisa menyalahkan jika ini tentang minat pembaca yang mayoritas remaja. Tapi, jika pertimbangan mutu dan kualitas buku diabaikan, R.I.P untuk kesustraan Indonesia. :PEDIHH
-
3 September 2016 pada 1:41 pm #105128AzharKhoiriPeserta
Kak gita editor? Boleh dong diajarin nulis yang baik dan benar hehehe :BAAAAAA
Iya sih aku suka beli novel di penerbit mayor dan beberapa ada yang membuat aku berpikir kayak gitu :PATAHHATI
-
3 September 2016 pada 1:54 pm #105133dianisahModerator
Aaakkkk..
Syukaaaa, sama threadnyaa..
Aku sih gak masalah kalo letaknya di genre, karena aku bisa milih2 genre yg aku suka, nggak harus maksain baca buku yg bukan genreku. Begitupun pembaca lain.
Yg bikin sedih banget itu ketika, ada buku yg idenya bagus, tapi eksekusinya kurang oke, tata bahasa berantakan, pemilihan gaya bahasa nggak konsisten (misal panggilannya gue elo, tapi pake kata2 baku, kedengeran aneh di kuping), dll masalah seputar sistematis. Itu sedih banget.
Sebagai orang awam yg cukup rajin baca buku, aku punya standar bacaan sendiri, dan bener kata panda, suka stop baca di tengah jalan gitu kalau kesalahan sistematisnya udah nggak bisa ditolerir. Bikin sakit mata dan mood down. Padahal aku bukan anak sastra apalagi editor yg paham banget seluk beluk penulisan, tapi kesalahan kayak gitu sangat mengganggu.
:PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI
-
3 September 2016 pada 1:55 pm #105134kagita1Moderator
Cerpen kamu kemarin bagus loh. Aku suka cara kamu memainkan alurnya. Penulis jugakah? :tepuk2tangan
-
3 September 2016 pada 2:17 pm #105143kimyAngela_Peserta
ya, kadang miris aja sih sekarang bnyk novel” yg ga layak malahan booming :ngambeknih segitu gampangkah terbitin novel? duh jadi miris bngt, sekarang mau beli novel harus bener” ekstra teliti takutnya zonk :KETAWAJAHADD tp balik lagi mungkin konsumen kebanyakan lebih suka cerita abal-abal di bandingkan cerita yang bagus
-
3 September 2016 pada 2:22 pm #105144AzharKhoiriPeserta
@kagita1 aku bukan penulis kak, cuma suka nulis aja hehehe.. alhamdulillah kalau kakak suka cerpenku, tapi kadang aku suka bingung nentuin apa yang aku tulis itu bisa dilogika atau nggak :PATAHHATI
-
3 September 2016 pada 4:25 pm #105187kagita1Moderator
Kalau perkara eksekusinya sih salah editornya, nis. Gimana pun, tugas utama editor itu sebagai penolong. Menolong penulis untuk menulis dengan lebih baik dan menolong pembaca untuk menyediakan bacaan yang lebih baik. Itu artinya nisa pembaca yg berkualitas. Menikmati bacaan sekaligus memperhatikan kualitas. Pembaca yang juga “ala kadarnya” biasanya gak mau pusing-pusing mikirin itu. Yang penting dia menikmati cerita. Udah beres. Miris kadang ya. :PANDAELUS
Pasti ada sesuatu di balik booming-nya novel yang nggak layak itu. Kalau bukan karena 4 faktor di atas, ada jalur gelap lain yang ditempuh. Kalau saya beli novel, saya cari bungkus novel yang sudah terbuka. Kalau nggak ada yang terbuka bungkusnya, ya dibuka sendiri. Hehehe. Saya baca sekilas bab terakhirnya. Dari sana, saya bisa mendapatan info kualitas cerita. Apakah alur mudah ditebak hanya dengan memaca bagian akhir, apakah tata bahasanya tertata, dan lain-lain. :bebekberkibar
Menulis dengan draft yang tertata itu banyak membantu, azhar. Setelah selesei menulis, kasih jeda waktu beberapa lama sebelum baca ulang cerita yang kamu tulis untuk mengecek logika ceritamu. :YUHUIII
-
5 September 2016 pada 5:30 pm #105969mey_piccoPeserta
Pangsa pasar kdg jd perhitungan jg..lg booming yg simply romantis ya laku novel gituan..lg booming horror ya laku..#nurutku sie gitu
Apalagi yg based dari cerita/novel online..liat banyakan yg views lgsng dipilih terlaris huahaha..
Selera beda2, kdg org baca ada yg bilank biasa lom tentu imaginasi org lainnya..bs jd luar biasa bt dia..
Novel fiction khn ga dibilank ngikut sastra jg..hny berpedoman kesitu..
#ini hny opini org bodoh:)
-
6 September 2016 pada 12:19 am #106037thejuneyPeserta
ya gituuu deh bener banget tu mungkin mereka lebih seneng sama cerita yang mainstrem dan ringan- ringan gitu, tapi harus tetep semangat dong munculin karya- karya yang bukan sekedar ala kadarnya aja :gorilamuter
-
6 September 2016 pada 2:33 pm #106223Dia_snowwhitePeserta
Sharing dari pengalamanku beli buku ya Kak Git. Aku pernah beberapa kali beli buku terbitan mayor dan eng ing eng… KECEWA berat dengan isinya. Kalau buku indie/self publish sih aku masih bisa memberi toleransi ya kalau isinya memang tidak sesuai ekspektasi, namanya juga self publish yang mungkin hanya berbekal kepercayaan diri penulisnya saja & tanpa melalui proses editing yang profesional, tapi kalo sudah mayor dan isinya maaf ”mengecewakan” itu rasanya gimana gitu? para penerbit mayor kan harusnya profesional ya, kalau belum layak naik cetak mbok ya jangan dipaksain hanya karena mentang-mentang jumlah viewernya sekian M dan mungkin mereka asumsikan akan meraih angka penjualan yang tinggi. Kasihan para penulis yang sebenarnya memang berpotensi tapi tidak dilirik hanya karena ‘kurang dikenal’ dan ‘belum ditemukan’ kan? Lagipula belakangan ini aku menemukan beberapa penulis (misal di watty) yang merepost ceritanya hingga berulang-ulang padahal itu bukan part baru/lanjutan cerita, sehingga otomatis menaikan jumlah viewer nya entah dengan tujuan apa. Kalau sudah begini miris rasanya, :MARAHNANGIS di saat kualitas justru dikesampingkan hanya karena untuk meraih target angka penjualan. Yah… lagi-lagi materi di atas segalanya :DOR!
Turut berduka cita untuk dunia kepenulisan Indonesia :PEDIHH
Pesan: Mulai sekarang jangan terlalu percaya atau memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi dengan cerita yang jumlah Viewer atau like nya selangit, karena belum tentu bagus. Salah-salah malah kecewa nantinya :AKUGAKTERIMA
-
8 September 2016 pada 11:15 pm #106670EmmaLexanioraPeserta
Demi apa ini bener banget, kemarin sempat ngebicarain ini juga sih di lapak sebelah, banyak yang protes karena ada novel yang termasuk -ala kadarnya- bisa ditrrbitin dan bahkan jadi mega best seller, malah denger denger mau dijadiin Film. Selamat buat authornya by the way mungkin udah rejekinya. Tapi sebagai orang yang gila baca apalagi novel, aku malah agak bingung kenapa bisa segitu boomingnya di pasaran padahal kalo dikasih nilai yah 7 lah yah, trus kemaren ada yang sempet ngasij kritikan dan saran ke authornya itu -lah dia enggak terima, di block lah yang ngasih saran ckckc- trus aku agak enggak rela kemaren salah satu author favorit aku curhat kalo cerita yang dia kirim ke salah satu penerbit terkenal enggak dapet respon sama sekali, padahal demi apa cerita dia itu baguuuuuuusssss banget, malahan lebih bagus dari author yang aku sebut sebelumnya. Bukannya mau ngebanding bandingin yah, mungkin juga selera orang beda beda. Tapi aku masih miris aja ngeliat banyak author berbakat diluar sana yang bahkan enggak dapat lirikan sedikitpun dari penerbit penerbit itu. Hanya karena follower dan fanbase yang tertebar dimana mana, penerbit malah lebih mentingin hal itu daripada sebuah kualitas.
-
8 September 2016 pada 11:29 pm #106671ZiandraAlvansaPeserta
Akhir2 ini memang novel kualitas mayor udah banyak mendapat kritikan pedas dan titik terendah. Dan menurut pendapat ku juga demikian, aku juga udh malas berburu novel jika ada tulisan (sudah dibaca jutaan kali) atau nama penulisnya gak asing di blog atau wattpad. Bikin kecewa ?
-
18 November 2016 pada 12:42 pm #296811kagita1Moderator
@mey_picco
Penerbit tidak bisa mengikuti pangsa pasar begitu saja menurut buku apa yg sedang booming. Karena tiap-tiap penerbit memiliki kriteria genre masing-masing yang dipegangnya. Seperti penerbit Gramedia Pustaka Utama yang lebih cenderung kepada novel terjemahan daripada novel lokal, Diva Press yang identik dengan genre fiksi remaja dan anak, penerbit Haru yang spesialis ke genre fanfiction (berbau jepang, korea), atau penerbit Stilletto yang mengambil tema dunia perempuan, dll. Sedangkan yang basic-nya memang dari cerita online dengan sistem bersambung itu sudah saya jeaskan di atas kalau memang penerbit lebih memilih cerita dengan jumlah view paling banyak karena pangsa pasarnya lebih aman. Dan juga, novel fiksi itu termasuk bagian dari sastra yang muncul tahun 1920 booming bersama dengan penulis-penulis sastra modern, mey. :)
Iya, juney. Pembaca memilih kriteria bacaan berdasarkan yang kemampuan cerita yang bisa menghibur pembaca di kala penat. Maka, bacaan ringan yang anti-mainstream menjadi pilihan terbaik. Tapi, memang kadang selera pembaca tidak bisa ditebak. :)
Kembali lagi ke prinsip penerbit yang lebih mengutamakan view untuk mencari aman novel laku di pasaran. Hal ini tidak bisa dihindarkan. Asumsinya, view paling banyak adaah cerita yang paling diminati di pasaran. Kalau sudah begini, editor yang kewalahan saat proses editing cerita. Dan, setelah terbit berakhir dengan kekecewaan pembaca terhadap cerita yang sebelumnya mereka banggakan. Masalah reposting, memang saya lihat beberapa penulis reposting ceritanya tanpa sebab, bahkan ada yang reposting sebelum cerita berakhir dengan bab end. Saya tidak tahu apa motifnya. Yang disayangkan, para penulis itu reposting cerita tanpa perbaikan dalam ceritanya (entah itu typo, EYD, dll). Prinsip saya juga begitu di wattpad, Dia. Jangan terkecoh pada cerita yang memiliki jumlah view atau bahkan vote terbanyak sekalipun. :)
Penulis yang seperti itu -yang tidak terima diberi saran dan malah block akun si pemberi saran- tidak akan berumur panjang. karya dia hanya akan menjadi kenangan dengan penuh kekecewaan. Saya menyayangkan penulis yang seperti ini. Penerbit memiliki genre dan persyaratan tersendiri untuk memilah novel mana yang akan diterbitkan. Begitu pula dengan editornya. Tiap editor memiliki standart tersendiri. Mungkin cerita penulis yang Emma favoritkan, belum bisa masuk ke dalam kriteria penerbit atau standart editor yang waktu itu bertugas seleksi naskahnya. :)
@calistaputri1991@gmail-com
Berarti memang kriteria penerbit yang lebih memilih novel dengan view terbanyak yang harusnya evaluasi kebijakannya ya, Zian. :)
-
18 November 2016 pada 3:22 pm #296905ElfvinaPeserta
hmmm setujuu banget sama faktor faktor diatas..\
sku pernah baca curhatan salah satu penulis favoritku, jadi temennya itu coba mengirimkan naskah nya ke penerbit mayor. naskah yang menurut penulis favorit ku sangat berkualitas itu malah dibilang kayak gini “kamu coba posting dulu deh naskah ini di wattpad, nanti kalau viewers nya sudah jutaan baru kamu kirimkan lagi naskah punya kamu”\
tuh aku yang baca curhatan nya aja udah kezeell :tendangkerikil \
tahun 2016 emang banyak banget penulis penulis wattpad yang nerbitin buku mereka, dari yang emang ketceh banget sampe yang ‘ala kadarnya’ banget :meninblack
apasih fungsi editor sekarang ini.. :ngupildoeloe :ngupildoeloe
-
18 November 2016 pada 6:51 pm #296995kagita1Moderator
Memang ada penerbit yang targetnya mengincar cerita-cerita online seperti di wattpad/blog/twitter. Penerbit yang seperti ini lebih mengutamakan jumlah viewers terbanyak untuk mengambil aman pangsa pasar. Persepsinya, cerita yang memiliki viewers banyak pasti lebih laku di pasar karena sebelum terbit pun, cerita tersebut sudah mendapat sambutan yang lebih dari sekedar baik dari viewers. Pertimbangan lainnya, karena banyaknya persaingan dari penerbit-penerbit baru yang bermunculan, penerbit lebih memilih cerita dengan penulis yang sudah bernama atau cerita online dengan jumlah viewers banyak. Ini untuk menutupi kerugian pendapatan penerbit jika novelnya tidak laku di pasaran.
Dan untuk masalah ini, editor tidak dapat disalahkan. Karena walaupun editor memegang peranan penting untuk menentukan cerita mana yang harus diterbitkan, penerbitlah yang lebih memiliki hak dan wewenang untuk menerbitkan cerita.
Tapi, tenang saja, vina. Masih banyak kok penerbit jujur yang mau menampung penulis pemula sekalipun untuk menerbitkan bukunya. Vina perlu memberikan masukan kepada teman penulisnya untuk lebih jeli lagi memilih penerbit yang tepat untuk dipercayai naskah yang dipunya. Jangan lupa, sesuaikan genre naskah dengan genre penerbit yang akan dimasuki. Sukses selalu untuk vina dan teman penulisnya. :)
-
-
PenulisTulisan-tulisan
- Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.