Yvonne merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang terletak di tengah ruang kamar pribadinya. Sudah memasuki hitungan seminggu Yvonne tinggal di apartemen milik Lucas. Walaupun mereka tinggal bersama dalam satu atap, mereka tidak pernah banyak bertemu di dalam apartemen tersebut. Lucas lebih sering beraktivitas di luar dan berada di lokasi syuting dengan waktu yang tak menentu, namun saat ia memiliki kesempatan untuk pulang di malam hari, ia selalu menyempatkan diri untuk meminta Yvonne menceritakan hasil bacaannya dari novel yang telah dia berikan tempo hari, setidaknya sudah dua hari ini Lucas selalu pulang di malam hari dan menanyakan perkembangan Yvonne melaksanakan tugasnya membaca novel tersebut.
Tiga hari pertama kedatangan Yvonne, Lucas lebih banyak mencuri waktu dari kesibukan syutingnya untuk mengajak Yvonne jalan-jalan agar bisa mengenal lebih dekat suasana kota metropolitan yang dibanggakannya dan sudah berapa tahun belakangan ini menjadi rumah kedua bagi Lucas. Yvonne berterima kasih atas inisiatif Lucas meski jalan-jalan bersama Lucas juga tidak bisa dikatakan kegiatan yang menyenangkan bagi Yvonne karena Lucas selain bersikap dingin dan semaunya, ia juga terlalu banyak waspada hingga membuat Yvonne muak hingga rasanya ia ingin mengeksplorasi kota itu sendirian saja.
Tidak menyenangkan.
Kendati lebih banyak menumpuk kesal, Yvonne tak menuntut apapun, karena ia mau tidak mau harus mengerti bahwa untuk seorang Lucas, berhati-hati ketika berada di tempat umum sangatlah penting. Seorang publik figur tidak pernah tahu kapan ia bertemu dengan penggemarnya atau orang-orang yang bahkan berpotensi merusak popularitasnya sehingga menjadi waspada dan sangat berhati-hati sangatlah wajar untuk seorang Lucas.
Tiga hari rutinitas berkeliling kota yang diberikan Lucas tentu saja bukan sesuatu yang bisa diterima cuma-cuma oleh Yvonne. Setelah tiga hari yang tidak begitu menyenangkan bagi Yvonne, Lucas mulai memintanya untuk membuat ringkasan dari novel yang diberikannya sebagai imbalan atas kebaikan hatinya versi pola pikirnya sendiri, padahal Yvonne sama sekali tidak merasa berhutang budi apapun. Namun ketika Lucas membawa perihal tidak mengizinkan Yvonne tinggal di apartemennya apabila tidak bersedia membaca novel pemberiannya untuk meringkas alur cerita yang Lucas tak ingin membuang waktunya untuk duduk manis membaca semuanya, maka Yvonne terpaksa bertekuk lutut dan mengibarkan bendera putih, menyerah.
Yvonne tidak ingin pulang kembali ke kota kecilnya setelah akhirnya ia mampu terbang melintasi cakrawala untuk menjejakkan kaki di kota impiannya dan jika itu berarti ia harus bertahan dengan syarat dari orang tuanya untuk tinggal satu atap dengan Lucas, maka ia akan berjuang menyanggupinya sampai titik darah penghabisan, tekad bulat. Ia juga akan bertahan dengan sikap Lucas yang tak bisa ditebak terhadapnya.
Lucas mulai menunjukkan betapa sibuknya ia dengan pekerjaannya dan Yvonne yang masih belum punya arah tujuan mau tidak mau mulai membangun rutinitasnya sendiri yang didominasi dengan kegiatan membaca novel itu sebagai prioritas utama dan untungnya ia menemukan kafe yang nyaman untuknya, kafe milik Nathan.
Yvonne sebenarnya bisa saja menghabiskan waktunya di dalam apartemen seharian, hanya saja dia belum terbiasa dengan rasa sepi dan hidup sendiri di apartemen milik Lucas yang mewah tapi terasa hampa. Tidak ada siapapun kecuali asisten rumah tangga yang selalu datang untuk bersih-bersih di pagi hari selama beberapa jam. Untuk makan sehari-hari sudah tersedia jasa catering yang dipesan oleh Lucas hingga Yvonne benar-benar tak perlu mengkhawatirkan apapun untuk tuntutan hidup sehari-hari. Tapi semua itu tak membantu dalam mengatasi rasa jenuh dan hampa yang dirasakan Yvonne. Karena itu lah, Yvonne lebih memilih mencari suasana yang terasa nyaman dan menyenangkan di luar sana, menyusuri trotoar dari depan apartemen hingga mencari ujung jalan yang sanggup dilaluinya dengan berjalan kaki dan menyadari betapa banyak kafe di deretan apartemen tempat ia tinggal saat ini.
Meski ia sudah mengunjungi beberapa kafe yang berjejer rapi tersebut, hanya kafe milik Nathan yang membuatnya merasa nyaman. Sepasang matanya terasa dimanjakan, sepasang telinganya terbuai, sepasang kakinya tertuju tanpa perlawanan, rasanya ia bahkan ingin tambatkan hatinya saja di tempat itu sebab menghabiskan waktu seharian penuh di tempat itu rasanya sangat menyenangkan. Sudah tiga hari ini perasaan itu tidak memudar dan ia masih ingin terus berkunjung. Kebetulan sekali ternyata kesan pertama bertemu pemilik kafe itu terasa menyenangkan.
“Rasanya aku ingin cepat pergantian hari dan kembali ke kafe itu,” gumam Yvonne sembari menatap langit-langit kamarnya yang membiaskan cahaya lampu terang lantas menjelma menjadi kilat halus di mata hazelnya.
“Hari ini menyenangkan, beruntung rasanya bertemu dengan Nathan.”
Kedua kelopak mata Yvonne mulai meredup dan rasa kantuk mulai membuai kesadarannya. Pekat malam yang ia lihat dari balik kaca jendelanya seakan membujuknya agar segera mencicip lelap yang menjanjikan hari esok akan lebih menyenangkan untuk disambut dengan tubuh dan jiwa yang lebih kuat dan segar karena cukup beristirahat. Jadi, istirahatlah.
Rasanya Yvonne baru saja terlelap dalam hitungan sepersekian detik sesaat sebelum bunyi ketukan pintu yang keras dan tegas menyadarkan dalam satu sentakkan. Dan suara yang menyusul memanggil-manggil namanya disela jeda ketukan pintu kamarnya membuatnya memutar bola matanya dengan kesal.
“Lucas!” celetuk Yvonne dalam hatinya lantas senyum kecut ikut menghiasi bibir mungilnya.
“Yvonne! Apa kau sudah tidur? Kau belum laporan hasil bacaanmu hari ini, cepat ke ruang tengah!” teriak Lucas dari balik pintu dan langkahnya terdengar menjauh.
Yvonne mengusap kedua matanya dengan malas, rasanya ia baru saja akan masuk ke dunia mimpi yang menyenangkan namun segalanya rusak karena Lucas mengusiknya. Meski ia mengambil waktu lama untuk bangkit dari tempat tidurnya, pada akhirnya ia menyeret langkahnya dengan berat untu menuju ruang tengah di mana Lucas berada. Tak lupa ia mengambil buku novelnya untuk dibawa bersamanya saat menemui Lucas.
Mata Yvonne tertuju pada secarik kertas yang tergeletak di mejanya, gambar naga buatan Nathan. Yvonne meraih gambar tersebut, namun ia ragu membawanya. Ia tak ingin ada pembicaraan tentang gambar itu bersama Lucas, sehingga keraguannya membuatnya mengembalikan kertas tersebut di meja lantas berlalu menuju ruang tengah hanya dengan buku novelnya saja.
Rupanya Lucas tengah berbaring di sofa. Sebotol air mineral yang sudah tandas isinya tergeletak di atas meja tepat di dekat Lucas berbaring. Pantas saja meskipun Yvonne tidak menanggapi panggilan Lucas serta tak segera beranjak menemuinya, Lucas tak meneriakinya sama sekali. Hening, seakan menghilang begitu saja.
Yvonne mendekati dengan perlahan, sedikit berjingkat lalu mengambil tempat duduk di sofa lainnya yang hanya untuk satu orang. Yvonne menipiskan bibirnya ketika melihat betapa tenangnya Lucas berbaring di sofa tersebut. Sofa panjang berwarna merah menyala dan memiliki bentuk yang terkesan mewah, elegan dan harus Yvonne akui sangat cocok menjadi tempat untuk seseorang dengan tampang seperti Lucas berbaring di sana. Seperti singgasana, seperti pembaringan yang nyaman.
Yvonne mengernyitkan dahinya karena Lucas tak kunjung membuka matanya meski Yvonne sudah duduk manis dan siap memberi laporan atas bacaannya hari ini.
“Apa dia begitu lelah?” Yvonne mempertanyakan dalam hatinya lalu memerhatikan wajah Lucas yang tertidur dengan sangat lelap.
Benar-benar pantas, begitulah yang dipikirkan Yvonne. Ini adalah malam ketiganya melihat Lucas berbaring di sofa merah itu, namun biasanya Lucas hanya merebahkan tubuhnya dan tetap terjaga mendengarkan Yvonne bercerita. Hari ini Yvonne baru memperhatikan Lucas yang terlelap dengan saksama, pria itu benar-benar artis. Wajahnya nyaris sempurna untuk kategori pria tampan, jadi bagaimana mungkin Yvonne sedikitpun tak merasa beruntung mengenal Lucas dalam hidupnya?
Sudah hitungan tahun tidak melihat Lucas, dunia perantauan dan pekerjaan nampaknya telah banyak mengubah penampilan Lucas yang sekarang terlihat semakin berkelas. Wajahnya semakin tampan meski tak jauh berbeda dengan wajah Lucas di masa lalu yang dikenal Yvonne sebab memang seolah sudah menjadi takdir seorang Lucas untuk lahir dan tumbuh menjadi lelaki tampan yang mempesona.
Hidup di kota metropolitan memang pilihan yang tepat untuk Lucas hingga ia bisa menjadi salah satu dari jejeran artis papan atas yang digemari masyarakat.
Lucas dan Yvonne sudah bertemu sejak mereka masih kecil meski mereka memiliki rentang usia yang sedikit jauh. Lucas lebih tua beberapa tahun dari Yvonne, namun keduanya selalu terlibat dalam beberapa kegiatan masa kecil bersama lantaran ibu mereka bersahabat sangat kental dan mereka berdua juga tahu bagaimana terobsesinya ibu mereka untuk menjodohkan mereka di masa depan.
“Aku ini lebih tua darimu lima tahun, kau seharusnya memanggilku kakak,” gerutu Lucas di suatu hari ketika mereka berusia belasan tahun.
“Tidak mau. Tinggimu saja hanya berbeda sedikit dariku, kau juga tidak terlihat dewasa karena suka menggangguku, jadi untuk apa?” rutuk Yvonne sembari membusungkan dadanya dengan angkuh.
Yvonne teringat bahwa tubuh Lucas tidaklah setinggi sekarang bahkan nyaris dijangkau oleh Yvonne ketika mereka berada di usia remaja. Dan sekarang melihat Lucas terbaring di sofa merah andalannya hingga sepasang kakinya yang semampai melewati batas sofa dan tergantung bebas hingga nyaris menapakkan kakinya di lantai membuat Yvonne tersadar bahwa Lucas tak lagi bocah yang pantas ia rendahkan ukuran tubuhnya. Yvonne bahkan jadi tersenyum lucu setelah memperhatikan tubuh Lucas sekarang, lengan yang berotot khas para lelaki jantan dan dadanya yang terlihat bidang membuat Yvonne terkekeh.
“Sejak kapan tubuhnya jadi seperti itu? Dia pasti berusaha keras mendapatkannya?” gumam Yvonne sambil terkekeh kecil.
“Heh, apa yang kau tertawakan? Apa kau sudah puas memperhatikanku seperti itu? Wajahmu itu seperti mau melahap orang, tahu!” celetuk Lucas tiba-tiba sembari membuka matanya sedikit dan melirik tajam ke arah Yvonne.
Yvonne segera merengutkan wajahnya, menunjukkan rasa kesal yang terang-terangan dan meraih bantal sofa yang berada di balik punggungnya lantas melempar dengan keras ke arah wajah Lucas.
“Aduh! Sakit! Wajahku ini berharga!” celetuk Lucas dan segera terduduk sembari mengusap wajahnya.
“Bersyukurlah aku tidak melempar buku novel yang kubawa ini ke wajahmu melainkan hanya bantal empuk.”
“Iya, iya. Sudahlah, aku lagi lelah. Jadi, apa hasil bacaanmu hari ini?” Lucas kembali membaringkan tubuhnya di sofa sembari menunggu jawaban Yvonne.
“Kalau kau lelah, sebaiknya kau pergi tidur. Kau pikir sofa itu tempat tidur kedua? Lama-lama warna merahnya memudar dan bentuknya rusak karena selalu kau tempati seperti itu.” omel Yvonne lagi.
“Akuakan pergi tidur di kamarku setelah mendengar laporanmu hari ini, cepatlah, aku tidak punya banyak tenaga untuk mendengar hal lain.” Lucas mendengkus karena tak sabar.
“Memangnya kalau kau berbaring seperti itu, apa bisa menjamin kau tidak tertidur dan meninggalkanku berceloteh sendirian?” tanya Yvonne lagi bersikeras menjadi kritis.
“Astaga, Yvonne, dari kemarin dan kemarinnya lagi aku selalu berbaring di sofa ini mendengarkanmu dengan penuh perhatian. Hari ini aku memang sangat lelah tapi aku takkan meninggalkan satu hari untuk menunda memahami isi novel itu. Kau tahu kan aku mendapat kesempatan dari produser untuk memerankan tokoh utama dari novel itu dan hanya punya waktu satu bulan untuk memahami segala isinya agar aku bisa mendalami peran dengan baik. Setidaknya begitulah yang diharapkan produser dariku, sebuah pengalaman membaca dan pemahaman yang baik akan seluruh jalan ceritanya. Jadi, ceritakanlah.”
Yvonne terdiam, ia tersadar hal-hal yang terlupa karena selalu menganggap Lucas makhluk yang menyebalkan. Benar, Lucas selalu berusaha keras seperti itu menjalani kehidupannya, bersungguh-sungguh dan mampu fokus dalam keadaan apapun. Yaa, wajar segala sesuatu yang diraihnya memang sepadan dengan apa yang ia usahakan. Menjadi artis bukan tentang merawat diri, bersenang-senang, hidup berlebihan atau bermalas-malasan berbaring di sofa merah nan mewah sepanjang hari. Ada usaha, ada upaya, ada kerja keras hingga semua mampu diraih seperti sekarang.
“Yvonne, aku menunggu.”
Yvonne tersadar dari renungannya ketika Lucas berkata singkat dan dingin seperti itu. Pria itu masih berbaring sembari memejamkan matanya rapat-rapat namun Yvonne bisa merasakan betapa telinga pria itu menanti untuk menangkap getaran yang menjelma menjadi kalimat-kalimat yang bersumber dari suara Yvonne.
Sebelum akhirnya Yvonne bersuara, ia membuka novelnya dan menyadari suatu hal ketika ia menatap lembaran yang telah ia tandai. Ia terlupa, bahwa hari ini tidak ada alur cerita yang perlu dipahami melainkan hanyalah deskripsi-deskripsi makhluk naga yang digambarkan dengan detail hingga beberapa halaman.
“Lucas, sepertinya hari ini kau memang bisa segera istirahat. Hari ini aku membaca bagian yang terbaru tapi itu hanya menggambarkan sosok seekor naga yang muncul di sebuah hutan terlarang dan warnanya hitam pekat.” terang Yvonne bersemangat.
“Begitu kaah? Baiklah, aku mau tidur.” celetuk Lucas setelah mendengarkan penjelasan Yvonne dan rasanya ia bersyukur bahwa ia bisa segera melengos pergi ke kamarnya.
Lucas pergi menuju kamarnya, meninggalkan Yvonne yang masih terduduk sendirian sembari melihat punggung Lucas yang semakin menjauh dan menghilang dibalik pintu kamarnya sendiri.
Keheningan terbentang, Yvonne sendirian dan merutuk dalam gumaman yang hanya terdengar di telinganya sendiri, “Dasar, bisa-bisanya dia yang tadi memanggil sekarang malah pergi meninggalkan. Cih.”
Yvonne kembali ke kamarnya, merebahkan kembali tubuhnya ke kasur empuk yang dirindukan. Melepas penat dan kesal lantas pikirannya melayang menanti hari esok.
“Kenapa rasanya ingin segera hari esok? Aku ingin ke kafe itu, membaca dan berdiskusi dengan Nathan.” gumam Yvonne lagi lalu lambat laun ia tertidur bersiap menjelajahi alam mimpi yang bisa mengejutkannya dengan alur cerita apapun.
***
Akupun ingin segera esok
Ditunggu saja hari esoknya entah kapan muncul lagi yaa.
Ih, curiga sm mas Lucas! Yakin nyuruh mbak Yvonne bikin rangkuman cuma gara2 disuruh produser? Atau jangan2 ada maksud terselubung seperti ‘Sebenarnya aku cuman kepingin denger suara mu aja, sebentar aja gapapa kok’
Muehehe Lucas, kamu dalam pantauan ku 0-0