“Diana!”
Suara panggilan ayahnya yang tegas dan menggelegar, seketika membuat situasi yang sebelumnya penuh ketenangan berubah manjadi tegang.
Diana dengan cepat melepaskan pelukannya dari tubuh Brian. Dia mengusap air matanya yang masih keluar, kemudian memandang
kearah Brian dengan tatapan minta maaf. “Brian___”
“Tenang Diana, sepertinya ayahmu salah paham.”
Diana menganggukkan kepalanya kemudian menoleh ke arah ayahnya, saat melihat ayahnya, mata Diana membeliak karna, karna ayahnya berjalan cepat kearahnya dengan ekspresi murka. Sungguh, ayahnya ini seumpamanya ada di adegan film kartun, pasti sudah tervisualisasi sosok kepala bertanduk yang mengeluarkan kepulan asap dari atas kepalanya.
“Bapak!” ucapnya panik.
Saat ayahnya sudah dekat kearahnya dan sepertinya ingin memukul kearah Brian, Diana dengan cepat membentangkan tangannya, menjadikan tameng untuk melindungi Brian.
Melihat putrinya membentangkan tangannya seperti itu dan memejamkan matanya rapat-rapat, Rangga menghentikan langkahnya kemudian mengangkat alisnya.
“Diana, apa yang kau lakukan, bapak ingin mengajar laki-laki mesum itu yang sudah memelukmu intim, kenapa kau malah melindunginya!” bentaknya marah.
Diana membuka matanya dan menatap ayahnya yang sudah di depannya itu. Dalam jarak dekat seperti ini, Rangga bisa melihat mata Diana merah dan sembab seperti abis menangis, Rangga kaget dan pandangannya beralih menatap Brian dengan pandangan kebencian bercampur kecurigaan.
“Kau! Apa yang kau lakukan pada anakku hah! Kenapa Diana menangis, apa yang sudah kau berbuat!”
“Om, Anda sudah salah paham, aku ___”
Dengan keras kepala Rangga mencela ucapan Brian. “Dasar brengsek, banyak alasan, akan ku hajar kau.”
Setelahnya, secepat kilat Rangga merangsek maju ke arah Brian, berniat ingin meninju wajahnya.
“Bapak! Stop! Bapak sudah salah paham.” Suara Diana melengking, hingga Rangga berhenti seketika. “Salah paham katamu.” ucapnya tak habis pikir.
“Bapak, Diana tahu bapak sayang dan sangat berusaha melindungiku, tapi bapak lupa, Diana sudah dewasa pak. Aku mengerti mana laki-laki brengsek mana yang tidak.” ucapnya sungguh-sungguh dengan tatapan memelas.
Rangga mendengus keras. Dengan berkacak pinggang dan memindai Diana dengan ekspresi heran. Memang benar kata orang, jika seseorang sedang jatuh cinta susah untuk disadarkan. Bahkan kotoran kucing sekalipun jika dilihat oleh orang yang sedang jatuh cinta akan terlihat seperti selai coklat!
Anakku dengan terang-terangan membela laki-laki asing itu yang baru dikenalnya, dan berani berucap dengan nada tinggi padaku. Huh! Anaku sudah besar teryata. Sari lihatlah anakmu ini.
Setelah meluapkan kekesalan dalam hatinya itu, Rangga kembali menatap Diana tajam. “Katakan saja langsung ke intinya, neng, jangan berputar-putar seperti itu.” Rangga mulai menuntut.
Diana menurunkan tangannya yang sebelumnya terbentang guna melindungi Brian, kemudian berucap pelan.
“Bapak, asal bapak tahu aku, aku habis kena jambret pak, dan jumlah penjambret itu ada tiga orang.”
“Apa, jambret!” Rangga berucap shock.
Diana menganggukkan kepalanya. Mata yang sebelumnya sudah mengering, kini basah kembali oleh air mata saat Diana mulai menceritakan kejadian menegangkan itu pada ayahnya.
“Iya, pak. Asal bapak tahu jika Brian tidak datang tepat waktu, entah nasib mengerikan apa yang akan menimpaku.”
“Orang-orang sialan itu hendak menculikmu?” Rangga bertanya cepat.
“Tidak, hanya saja dari tiga penjambret itu, salah satu dari mereka datang dan mendekatiku kemudian hampir menyeretku, untungnya di saat waktu yang menakutkan itu, Brian datang tepat waktu dan mengajar penjambret itu hingga babak belur.”
Setelah mendengar keterangan langsung dari Diana, Rangga seketika menatap Brian yang berdiri di belakang putrinya itu.
Ditatap seperti itu Brian merasa serba salah dan lebih ke pasrah, menilai apakah Rangga akan mempercayainya atau tidak.
Saat Rangga sedang menatap Brian intens, tanpa diduga tubuh Diana oleng kehilangan kesadarannya, seketika Brian yang berada di belakangnya langsung sigap menangkap tubuh Diana.
“Om, Diana pingsan!” ucapnya panik.
*****
Saat Sari sedang duduk di meja kasir tengah fokus menghitung uang hasil jualannya, tatapan matanya teralihkan saat melihat mobil putih masuk di parkirannya. keningnya berkerut saat dilihatnya sosok tinggi tampan itu membuka pintu depan mobilnya dan bergegas lari ke arah pintu belakang. Sari berdiri dan langsung menyerbu dengan panik ke arah Rangga, saat dilihatnya suaminya keluar dari mobil itu dan membawa Diana yang pingsan.
“Ya ampun, pak, kenapa dengan Diana? Kenapa dia pingsan.”
“Panjang ceritanya, nanti bapak ceritakan di kamar, ibu ikut sekarang, bantu bapak__ aduh”
“Ya ampun bapak kenapa!” ucap Sari panik.
“Encok bapak sepertinya kambuh Bu, atau bobot Diana yang berat, sampe bawa tak sanggup bawa lagi.”
“Biar aku saja Om yang bawa Diana.” Brian yang sudah menutup pintu mobilnya, dengan cepat berlari ke arah Rangga yang kesakitan dan langsung berucap menawarkan.
Sari memandang Brian dengan ekspresi heran. Ditatap seperti itu Brian berucap sopan dan tersenyum ramah.
“Ibu, kita belum kenalan, aku Brian temen Diana di kantor.”
“Oh jadi kamu temannya Diana?” ucap sari berseri-seri.
Aksi Sari tentunya membuat Rangga yang didera sakit encok seketika bersungut-sungut melihat kelakuan istrinya itu. Dasar wanita, lihat pemuda tampan saja langsung berbinar-binar, huh dasar wanita!
“Cepat bantu saya angkat Diana, kau malah mengobrol dengan istriku.”
“Ah baik Om.” ucapnya sigap sambil mengambil alih tubuh Diana dan membawanya masuk ke kamar dengan diikuti oleh Sari, ibunya.
Saat Rangga sudah sendirian dan jalan tertatih-tatih hendak memasuki rumahnya, Asep yang melihat majikannya itu pun seketika langsung mendekat dan memapahnya. “Pak Rangga sakit?” ucapnya perhatian.
“Ah hanya penyakit orang tua, encok saya kambuh mendadak.” Rangga berucap sambil lalu.
“Asep, papah saya sampai di kamar, Sari ada di kamar Diana, saya ingin istirahat sebentar, minum obat biar encoknya sembuh.” ucapnya singkat.
“Iya Pak.”
“Oh iya di mana Ujang? Dia tidak kelihatan dari tadi.”
“Ujang tidur pak, dia sepertinya sangat capek setelah bekerja ekstra cepat saat jam makan siang tadi.”
“Ah anak itu, kebiasaan.” ucapnya dengan nada geregetan.
*****
“Oh jadi seperti itu kejadiannya.”
Sari shock sampai menutup mulutnya saat mendengar cerita panjang dari Brian mengenai insiden sore tadi yang menimpa Diana.
“Ibu benar-benar minta maaf, kalau suamiku sudah salah paham padamu.”
Brian tersenyum ramah. “Om Rangga walaupun keras kepala, tapi aku sudah memaafkannya.”
Brian kemudian melihat jam tangannya.
“Saya pamit pulang, sepertinya tugas saya untuk mengantar Diana sudah beres, Diana juga sudah tidur nyenyak sepertinya.”
Saat Brian sudah memegang gagang pintu kamar Diana, Brian menolehkan wajahnya ke arah Sari dengan ekspresi bersungguh-sungguh.
“Saya sangat mencintai anak ibu. Aku butuh dukungan Anda untuk membantu hubungan kami, aku sangat mencintai Diana. Setelah kejadian ini pun, Om Rangga sepertinya masih kekeuh menolak hubungan ini. Aku berjanji akan membahagiakan Diana, Jadi bantu aku Bu.”
1 Komentar