“Bang Rangga kau sudah sampai?” mendengar suara suaminya diambang pintu, sang istri yang tak lain pemilik warung nasi itu langsung menolehkan kepalanya, tangannya yang sebelumnya sibuk memegang ponsel untuk merekam Ujang dan Asep, kini sudah dimasukan ke dalam saku dasternya, kemudian buru-buru mendekat ke arahnya untuk membantu membawa kardus yang ditengteng oleh suaminya itu.
“Siapa mereka berdua Bu?” Rangga bertanya pada istrinya yang mendekat dengan mata masih fokus menatap Ujang dan Asep. “Oh, hanya pembeli di sini tapi sepertinya mereka sedang tertimpa sial, mereka bilang dompetnya dicopet di bis, jadi mereka kebingungan untuk bayar makannya.”
Namanya Rangga? Ya ampun sangat tidak cocok sekali dengan penampilannya. Sosok seperti itu pantasnya bernama Abdul atau Ateng.
Ujang yang sejak tadi melihat interaksi dua orang depannya langsung terkikik geli sampai menutup mulutnya. Asep yang melihat Ujang sedang cekikikan sambil menutup mulutnya, langsung menegur temannya itu. “Apanya yang lucu bodoh, kau tidak lihat pria botak itu adalah orang yang sama, yang ada di dalam bis yang kita curigai?”
“Sep, apa kau tidak dengar? Itu terlihat lucu, Aku sangat geli saat nama orang itu bernama Rangga, kau pasti setuju denganku?” Ujang terus cekikikan sambil berbisik ke arah Asep. Asep mau tidak mau akhirnya menatap ke sosok yang bernama Rangga itu, dan tanpa bisa ditahan, Asep juga ikut tertawa geli sampai menutup mulutnya. “Kau benar Jang”
Aksi mereka yang sedang tertawa sampai pundak keduanya berguncang, menarik perhatian Rangga yang saat ini sudah duduk di meja kasir. Merasa seperti badut lucu yang sedang ditertawakan, dia pun menegurnya dengan suara galak.
“Hei kalian, kenapa bisik-bisik dan cengar-cengir seperti itu, ada yang lucu! Terutama kamu yang pake kemeja panjang kotak-kotak, aku perhatikan dari tadi kau selalu menertawakanku, memangnya ada yang aneh?”
Hardikan Rangga yang mengagetkan mereka berdua, berhasil menghentikan tawanya hingga membuat ekspresi keduanya berubah salah tingkah.
“Diantara kalian siapa yang dompetnya hilang? Cepat jawab, jangan cengar-cengir seperti itu.”
~Hening~
“Hei, cepat jawab kenapa kau diam saja, dia bertanya padamu bodoh.” Asep menyenggol pundak Ujang dengan marah. Untuk kali ini Ujang sepertinya sangat ketakutan, hingga membuatnya mendadak bodoh dan malahan memohon pada Asep. “Kau saja yang jawab, aku takut Sep, tampangnya sangat menakutkan aku benar-benar takut.”
Kata-kata dari Ujang yang penakut itu membuat Asep makin kesal saat menimpalinya. “Huh! Cemen,”
Asep maju dua langkah dari Ujang dan memposisikan seperti sedang melindungi temannya itu. Kemudian menatap Sosok botak, berkumis yang ada di depannya yang sudah berekspresi antusias. Asep menelan ludahnya, merasa gugup saat hendak berbicara. “Aku, aku yang kehilangan dompet….” Ujang yang mendengar perkataan Asep, langsung maju ke depan dan memposisikan berdiri sejajar, kemudian kembali berbisik di kuping Asep. “Cepet ngomong bodoh, kenapa kau bertele-tele seperti itu? Aku ingin urusan ini cepat beres.” Sialan kau Ujang.
“Memangnya di dompetmu ada berapa uang?” Rangga bertanya penasaran kearah Asep yang masih menundukkan kepalanya. Tanpa diduga, Ujang yang menjawab pertanyaannya. “Hanya satu juta saja pak.” jawabnya tanpa beban.
Eh apa dia bilang ‘hanya’ satu juta?
Rangga memandang dua cecunguk yang ada di depannya, yang satu tampak berekspresi malu dan yang satunya tampak penuh kepercayaan diri tinggi. Dilihat dari tampilan mereka berdua, yang hanya mengenakan pakaian sederhana yakni kemeja lengan panjang kotak-kotak warna hitam, dengan bawahan celana panjang longgar, memakai sendal, dan yang satunya memakai kaos warna hitam lengan pendek dengan memakai celana levis yang terlihat kesempitan dibagian betisnya. Melihat penampilan kedua sosok yang ada di depannya ini, Rangga berasumsi kalau mereka berdua dari kalangan orang yang sangat sederhana. Tapi bukan itu yang jadi masalah baginya, melainkan gaya bicara salah satu dari mereka yang menggelitik hati Rangga, hingga rasanya ingin sekali menarik kuping salah satu dari mereka, terutama yang memakai kemeja kotak-kotak.
“Hei kamu, yang pake kemeja kotak-kotak, siapa namamu.”
“Ujang pak!” Asep menjawab penuh semangat.
“Ah… Ujang, kau cepat kesini, ada yang ingin aku bicarakan padamu.”
Tanpa butuh waktu lama, saat Ujang sudah berdiri didekat Rangga yang berkepala botak dan berkumis tebal itu, ditariknya kuat-kuat kuping Ujang, hingga membuatnya mengaduh kesakitan.
“Aduh… aduh kenapa kupingku ditarik sih pak, sakit ini pak.”