Vitamins Blog

Dompetku Hilang ‘Cerita Komedi ku’ Part 13: Drama Pagi Di Rumah Diana

Bookmark
Please login to bookmark Close

Jumat pagi yang cerah, tempat rumah makan ini terlihat sepi itu karna penghuni rumah ini yang tak lain rumah pak Rangga dan Bu Sari, orang tua Diana sedang tidak ada di rumah. Mereka berdua sedang pergi ke pasar Induk untuk berbelanja bahan dagangannya.

Ujang dan Asep yang tak lain pegawai di tempat ini, sudah bangun sudah sarapan dan juga sudah mandi. Mereka berdua kini tengah melakukan pekerjaan bersih-bersih. Asep sedang mengelap meja dan membereskan kursi-kursi agar berjajar presisi. Dan Ujang tengah mengelap etalase, tempat di mana nantinya akan menjadi tempat menu-menu masakan bu Sari dipajang.

Sepanjang meraka melakukan pekerjaannya, hanya senandung lagu yang keluar dari mulut Ujang sebagai hiburannya, Asep yang berkepribadian pendiam, hanya bersikap cuek saat mendengar Ujang menyanyi dengan suara fals yang menyakitkan gendang telinganya. Merasa mulai risih, Asep bertanya pada Ujang dengan sengaja berharap agar berhenti bernyanyi, karna bagi Asep nyanyian Ujang mirip seperti suara segerombolan tawon yang sedang mengerumuni sarangnya.

“Sudah hampir jam tujuh pagi, tapi pak Rangga belum kelihatan ya, apa pak Rangga lupa kalau bu Sari bentar lagi pulang dari pasar?”

“Entahlah, mungkin pak botak lupa menjemput bu Sari, atau pak botak sedang tiduran.” jawab Ujang sambil lalu, setelahnya melanjutkan nyanyiannya.

Mata Asep melirik kearah pintu kamar Diana yang masih tertutup rapat, dan berucap memperingatkan kearah Ujang.

“Jang, kamu jangan panggil nama orang sembarangan, apa kamu lupa, anaknya pak Rangga juga ada di rumah, kalau dia dengar kau panggil seperti itu dia akan marah.”

Ujang tergugu dan seketika berhenti bernyanyi, merasa malu saat Asep menyebut anak pak Rangga ada di rumahnya. Ujang pun menggaruk rambutnya dan cengengesan. Sungguh, ekspresi Ujang kali ini sangat menjengkelkan di mata Asep.

“Hehehe, sorry aku sudah terlalu akrab menyebutnya seperti itu.”

“Tapi itu tidak sopan, mau bagaimanapun dia orang tua, majikan kita jadi kau harus menghormatinya.” Asep kembali memperingkatkan.

Disaat bersamaan, saat Asep sudah menyelesaikan perkataannya pada Ujang, pintu kamar Diana tiba-tiba terbuka dan Diana muncul di sana.

Melihat Diana sudah rapi dan cantik seperti sudah mau berangkat kerja, Ujang buru-buru memasang senyum paling ramah dan berdeham beberapa kali. Asep yang melihat kelakuan temannya itu hanya bisa menggelengkan kepala heran. Tanpa diduga Asep pun menundukkan kepala dan tersenyum ramah ke arah Diana. Senyumnya alami tanpa dibuat-buat seperti Ujang.

Diana yang baru muncul diambang pintu kamarnya dan melihat pemandangan di depannya sempat terkejut, tapi dengan cepat dia memasang ekspresi sama-sama ramah dan sedikit tersenyum tipis untuk menanggapi sapaan Asep dan Ujang.

Senyuman yang sangat manis! 

Itulah ungkapan isi hati Asep, ya Asep yang selama ini pendiam dan lebih bersikap pasif, sangat mengakui kalau anaknya pak Rangga memang cantik, jenis kecantikan yang tidak membosankan.

Tapi lain lagi dengan Ujang. Temannya ini malah memasang ekspresi yang sangat blak-blakkan, saat anaknya pak Rangga balas tersenyum ke arah Ujang, yang dilakukan Ujang benar-benar konyol. Ujang tersipu malu menutup mulutnya dan wajahnya memerah.

Melihat Ujang salah tingkah, Asep pun meringis. Sahabatnya ini benar-benar menyedihkan, sepertinya Ujang berharap lebih pada anaknya pak Rangga .

Kamu jangan mimpi Jang.

Memikirkan itu Asep kembali menatap Diana. Beruntung saat Asep tengah menatapnya seperti ini, Diana tengah sibuk dengan ponselnya.

Penampilan Diana cukup simple, hanya memakai kemeja over size lengan panjang motif garis-garis warna hitam dipadu celana jeans panjang warna blue sky yang membungkus kakinya yang jenjang. Diana memakai sepatu slop hitam, rambutnya yang panjang dikuncir kuda dan juga Diana membawa tas Selempang warna cream yang cantik.

Penampilan Diana yang tinggi semampai itu sangat stylish, dan tentunya sangat indah untuk dilihat. Bahkan Asep maupun Ujang yang berasal dari desa dan jarang melihat penampilan outfit gadis ibu kota, tentunya terkagum-kagum saat melihat penampilan Diana seperti sekarang ini.

Merasa seperti ada yang memperhatikan, Diana yang sebelumnya fokus dilayar ponselnya, tiba-tiba mengakat pandangannya. Secara bersamaan Asep dengan cepat membuang wajahnya ke samping dan berdehem gerogi.

Ya ampun hampir saja ketahuan, bodoh kau Asep bisa-bisanya kau mengikuti jejak Ujang!  

Diana mengedarkan pandangannya mencari sosok bapaknya, karna tak melihat bapaknya yang biasa ada di teras rumah dan membersihkan kandang burung peliharaannya. Diana menatap pada Asep.

“Mas, kamu lihat bapak tidak?”

Ujang hampir tersedak saat Diana panggil Asep dengan sebutan ‘Mas’.

“Eh… pak Rangga neng? Eh…maaf. Saya belum liat bapak.” Asep gerogi setengah mati saat menjawab pertanyaan Diana.

Dasar bodoh kau Asep, baru segitu saja sudah gerogi, huh payah! Ujang puas mengejek Asep dalam hatinya.

Diana mengerutkan kening melihat kebingungan Asep, kemudian dia beralih menatap Kearah Ujang. “Kamu juga tidak lihat bapak?”

Dengan cepat dan penuh percayaan diri, Ujang langsung menjawabnya. “Sepertinya pak bo… ah maksudnya pak Rangga, masih di kamar mbak, semenjak mengantar bu Sari ke pasar pak Rangga belum kelihatan.”

“Oh.” Jawab Diana.

“Mba Diana mau berbakat kerja? Apa mbak mau diantar?” Ujang tanpa basi langsung menawarkan diri tanpa tahu malu.

“Panggilan macam apa itu mbak Diana, mba Diana, lucu sekali kedengarannya.” entah dari mana datangnya, Rangga tiba-tiba menginterupsi percakapan Ujang.

Asep dan Diana seketika menutup mulutnya ingin terbahak menertawakan Ujang, karna terlalu percaya diri, dia malah direspon oleh pawangnya yang galak dan Protektif.

Ekspresi Ujang berubah malu sekaligus takut. Malu karna di skatmat terang-terangan dan takut karna berani menggoda anaknya. Matilah aku. Sepertinya kupingku akan ditarik lagi sama pak botak?  

Ujang kemudian cengengesan seperti orang bodoh di depan Rangga. “Hehe maaf Pak, terus kalau gak boleh panggil mbak, kita panggil apa?”

Rangga menatap penuh arti kearah putrinya. Diana hanya mengangkat bahunya menyiratkan kata ‘terserah’.

“Ade saja itu lebih bagus, karna sepertinya usia kalian lebih tua dari anakku.”

“Ade?” Ujang menggaruk rambutnya merasa keberatan.

“Kenapa? Kamu gak setuju ya?” nada bicara Rangga terdengar pelan, tapi menyiratkan kesan galak tak mau dibantah.

“Hehehe pak boleh aku kasih usul?”

Rangga mengajar alisnya. “Usul apa?”

“Kalau panggil nona boleh?”

“Nona?” Rangga membeo.

Seketika Rangga menggelengkan kepalanya dan terkekeh. “Kamu pikir anakku ada di sinetron-sinetron, dipanggil sebutan seperti itu? Ada-ada saja kau Ujang. Sudahlah lupakan itu, terserah kau mau panggil apa yang penting terdengar sopan.” jawabnya dengan nada frustasi.

Pak botak aneh sekali, memangnya panggilan mbak gak sopan? Ishh sangat membingungkan!  

Disaat bapaknya sedang sibuk berdrama dengan Ujang, ponsel Diana berbunyi, dengan cepat Diana mengeceknya. Brian? 

Diana aku akan bertemu kerumahmu dan aku akan membawa kejutan untuk ayahmu, sampai jumpa malam minggu nanti.

Diana yang membaca pesan itu, langsung berubah panik dan dengan cepat menatap ayahnya.

Astaga Brian, kau benar-benar nekat, kenapa secepat ini. Aku harus bicarakan ini dengan Brian di kantor, ya, itu harus! 

“Bapak ini sudah hampir jam delapan, aku hampir telat, bapak jadi tidak antar aku ke kantor?” ucapnya buru-buru dan seketika melupakan drama yang sebelumnya dibuat oleh Ujang.

“Dengan senang hati neng” jawabnya penuh senyum, menggambarkan sosok ayah yang sangat menyayangi anaknya.

Rangga kemudian menatap kearah Pegawainya yang tak lain Ujang dan Asep.

“Nanti kalian saja yang jemput ibu ya, ada motor di parkiran yang nganggur, kalian bisa pakai itu untuk jemput ibu ok.”

“Iya pak.” jawabnya bersamaan.

Kemudian Rangga kembali menatap kearah Diana dan memberikan bom kejutannya.

“Oh iya, bapak hanya mengingatkan saja, karna ini hari jumat dan seperti biasa pulang jam tiga sore kan? Bapak akan menunggu di luar untuk menjemputmu. Jadi kamu gak ada alasan lagi bisa pulang dengan temanmu yang setinggi gapura kabupaten itu.”

Ya ampun matilah aku. Ish bagaimana ini.

Ingin rasanya Diana menangis sejadi-jadinya mendengar pesan terselubung dari bapaknya itu.